β
Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong.
β
β
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β
Kadang-kadang langit bisa kelihatan seperti lembar kosong. Padahal sebenarnya tidak. Bintang kamu tetap di sana. Bumi hanya sedang berputar.
β
β
Dee Lestari (Perahu Kertas)
β
JARAK
dan Adam turun di hutan-hutan
mengabur dalam dongengan
dan kita tiba-tiba di sini
tengadah ke langit; kosong sepi
β
β
Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni)
β
Seberapa indah mimpi, jika tetap mimpi?
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
Hidup tanpa harapan adalah hidup yang kosong
β
β
Pramoedya Ananta Toer (Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1)
β
Tak pernah ada yang salah dengan cinta. Ia mengisi sesuatu yang tidak kosong. Tapi yang terjadi di sini adalah asmara, yang mengosongkan sesuatu yang semula ceper. Dengan rindu. Belum tentu nafsu.
β
β
Ayu Utami (Saman)
β
Bukankah langit kosong tetapi isi?
Dan bukankah hatimu penuh dengan isi tetapi kosong?
β
β
Sapardi Djoko Damono (Trilogi Soekram)
β
Tapi itu bukan yang gue mau, Mbak... itu semua gue kerjakan hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tapi gue ngerasa kosong, dan gue baru sadar kekosongan itu nggak akan bisa diisi sama segala sesuatu yang sifatnya material. Kekosongan itu harus diisi dengan... cinta.
β
β
AliaZalea (Miss Pesimis)
β
Hentikan cinta kosong
β
β
Hilal Asyraf (Sebelum Aku Bernikah)
β
Cinta terlalu kuat untuk di lawan. Harapan kosong, itulah yang selama ini kugantang.
β
β
Andrea Hirata
β
Bagiku, El, omong kosong jika para petinggi agama mengatakan bahwa agama tidak ada urusannya dengan akal. Buat apa manusia dianugerahi otak jika untuk mengenali Pencipta Otak itu, dia tidak boleh menggunakan otaknya? Menurutku, agama selalu memberi kesempatan kepada para pemeluknya untuk memilah mana yang harus dia pastikan dengan akalnya, mana yang cukup dipercaya begitu saja. (Kashva to Elyas, MLPH: 126)
β
β
Tasaro G.K.
β
Namun itu berarti bahwa telah tumbuhlah benih-benih pengakuan, bahwa yang benar-benar penting dalam sejarah justru adalah hidup sehari-hari, yang normal yang biasa, dan bukan pertama-tama kehidupan serba luar biasa dari kaum ekstravagan serba mewah tapi kosong konsumtif. Dengan kata lain, kita mulai belajar, bahwa tokoh sejarah dan pahlawan sejati harus kita temukan kembali di antara kaum rakyat biasa yang sehari-hari, yang barangkali kecil dalam harta maupun kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan.
β
β
Y.B. Mangunwijaya (Impian dari Yogyakarta: Kumpulan Esai Masalah Pendidikan)
β
Kita semua memang telah menjadi bodoh, dengan menjadi terlalu cinta kepada cerita-cerita yang bagus, sehingga memaksakannya untuk menjadi kenyataan itu sendiri.
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
Ada ruang kosong di sela-sela sebuah kata. Ada banyak omong kosong di sela-sela bicara--tapi perlu. Adalah percakapan dengan teman yang selalu bisa menjaga kewarasan, menyelamatkanku dari jemu sempurna. Di tengah carut-marut fungsi mekanistik otomatik hampir robotik sebuah industri yang menyelubungi diri dengan judul keramah-tamahan manusia, ada teman-teman--manusia yang hidup dan dekat.
β
β
Nukila Amal (Cala Ibi)
β
Bagaimana cantik, bijak, kaya dan datang dari keluarga yang bagus sekalipun, jika perempuan itu bukan seorang yang beragama dan solehah, maka nilainya kosong
β
β
Norhayati Berahim (Roti Canai Salad Taco)
β
Menulis buku itu sama saja omong kosong kalau tujuannya agar terkenal, atau agar sombong karena sudah menulis buku, sama saja dengan omong kosong kalau yang dicari hanyalah uang.
Menulis kemudian mempublikasikannya secara massal, harus dengan sebuah idealisme. Bahwa tulisan itu membawa banyak perubahan bagi hidup orang lain. Harus ada kebaikan di dalamnya. Bukan hanya sekedar menjual kertas, tinta, dan lem, kemudian merasa bangga hanya karenanya.
β
β
Nadia Aghnia Fadhillah
β
Harapan, kata Vaclav Havel, "bukanlah keyakinan bahwa hal-ikhwal akan berjalan baik, melainkan rasa pasti bahwa ada sesuatu yang bukan hanya omong kosong dalam semua ini, apa pun yang akan terjadi akhirnya".
β
β
Goenawan Mohamad (debu, duka, dsb. : Sebuah Pertimbangan Anti-Theodise)
β
Dan dengan tidak terasa umur manusia pun lenyap sedetik demi sedetik ditelan siang dan malam. Tapi masalah-masalah manusia tetap muda seperti waktu, Di mana pun juga dia menyerbu ke dalam kepala dan dada manusia, kadang-kadang ia pergi lagi dan di tinggalkannya kepala dan dada itu kosong seperti langit. (Bukan Pasar Malam, 68)
β
β
Pramoedya Ananta Toer
β
Aku sudah diperalat oleh seseorang yang merasa punya segala-galanya, menjebakku dalam tantangan bodoh yang cuma jadi pemuas egonya saja, dan aku sendiri terperangkap dalam kesempurnaan palsu, artifisial! serunya gemas, "Aku malu kepada diriku sendiri, kepada semua orang yang sudah kujejali dengan kegomalan Ben's Perfecto."
Gombal? Aku positif tidak mengerti.
"Dan kamu tahu apa kehebatan kopi tiwus itu?" katanya dengan tatapan kosong, "Pak Seno bilang, kopi itu mampu menghasilkan reaksi macam-macam. Dan dia benar. Kopi tiwus telah membuatku sadar, bahwa aku ini barista terburuk. Bukan cuma sok tahu, mencoba membuat filosofi dari kopi lalu memperdagangkannya, tapi yang paling parah, aku sudah merasa membuat kopi paling sempurna di dunia. Bodoh! Bodoooh!" Filosofi Kopi
β
β
Dee Lestari (Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade)
β
Cinta semestinya membawa kebahagiaan dan melengkapi ruang-ruang jiwa yang kosong, atau mengisinya dengan membiarkan penghuni lamanya pergi, dan bukannya berdesak-desakan dan berebut tempat di dalamnya.
β
β
Dian Nafi (Mayasmara (Mayasmara, #1))
β
Manusia selalu menuntut dunia membahagiakannya, pernahkah ia berusaha membahagiakan dunia?
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
semua orang pada setiap masa, mencari sesuatu yang hilang dalam hidup mereka. tidak kira sama ada sesuatu yang hilang itu adalah orang yang mereka sayang atau hati yang telah kosong dan dipenuhi kegelisahan...mereka akan terus mencarinya. mencari supaya mereka dapat jadi gembira semula. dapat merasa bahagia semula
-Ashraf
β
β
John Norafizan (Garis-garis Deja Vu)
β
Keramaian adalah dengung yang semakin didengarkan justru membuatmu kesepian. Orang-orang terus bicara; berbagai jenis suara berlintasan hingga telingamu penuh tetapi kepalamu kosong. Tidak mengerti apa-apa, bukan bagian dari apa-apa.
β
β
Sabda Armandio (Kamu: Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya)
β
manusia yang malang di dunia ini bukan mereka yg tidak memiliki uang, melainkan mereka yang tidak memiliki tujuan dalam hidupnya
β
β
Parlindungan Marpaung (Setengah Isi Setengah Kosong "Half Full Half Empty")
β
Segala sesuatu punya prosesnya sendiri. Ada waktunya sendiri. Dan di waktu tertentu kata2 juga tetap punya momen 'kosong'-nya. Jadi biar aku isi kekosongan itu dengan berjuta peluk dan cium.
β
β
Mel (no last name)
β
Rindu adalah perkara ruh, bukan perkara jasad. Merindukanmu barangkali omong kosong yang masuk akal. Sedangkan, perpisahan hanyalah perkara mata dan ingatan, sama sekali tak berlaku pada hati dan jiwa.
