Suara Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Suara. Here they are! All 100 of them:

β€œ
Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.
”
”
Pramoedya Ananta Toer
β€œ
Apa yang kau tangkap dari suara hujan Dari daun-daun bugenvil yang teratur mengetuk jendel. Apakah yang kau tangkap dari bau tanah Dari ricik air yang turun di selokan
”
”
Sapardi Djoko Damono
β€œ
Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi
”
”
Tan Malaka
β€œ
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan di sana bersemayam kemerdekaan apabila engkau memaksa diam aku siapkan untukmu: pemberontakan!
”
”
Wiji Thukul
β€œ
Panggilan 'ayah' dari anak-anak, ketika si buruh pulang dari pekerjaannya, adalah ubat duka dari dampratan majikan di kantor. Suara 'ayah' dari anak-anak yang berdiri di pintu, itulah yang menyebabkan telinga menjadi tebal, walaupun gaji kecil. Suara 'ayah' dari anak-anak, itulah urat tunggang dan pucuk bulat bagi peripenghidupan manusia.
”
”
Hamka (Cermin Penghidupan)
β€œ
Dalam diammu, aku mendengar banyak suara,. Diammu berkata-kata
”
”
Dee Lestari (Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade)
β€œ
Mendengar adalah bukan tentang menangkap suara-suara dengan telingamu, lebih dari itu, mendengar adalah menangkap sesuatu -di-balik-suara--sesuatu yang kadang-kadang tak bisa benar-benar ditangkap oleh mereka yang mampu mendengar suara-suara secara sempurna.
”
”
Fahd Pahdepie (Rahim: Sebuah Dongeng Kehidupan)
β€œ
Dalam Doaku Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku Aku mencintaimu.. Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu (1989)
”
”
Sapardi Djoko Damono
β€œ
Doa memerlukan hati, bukan suara. Tanpa hati, kata-kata tidak berarti.
”
”
Mahatma Gandhi
β€œ
Orang yang cemburu sepertiku, jika bercermin membelah cermin. Jika Pemilu-menjual suara. Jika tak punya uang-jadi penipu. Jika punya uang-jadi rentenir. Jika menjadi supporter-menyalah-nyalahkan wasit. Jika mencintai-menyakiti. Jika menjadi politisi-korupsi.
”
”
Andrea Hirata (Padang Bulan)
β€œ
belajarlah dalam kesabaran Ayub berjalanlah bersama keberanian Ibrahim bacalah semesta melalui kecerdasan Sulaiman taklukkan angkuh dunia dengan ketangguhan Musa himpunlah semua kebijaksanaan Yakub katakanlah kebenaran semerdu suara Daud kasihilah sesama sepenuh cinta Isa lalu masukilah kebeningan dirimu bersama ketakwaan Muhammad
”
”
Fahd Pahdepie (Perjalanan Rasa)
β€œ
Selamat datang. Saya sudah menyiapkan semua yang akan Saudara rampas dan musnahkan: kata-kata, suara-suara, atau apa saja yang Saudara takuti tapi sebenarnya tidak saya miliki
”
”
Joko Pinurbo (Celana)
β€œ
Biar bagaimanapun tidak ada yang akan baik-baik saja tentang sebuah perpisahan, dan itu adalah perasaan sedihnya, bagaimana kita memulai dari awal, dan kemudian mengakhirinya di tempat yang sama.
”
”
Pidi Baiq (Milea: Suara Dari Dilan)
β€œ
Suara, nyanyian, musik, gunung, pantai, langit, padang pasir, laut yang membuat mereka indah sesungguhnya hal yang tidak kelihatan. Matahari juga tak bisa ditatap langsung oleh mata, tetapi yang membuatnya indah bukan hal yang bisa ditatap langsung oleh mata kan? Selalu ada sesuatu. Sesuatu yang misterius tetapi sangat bermakna. Itulah yang harus kau temukan… Keindahan bukanlah yang kau dengar atau lihat. Keindahan adalah yang kau rasakan. Jauh sampai ke dalam hati.
”
”
Fahd Pahdepie (Rahim: Sebuah Dongeng Kehidupan)
β€œ
Karena jika Minggu, akan ada nyanyian yang lebih beda ketimbang hari-hari biasanya. Misalnya saja, jika Senin, suara merdu burung-burung gereja tidak seperti suaranya ketika Minggu. Seakan ada nada tergesa-gesa, di jam kerja dan sibuk itu.
”
”
Bagus Dwi Hananto (Minggu)
β€œ
tak mampukah lagi kita simpankan suara hulurkan tangan gantikan tembok dengan jambatan?
”
”
T. Alias Taib (Seberkas Kunci)
β€œ
Aku sedang mendengarkan hujan... Kedengarannya seperti langkah kaki, dan... terdengar seperti jerami yang sedang dijalin menjadi tali...Entah mengapa, untuk suatu alasan suara hujan hari ini begitu mengusik...
”
”
Kim Dong Hwa
β€œ
Mengapa bulan di jendela makin lama makin redup sinarnya? Karena kehabisan minyak dan energi. Mimpi semakin mahal, hari esok semakin tak terbeli. Di bawah jendela bocah itu sedang suntuk belajar matematika. Ia menangis tanpa suara: butiran bensin meleleh dari kelopak matanya. Bapaknya belum dapat duit buat bayar sekolah. Ibunya terbaring sakit di rumah. Malu pada guru dan teman-temannya, coba ia serahkan tubuhnya ke tali gantungan. Dadah Ayah, dadah Ibu.. Ibucinta terlonjak bangkit dari sakitnya. Diraihnya tubuh kecil itu dan didekapnya. Berilah kami rejeki pada hari ini dan ampunilah kemiskinan kami.
”
”
Joko Pinurbo (Kepada Cium)
β€œ
Merdeka adalah ketika suara nuranimu tak lagi sembunyi.
”
”
Helvy Tiana Rosa
β€œ
Dia yang terlalu tinggi di atas singgasana tidak pernah melihat telapak kakinya. Dia tak pernah ingat, pada tubuhnya ada bagian yang bernama telapak kaki. Pendengarannya tidak untuk menangkap suara dewa, juga tidak suara segala yang di bawah telapak kaki. Ia hanya dengarkan diri sendiri. Suara murid Bapa ini takkan sampai kepadanya. Untuknya yang paling tepat hanya dijolok.
”
”
Pramoedya Ananta Toer (Arok dedes)
β€œ
Aku ingat, aku pernah bilang kepadanya jika ada yang menyakitinya, maka orang itu akan hilang. Jika orang itu adalah aku, maka aku pun harus hilang.
”
”
Pidi Baiq (Milea: Suara Dari Dilan)
β€œ
Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar saputangan yang telah ditenunnya sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri oleh ketabahannya sendiri oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang. Bagaimana mungkin. (66)
”
”
Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni)
β€œ
Tanda seorang mengalami sakit jiwa ialah apabila dia lebih mempercayai kata orang lain daripada suara hatinya sendiri
”
”
Ibn Qayyim Al-Jawaziyya
β€œ
Keramaian adalah dengung yang semakin didengarkan justru membuatmu kesepian. Orang-orang terus bicara; berbagai jenis suara berlintasan hingga telingamu penuh tetapi kepalamu kosong. Tidak mengerti apa-apa, bukan bagian dari apa-apa.
”
”
Sabda Armandio (Kamu: Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya)
β€œ
Prasangka memang selalu akan menjadi beban yang membingungkan dan mengancam masa depan untuk membuat semuanya berjalan kacau
”
”
Pidi Baiq (Milea: Suara Dari Dilan)
β€œ
Di negeri yang keranjingan simbol ini prinsip dan identitas sering berarti bendera berwarna, spanduk atawa pengeras suara
”
”
I. Bambang Sugiharto
β€œ
Suara, bahkan risalah protes yang keras, seperti halnya sastra, tak pernah cukup kuat dan cukup padu untuk mengubah dunia.
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 5)
β€œ
Suara hati adalah bisikan lembut Tuhan kepada manusia.