β
β
Ilham Gunawan
β
Segala sakit, keluh, tangis, dendam, amarah, entah di mana. Aku tidak yakin telah meninggalkannya di suatu tempat. Tapi meski aku juga tidak mau membawanya lagi, aku tak bisa memastikan bahwa semua rasa itu pergi begitu saja. Aku antara kosong dan tiada.
β
β
Dian Nafi (Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku)
β
melayani dengan tulus adalah bahasa yang dapat di dengar orang tuli dan dilihat orang buta...
β
β
Parlindungan Marpaung (Setengah Isi Setengah Kosong "Half Full Half Empty")
β
Lapangan itu sekarang kosong. Rumput menjadi rebah karena disana telah dilakukan lebih dari satu permainan, tetapi di tengah-tengah semua itu, setangkai bunga liar menarik perhatianku. Warnanya ungu terang dan berdiri tegak di tempat ratusan yang lain di sekitarnya lumat. Aku bertanya-tanya kalau bunga itu entah bagaimana telah selamat, atau kalau ia pernah terinjak sebelumnya tetapi menolak untuk rebah. (hal 173)
β
β
Jennifer A. Nielsen (The Runaway King (Ascendance, #2))
β
Sepertinya langit itu kosong tp sebenarnya lagit itu gak pernah kosong, langit itu cuma ketutup awan. Kalau kamu bisa menyibak awan itu langit gak akan kosong lagi.
β
β
Azizirrahim Putra Widanih
β
Kemudian malam melanjutkan tugasnya: kosong dari segala perasaan
β
β
Pramoedya Ananta Toer
β
Aku masih mencari, hendak kata ingin kutebas. Gelas kopi tinggal ampas. Malam tak lagi sisakan jejak. Suara adzan subuh memanggil, tapi kertas masih tinggal kosong. Dan hampa kian menebal.
β
β
Titon Rahmawan
β
Lalu seakan semuanya lapang, kosong, tak ada siapa pun di sana, kecuali aku dan Dia. Dalam jarak yang tak terkatakan dekatnya, sedemikian dekat. Perlahan kehangatan, kekuatan hati, dan jiwa kudekap.
β
β
Dian Nafi (Miss Backpacker Naik Haji)
β
Kau kemana saja bukanlah pertanyaan kosong. Makna tersiratnya adalah aku merindukanmu, aku ingin bersamamu, aku ingin tahu apa saja yang kaulakukan.
β
β
Paulo Coelho (Aleph)
β
Namun sayang, karena Ramadhan datangnya rutin tiap tahun, tidak jarang kita terjerembab dalam rutinitas kosong. Kita tidak lagi menganggap Ramadhan sebagai bulan istimewa.
β
β
Ahmad Rifa'i Rif'an (Izrail Bilang Ini Ramadhan Terakhirku)
β
Menulis memerlukan ruh.
Tanpa ruh, tulisan akan jadi kosong.
Dan tulisan yang kosong takkan dapat menyentuh jiwa.
β
β
angel pakai gucci
β
Orang yang menganggap orang lain bodoh tanpa pernah bertanya apa-apa, barangkali adalah orang yang paling angkuh yang otaknya benar-benar kosong.
β
β
Robi Aulia Abdi (@aksarataksa)
β
Pada suatu hari ketika puisi pergi, tertatih mengeja huruf di langit. Tidak ada lagi ruang yang tersisa kecuali kehampaan kata. Semua kosong seperti sepi, meski tidak ada malam hari.
β
β
Navida Suryadilaga (Cawan Aksara)
β
Sebelum memulai sebuah perjalanan, anggaplah dirimu sebagai sebuah toples kosong. Lalu, dari setiap tempat yang kau kunjungi, ambillah apa pun yang bisa kau ambil. Pergunakan semua indramu untuk mengisi stople itu.
β
β
Mahir Pradana
β
Kereta datang. Melompat malas. Mencari kursi dalam gerbong yang nyaris kosong. Senja mulai tua, mendung menambah tua cuaca. Gerimis turun di luar. Dari jendela muram itu bayang-bayang berkelebat. Kota-kota mulai bersolek dengan lampu. Hujan menderas di luar. Kereta semakin cepat. Naik kereta api untuk bisa menangis sendirian. Tangisan sepi.
β
β
Puthut EA
β
Seorang murid; ia tidak mengetahui apapun. Selembar kertas kosong, halaman buku yang belum tercetak, pena tanpa tinta, biji yang belum bertunas, bayi yang baru lahir, yang belum mengenal dunia, yang tak mengetahui mana yang baik atau mana yang buruk, tak tahu panas atau dingin. Yang tak melihat pesona warna-warna, memisahkan yang terang dari yang gelap, yang halus dari yang kasar. Tak bisa memilih yang mudah dari yang sulit, memilah yang benar dari yang salah. Ini sungguh sesuatu yang ganjil, namun dari situasi yang serupa itu, kita bisa merasakan kehadiran cahaya pengetahuan Ilahi.
β
β
Titon Rahmawan
β
Kau tak tahu betapa sedihnya hati yang menanti. Kini, selamanya kau menjadi punggungku. Mewarnai hidup yang pernah kosong walaupun sementara. Memupuki hati yang dirundung sepi walaupun sementara. Serta menyiksa cinta yang hampir beku walaupun sementara.
β
β
Prihartini Simbolon
β
Ada sekuntum mawar di dadanya dan dusta di mulutnya. Sesungguhnya, Ia tak menggonggong serupa anjing yang tolol. Ia hanya tak mengindahkan hal lain, selain rasa laparku. Digigitnya tulang dari kedalamanku yang perih. Mata yang tak peduli dan hasrat untuk membunuh.
Gelegak darah ini sama kejinya dengan celoteh amarah. Api yang ia simpan di balik pisau yang beringas itu. Pada dadanya yang terbelah, dan jantungnya yang memerah. Yang ia tunjukkan berulang ulang kali tanpa setitik pun rasa malu atau mungkin penyesalan.
Lagunya tak semerah gincu yang ia kenakan malam itu. Dan apakah itu, secarik kain sewarna darah yang tak mampu menutupi semua kejalangannya dari dunia? Dari dulu sekali, ia sudah bukan milikku lagi. Ia sudah jadi milik semua orang.
Seperti semua kata kata cinta yang diobralnya dengan murah. Seperti haram jadah yang pernah terlahir dari mimpi di siang bolong. Mimpi tempat kami menghabiskan waktu. Waktu dan seluruh kesia siaan. Waktu yang tak bernilai, selain onggokan sampah, sumpah serapah dan omong kosong. Waktu yang membusuk dalam pikiran semua orang. Mereka yang tak lebih anjing dari diriku sendiri. Mereka yang menanti jam jam pertunjukan dengan air liur menetes.
Mereka, yang sejak dari hari pertama telah menjeratkan benang laba laba itu ke dalam pikiranmu, Baby. Benang yang tak lebih tipis dari semua harga diri dan kehormatan. Sesuatu yang mungkin, tak pernah engkau miliki. Dan bodohnya lagi - seperti yang sudah sudah - aku masih saja duduk di sana merasa lebih, memiliki dirimu... lebih dari siapa pun, Kay.
β
β
Titon Rahmawan
β
Ada begitu banyak kemalangan, namun dari semua itu kebodohanlah yang tinggal menetap. Orang-orang bodoh melihat, mendengar dan merasakan seperti orang-orang lain, akan tetapi mereka sama sekali tidak memiliki pemahaman atas diri sendiri dan keadaan di sekelilingnya.
Berusaha memahami si bodoh adalah suatu tindakan yang sia-sia, pada akhirnya tanggapan mereka hanya akan membangkitkan amarah dan kejengkelan.
Kebodohan serupa botol yang memiliki lubang di dasarnya, Seberapa pun banyaknya kebaikan dan pengetahuan yang kita tuang ke dalamnya ia akan berlalu dengan sia-sia.
Mereka yang termasuk ke dalam golongan orang-orang bebal adalah mereka yang menukar sahabatnya dengan uang, dan menggantikan saudaranya dengan kilau emas dan permata.
Hati orang bodoh ada dalam lidahnya dan dengan hal itu ia menggembar-gemborkan kelebihannya yang tak lain adalah sebuah omong-kosong. Sebaliknya, lidah orang bijak ada adalam hatinya dan ia memeliharanya dengan sangat hati-hati agar tidak mengucapkan hal-hal yang tidak perlu.
Dan bahkan, hidup orang bebal jauh lebih buruk dari kematian. Orang-orang bebal dan dungu hanya akan menjadi beban bagi kehidupan, karena seumur hidup mereka tak pernah mau belajar.
Kebodohan adalah batu pejal yang dibuang orang ke dalam sungai karena menghalangi orang yang akan lewat.
Kebodohan punya banyak nama dan mereka menunjukkan wajahnya dalam berbagai wujud. Aku dapat menyebutkan sejumlah di antaranya, yaitu: egoisme dan keras-kepala, bebal dan degil, sikap anarkhi yang membabi buta, sikap acuh-tak acuh dan ketidak-pedulian, pembenaran diri sendiri, tak mau mendengar nasehat, dan kecerobahan yang tak terobati.
β
β
Titon Rahmawan
β
Seorang perempuan bertanya, apa itu cinta?
Sinergi hati dan akal dalam momentum reaksi metapora yang menghasilkan ruang kosong yang terlalu sulit dan terlalu berani untuk disebut sebagai suci atau bersih. Dia hidup dan menjadi wadah yang hadir hanya dengan dirasa, tapi bisa dilihat tak bisa diraba. Karena hidup dia akan mempunyai masa dan menempati ruang untuk bertumbuh, berkembang, dan menunaikan fungsi hidup beserta peserta hidup lainnya, dalam segala dimensi dan formatnya. Deteksi hati dan akali hanya mampu sampai menghampirinya saja. Selebihnya kata tak cukup punya fasilitas untuk menyelesaikan pendeteksian itu. Segala yang memasukinya akan bereaksi menjadi energi, bila berkontraksi akan menjadi vektor yang bergerak sentrifugal ataupun dalam jumlah komposisi yang tak terbatas mapun dalam berbagai formasi lainnya.
β
β
Dian Nafi (Mayasmara (Mayasmara, #1))
β
Buku yang ku tulis bukanlah buku kosong
Namun buku usang penuh coretan bingung
Disana tercatat ribuan kata yang gamang
Bahkan beberapa halaman pun tlah hilang
Siapkah pena ini menyurat makna baru
Atau justru mengungkap cerita masa lalu
Dimana kalimat yang tertera kian ambigu
Haruskah aku bicara atau diam membisu
,.
β
β
chachacillas
β
Perdamaian yang dipaksakan adalah penjajahan.
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
Aku gak pernah mengira kalau lembaran kosong ini justru aku tulis dengan goresan yang tak indah
β
β
LoveinParisSeason2
β
Senyuman hanya sketsa kenangan...
Mencintai angan-angan menjadi alur khayalan...
Bayangan semu hanya lukisan kosong peraduan...
β
β
Pendosa Pemimpi Surga
β
kubawamu malam yang tajam-kering
kuisikannya cintamu
kauberiku malam yang tenteram-bening
kubawamu sebuah gelas kosong
kauisikannya suaramu
kauberiku gelas yang penuh
(muzik)
β
β
T. Alias Taib (Seberkas Kunci)
β
Senyuman hanya sketsa kenangan...
Mencintai angan-angan menjadi alur khayalan...
Bayangan semu hanya lukisan kosong peraduann...
β
β
Pendosa Pemimpi Surga
β
Senja hari ini masih jadi spasi panjang. Ruang kosong di antara nama kita. Entah kapan akan kita isi dengan; rasa.
β
β
Rohmatikal Maskur
β
Aku memuja langit yang kosong, sebab langit lebih baik terhadapku daripada manusia sesamamu.
β
β
Mary Wollstonecraft Shelley (Frankenstein)
β
Jadi semua hal yang kita ketahui ini omong kosong saja?"
"Sebetulnya memang omong kosong saja, tapi manusia berusaha membuat segala sesuatu bermakna."
"Supaya apa?"
"Supaya tidak merasa sia-sia.
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
Omong kosong! Dan bagaimana warisan seperti ini akan memengaruhimu? Apakah uang itu akan bisa membujukmu agar tetap di Inggris, menikahi Miss Oliver, dan berkeluarga dengan tenteram seperti manusia biasa?
β
β
Charlotte BrontΓ« (Jane Eyre)
β
Aksi-massa tidak mengenal fantasi kosong seorang tukang putch atau seorang anarkis atau tindakan berani dari seorang pahlawan. Aksi-massa berasal dari orang banyak untuk memenuhi kehendak ekonomi dan politik mereka.
β
β
Tan Malaka (Aksi Massa)
β
Bagaimana dadanya bisa terasa penuh dan sesak? Padahal, ia tahu bahwa ia baru saja merasa kehilangan dua orang yang berarti baginya. Bukankah seharusnya kepergian dua orang sekaligus membuat hatinya nyaris kosong? Tapi, bagaimana rongga dadanya terasa dipenuhi hal-hal yang sudah pergi? Apakah semua orang yang pergi sebetulnya tak pernah ke mana-mana, tapi malah menempati sebagian besar rongga dadanya? Semakin banyak yang pergi, terasa semakin sesak....
β
β
Dian Iriana (Pearl: Kau Takkan Tersentuh Kutukan)
β
Aku faham kenapa dia inginkan sebuah penamat yang sempurna. Aku faham macam mana seseorang itu pergi mencari sesuatu yang hakiki di dalam kepalsuan. Tapi, ia pasti tidak akan dijumpa. Apa yang ada hanyalah kemenangan yang kosong.
β
β
Hadi M. Nor (Pengembaraan Laki-Laki Scorpio)
β
indahnya sholat indahnya islam
kita bagaikan satu tubuh..
masing-masing mengisi tempat - tempat kosong
seperti sel-sel yang berpadu rapat ..membentuk satu tubuh yang kompak dan padat
kita serupa barisan..
yang rapat dan bersatu padu menjadi kuat..
β
β
Dian Nafi (Miss Backpacker Naik Haji)
β
Reuben, kalau kemerdekaan yang kamu maksud sejenis keinginan anak kecil yang ingin memberontak kepada ibunya untuk bisa makan es krim waktu sakit flu, itu memang omong kosong. Aku rasa, Tuhan atau kekuatan agung apapun itu, nggak akan memberi hadiah yang dangkal begitu. Menurutku, free will adalah kebebasan manusia untuk mengubah perspektif. Kamu jatuh miskin besok, apakah itu bencana atau berkat yang tersembunyi? Semuanya ada di tanganmu. Free will adalah kemampuan manusia mengubah konteks.
β
β
Dee Lestari (Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh)
β
yang kausangkakan bakat
barangkali tidak lebih dari
banjiran perasaan yang mengapung kosong
bagai sampah-sarap meriak
ditolak ombak
mendesak dari dalam dadamu
atau banjaran impian di puncak gunung
dibalut kabut
tegak menusuk kulit kepalamu
(bakat)
β
β
T. Alias Taib (Opera)
β
Saat itu aku selalu memikirkanmu, tak sadar aku terbuai oleh anganku sendiri. Aku yang percaya bahwa kita dapat kembali dengan beberapa cara, bahkan mengatur sebuah pertemuan. Akan tetapi yang kudapati saat kita bertatap muka kembali adalah sapaan hampa dan tatapan kosong.
β
β
Zakiyahdini Hanifah
β
Begitu dingin air itu ketika ia memasukkan kedua tangannya. Begitu jelas kedua tangnnya tampak di sana, dan betapa hal semacam itu memberikan kedamaian.
Tapi mengapa begitu sulit manusia menemukan kedamaian?
Ia membasuk wajahnya dengan air jernih dan dingin itu. Betapa hidup bagaikan menjadi baru kembali. Ia minum setguk dua teguk dari aliran bening itu. Betapa dunia berdenyut dengan tenaga yang baru sama sekali.
Tapi mengapa manusia begitu sulit mendapatkan sesuatu yang baru untuk hidupnya?
Jika kedamaian begitu sederhana, mengapa manusia tak mampu melihatnya?