”
”
Edward Young
β€œ
Suara kebajikan tak akan pernah mampu menyentuh pikiran yang bebal betapa pun keras kebajikan itu berteriak. Tak ada yang mampu membuatnya tersadar, kecuali kesadaran itu tumbuh dengan sendirinya hingga mampu melumerkan kebekuan dalam hatinya dan membuatnya belajar untuk mendengarkan suara orang lain.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Ini cuma sebuah laku bacalah, bukan bacakanlah. Bacalah adalah serupa bisikan, serupa gerimis hujan, desir angin, desir lokan, atau gemerisik dedaunan. Bacakanlah bagai teriakan, berpengeras suara bergema kemana-mana. Sebab bisikan lebih menggoda lebih menjamah lebih menggugah daripada teriakan. Sebab bisikan selalu jatuh lembut di telinga, tak seperti teriak yang menghantam pekak. Hanya membaca. Sebuah laku pribadi, hening sendiri, hanya dalam hati, sunyi tanpa bunyi. Ketika hanya ada satu benak yang menari dengan benak lain (malaikat jatuh, malaikat patuh, betapa tipisnya, keduanya hanya membuat manusia teramat manusia). Aku tak peduli, benak mana yang akan berbisik. Aku tak peduli, ada atau tiada makna, terserah saja.
”
”
Nukila Amal (Cala Ibi)
β€œ
Catatan pinggir adalah suara manusia nomadik, yang tak pernah rela dikerangkeng kategori-kategori, apalagi bila kategorisasi itu totaliter dan tak adil. Suara manusia yang senantiasa berada di tepian, yang karenanya selalu peka dan waspada terhadap segala pihak yang tersisihkan.
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 7)
β€œ
Berjaga malam kerana mencari ilmu lebih nikmat bagiku daripada kekayaan ....Suara goresan pena di atas kertasku lebih merdu daripada alunan lagu kesamaran, lebih indah daripada tabuhan rebana remaja puteri, sedangkan lembaran tulisanku menebarkan butiran pasir hikmah... -Az-Zamakhsyari
”
”
ΨΉΨ§Ψ¦ΨΆ Ψ§Ω„Ω‚Ψ±Ω†ΩŠ (LaΜ„ Tahzan: Jangan Bersedih!)
β€œ
Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati.
”
”
Helvy Tiana Rosa
β€œ
Kalau anda bertekad untuk tidak mau termangu-mangu dan ragu-ragu lagi saat suara hati anda menyuruh anda untuk bertindak, artinya anda sudah menerima kunci restu.
”
”
John Keble
β€œ
Ia tidak wajib patuh kepada siapapun, siapapun juga, kecuali terhadap suara batinnya, hatinya.
”
”
Sulastin Sutrisno (Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya)
β€œ
Ternyata hal yang paling menakutkan bukanlah suara halilintar, tetapi kebohongan.
”
”
Orinthia Lee (Why Always Me?)
β€œ
Dibandingkan sesuatu yang cerah, daku lebih menikmati gelap yang ditaburi petir bersama rintiknya hujan, juga gemuruhnya suara sambaran petir yang seketika memecah heningnya malam yang dingin krutuk trughh... ngantukku pun terbangun
”
”
Manhalawa
β€œ
Saatnya angin berbau asin datang dari laut. Hari ini, aku akan bermain gekkin untukmu. Suara denting senar melebur bersama udara, meresap dalam panca indera. Terlihat seperti wewangian apakah nada-nada ini... Dengan terlahirnya lagu ini, keberadaanmu mendapatkan makna baru. Kalau bersedia, bernyanyilah bersamaku. Masih ada waktu sebelum gelap. Waktu yang paling indah.
”
”
Hitoshi Ashinano (γƒ¨γ‚³γƒγƒžθ²·γ„ε‡Ίγ—η΄€θ‘Œ 4 [Yokohama Kaidashi Kikou 4])
β€œ
Salah satu bentuk ketidakjelasan berkomunikasi yang paling sering terjadi adalah penggunaan kata pengondisian, seperti β€œmungkin”, β€œcukup”, atau β€œlumayan.” Apakah β€œcukup bagus” berarti β€œbagus” atau β€œjelek”? Bagaimana juga dengan β€œcukup lumayan”? Saat pikiran tidak bisa memahami apa yang diucapkan, ucapan cuma sekadar suara
”
”
Rene Suhardono
β€œ
suatu hari jika aku tak lagi ada maka ikutilah iring-iringan angin yang mengantar kepergianku, Azzahra padanya telah kutitip alamat kepulangan sebuah perjalanan tanpa muara juga suara lengking pilu jiwa yang mendendam diburu maut dibelakang sudut kamar sepi, suatu hari
”
”
firman nofeki
β€œ
Octavian menjerit-jerit dengan suara melengkingβ€”mungkin memerintakan Kohort I agar bertahan dengan gagah, mungkin sedang mencoba menyanyi sopranβ€”tapi Percy menghentikannya.
”
”
Rick Riordan
β€œ
Dengan suara tidak sembarangan dia berkata, bahwa setiap orang yang malang harus ditolong.
”
”
Budi Darma (Rafilus)
β€œ
Bagaimana sebuah kalimat bisa memiliki kekuatan yang menghipnotis? Seperti suara hujan yang jatuh menimpa air kolam di pekarangan rumah dan membuat kita terpesona.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku masih mencari, hendak kata ingin kutebas. Gelas kopi tinggal ampas. Malam tak lagi sisakan jejak. Suara adzan subuh memanggil, tapi kertas masih tinggal kosong. Dan hampa kian menebal.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Percayalah, ada Tuhan di hatimu yang terdalam. Di sana, tinggal lah suara-suara yang kan menuntunmu pada surga dan kesuksesan. Jangan pernah rela diperdaya oleh keadaan. Jangan pernah menjadi bodoh dan tumbang oleh omongan orang. Temui hatimu. Temui jalan hidupmu.
”
”
Lenang Manggala, Founder Gerakan Menulis Buku Indonesia
β€œ
Nabi Muhammad SAW dipersetujui sebulat suara oleh semua umat Islam sebagai al-nabi al-ummi, nabi yang buta huruf. Namun demikian, sunnahnya lengkap dengan aphorisme dan tindakan-tindakan yang menguatkan konsep ilmu dalam al-Quran dan menjadi pencetus dan kuasa pendorong bagi pembangunan intelektual dan tamadun masa depan dalam Islam.
”
”
Wan Mohd Nor Wan Daud (Konsep Ilmu dalam Islam)
β€œ
Aku tidak berpura-pura mencintaimu!" suara Rafael meninggi. "Dan Demi Tuhan, aku tidak pernah menuntut maafmu atas dosaku kepadamu. Tidak Elena, aku tidak pernah menuntut maafmu karena aku tidak pantas, karena aku menyadari bahwa aku tak termaafkan!" ~Rafael Alexander
”
”
Santhy Agatha
β€œ
Hayat bahasa di akal bangsanya ajal bahasa di keris bangsanya.
”
”
Sahrunizam Abdul Talib (Kumpulan Puisi Suara Bukit kepada Langit)
β€œ
Finn berpikir, sesekali dalam hidup, seharusnya manusia tak usah dinilai lewat angka-angka. Tidak lewat angka-angka persentase di kertas ujian, angka saldo tabungan, angka timbangan berat badan, angka jumlah likes halaman Facebook, angka perolehan suara pemilwa. Ada hal-hal yang tak bisa diangkakanβ€”hal-hal seperti ini. Manusia tak terbuat dari angka-angka, tetapi kebanyakan mereka lupa. Itu sebabnya hidup kita melelahkan dan kita begitu mudah merasa miskin.
”
”
Morra Quatro (What If)
β€œ
Dia tidak suka melihat ia mabuk. Lewat suara Manusya, Dia menasihati kalau Manusya jauh lebih kelihatan cantik kalau tidak mabuk. Jika Manusya mabuk, mulut Manusya jauh lebih kotor dari Kali Ciliwung. Kelakuan Manusya benar-benar seperti pelacur. Bahkan Dia dengan sangat yakin menganalisa, rasa percaya dirilah yang memicu Manusya untuk selalu minum.
”
”
Djenar Maesa Ayu
β€œ
Kalau saya adalah ini, yang membuat senyummu Maka dia adalah orang lain yang membuat air matamu Jangan marah kepadamu yang sudah membuat lingkungan jadi indah, tentram dan damai. Siapkan Sekarang, kamu ingin siapa yang datang menghiburmu? Kepala sekolah membawa risoles dari kantin? Menteri Pendidikan membawa kunci jawaban? Malaikat membawa buah-buahan dari sorga? Pengusaha Muda membawa yang harum pewangi? Ahli nujum? Tukang Pijit? Tentara? Penari? Atau saya saja yang datang membawa kata-kata pilihan Saya akan senang mengatakannya dan kamu senang Jangan nangis, nanti kamu sakit kepala, Ada yang perlu saya bantu?
”
”
Pidi Baiq (Milea: Suara Dari Dilan)
β€œ
Suara hati memang benar-benar tidak bisa dibohongi.
”
”
Cindy Pricilla (Rain in Paris: je vais aimer la pluie...)
β€œ
Aah~ Jadi kau rindu padaku? Hingga tanpa suara kau datang ke mimpiku Mengusikku yang kini tenang untuk kembali merindumu Ah kau..
”
”
Isyana G.
β€œ
Aku sekeping peta yang terhukum aku tanah, sungai, laut, langit, dan udara sekumpulan penyangak menggunting tubuhku hingga kurus dan tirus di satu resolusi.
”
”
Sahrunizam Abdul Talib (Kumpulan Puisi Suara Bukit kepada Langit)
β€œ
bahkan terkadang kita rela mengorbankan suara hati kita demi meraih persetujuan orang lain
”
”
Irfan AmaLee (Boleh Dogn Salah)
β€œ
banyak yang bisa aku ceritakan tentang diriku. ketika malam mulai merayap menyapu dingin, aku sering berdiam diri menatap langit dari dalam jendela di kamarku sambil berharap ada bayangmu menatapku dan tersenyum. atau ketika ada suara ombak menerjang kakiku, aku selalu menunduk menyadari bahwa aku sedang berjalan sendiri tanpa ada kamu di sebelahku. tapi satu-satunya yang bisa aku ceritakan tentang diriku adalah kehampaan yang menghantuiku ketika menunggumu. semoga kamu tau.
”
”
wasiman waz
β€œ
Bagaimana ia bisa mencintai diriku sebegitu rupa. Bukan atas apa yang orang lihat pada diriku. Pada rupa pesona kecantikan yang lugu, polos dan sederhana ini. Pada kecerdasan yang alami, atau kebaikan hati, atau keceriaan yang tidak pernah dibuat buat. Tapi, bagaimana ia bisa merasakannya? Seperti sejuk embun yang mengecup keningnya di waktu subuh. Kehangatan mentari yang bersinar menembus punggung bukit, rimbun dedaunan, dan menembus kisi kisi jendela. Ditingkah riuh suara burung dan kokok ayam jantan menyambut pagi. Perasaan yang barangkali hanya dia yang tahu. Serupa rasa haus yang hanya mungkin terobati oleh kehadiran senyum yang tulus. Yang tidak menjanjikan apa apa, selain daripada cinta dan mungkin juga keabadian. Itulah yang kemudian dinyatakannya padaku lewat sebuah puisi, "Sekiranya kau ijinkan aku mencintai empat orang sekaligus, maka orang itu adalah dirimu, dirimu, dirimu dan dirimu.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
... orang kinestetis, didominasi perasaan yang halus, mereka senang dengan kata-kata yang ramah dan halus, manja, senang dilindungi, romantis, gampang sedih, gampang gembira, gampang tersinggung, kalau mencari pacar tidak mementingkan tampang dan suara bagus, yang penting kasih sayang. Menurut kami, orang seperti ini tidak cocok kerja di majalah, pasti merepotkan.
”
”
Syahmedi Dean (A.M.S.A.T - Apa Maksud Setuang Air Teh)
β€œ
biarkanlah lolongan anjing anjing itu hilang terkaing-kaing, Tuhan telingaku telah padat dan tersumbat oleh aungan mereka yang serupa percakapan setan-setan sa'at kubuka pintu pagi; jangan lagi ada berita kematian kisahku membangkai dimakan anjing! semoga
”
”
firman nofeki
β€œ
Aku cuma punya satu permohonan... untuk bangun setiap pagi mendengar suara kamu bernafas di telingaku.... Merasakan kedua tanganmu memeluk aku.... dan merasakan getaran detak jantungmu didadaku....Karena aku tau, aku nggak akan pernah ngerasain semua ini sama yang lain
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Berkali-kali tendangan dan rasa sakit itu datang. Aku memencet telpon di tanganku dan memanggil Petugas Kesehatan. Lima menit kemudian datang sebuah ambulans di atas atap apartemen dan menurunkan sepasang petugas. Tandu yang mereka siapkan sudah akan membawaku pergi tapi kemudian sebuah suara membius kami; membikin kami terdiam beberapa saat dan tak jadi melakukan apapun. Suara yang berasal dari perutku. β€œTaik, ah! Kami tak ingin keluar,” kata bayi itu. β€œBener, taik! Bila kami keluar sekarang, kami akan menyesal karena dunia telah bertambah jelek sejak jaman Masehi musnah,” ujar suara satunya lagi.
”
”
Bagus Dwi Hananto (Jaman dan Kota Imajiner yang tak Memiliki Kita)
β€œ
Kalau begitu mengapa dia tidak dikurung lama berselang?” β€œKarena dia memakai topeng?” β€œApa maksud anda, Dokter?” β€œKita semua memakai topeng, Angeli. Sejak kita meninggalkan masa kanak-kanak, kita sudah diajar untuk menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya. Kita sudah diajar untuk menutup-nutupi kebencian dan ketakutan kita. β€œ Suara Judd penuh wibawa. β€œTapi di bawah tekanan, Don Vinton akan menjatuhkan topeng dan memperlihatkan wajahnya yang telanjang.
”
”
Sidney Sheldon (The Naked Face)
β€œ
Saya malu sekali memikirkan kepentingan pribadi. saya berpikir-pikir dan mengelamun tentang keadaan saya sendiri dan di luar, di sekekliling saya demikian banyaknya orang yang hidup menderita dan sengsara. Seolah-olah udara tiba-tiba bergetar disebabkan oleh suara orang-orang menderita disekeliling saya yang menjerit, mengerang dan mengeluh. Lebih keras lagi dari suara mengerang dan mengeluh terdengar bunyi mendesing dan menderau dalam telinga saya: Bekerja! Bekerja! Bekerja! Berjuanglah membebaskan diri! Baru setelah kamu bekerja membebaskan diri, akan dapatlah kamu menolong orang lain! Bekerja! Suara itu saya dengar terang sekali.
”
”
Sulastin Sutrisno (Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya)
β€œ
Peri kemanusiaan itu roh Maha Agung di muka bumi, dan roh itu menebar getaran cinta kasih dan niat mulia.
”
”
Kahlil Gibran
β€œ
Cinta adalah suara yang bisa kita denger Tanpa harus bicara, Cinta adalah rasa yang mampu kita nikmati tanpa sentuhan
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Jika para pemberi suara tidak tahu alat terpenting yang dimanfaatkan pemimpin mereka, bisakah bangsa tersebut mengklaim sebagai bangsa yang demokratis?
”
”
John Perkins (The Secret History of the American Empire: Economic Hit Men, Jackals & the Truth about Global Corruption)
β€œ
Suara-suara dari luar membuat kita tuli untuk mendengar suara-suara dari dalam.
”
”
Ayu Utami (Maya)
β€œ
bukan hanya suara,ketikan atau ungkapan kesenangan.. Tapi sesuatu yg bisa ditempatkan pada posisi yg sangat benar atau salah tergantung situasi dan subyek/obyek..!!