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
Di pesantren, gue belajar bahwa keberagamaan adalah sikap. Ia bukan hanya sebatas pikiran, tanpa perbuatan nyata. Bukan sekadar omong kosong tanpa realisasi. Keyakinan harus diterjemahkan ke dalam sebuah aktivitas. Keimanan harus membumi bukan melangit. Menjadi perbuatan-perbuatan baik.
β
β
Nailal Fahmi (Di Bawah Bendera Sarung)
β
Dunia adalah tempat makna-makna bertarung.
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
terhempas, takluk, digerus dingin angin, suara
truk, debu menyelip di mataku betapa dancuk
hidup ini! betapa dancuk lonte yang setengah
mati kukasihi dan menusukku dari belakang!
betapa dancuk Tuhan! bergetar, mabuk
bayang-bayang, tuak kegelapan, mabuk
keramaian yang kubenci, mengambang,
tersesat, terhisap angin, luka menganga, nanah
tembaga meleleh dari lutut Apolo emas yang
dipenggal sebelum perang meledak; sulap
kata-kata Homer dengan mata piceknya.
terkutuklah bayangan, pohon-pohon meronta
karena tak ada satu pun cuaca baik
menawarkan minuman dari langit. aku biarkan
itu semua menyalipku, dalam metafora, mata
binatang, bibir lebar mirip kemaluan wanita
sombong yang merasa imannya takkan
tumbang meski dijejali kata-kata jorok nan
mesum. bergerak, tenggelam, sinar patah di
lingkar air dalam gelas mineral yang kokoh
dan kau bilang air abadi dan kau bilang api
bisa mati sendiri terkutuklah engkau yang
menelan masa laluku dan menghibahkan
kehancuran ini lobang nganga di dadaku. oh,
kau yang memuntahkan abu tulangku, yang
akan tetap kuingat meski Tuhan atau apapun
itu menyeretku ke neraka omong kosong di
alam kubur dan bertanya bagaimana imanku
sebenarnya. oh, terkutuklah engkau!
β
β
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β
Dimas, ingatkah kau pembicaraan kita tentang suatu 'gelembung kosong' di dalam kita, yang diisi hanya oleh kau dan Dia, untuk sebuah Persatuan antara kita dan Dia yang tak bisa diganggu oleh apa pun barang seusapan. Inilah saat yang tepat untukmu untuk melihat sepetak kecil dalam tubuhmu itu. Sendirian. Berbincang, jika kau ingin. Atau diam, jika kau ingin. Dia mendengarkan.
Selalu mendengarkan.
β
β
Leila S. Chudori (Pulang)
β
Gerakan kaum intelektual dengan berbagai kecenderungannya bukan gaung isolasi dan kepanikan pemikiran, omong kosong tanpa makna, angan-angan gersang, maupun duduk santai di menara gading yang tinggi apalagi sebuah bentuk pelarian dari realitas kehidupan. Pada hakikatnya gerakan ini merupakan sebuah upaya mulia guna bangkit melawan musuh lewat wacana ketika perlawanan melalui kekuatan militer dan politik mengalami kebuntuan.
β
β
Yusri Abdul Ghani Abdullah (Historiografi Islam: Dari Klasik Hingga Modern)
β
Kalau ada yang aku inginkan selain membahagiakan dirimu, itu adalah menata kembali perasaanku dari banyak peristiwa yang ingin aku lupakan. Tapi perasaan bukanlah pikiran yang bisa aku ajak kompromi. Ia seringkali berbicara dengan caranya sendiri.
Seperti menata taman yang berantakan di halaman. Membersihkan belukar dan rumput rumput liar atau sekedar mengecat pagar agar bisa kembali indah seperti dulu.
Menambahkan sesuatu pada yang tak ada atau tak pernah hadir dalam hubungan kita. Seperti mengharap yang hampa dari sebuah kekosongan yang tanpa makna. Betapa banyak sudah kebohongan yang kita reka-reka agar kita tak saling menyakiti.
Bukankah kita pernah menjadi begitu dekat dan jauh sekaligus dalam kesempatan yang sama? Bukankah kita pernah saling mencintai?
Tapi waktu seperti melupakan perannya dalam kehidupan. Ia seperti tak pernah memihak kepada kita. Ia seperti kendaraan yang berjalan sendiri tanpa orientasi. Tak tahu mau apa atau kemana.
Aku hanya ingin berhenti memelihara rasa sakit dari ingatan akan cinta yang tak mau pergi. Sebagaimana aku merasa, betapa sia-sia menunggumu untuk mengisi gelas kosong di dalam hatiku lagi.
Hanya bisa menduga-duga, apakah kau masih akan menungguku untuk membawamu pulang? Ternyata, teramat susah menjaga dan memelihara perasaan.
Lalu, apa yang masih bisa kita ingat dari percakapan yang hanya hidup dalam imajinasi? Raut wajahmu, senyummu atau hangat ciuman bibirmu adalah kesedihan yang bersikeras tak mau pergi.
Tapi sudahlah, kita sudahi saja semuanya. Sebab aku hanya ingin berhenti. Aku tak ingin lagi tinggal dalam rumah yang hanya mendatangkan rasa sakit
dan kepedihan.
β
β
Titon Rahmawan
β
Aku sedang melalui lorong itu. Tenang dan mendamaikan. Tanpa ada persimpangan yang bisa menbuatkan akalku bersiur. Namun mengapa jiwa ini terasa kosong dan hati ini tidak lagi merasa bahagia?
Lalu aku berhenti. Memandang pada hamparan anugerah Ilahi yang sedang memayungiku. Indah. Bagaikan lukisan abstrak yang tiada bandingnya. Dan hati ini berdetik. Lorong yg tiada persimpangan seumpama kehidupan tanpa ujian dan liku. Bisu dan kaku. Tanpa makna yang tersingkap. Tanpa rasa yang menggambarkan maksud hati.
Lalu apakah ini yang aku inginkan kala akal mula mencerakin adakah ini makna kehidupan sebenar?
Percayalah walaupun jiwa dan hati ini retak seribu, cantuman itu bisa menampakkan parut ianya lebih bermakna dan bahagia dari hidup tanpa rasa- shahzyH
β
β
Shahzy Hana
β
Satu kekuatan kursus tamadun Islam di IPT Barat - jika kita ketepikan sikap prejudis dan perkiraan strategiknya - ialah kesungguhan ilmiahnya.... Setiap pelajar diwajibkan membaca keseluruhan terjemahan al-Qur'an, berpuluh-puluh hadits pilihan daripada pelbagai kitab-kitab hadits, terjemahan sirah Ibn Ishaq, serta terjemahan karya-karya agung Islam yang lain. Setiap pelajar diwajibkan membaca hampir 50 mukasurat setiap hari dan diwajibkan menulis kertas kerja serta ujian yang meletihkan. Kita juga diberikan peta dunia lama yang kosong di mana pelajar diwajibkan menanda nama bandar, sungai, laut, teluk, gunung, dan daerah, negara yang kini sudah tiada lagi atau sudah berubah nama!!! Ini perlu kerana apabila pelajar membaca karya-karya terdahulu, mereka boleh memastikan tempat dan kawasan yang dimaksudkan itu dengan tepat dan lebih bermakna.
β
β
Wan Mohd Nor Wan Daud (Rihlah Ilmiah: dari Neomodernisme ke Islamisasi Ilmu Kontemporer)
β
Dua tanda mata di pipi kanannya menyiratkan air mata yang tak pernah dititikkannya. Sebab luka itu seperti candu yang membuat niatnya hijrah tak kesampaian.
Sesungguhnya, ia tak ingin pergi kemana mana selain ke surga. Oleh sebab itulah, mengapa ia membuat sebuah tangga menuju ke langit. Yang tak ia ketahui adalah, bahwa sebenarnya tak ada surga di sana.
Lalu, kenapa ia melepas hijab itu hanya untuk memunggungi dunia? Ataukah demi mengingkari masa lalu yang terlanjur gagal memberinya kebahagiaan?
Aku tak pernah tahu siapa nama gadis itu yang sesungguhnya. Ia mungkin saja bernama Lisa, Manda atau pun Maia. Aku hanya mengenalnya sebagai perempuan bermata abu abu muda seperti bulan badar yang berpendar di kegelapan malam.