”
”
Dolly Efriandi
β€œ
Bukan kata-kata atau pun suara yang terdengar, namun bisikan hati yang mengiringinya,
”
”
Sasdanu Priambodo
β€œ
Seperti dinding kamar yang retak dan mulai berlumut, pagar besi yang merapuh oleh noda karat dan daun daun mangga yang luruh di pekarangan rumah, demikianlah kita membaca kehidupan. Begitu banyak kata yang seringkali susah untuk ditafsir seperti "nasib", "kebahagiaan" dan "kesempurnaan". Entah mengapa, Bunda masih berasa gamang saat berjalan di atas tangga batu yang menuju ke ruang tamu di rumah barumu. Serasa mendengar dering suara alarm yang bergelayut di dalam mimpi. Menyibak kabut dan pagi juga. Bukankah kadang kadang kita merasa larut dalam kesunyian, meski riuh jalan raya bersicepat melawan waktu? Meninggalkan jejak langkah dalam segala ketergesaannya. Memaksa kita memungut semua peristiwa yang berhamburan di atas trotoar. Memaksa semua orang menitikkan air mata. Mengapa dalam momen momen serupa itu, kebersamaan dengan orang yang kita cintai justru berasa semakin berarti? Mengapa justru di tengah keramaian, kita bisa merasa begitu kesepian? Begitulah, jarum jam berputar di sepanjang perjalanan berusaha keras mengabadikan semua peristiwa. Mentautkan satu angle dengan angle yang lain, memotret semua kejadian dari mata seekor jengkerik. Menatap tak berkedip gedung gedung megah yang angkuh berdiri, serupa monster monster yang siap merengkuh apa saja; Lautan manusia berjejal keluar dari bandara, kerumunan lalat di atas tumpukan sampah di pasar, kelejat pikiran yang berlari lari mengejar matahari, kebimbangan yang tergugu di pojok terminal, harapan yang terkantuk kantuk di dalam bus kota dan seringai kerinduan akan masa depan yang belum pernah mereka lihat. Apa yang mereka cari? Apa yang mereka kejar, Nak? Sementara ada ribuan etalase dan pintu pintu mall yang terbuka dan tertutup setiap kali. Serupa mulut lapar menganga yang rakus mengunyah dan menelan semua kecemasan dan kegalauan yang bersliweran di balik pendar neon papan reklame. Bagaimanakah mereka -orang orang tanpa identitas ini- bisa menafsirkan takdir, relativitas waktu, dan mungkin juga mimpi?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Ia merasakan kulitnya beku oleh AC di ruangan, tapi sebenarnya yang paling membuatnya beku adalah suasana hatinya yang tak menentu. Hati merindu tapi entah pada siapa. Menanti seseorang tapi entah di mana. Inginnya ia menyambut seseorang dengan gempita. Seseorang yang mampu membuat kembali jiwanya bernyanyi. Seseorang yang belum bernama, tapi bayangannya lekat di hati dan ingin segera direngkuhnya. Kali ini, tanpa banyak berpikir dan pertimbangan. Hanya mengikuti suara hati. Sore itu berlalu dengan senyap. Malam menanti dan hati masih terus seorang diri.
”
”
Adenita (23 Episentrum)
β€œ
Kekasihku Kami bertemu lagi di taman. Dulu ia bilang ia yang menciptakan langit biru, tukang susu yang setiap pagi lewat depan rumahku, tukang pos yang tak pernah mampir, anak-anak kecil yang bermain burung dara bersama senja, suara anjing hansip di tengah malam sunyi. Semuanya dari tiada. β€œKenapa kita harus melalui hidup ini sendirian?” tanyaku. Ia diam. Padahal biasanya langsung berbicara panjang lebar. β€œKamu dan aku. Begini parah kita kesepian.” Aku ingat ceritanya tentang cinta yang tak berbalas, yang ia tanggung selama beribu-ribu tahun. Tentang pengirim pesan yang ditimpuki batu, dan ia yang kesepian di atas gunung. Kakiku mulai kesemutan, dan ia tak juga bicara. β€œDi gunung, kamu menulis untuk siapa?” Ia tak juga bicara. Langit biru agak berawan hari ini.
”
”
Norman Erikson Pasaribu (Sergius Mencari Bacchus: 33 Puisi)
β€œ
Kesedihan seperti telaga yang hening di dinding ibu. Dinding yang terisak dan mengukir lagi masa kecilku. Seberapa sepinya aku saat itu? Sungguh. Aku tak mengerti, mengapa kubuat dinding itu menangis? Ia sudah seperti rumah bagiku. Tempat aku tidur dan terlelap di malam hari. Tempat aku bermain dengan kesendirianku. Lalu, mengapa aku buat ia menangis? Ada hal hal yang ingin kulupa dari waktu kecilku sendiri. Detik detik yang tidak berarti. Kemarahan yang perlahan hangus dan lalu mengabu dalam hatiku. Walau kini, ia sudah bukan lagi api. Ia sudah menjadi dingin. Tapi, mengapa luka itu masih saja ada di sana? Bukankah aku laki laki yang dibesarkan oleh dinding ibuku? Lalu, mengapa aku berpaling daripadanya? Mengapa aku kenakan topeng itu, hanya untuk melihat ia tersenyum? Aku sudah menjadi lelaki yang lain. Lelaki yang bukan kanak kanak yang ia besarkan dulu. Ada banyak topeng yang kini aku kenakan. Salah satunya adalah kesendirian, yang lain adalah amarah. Aku tahu, aku telah membuatnya bersedih. Dinding itu telah lama menjelma jadi sebatang pohon dengan kulit yang renta, mengelupas di banyak tempat. Rantingnya mulai merapuh dan daun daunnya yang gugur, berserakan di mana mana. Ia bukan lagi pohon yang dulu biasa aku panjat. Bukan, ia tidak sedang menjadi pohon yang lain. Melainkan diriku. Akulah yang kini berubah. Seperti langit biru yang mendadak kelam. Seperti mendung yang menaungi hati yang tak hentinya menangis. Apakah untuk menjadi seorang lelaki, aku harus mengorbankan perasaan perasaanku sendiri? Apakah untuk menjadi seorang lelaki aku harus meninggalkan masa kecilku hanya untuk mendengarkan suara suara orang lain; hardikan, umpatan, cemoohan dan teguran teguran yang seringkali menyakitkan hati. Aku sudah lama sekali tenggelam, mungkin sejak terakhir kali aku terlelap di bawah pohon ibu. Pohon di mana dulu jadi tempatku bernaung. Pohon itu masih ada di sana, sunyi dan sendiri. Berasa jauh tapi pun dekat. Aku terkadang ingin menyentuhnya, seperti aku menyentuh dinding ibu untuk pertama kali. Tapi aku tahu, aku sudah bukan yang dulu lagi. Dan ibu seperti rumah yang merindukan kehadiranku. Ia ingin aku pulang padanya. Tapi entahlah, apakah besok masih cukup ada waktu untukku untuk menjadi diriku sendiri?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Haruskah kita melangkah kan kaki di antara nisan yang berbaris. Dan badai musim ini, akan menjadi sesuatu yang janggal. Bayang kan kita lebih tinggi dari gagak yang melambung.. Dan bernapas angkuh layaknya firaun... Tragisnya kita jatuh melesat kebawah bagaikan anak panah. Suara ini tetap bergema!!! . . . .Kita adalah Hati.... Yang tak pernah di beli atau pun tergadaikan oleh dunia. Kita adalah Hati... Yang meredam manis ucapan.... Kita adalah Hati... Yang tak sebanding dengan bangkai munafik... Kita adalah hati..... Dan masa depan mengalir di antara tulang ini Dan kita adalah Hati.. Yang selamanya berdoa . .~andra dobing
”
”
andra dobing
β€œ
Bila benar sweet seventeen itu sakral, maka jelas kali ini aku berharap lebih dengan amat sangat. β€œSemoga huruf R musnah dari peredaran,” pintaku sepenuh hati dengan suara yang amat pelan. (Dunia Tanpa Huruf R)
”
”
Yoza Fitriadi (Dunia Tanpa Huruf R)
β€œ
dari kelangkang ini, lumut-lumut hijauku menyeruak melilit ikan-ikan kecil burungburung kecil yang tamasya mendekati sihir kata-kataku. inilah kitab suciku! meledak dalam kesintingan! ditelikung cahaya bulan, sendirian di penjara, dingin yang akrab dan suara-suara jauh dan tikus, dan bayangan kematian, tapi lumut-lumut ini menjangkau ke mana-mana, ke bermuda warna-warni di balik celana para lonte yang bersikukuh menahan imannya dibelit cadar kemunafikan! hurah! taik anjing masuk lobang jadah miliknya: oh, cinta yang menipu! bau tahi asu dari desa terjauh di utara sana, telah menghisapku dan perek-perek terus saja dilahirkan tiap detik.
”
”
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β€œ
Finn berpikir, sesekali dalam hidup, seharusnya manusia tak usah dinilai lewat angka-angka. Tidak lewat angka-angka persentase di kertas ujian, angka saldo tabungan, angka timbangan berat badan, angka jumlah likes halaman Facebook, angka perolehan suara pemilwa. Ada hal-hal yang tak bisa diangkakanβ€”hal-hal seperti ini. Manusia tak ternyata dari angka-angka, tetapi kebanyakan mereka lupa. Itu sebabnya hidup kita melelahkan dan kita begitu mudah merasa miskin.
”
”
Morra Quatro (What If)
β€œ
Imaji-ku. Cermin dari malam. Sepasang bola mata hitam menyelinap diriku. Terpaan angin menghela pelan menyentuh kulit epidermisku. Kau hinggap dalam ruang-ruang penuh suara dalam bayang dalam cahaya. Kau perpaduan angka-angka, seakan kaulah lakon utama dalam hidup. Memahami garis-garis yang membentuk gerak-gerik bayang. Tindakanmu mengembara di seluruh ruang dan menggapai sel-sel dalam tubuhku yang adalah bintang-bintang yang kemudian menuju padamu – cahayaku.
”
”
silviamnque
β€œ
saat matamu tak bisa melihat, hanya telingamu yang bisa mendengar dan kamu hanya dapat merasakannya... maka gunakanlah mata hatimu... kadang ia tidak dikendalikan oleh akal tapi suara hatimu akan menunjukkan jalannya.. tentu jalan menuju kebaikan...
”
”
muthia
β€œ
Sunyi seperti senyap malam yang gelap gulita. Di mana tak ada siapa pun selain gigil kesendirian yang larut dalam basah gerimis hujan. Ia tahu, sebab kesepian bukanlah perasaan yang diinginkan rembulan. Demikian pula cinta, bukanlah perasaan yang diharapkannya. Suara jengkerik dan katak adalah ngilu. Seperti bulan yang tak mempercayai cinta, lagu pungguk itu terdengar seperti suara sumbang yang menyebalkan di telinganya. Desau angin jahat dan risik dedaunan hanya mengundang kepiluan di hati. Kalau saja ia bisa menangis, tapi siapa mau peduli?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kusimpan semua bunyi dalam sunyi. Biar kaurasa, bahwa diam adalah suara seisi dada. Duka memang bukan perkara mata, tetapi melihat kauberkhianat dengan mesra, mulutku jadi bernafsu untuk bergema, β€œManusia yang gemar berdusta, tak ubahnya rongsokan yang bernyawa”. Ke mana angin surga yang kaujejalkan di telingaku dengan penuh asa? Tak lain hanya neraka yang didempul kata-kata. Kaubilang, perasaan bisa habis. Seperti batang rokok yang ludes dikunyah api. Siapa peduli? Nyatanya, dia merekat pada waktu. Dia tidak akan bisa habis. Namun berubah.
”
”
Ilham Gunawan
β€œ
Bagi yang sayang dan menyokong, sumbangan biasa dan sederhana tokoh tersebut akan ditiup ke langit; kelemahan sebesar gunung akan cuba ditutup walau dengan sehelai benang. Bagi yang benci dan menentang tokoh berkenaan pula, sumbangan sebesar gunung akan cuba ditutup, dan kekurangannya - sebagai manusia biasa - akan diperbesarkan; kedua-dua kejahatan ini biasanya dilaksanakan dengan meniup kepolan asap-asap fitnah tentang diri dan keluarga tokoh berkenaan, dan dengan memberikan tempat kepada suara-suara yang berlawanan dengan suara tokoh tersebut.
”
”
Wan Mohd Nor Wan Daud
β€œ
Telah kukirim warna warni pelangi itu bersama salam dari adikmu. Ternyata ia juga rindu berkelakar denganmu. Jadi baik baiklah engkau melihat dunia, Nak. Mungkin ia tak seindah taman bunga yang pernah Bunda ceritakan. Ada teman yang akan menyambutmu dengan senyum dan jabat tangan. Tapi mungkin, ada mata yang akan menatapmu dengan curiga. "Apa yang akan engkau perbuat di sini? Jangan kau curi apa yang aku punya!" Pandai pandailah engkau menyalin baris baris ingatan dari semua petuahku dulu. Seberapa penting dan bernilainya itu bagimu kini. Sebab, hanya cinta Bunda yang akan mengatarkanmu melewati hari hari hujan. Hari hari tanpa mimpi. Keras suara guntur dan kilat berkelebat. Tapi kau tak perlu takut Nak. Karena kau tak pernah sendirian. Ada Bunda yang akan membimbingmu melewati jalan kelok berliku. Jalan yang penuh tikungan dan tanjakan yang tersembunyi. Jalan yang mungkin tak selamanya lurus. Jalan yang akan membuatmu letih. Awalnya mungkin engkau akan mengeluh. Mungkin engkau akan menangis sesekali. Mungkin engkau akan merasa jengkel dan bahkan marah. Tapi biarlah perasaan perasaan itu mengalir seperti sungai. Karena akan selalu ada laut di hati Ibu, di hati Bundamu ini. Luas samudra yang akan menampung semua keluh kesahmu. Ada pesan pesan pendek yang akan menyapamu setiap pagi. Jadikan itu roti dan selai choco crunchy sarapan kegemaranmu. Akan ada bunga yang wangi semerbak yang di kirim dari kantor ayah untuk menceriakan pagi harimu. Ia mungkin tak banyak bicara menyuarakan perasaannya, tapi ketahuilah Nak, bahkan di tengah kesibukannya ia tak pernah berhenti memikirkanmu. Sesekali ia berhenti mengajar, hanya untuk mengirim pesan padaku, "Adakah kabar dari putri kesayangannya hari ini?" Bahkan ia tak sabar menunggu datangnya akhir pekan, agar ia leluasa berbicara denganmu dari hati ke hati. Sebab ia tahu, betapa harimu kadang mendung kadang hujan. Dan ketika mati lampu, matanya seperti menerawang di dalam gelap. Dengan setengah berbisik ia bicara kepada Bunda, seandainya saja ia bisa jadi pelita yang menyala untukmu sepanjang hari. Saat malam datang mengendap dan adikmu lelaki telah lama mendengkur, Bunda acap mendengar suara ayahmu seperti mendesah di dalam mimpi. Ia menangis terbata menyebut nyebut namamu. Bunda tak hendak membuatnya terjaga. Sebab tangis itu seperti juga doa. Seperti kerinduan laut yang tak bertepi. Seperti cerah langit merah jelang subuh dini hari. Kamu bisa menyebutnya sebagai cinta. Itulah cinta yang menambatkan hati bunda ke pelukan ayahmu. Ia seperti senyap pawana yang menyelinap di malam buta dan berusaha masuk lewat jendela kamarmu. Ia mungkin tak akan berucap sepatah kata pun. Ia hanya akan menatapmu sejenak. Memastikan engkau tidur terlelap. Ia mungkin cuma ingin tahu, apakah selimut yang kamu pakai cukup tebal dan hangat membungkus tubuhmu. Apakah AC di kamarmu menyala terlalu dingin? Apakah senyum manis menghias wajahmu dan membawamu bermimpi tentang surga? Ketahuilah Nak, itu adalah kerinduan kami dan perasaan perasaan lain yang tak terlukiskan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Tahukah kamu, ada momen di mana tak ada kata kata yang dapat mewakili apa yang kita rasakan? Bahkan ketika perasaan itu hadir berusaha menyapa keseharian kita, dan masih saja belum kita temukan kata kata yang tepat.Β  Kalaupun hari ini aku ingin menyapamu lewat cerah matahari pagi, dan derum kesibukan di jalan yang bakal menunggumu sebentar lagi, atau celoteh tetangga sebelah yang lagi asyik ngobrol di depan rumah meningkah suara pompa air yang tak putus putusnya. Ingatkah kamu, mata hati kecintaanku, kalau semestinya hari ini adalah hari yang istimewa bagimu? dan aku ingin memberimu sebuah ciuman. Tentu saja kalau engkau tak keberatan. Walau, aku masih saja belum menemukan satu kata yang tepat. Tapi biarlah tanda mata ini cukup untuk mengenang hari di mana dulu engkau hadir ke dunia ini dan aku masih mengingat, betapa bahagianya diriku saat itu. Bayi mungil tampan, yang tak puas puas aku cium dengan gemas. Dan kemudian waktu jalan bergegas meninggalkan jejak masa lalu di belakang kita. Lihatlah kini, kita telah sama sama beranjak menua. Aku mungkin, tapi engkau tidak. Engkau masih saja seperti bocah kecil itu dulu yang kugendong dan kubawa kemana mana. Karena aku tak pernah mampu menepis apa yang aku rasa kepadamu. Walau aku tak kunjung jua menemukan sebuah ungkapan yang tepat. Tapi biarlah ini cukup untuk melipur lara di hatiku, karena aku tahu entah bagaimana engkau akan mengerti. Betapa aku sungguh menyayangimu. Sekiranya ada satu hal yang bisa aku beri, di hari yang sungguh teristimewa ini, maka katakanlah. Katakan apa saja yang engkau mau. Karena itu akan jadi doaku, betapa aku ingin melihatmu selalu sehat, senantiasa tersenyum dan berbahagia. Lebih dari apapun. Lebih dari apa yang dapat engkau mengerti.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Tetesan air hujan menyelinap setiap gemiricik di atas atap. Ia patri setiap suara dan bunyi seperti bait-bait dalam puisi, untuk menenangkan dunia tanpa hati yang luka. Ia pasti datang lagi, ketika kota membutuhkannya, ia serahkan hidupnya kepada angin dan musim serupa nasib-nasib yang datang pada pagi ataupun seperti kupu-kupu yang hinggap di jendela.