Tetapi orang orang menyebut dirinya sebagai Arunika, yang dalam bahasa Hindi berarti jingga seperti cahaya terbitnya matahari.
Yang tak aku mengerti, mengapa ia mendudukkan dirinya sendiri dengan cara seperti itu? Membuat pikiran orang lain silau dan mabuk oleh candu yang ia tuangkan ke dalam gelas gelas kosong yang kesepian. Mereka tak lagi mampu melihat kepolosan wajahnya sebagai pantulan cermin yang menyejukkan.
Sebab ia bukanlah Godiva, yang berkuda telanjang keliling kota untuk menemukan kebenaran yang ia cari. Wanita mulia yang menyingkap kebejatan dunia lewat tatapan mata semua orang.
Sebaliknya, ia adalah perwujudan pikiran yang absurd dan carut marut. Ia telah menjadi kontradiksi yang tidak bisa dimengerti. Akan tetapi, ia tidak mewakili siapa pun selain dirinya sendiri. Karena kukira, ia telah mencemooh dunia ini dengan cara yang membuat orang takjub. Dunia yang sepertinya akrab, tapi tak sungguh sungguh kita pahami.
Ia dikenal sebagai Arunika, tetapi di lain kesempatan ia bisa saja menjelma sebagai Lisa, Manda ataupun Maia. Dan sekalipun ia bercadar, kita akan selalu bisa mengenalinya lewat abu abu muda matanya yang berpendar seperti bulan badar di kegelapan malam.
β
β
Titon Rahmawan
β
Oleh akibat ketidak-berpihakan, ketidak-beruntungan, ketidak-terpilihan, ketidak-sesuaian, ketidak-terjawaban doa-doa, kegagalan, keterlepasan, isolasi dan kehilangan.
Perlahan kamu mulai menyadari sebuah fakta, bahwa kamu ternyata tidak spesial. Simply tidak ada yang spesial dari diri kamu. Biasa saja. Cuma satu dari milyaran organisme yang terserak di perairan purba yang tak berbatas. Biasa. Biasa. Biasa. Biasa. Biasa. Biasa. Dan biasa.
Seperti produk massal. Tissue toilet yang diganti setiap hari oleh petugas janitor. Lahir, mengkonsumsi, kerja, mengkonsumsi, berkembang biak, mengkonsumsi, kerja, mengkonsumsi lalu mati. Mati pun tidak pasti apakah tetap mati, ataukah kembali lagi ke bentuk awal, lahir. Begitu seterusnya. Berulang terus dan terus sampai entah kapan. Cuma serangkaian episode dari keberulangan setiap hari. Seperti sebuah roll film yang sama yang digunakan untuk merekam bermacam adegan yang berbeda setiap harinya.
Adegan pertama dihapus, lalu ditindih kembali untuk bertukar dengan adegan kedua. Adegan kedua berganti yang ketiga, dan begitu seterusnya. Sebuah keberulangan yang berbeda terus menerus, tetapi tetap pada hakikatnya adalah sebuah roll film yang sama. Dalam satu gulungan besar yang sama. Dalam satu format yang serupa. Sebuah kebeluman yang terus menerus.. Banal dan tanpa makna.. Lalu, apakah sesuatu yang selamanya βbelum selesaiβ masih dapat dikatakan sebagai sesuatu yang spesial?
Spesial itu cuma akal-akalan pemasar. Kamu spesial kalau beli produk ini, kalau beli produk itu, kalau pakai parfum ini, kalau pakai kosmetik itu, kamu spesial itu kalau dalam sehari minimal ada satu kali transaksi digerai starbucks, kamu spesial itu kalau kamu pakai iphone 6 bahkan sebelum produknya keluar di pasar lokal, kamu spesial itu kalau kamu member fitness center, tentu kamu lebih spesial lagi kalau pakai personal trainer, kamu spesial kalau kamu fashionable, kalau kamu tech savvy, kalau kamu club hopper, kamu spesial itu kalau kamu kelihatan aktif berkeringat dalam trend lari kekinian yang hampir separuhnya berisi aktivitas narsis dan konsumsi bermacam produk running shoes, kamu spesial itu cuma kalau kamu pakai brand ini, pakai brand itu, kalau ini, kalau itu, kalau, kalau, kalau, kalau dan kalau..
Spesial itu cuma ada dalam quotes-quotes yang dikasih latar gambar pemandangan, kamu bisa comot-comot dari pinterest atau instagram lalu pasang sebagai profile picture di sosial media milikmu. Pun spesial bersemayam dalam kolase omong kosong yang dirangkum buku-buku swa-bantu atau dalam kutipan ayat dari kitab suci dalam status blackberry teman-teman kamu yang berusaha kelihatan religius, tapi jauh sekali dari makna religius dalam perilaku sehari-hari.
Jadi, dari pada ngga ada habisnya memikirkan jawaban dari pertanyaan mengapa kamu tidak spesial? Mungkin kamu harusnya berfikir, buat apa jadi spesial? Harus banget ya jadi spesial? Harus banget ya beda dengan yang lain? Apa perlu banget jadi beda? Emang kalau ngga ada satu pun dari kita yang spesial, kenapa? Kalau kita semua ternyata sama, memangnya kenapa? Kalau kita semua berebut jadi spesial, lalu siapa yang mau berada di posisi tidak spesial? kalau semua spesial, apakah masih spesial namanya?
Sudah, sekarang terima saja, bahwa ngga ada yang spesial dari diri kamu, dan seluruh kehidupan kamu yang begitu membosankan.. hidup ngga akan pernah repot-repot berusaha untuk menjaga perasaan kamu. Apalagi susah payah menempatkan kamu di posisi yang 'spesial'. Things happen because they need to happen.
Spesial itu cuma soal kamu memberi bentuk pada makna. Tentang bagaimana kamu ingin dimaknai, tentang bagaimana kamu ingin diperlakukan, tentang bagaimana (anehnya) kamu ingin menerima kembali perlakuan yang kamu inginkan justru dengan cara memberikan perlakuan itu kepada yang lain diluar diri kamu. Tentang omong kosong soal konsep memberi untuk merima lebih banyak..
β
β
Ayudhia Virga
β
Entah bagaimana, aku tahu ibu selalu larut dalam kebahagiaan. Seperti embun bening yang bergulir kesana kemari, bermain main dengan gembira di atas permukaan daun aglaonema yang tumbuh menyemak di dalam sanctuary itu.
Tapi selalu ada perasaan perasaan tertentu yang menakjubkan, namun seringkali tidak aku mengerti. Mengapa ibuku tak pernah beranjak pergi meninggalkan tempat persembunyiannya? Seolah ia terperangkap di sana di dalam kebahagiaan yang ia ciptakan sendiri.
Ia telah tumbuh dan tinggal di dalam sanctuary itu bertahun tahun lamanya. Tenggelam dalam dunia yang sepenuhnya asing dan tak dikenal. Dan setiap kali aku berusaha mengingatnya akan tumbuh sulur sulur baru yang kian rapat menutup sanctuary itu dari pikiranku.
Ibu telah jadi kenangan dari masa laluku. Tak ada yang tertinggal dari semua apa yang pernah ia ucapkan. Kata katanya telah menjelma menjadi lembar halaman buku yang kosong, tak sepenggal huruf pun yang dapat aku temukan berada di dalamnya.
Yang aku ingat kemudian adalah, ia menulis ulang seluruh kisahnya di dalam halaman buku buku yang kosong itu. Ibu memenuhi sanctuary-nya dengan aneka rupa buku buku yang semuanya bercerita tentang dirinya. Tentang segala apa yang ia pikir dan rasakan. Tentang bagaimana ia menghabiskan hari harinya dalam kebahagiaan. Dan sanctuary itu pun kemudian berubah menjadi sebuah perpustakaan raksasa, di mana ibu adalah sebuah ensiklopedi yang bisa aku baca setiap hari tanpa pernah merasa bosan.
Tangannya telah berubah menjadi sepasang sayap. Dan yang tinggal dalam ingatanku hanyalah wajahnya yang tersenyum samar saat ia tertidur. Namun, tak ada yang masih dapat aku kenali lagi dari masa lalunya, sebab ia telah menyatu dengan waktu dan sepenuhnya melebur dengan masa depan. Kecuali mungkin sebuah pikiran yang bahkan sang waktu tak mampu menghapus ingatan akan dirinya. Betapa ia sungguh berbahagia, setidaknya bagi dirinya sendiri. Ibu telah bertransformasi menjadi puisi, melebihi semua perasaan yang sanggup aku kisahkan kepada dunia.
β
β
Titon Rahmawan
β
...Kita hanya manusia yang kerdil yang mendiami daerah-daerah bumi. Kita hidup di sini untuk mencari bekal satu perjalanan hidup ke alam akhirat yang kekal abadi.
Orang-orang yang tidak berjuang dalam kehidupan ini akan pergi ke sana jua. Orang-orang yang berjuang memang menyedari dunia ini sementara. Ada sesuatu yang perlu ditinggalkan untuk kebaikan manusia di dunia yang fana ini. Ada juga sesuatu yang diusahakan sebagai bekalan untuk kehidupan abadi di samping Pencipta Yang Maha Agung, Allah.
Jika hidup itu ialah menanti perginya pagi dan datangnya petang, menanti perginya petang dan hadirnya dinihari; apalah kemanisan yang dapat dikecap daripada kehidupan sebegitu.
Hidup ini ialah perjuangan hidup segigihnya. Manusia yang mengerti tidak akan mengalah terhadap cabaran masa dan tempat. Hidup menjadi indah dengan hadirnya perjuangan. Isyraf Eilmy terasa pernah terbaca sebuah wacana kecil erti kehidupan.
Saudaraku. Tegakkan mukamu dan ukir senyuman di wajahmu. Senyuman itu ialah sedekah daripada orang yang punyai harta dan jiwa. Sekuntum senyumanmu ialah wajah sebuah kehidupan yang tidak terhakis oleh kesusahan. Selagi kau menundukkan mukamu lalu merenung kedua-dua belah kakimu, selagi itu kau masih terbelenggu dalam simpulan-simpulan kekusutan yang membalut sudut hatimu.
Apabila jiwamu kosong daripada cahaya hidayah, maka kehidupanmu umpama lorong duka lara yang menjerit pekik minta dikasihani, simpang-siur kesepiannya ialah kekeliruan dan kekecewaan yang menerpa sedangkan deru angin semilirnya ialah nyanyian kedukaan yang tidak didendangkan oleh jiwa yang kental.
Mengapakah kau rasa tiada lagi keindahan pada mahligai tersergam juga kecintaan terhadap segala kemewahan dan solekan dunia? Mengapakah harus kau mencari suatu kepastian tentang bila akan berakhirnya kehidupan sedangkan baki usiamu tidak pernah menjanjikan rumusan kebahagiaan?
Usah lagi kau mimpikan ke manakah perginya kelazatan pada sajian hebat yang terhidang di meja kehidupan. Usah lagi kau kenangkan dari manakah datangnya kepanasan di ruang cinta syahdu penuh keasyikan. Kembalilah kepada martabat diri.
β ms.9-10, Sarjana Bangsa
β
β
Hasanuddin Md. Isa
β
Selalu ada cara lain untuk menafsirkan kebahagiaan," begitu katamu.
Seperti mengisi kanvas yang kosong dengan kepenuhan imajinasi, dan membiarkan khayalan bergerak serupa gambar yang hidup di dalam pikiran. Seperti menemukan sebuah kata yang tepat untuk mengawali sebuah puisi. Selalu ada euforia serupa itu yang ingin kau ciptakan dari gairah dan riuh rendah suara bising yang terdengar di dalam benak semua orang.
Sudah lama aku curiga, kau bisa menebak apa yang orang lain inginkan hanya dengan membaca gelagat dan ekspresi wajah mereka. Mencoba membuktikan, bahwa waktu tidak cuma menciptakan kekacauan dan kegaduhan. Ia bisa juga menghadirkan semacam kegembiraan walau mungkin semu. Seperti kisah tentang bunga mawar yang tumbuh di tepi jalan yang pernah aku ceritakan kepadamu. Tapi tak semua orang mau menerima realitas seperti itu. Mereka selalu menemukan cara untuk menilai orang lain dengan caranya sendiri.
Kebanyakan orang terlalu sibuk dengan kerumitan pikiran yang hilir mudik setiap hari. Mereka tak menghiraukan hal lain selain kepuasan diri. Mereka tak pernah mau mengerti, bahwa kegembiraan kecil tidak selalu harus dimulai dari diri sendiri. Ini seperti melihat dunia dengan sebuah kaca pembesar. Dunia yang retak dan jauh dari kata sempurna. Dunia yang sering absurd dan kadang membingungkan.
Tapi kita tidak punya hak untuk mencemooh orang lain dengan cara konyol seperti itu. Dunia yang kita kenal sudah terlampau sering membiarkan orang membuat penilaian lewat satu satunya pandangan dari apa yang ingin mereka percayai. Tak bisa membedakan api dari asap, panas, nyala dan cahaya yang dihasilkannya. Bukankah satu satunya hal yang bisa kita yakini di dunia yang centang perenang ini adalah sebuah kemustahilan?
Akan tetapi, bagaimana kita bisa melihat dunia dengan kacamata ambiguitas? Ketika kita menyadari, bahwa realitas tak lebih dari sebuah fatamorgana. Dan ilusi, adalah kenyataan hidup kita sehari hari. Bagaimana kita bisa menyandarkan diri pada sebuah asumsi untuk mampu mencerna apa yang sesungguhnya tidak kita ketahui? Bagaimana kita bisa memastikan, apa yang tidak pernah kita pahami sebagai buah dari pohon pengetahuan? Bahwa kebaikan dan keburukan adalah hasrat yang terlahir dari rasa ingin tahu manusia.
Hanya saja, pikiran kita ingin menelan semuanya sendirian. Kerakusan yang membuat manusia kerasukan oleh ego dan ambisi yang membutakan dirinya sendiri. Kerasukan yang pada akhirnya . menciptakan kerusakan. Apa yang bisa memenuhi diri kita dengan pengetahuan yang serba sedikit tentang makna kebenaran yang kita cari selama ini? Bagaimana kita mampu mengidentifikasi kebenaran yang tidak pernah kita kenal? Bukankah tuhan tak mungkin hadir dalam setitik keraguanmu? Apa yang tidak engkau pahami sebagai sebuah paradoks, tidak punya nilai apa pun dibanding dengan kegamangan dan kebodohan dirimu sendiri.
Sementara kita masih saja jumawa, dengan kepala dipenuhi oleh hasrat dan juga kesombongan. Dan terus menerus melahirkan ilusi ilusi semu dari pikiran pikiran hampa yang hanya akan mengelabui manusia dengan kepalsuan sejarah. Sejarah yang diam diam kita rekayasa sendiri. Sejarah yang tidak pernah mengenal makna kesejatian. Sejarah yang mengubur peradaban manusia dengan semacam orgasme palsu, yang anehnya terlanjur kita dewa dewakan sebagai satu satunya kebenaran.
β
β
Titon Rahmawan
β
Kalam Untaian Merjan
Pada lagu balada Rendra aku melihat embus pasir Aspahani. Tangan angin yang giat mencangkuli hamparan tanah gembur di kebun buah Rosidi. Dalam kantungnya tersimpan rupa-rupa benih puisi melayu lama. Dari pantun hingga mantra, dari gurindam hingga karmina, dari talibun hingga seloka. Seuntai syair yang rajin menebar tawa Korrie bergirang hati. Merapal doa penawar rindu yang santun menampung embun luruh di telapak tangan Kyai Bisri dan gaung azan subuh di bibir para santri.
Di bawah pelupuk langit Timur Sinar Suprabana aku bersujud, serupa lelai rumput Ahmadun. Menyambut lambai tangan hijau kanak-kanak menari bersama Helvy dan Herliany. Memulas kuning gading bulir padi di dada awang telanjang mandi di kali. Bocah-bocah keletah gembira menuai buah tufah berlimpah pada keras bebatuan Calzoum merah.
Di balik celana Pinurbo aku jumpai gelisah mimpi Johani. Wajah Sunarta yang gemar menyamar. Mata Wisatsana yang
cermat menelisik risik kerikil tajam terserak di taman kawi dunia.