”
”
Musa Rustam (Melukis Asa)
β€œ
Aggi mengambil gambar dari hidangan di atas meja; makaroni stroberi, segelas es teh, dan semangkuk buah stroberi segar. Kini dia mendongak. Beralih mencari subjek gambar yang lain. Saat cincin fokus diputar dan patahan gambar menjadi satu, Timur menoleh. Aggi tidak menurunkan kamera. Terus mengintip dari jendela bidik. Timur menggerakkan bibir. Berkata tanpa suara. β€œJe ... tu ... aime.
”
”
Desi Puspitasari (The Strawberry Surprise)
β€œ
Pahlawan Tak Dikenal Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah lubang peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang Dia tidak ingat bilamana dia datang Kedua lengannya memeluk senapan Dia tidak tahu untuk siapa dia datang Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang Wajah sunyi setengah tengadah Menangkap sepi padang senja Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu Dia masih sangat muda Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun Orang-orang ingin kembali memandangnya Sambil merangkai karangan bunga Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah lubang peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda
”
”
Toto Sudarto Bachtiar
β€œ
terhempas, takluk, digerus dingin angin, suara truk, debu menyelip di mataku betapa dancuk hidup ini! betapa dancuk lonte yang setengah mati kukasihi dan menusukku dari belakang! betapa dancuk Tuhan! bergetar, mabuk bayang-bayang, tuak kegelapan, mabuk keramaian yang kubenci, mengambang, tersesat, terhisap angin, luka menganga, nanah tembaga meleleh dari lutut Apolo emas yang dipenggal sebelum perang meledak; sulap kata-kata Homer dengan mata piceknya. terkutuklah bayangan, pohon-pohon meronta karena tak ada satu pun cuaca baik menawarkan minuman dari langit. aku biarkan itu semua menyalipku, dalam metafora, mata binatang, bibir lebar mirip kemaluan wanita sombong yang merasa imannya takkan tumbang meski dijejali kata-kata jorok nan mesum. bergerak, tenggelam, sinar patah di lingkar air dalam gelas mineral yang kokoh dan kau bilang air abadi dan kau bilang api bisa mati sendiri terkutuklah engkau yang menelan masa laluku dan menghibahkan kehancuran ini lobang nganga di dadaku. oh, kau yang memuntahkan abu tulangku, yang akan tetap kuingat meski Tuhan atau apapun itu menyeretku ke neraka omong kosong di alam kubur dan bertanya bagaimana imanku sebenarnya. oh, terkutuklah engkau!
”
”
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β€œ
Dalam cerpen-cerpennya ini, Puthut harus bergelut imajinasi kolektif dimana keadilan telah dilumpuhkan. Demi pembangunan, demi kedewasaan berbangsa. Demi Peradapan. Imaji kolektif yang tidak lagi mampu membedakan antara yang bohong dan benar, dimana keadilan dibiarkan bergandengan dengan kembar-palsunya, ketidakadilan, mengambang dalam ambiguitas berbahaya. Kalaupun publik masih mampu membedakan, perbedaan itu harus cepat-cepat dipendam di alam bawah sadar. Bingkai β€œaku” Puthut di samping memberi suara kepada kemurnian pertanyaan belia__yang terlalu sering dianggap gangguan__ menambahkan sesuatu yang barangkali belum tampil dalam penuturan Paramoedya pada awal berdirinya nasion Indonesia, yaitu pergantian generasi dan efek pengaburan konseptual yang telah berlangsung lebih dari 40 tahun.
”
”
Sylvia Tiwon (Seekor Bebek yang Mati di Pinggir Kali: kumpulan cerpen)
β€œ
Dan, jujur saja, hidup sendirian membuatku semakin sintingβ€”bicara pada diri sendiri, membaca buku keras-keras di dalam kamar mandi, dan memutar film tanpa menontonnya hanya agar ruangan nggak terasa terlalu sunyi. Aku sudah sampai pada titik di mana aku bosan mendengar suara sendiri. Kalau ada stalker yang ingin bicara kepadaku, aku siap menerimanya, asal dia mengeluarkan suara yang berbeda dariku.
”
”
Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (Jakarta Sebelum Pagi)
β€œ
Beberapa bulan tinggal di rumah itu, saya tidak pernah mendapat gangguan apa-apa selain serbuan tikus-tikus yang cericitnya membuat keheningan terasa makin menggema sehingga saya bisa dengan tenang menulis novel yang sudah lama saya idam-idamkan. Kecurigaan baru muncul ketika suatu hari saya jatuh sakit. Dalam sakit saya sering mendengar suara orang batuk di kamar mandi, kadang disertai jeritan Sakit Euy!
”
”
Joko Pinurbo (Telepon Genggam)
β€œ
Aku menyebut Thomas laki-laki selai kacang.” β€œBagaimana bisa?” β€œDia tidak suka stroberi. Dia suka selai kacang. Kamu tahu bagaimana pendapatku mengenai selai kacang?” Timur menggeleng. β€œHuwek!” Aggi mengernyitkan kening dan mengerutkan ujung hidung. Lalu, dia merendahkan nada suara. β€œEt alors, les fraises est trop infantile! Je ne l’aime pas! [Jadi, stroberi itu terlalu kekanak-kanakan! Aku tidak suka!]
”
”
Desi Puspitasari (The Strawberry Surprise)
β€œ
Tidak ada sesuatu yang lebih membosankan daripada suara kemakmuran. Desing membosankan suara penyejuk udara atau suara klik yang teredam dari sebuah keyboard tidak bisa mengalahkan suara teriakan para penjaja di pasar terbuka atau suara deru mesin jahit di pabrik. Bahkan lalu lintas negara Dunia Ketiga, dengan simfoni klakson dan lonceng yang berdentang, mengalahkan suara wah yang monoton di sebuah jalan bebas hambatan modern.