Juga jemari tangan Fansuri yang rajin mencabut ilalang di kebun para sufi. Kubaca wajah cuaca dalam bahasa sunyi Isbedi, kueja tagar Dahana, kudaras cahaya Kurnia.
Balau debu tertaris gerimis yang lama tersimpan dalam setiap tetesan tinta Taufiq. Pada sajadah yang ia hamparkan dan pisau Takdir penawar risau pada hati yang terempas dan jantung yang putus. Pulau di mana dulu pernah tersemai benih-benih terbaik Chairil muda. Demi memetik buah rindu dendam yang telah lama didambakannya, Ia rela mati berkafan cindai diiringi lagu sunyi nyanyian Hamzah.
Tapi justru di dulang kosong itu kutemukan pipih gosong telur Dewanto. Suara pekak mikrofon pecah dalam kamar gelap Afrizal. Leher botol tercekik dari separuh langit yang sengaja menyembunyikan wajah Srengenge di balik dengung nyamuk yang mengamuk dalam benak Rusmini.
Sebelum kata-kata berlepasan dari dahan tempatnya bergantung, sebelum kamus jadi ingatan beku yang ditelan rakusnya waktu.
Aku berusaha menemu laut. Laut yang dulu pernah melantunkan tembang Ainun dan syair pujian Pane dalam Madah Kelana. Laut yang akan mengizinkan aku mengaji bersama Toto dan Abdul Hadi, pada hampar lembar langit Zawawi yang senantiasa berkabut ini. Di bawah guyuran rintik-rintik hujan Damono yang entah mengapa hanya mungkin turun di pertengahan bulan Juni.
Namun pada samar raut wajah Nadjira, jemari tanganku gugup menggali inspirasi di balik pikiran Armand. Dari rupa rupa arsitektur yang dengan cergas ia reka reka menjadi bait puisi.
Hasrat yang gesit menimba air di sumur Mansyur. Menapak jejak Saut dan Sitor yang senantiasa hibuk mencari Tuhan.
Dan demi tunas mata Subagyo dan sejuk air Zamzam, aku rela menemu jantung hati lapang di dalam inti sebuah poci. Keramik awanama, di antara batu undak-undakan meditasi Goenawan.
Ia yang telah menguak rahasia jiwa Landung nan adi Luhung yang bersemi di hutan jati Umbu Paranggi.
Tapi sekali-kali, tak akan pernah aku lupakan kesaksian Wiji yang tumbuh dari tangisan sejarah masa lalu. Noda yang tertera pada luka Sambodja.
Sekiranya masih ada petilasan senyap dari para pendahuluku.
Cabuhan air mata pilu para martir dan tangis para santo. Seruan
kelu di bibir para nabi dan kubangan darah para syuhada.
Tak akan aku biarkan diriku terpedaya oleh muslihat para
penebah jenawi purba, hujah para tukang fitnah, hasutan
orator-orator lancung, gonggong penadah puisi kosong. Juga sumpah serapah dan tipu daya para kritikus-kritikus gagap. Igauan busuk plagiator mabuk. Bualan epigon-epigon palsu dan ocehan para dilettante buta.
Di mana waktu mengharuskanku mesti belajar lagi.
β
β
Titon Rahmawan
β
Aku tidak ingat lagi dari mana kenangan itu berasal, baik bulan maupun tahunnya. Yang kutahu, kenangan itu tersimpan dalam jiwaku, indahnya serpihan masa lalu yang terbungkus rapi, sapuan warna cerah di atas kanvas kelabu kosong yang menyelimuti kehidupan kami.
β
β
Khaled Hosseini (The Kite Runner)
β
Kampanye copras-capres, diam-diam saya sedang mengunyah moralitas kosong.
β
β
Ali Zaenal
β
Aku membaca orang-orang perasa, mereka yang siap mengobarkan pergolakan-pergolakan besar untuk merebut pulang anak yang diculik pada tujuh puluh tahun silam. Pergolakan-pergolakan yang bertumpu pada rasa insaf kalau keluh-kesah sudah tak memadai, kalau amarah yang kosong bakal dianggap sepi
β
β
Hendri Teja (Iblis-Iblis Capres)
β
Omong kosong tidak bisa mencukur domba" Rand al'Thor
β
β
Robert Jordan (The Great Hunt Volume 1 - Perburuan Sangkakala)
β
...ia lalu mengakhiri pujiannya ke pada mereka semua, bahwa mereka sebaiknya meninggalkan Macondo, bahwa mereka telah melupakan semua yang diajarkan pada mereka tentang dunia dan hati manusia, bahwa mereka telah mengentuti Horatio dan bahwa ke mana saja mereka akan pergi harus selalu mengingat bahwa masa lalu itu adalah sebuah omong kosong, bahwa kenangan tidak akan kembali lagi, bahwa tiap musim gugur yang telah lalu tidak akan bisa dikejar dan bahwa cinta paling liar dan paling ngotot itu pada akhirnya hanyalah kebenaran yang sekejap, tidak berlangsung lama.
β
β
Gabriel GarcΓa MΓ‘rquez (One Hundred Years of Solitude)
β
...Beberapa hari kita sudah terbahak-bahak dengan obrolan omong kosong sambil menenggak bir, meski kita tahu sedang menyongsong hari dukacita. Lalu sekarang kita berpura-pura sopan karena hari yang menentukan itu sudah dekat!
β
β
Danarto (Berhala: Kumpulan Cerita Pendek)
β
2.
Coba larutkan aku dalam segelas malam-mu, maka ungu wajahku akan bermalih rupa menjadi biru cerah yang berasa nikmat dalam seduhan setetes air lemon dan sebongkah gula batu. Aku akan mengubah pagimu menjadi sumber energi, kesegaran, kesehatan dan umur panjang seiring terbitnya matahari.
Parfum yang aku kenakan di tubuhku memang tidaklah seharum mawar atau melati. Dan rupaku tak juga seelok kenanga atau cempaka. Tapi hasrat yang tak terkendali itu, yang aku simpan rapat-rapat sebagai sebuah rahasia yang sengaja aku sembunyikan dari dunia bakal jadi milikmu selamanya. Akan tetapi, aku bukanlah gelas kosong yang minta diisi. Namun sebaliknya, terimalah pemberianku ini; setiap tetes mukjizat kepenuhan yang datang daripadaku ini adalah perwujudan hati yang bersih dan juga ikhlas.
Aku akan selalu hadir dalam setiap momen kegembiraan dan kebahagiaanmu. Sebab, violet warnaku yang rupawan akan turut menghias wajah pengantinmu dan pemulas gaun adi busana yang ia kenakan. Agar penampilannya jadi kian sempurna, bersanding dengan tuxedo mewah yang engkau pakai.
Tak akan aku lewatkan setiap kesempatan untuk menghias kue ulang tahunmu atau menjadi puding pemanis sajian makanan di atas meja perjamuan di mana kau undang para selebriti dan artis papan atas dunia. Bukan karena mereka hadir untuk mengambilΒ flavonol, glikosida, antioksidan, peptida, dan amylase daripadaku.
Maka kau akan mengerti betapa, bila kau minum aku di pagi hari sebagai larutan teh atau kau hidangkan aku sebagai salad atau sayuran di atas pinggan yang cantik itu aku dapat melipur dukamu, membantu mengobati rasa lelahmu, menambah daya ingat dan vitalitasmu, menghilangkan kesesakanmu, meredakan amarahmu dan mengatasi kekhawatiranmu.
Tetapi orang melihatku hanya sebagai tanaman liar belaka, sebab aku biasa tumbuh di mana pun yang aku mau, entah di hatimu atau di dalam pikiran orang-orang lain. Dan oleh karena itulahΒ mengapa, aku menjadi sangat populer di antara para pecinta, penggemar, dan para pembenciku sekaligus. Di tengah-tengah dunia, yang sesungguhnya terasa betapa sangat menyedihkan.