”
”
Eric Weiner
β€œ
Setiap pagi, Mama merengkuhnya sambil berbisik di telinga: "Hiduplah Sara. Jangan menyerah" seolah ia tidak saja sedang menyalurkan suaranya pada telinga itu, tapi juga jiwanya. Ia menjadi litani yang berulang tanpa henti Hiduplah, Sara. Hiduplah... Namun suara-suara lain yang hidup. Kokok ayam, adzan menggelegar, disusul dengan gesekan sepatu di aspal, motor dan klaksin yang bertambah keras menggantikan litani yang makin sayup dan kemudian lenyap.
”
”
Soe Tjen Marching
β€œ
Namun demikian, fakta ironisnya adalah tidak ada satu pun budaya dan tradisi di dunia ini yang mengajarkan orang untuk menghargai keberadaan seorang pelacur atau seorang sundal. Dalam strata kehidupan masyarakat sejak era primordial hingga saat ini, orang orang semacam mereka cuma layak menempati tempat yang paling rendah dan kasta yang paling hina. Kita tidak pernah diajarkan orang tua kita untuk menghargai sampah masyarakat serupa itu, walau pun keberadaan mereka tetap saja dibutuhkan. Kita tak bisa menyangkal keberadaan mereka, namun di sisi lain kita sekaligus ingin menafikannya. Sebuah pandangan stereotype bahwa eksistensi mereka itu semata mata hadir karena dalam kehidupan manusia dibutuhkan sebuah peran antagonis. Hidup yang keras ini membutuhkan kehadiran seekor kambing hitam. Bahwa hakekat kehidupan selalu diwarnai oleh dikotomi hitam dan putih. Bila ada kebaikan harus ada kebusukan sebagai kontra indikasinya. Dan para pelacur serta sundal itu dibutuhkan untuk mengukuhkan eksistensi dan keberadaan moral di dalam masyarakat. Moral tidak mungkin eksis tanpa keberadaan para pelacur. Sebagaimana tubuh tidak eksis tanpa kehadiran ruh. Tapi apakah keberadaan tubuh hanya untuk mengukuhkan keberadaan ruh sebagai sumber kehidupan? Sebagaimana anggapan bahwa mereka para pelacur dan sundal itu adalah sebuah antitesis dari kesucian dan moral kebaikan para santa? Bukankah penebusan Kristus tidak akan pernah terjadi tanpa pengkhianatan Judas? Namun pertanyaan yang sering menggelayuti benakku adalah, siapa yang semestinya layak kita sebut sebagai pahlawan dan siapa pula yang harus jadi pecundang. Bagaimana nasib Judas Iscariot dibandingkan dengan Titus, seorang perampok yang beruntung karena disalibkan bersama Kristus? Apakah Judas adalah seorang yang terkutuk dan harus menjalani siksa api neraka karena pengkhianatannya? Sementara itu, Titus adalah orang yang beruntung dan terberkati karena setelah kematiannya ia akan langsung diterima di dalam surga? Aku tak hendak mempermasalahkan kemalangan dan keberuntungan orang lain. Ataupun pilihan pilihan hidup mereka, seandainya saja mereka memang masih punya pilihan. Alangkah baiknya bila kita bisa menanyakan hal itu kepada setiap dari mereka itu. Apakah sedari kecil mereka memang berkeinginan dan bercita cita jadi pelacur, pembegal, pencoleng, perampok atau bahkan pengkhianat? Apakah setelah dewasa mereka sengaja menyundalkan diri dan menyesatkan diri sendiri? Sekiranya orang diselamatkan atas dasar apa yang mereka imani, lalu apakah mereka juga akan menerima hukuman atas apa yang mereka perbuat kemudian? Semoga terberkatilah mereka yang malang dan terkutuk, karena mereka harus mengambil peran sebagai orang orang yang tidak beruntung dan terpaksa harus menjalani apa yang sesungguhnya tidak ingin mereka jalani. Sebagaimana aku pernah membaca sebuah kutipan yang hingga hari ini aku merasa betapa aku sungguh beruntung karena pernah membacanya. Bahwa dialektika itu bukanlah hitam atau putih, dan bukan pula terang atau gelap. Karena surga dan neraka bukanlah milik kita. Saat segalanya berakhir, cuma suara Sang Pencinta yang masih bergema dalam keheningan rimba raya, beriak di atas permukaan danau, "Duhai Kekasih, bagaimana aku hendak memberikan jantungku hanya untukmu?" Suara itulah yang sedari dulu bergema di tengah padang gurun. Suara yang mengetuk pintu di malam buta. Dialah desau suara angin. Dialah tangisan burung bul bul. Mengapa hujan turun tergesa? Mengapa matahari lari bergegas? Mengapa manusia masih juga bertengkar, memperebutkan kebenaran yang sesungguhnyalah bukan miliknya?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
SUNYI menjelang tengah malam sehabis gerimis perempuan itu menelusuri lorong sunyi angin malam menemaninya di jalanan basah menyibak nakal rambutnya yang panjang menebar rasa dingin di sekujur tubuhnya ah, hanya angin yang menemani sunyinya ada warna-warni lampu jalan ada dentuman suara musik terdengar ada gelak tawa orang di pinggir jalan ada kepulan asap rokok menghangatkan malam tetapi dia dipeluk dan diperkosa sunyi tak kuasa meronta melepaskan diri tak ada yang tahu suara hatinya batinnya menangis! hidup ini tidak adil! kebenaran dibungkam! kezaliman meraja-lela! orang munafik bebas tertawa! apakah dewi keadilan berselingkuh dengan bandit jalanan? apakah dewi cinta berselingkuh dengan penjahat malam? jangan-jangan kebenaran itu hanya impian keadilan itu hanya utopia cinta hanya khayalan dengan mata terpejam dia bertanya mengapa keadilan selalu ada di jalan sunyi? (jakarta – 19/12/2015)
”
”
Riri Satria (Jendela, Kumpulan Puisi)
β€œ
Apakah sawah dan kebun dan pohon pohon di taman berbagi hujan yang sama? Tapi mengapa kita tak lagi saling bicara setelah hujan berlalu, meninggalkan debu dan padang gurun gersang yang kering kerontang? Apakah sungai mempertanyakan kemana muara ia akan pergi? Dan laut, bukankah laut tak pernah merasa kehilangan? Walau setiap hari, matahari menangguk air matanya dan membawanya ke langit. Seperti juga bumi yang tak pernah merasa kekurangan hujan. Walau ia mengerti, akan ada saatnya waktu di mana ia mesti berpuasa dan menahan diri. Mengapa kita selalu berbicara tentang diri kita sendiri dan tak mendengar suara alam menegur dalam bahasa yang santun dan lemah lembut? Mengapa kita selalu merasa, bahwa tak ada yang lebih menyakitkan daripada luka luka yang kita sandang sendiri? Bukankah waktu akan menyembuhkan segala galanya? Termasuk juga kesendirian yang terlahir dari amarah dan sakit hati. Saat kita berdua sama sama jatuh dan terperosok pada sikap acuh tak acuh. Ketika kita memilih untuk tidak saling peduli. Dan cinta yang tak lagi betah, memutuskan pergi meninggalkan rumah yang dulu pernah kita huni bersama.