β
β
Titon Rahmawan
β
Bukan cuma lidahmu yang mampu mengecap kelezatan itu. Melainkan api dimana kau letakkan tungku kecemburuanku. Tempat kau bakar segala nyeri dan kesiasiaan. Tempat kau lumat amarah dan barangkali juga mimpi. Walau kita masih saling menjaga agar panas cahaya itu tetap menyala. Tidak untuk berbagi dari diri yang kosong dan egoisme yang dungu. Tak cukup menyadari, sudah berapa lama kau sibuk dengan dirimu yang lain, bertukar hasrat dan nafsu untuk saling memiliki dan menguasai.
Ajaibnya, aku bisa merasakan hembusan nafas kalian di pori poriku. Aku merasakan kejalangan kalian sebagai kejalanganku sendiri. Aku tidak merasa asing atau terabaikan. Tapi entah mengapa, ada semacam kegusaran disitu. Di tempat yang tidak aku ketahui dengan pasti. Tempat yang sepertinya sengaja kalian sembunyikan dari diriku. Walau aku tahu tak pernah ada rahasia yang kau simpan sendiri.
Kita telah jadi petualang cemas. Yang mengembara dari satu destinasi ke destinasi yang lain. Menggelandang seperti yatim piatu. Seperti orang bingung yang tak tahu arah. Seperti sebuah penjara yang tak memiliki pintu jalan keluar. Seperti hidup yang tak punya rencana apa apa selain membiarkannya mengalir.
β
β
Titon Rahmawan
β
Entahlah, tapi kurasa kalau engkau menginginkan kebahagiaan, anakku, engkau harus mencarinya, tapi dalam pencarian itu mungkin kamu akan menderita. Dalam penderitaan itulah engkau akan menjadi matang, dan seorang yang matang akan mudah bahagia.
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
Pembunuhan itu kegagalan berbahasa yang purba sekali anakku, dan hari ini masih ada .Bukankah itu berarti seluruh pendidikan agama dan ilmu pengetahuan yang telah berlangsung berabad-abad belum berhasil sepenuhnya?
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
Masalahnya, ada saja manusia yang menginginkan agar kita semua tetap bodoh dan buas, supaya kita semua tenggelam dalam kegelapan, sehingga dengan menjadi penguasa tunggal atas pengetahuan, bisa berkuasa dalam segala bidang. Padahal pengetahuan itu hak semua orang.
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Kitab Omong Kosong)
β
Seperti ada yang terhubung di antara kita. Kegelapan yang hanya milikmu sendiri dan rasa sedih yang tak aku mengerti.
Apakah engkau anak yang aku lahirkan dahulu? Atau potret masa kecil yang ingin aku tangisi?
Mengapa aku duduk sendirian saja di sini? Seperti mendung kelabu, malam mengelam dan kunang-kunang yang tak memancarkan cahaya.
Sudah kucari engkau kemana-mana, tapi tak kutemukan dirimu lagi untuk kusapa.
Langit perlahan melupakan wajahmu. Bulan tak lagi mengenali namamu.
Ada kengerian yang lebih menakutkan dari sekedar kesendirian. Apa yang tak bisa kita dengar, lihat atau mengerti.
Kosong yang dalam. Sunyi mencekik.
β
β
Titon Rahmawan
β
Masih ada rumah lain di tengah hutan yang bukan milikmu. Ia masih serupa misteri yang sengaja engkau sembunyikan. Mata buta, telinga tuli.
Demikianlah hidup, ia tetaplah teka-teki yang tak terselami hingga lembar terakhir menjelang kematian.
Kudapati engkau duduk berdua di beranda. Sedang bercakap dengan diri sendiri atau entah dengan siapa. Memperdebatkan hal-hal asing yang tak perlu. Mengupas kulit filsafat atau inti agama yang tak pernah engkau yakini kesahihannya.
Kebenaran tak ada di dalam pikiran-pikiran kosong yang tak menyadari kedunguannya sendiri. Bagimu ia tak lebih dari fatamorgana.
Ia bisa jadi jasad yang terkubur di tanah tak bertuan, atau di tengah hutan tak berpenghuni. Kegelapan menyelinap dari balik rasa penasaran kita. Menikam dengan pisau yang tak sepenuhnya kita sadari. Mencekik tanpa iba sampai mati.
Di mana kisah ini sampai ke penghujung jalan. Kematian demi kematian datang menjemput, tak ada lagi waktu untuk berpaling.
β
β
Titon Rahmawan
β
tak ada lagi ruang kosong
di rahim kota ini
kecuali kaki
gedung-gedung yang sombong
kecuali lidah
kita yang terjulur
(sebuah warung)
β
β
T. Alias Taib (Seberkas Kunci)
β
Strategi istana kosong sebenarnya bertujuan memancing musuh agar masuk jebakan dengan menampilkan banyak celah kosong
β
β
Takaaki Morofushi
β
Ayahku dan aku dan Mami jauh lebih merdeka jiwanya daripada kaum Soekarno yang menghipnotis massa rakyat menjadi histeris dan mati konyol karena mengandalkan bambu runcing belaka melawan Msutang-mustang dan meriam-meriam Howitzer yang pernah mengalahkan tentara Kaisar Jepang. Maaf, Anda keliru alamat menamakan aku budak Belanda. Bagiku NICA hanya sarana seperti Republik bagi mereka sarana juga. Segala omong kosong tentang kemerdekaan itu slogan belaka yang menipu. Apa dikira orang desa dan orang-orang kampung akan lebih merdeka di bawah Merah Putih Republik Indonesia daripada di bawah mahkota Belanda? Merdeka mana, merdeka di bawah singgasana raja-raja Jawa mereka sendiri atau di bawah Hindia-Belanda?
β
β
Y.B. Mangunwijaya
β
Yang bikin kelpek-klepek adalah lagak pujangga-teraniaya itu, omong kosong luka-batin, gaya genius-yang-tersiksa itu. β¦
β
β
Robert Galbraith
β
Hidup ini adalah catatan kosong,yang akan kau torehkan dengan tinta pengetahuan.
β
β
Rohmatul Karimah R.
β
Kisah Majnun dan Laila bukanlah omong kosong, mereka nyata dalam cinta abadi yang paling murni, sebuah puisi indah yang tiada taranya
β
β
Sonny H. Sayangbati
β
Cantikβcantik kalau tidak punya etika, sama saja dengan nol puthul. Kosong! (Samuel)
β
β
Dian Nafi (Just in Love (Mayasmara, #5))
β
Pemberontakan
Omong kosong apa ini? Kita tidak berada di sini saat ini. Setidaknya, kita tidak berharap demikian. Berusaha keluar dari apa yang orang pikir tentang diri mereka sendiri. Semua kesia-siaan ini. Bumi yang kita pijak perlahan terbakar.
Apakah pernyataan serupa itu yang ingin engkau tulis? Engkau teriakkan? Apakah ini akan berakhir dengan sia-sia? Pemberontakan hasrat. Tak ada kesucian atau kebenaran yang setengah jadi.
Semua omong kosong itu adalah palsu. Kebencian yang di tanam orang dari ketidakpercayaan mereka sendiri. Pertentangan jiwa, pergumulan batin, atau apalah namanya. Kemana mereka akan pergi? Setelah bertahun - berabad menunggu. Apakah kita akan menemukan jalan atau selamanya bakal tersesat?
Terlalu lama kita tertidur dalam ilusi kegilaan ini. Angkara murka ini. Segala hal yang tak kita yakini kebenarannya. Semua orang mencari kebenaran mereka masing-masing. Saling acuh dan tak peduli.
Apakah kita merasa beruntung dengan kebodohan kita? Dengan segala kenaifan kita? Menerima semuanya tanpa sanggup melawan? Apakah kita telah dibutakan oleh realitas semu, yang tak menyentuh harkat hidup kita yang paling hakiki?
Kebenaran seperti apa yang masih kita perdebatkan? Kesejatian apa yang masih kita cari? Kalian yang berasa papa, yang masih terkungkung oleh penderitaan. Bangkitlah! Hiduplah! Angkatlah bebanmu sendiri! Sekiranya engkau belum mampu meringankan beban orang lain.
β
β
Titon Rahmawan
β
Yang lebih baik dari seribu omong kosong adalah satu kata yang membawa perdamaian
β
β
Buddha
β
Pikiran yang sedang belajar itu seperti ruang kosong yang siap diisi dengan perabot-perabot pengetahuan.
β
β
Ali bin Abi Thalib