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku telah merebut sebagian wilayahmu dan engkau telah mengobrak abrik pertahananku. Namun kita sama sama tak hendak undur barang selangkah untuk mencapai puncak kejayaan. Sebab dalam Asmaradana kita telah sampai pada tahap di mana kekuatan tidak hanya terletak pada tembang dan susunan kata-kata yang indah yang akan menjebak aku agar takluk pada rayuanmu yang memesona. Sedang aku akan segera membinasakanmu dengan sentuhan lidahku di ujung bibirmu yang mulai kehausan atau di puncak kejantananmu yang masih berdiri tegak serupa benteng menjulang. Telah kujejali benakmu dengan rangkaian syair dan puisi yang menggugah hati dan dengan merdu suara baritonmu, kaulantunkan tembang tembang lawas yang membuat hatiku meronta ronta. Dalam romansa puitik Asmaratantra kauberusaha menjadikanku istimewa. Betapa kautahu, bahwa setiap belaian tanganmu akan menaikkan aku ke langit ketujuh. Dan hanya dengan jilatan apimu kauhumbalangkan aku kembali ke bumi. Namun dalam Asmaragama kita akan menuntaskan segalanya. Sebab aku tahu, bahwa ini adalah saat di mana engkau akan segera larut dalam khusyuk semedi dan kembang tujuh rupa dalam sebaskom air wangi akan membersihkan diri kita sebelum menyatukan jiwa ke dalam puja kepada Acintya, Sang Hyang Widhi Yang Maha Memberi. Namun aku bukanlah permaisurimu dan engkau bukanlah raja junjunganku. Aku tidak akan menggelung rambutku dan mencuci farjiku. Mandi di bawah dingin pancuran tujuh sendang hanya untuk menyerahkan kehormatanku. Sebab aku tak akan memberimu kebahagiaan yang engkau cari, sebagaimana engkau tak akan memberiku kebebasan yang aku minta. Dan di antara kita tak ada ikatan yang sungguh sungguh nyata selain fakta, bahwa aku adalah seteru abadimu. Kita tak akan pernah berhenti untuk saling menumpas dan menghancurkan di atas papan pertempuran yang lebih menyerupai padang Kurukshetra ini.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
1. Dari balik tingkap ini aku sengaja mengintaimu, memasang kamera pada jalusi untuk melihatmu mencumbui malam. Seperti gerimis yang baru saja turun, menggiringmu melewati teras rumah tetangga lalu sengaja menggeletakkan tubuhnya di atas sofa abu abu yang dulu engkau beli dari pesta Sri Ratu. Tangan tangan hujan tidak meronai pipimu dengan warna merah jambu melainkan coklat tua agar senada dengan jaket yang dikenakannya. Walau, ia hanya seorang penjaga yang membawa suar kemana mana. Namun ia juga adalah samudra tak bernama yang tak urung menelikung tubuhmu dengan kata luas tak terperi. Sebagaimana kata kata rayuan yang diucapkannya bergema bersama lantunan tembang tembang lawas yang ia rekam sepekan sebelumnya dari sebuah aplikasi di internet. Ia tak menyembunyikan tangannya yang sibuk menggali harta karun jauh ke dalam lubukmu. Membiarkan pikiranmu terbang melayang ke pelataran Sukuh, ke atas puncak arca garuda di Cetha dan lalu melayap jauh hingga ke Khajuraho. Menangkap semburat lidah api yang asyik menyigi setiap detail relief candi yang akan membuat nafas kalian tersengal sengal. Memanggil awan dan memetakan semua rencana perjalanan wisata mimpi kalian ke Thailand, Bhutan, Nepal, Burma, India, Sri Lanka, Maladewa hingga ke China. Pada lukisan Lee Man Fong engkau menjelmakan dirimu menjadi seorang gadis Bali yang bertelanjang dada. Bersimpuh di bawah pohon sambil memantrakan puja. Sementara aku terjatuh dan terjerembab berungkali dari loteng ini dengan kaki yang goyah dan juga patah. Tak sekali kali berani beranjak hanya untuk sejenak menghela nafas. Karena lelaki pembawa suar itu telah menaikkan tubuhmu ke atas kereta berkuda dan menjelmakan dirimu menjadi seorang permaisuri. Seperti paduka Sri Ranggah Rajasa yang menyunting Ken Dedes di balik kejayaan Singosari. Ia sungguh lelaki pemberani yang tak gentar mengajakmu menari. Menjelajahi gunung, lembah, kebun dan persawahan di bawah naungan pohon pohon banyan di pinggiran jalan. Melewati sekumpulan bocah yang tengah bermain gundu, gobak sodor dan sunda manda. Engkau tak menghiraukan mereka dengan bising lagu dangdut di balik suara desahanmu. Menancapkan lembing pada setiap cubitan bibir yang bernafsu menyadap getah dari busung dadamu. Tajam gigi taring dan juga geraham yang menerakan sebuah marka rahasia di atas jenjang lehermu. Sedang mataku terantuk gelap yang berjatuhan di bawah pintu palka yang merapuh ini, saat layar mulai terkembang dan lelaki keturunan nelayan itu menggeser lunas perahumu di atas lidah ombaknya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Selalu ada cara lain untuk menafsirkan kebahagiaan," begitu katamu. Seperti mengisi kanvas yang kosong dengan kepenuhan imajinasi, dan membiarkan khayalan bergerak serupa gambar yang hidup di dalam pikiran. Seperti menemukan sebuah kata yang tepat untuk mengawali sebuah puisi. Selalu ada euforia serupa itu yang ingin kau ciptakan dari gairah dan riuh rendah suara bising yang terdengar di dalam benak semua orang. Sudah lama aku curiga, kau bisa menebak apa yang orang lain inginkan hanya dengan membaca gelagat dan ekspresi wajah mereka. Mencoba membuktikan, bahwa waktu tidak cuma menciptakan kekacauan dan kegaduhan. Ia bisa juga menghadirkan semacam kegembiraan walau mungkin semu. Seperti kisah tentang bunga mawar yang tumbuh di tepi jalan yang pernah aku ceritakan kepadamu. Tapi tak semua orang mau menerima realitas seperti itu. Mereka selalu menemukan cara untuk menilai orang lain dengan caranya sendiri. Kebanyakan orang terlalu sibuk dengan kerumitan pikiran yang hilir mudik setiap hari. Mereka tak menghiraukan hal lain selain kepuasan diri. Mereka tak pernah mau mengerti, bahwa kegembiraan kecil tidak selalu harus dimulai dari diri sendiri. Ini seperti melihat dunia dengan sebuah kaca pembesar. Dunia yang retak dan jauh dari kata sempurna. Dunia yang sering absurd dan kadang membingungkan. Tapi kita tidak punya hak untuk mencemooh orang lain dengan cara konyol seperti itu. Dunia yang kita kenal sudah terlampau sering membiarkan orang membuat penilaian lewat satu satunya pandangan dari apa yang ingin mereka percayai. Tak bisa membedakan api dari asap, panas, nyala dan cahaya yang dihasilkannya. Bukankah satu satunya hal yang bisa kita yakini di dunia yang centang perenang ini adalah sebuah kemustahilan? Akan tetapi, bagaimana kita bisa melihat dunia dengan kacamata ambiguitas? Ketika kita menyadari, bahwa realitas tak lebih dari sebuah fatamorgana. Dan ilusi, adalah kenyataan hidup kita sehari hari. Bagaimana kita bisa menyandarkan diri pada sebuah asumsi untuk mampu mencerna apa yang sesungguhnya tidak kita ketahui? Bagaimana kita bisa memastikan, apa yang tidak pernah kita pahami sebagai buah dari pohon pengetahuan? Bahwa kebaikan dan keburukan adalah hasrat yang terlahir dari rasa ingin tahu manusia. Hanya saja, pikiran kita ingin menelan semuanya sendirian. Kerakusan yang membuat manusia kerasukan oleh ego dan ambisi yang membutakan dirinya sendiri. Kerasukan yang pada akhirnya . menciptakan kerusakan. Apa yang bisa memenuhi diri kita dengan pengetahuan yang serba sedikit tentang makna kebenaran yang kita cari selama ini? Bagaimana kita mampu mengidentifikasi kebenaran yang tidak pernah kita kenal? Bukankah tuhan tak mungkin hadir dalam setitik keraguanmu? Apa yang tidak engkau pahami sebagai sebuah paradoks, tidak punya nilai apa pun dibanding dengan kegamangan dan kebodohan dirimu sendiri. Sementara kita masih saja jumawa, dengan kepala dipenuhi oleh hasrat dan juga kesombongan. Dan terus menerus melahirkan ilusi ilusi semu dari pikiran pikiran hampa yang hanya akan mengelabui manusia dengan kepalsuan sejarah. Sejarah yang diam diam kita rekayasa sendiri. Sejarah yang tidak pernah mengenal makna kesejatian. Sejarah yang mengubur peradaban manusia dengan semacam orgasme palsu, yang anehnya terlanjur kita dewa dewakan sebagai satu satunya kebenaran.
”
”
Titon Rahmawan