Kolam Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Kolam. Here they are! All 9 of them:

tarbiyah; mengubah lumpur jadi jernih kolam mengubah kerikil jadi halus pasir mengubah hitam jadi bersih putih mengubah hutan jadi cantik taman mengubah hamba dunia jadi hamba Allah
Muzaf Ahmad (Jaulah Sampai Syurga)
Justeru, aku manusia jiwa ini tidak akan cukup dengan bulan, terisi di kolam. Aku ingin juga menatap bintang di tempat lain. (Dunia Ini Panjang, Jauh)
Rosli K. Matari (Matahari Itu Jauh)
Kaulah kolam kopi yang membuatku tak bisa terpejam, memikirkanmu sepanjang malam
Iwan Esjepe
Kompromi tidak akan membunuhmu, Mahoni. Kau tidak akan kehilangan jati dirimu hanya gara-gara mendesain kolam dengan pancuran air bertingkat.' 'Ya, aku tahu.' 'Sebaliknya kau bisa mewujudkan impian seseorang dengan kompromi. Itu sesuatu yang kita lakukan setiap saat tanpa sadar. Di rumah. Dengan keluarga kita.' 'Aku tidak punya keluarga, ingat?' Simon - Mahoni
Windry Ramadhina (Memori)
Orang tua patut belajar daripada kanak-kanak. Semalam cakap tak nak kawan, hari ini sama-sama masuk kolam tangkap haruan.
Sofuan Saadon
Jika umpanmu selalu habis dan belum ada ikan yang kau tarik, pindahlah. Mungkin kolam itu memang tidak ada ikannya
Suci B.Y.T. (Apakah Seperti ini Cinta itu Sendiri ? Sebuah Cerita pada Sepotong Kayu)
Yet, there is a Chennai that hasn’t changed and never will. Women still wake up at the crack of dawn and draw the kolam—the rice-flour design—outside their doorstep. Men don’t consider it old-fashioned to wear a dhoti, which is usually matched with a modest pair of Bata chappals. The day still begins with coffee and lunch ends with curd rice. Girls are sent to Carnatic music classes. The music festival continues to be held in the month of December. Tamarind rice is still a delicacy—and its preparation still an art form. It’s the marriage between tradition and transformation that makes Chennai unique. In a place like Delhi, you’ll have to hunt for tradition. In Kolkata, you’ll itch for transformation. Mumbai is only about transformation. It is Chennai alone that firmly holds its customs close to the chest, as if it were a box of priceless jewels handed down by ancestors, even as the city embraces change.
Bishwanath Ghosh (Tamarind City)
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, Telah meninggal dunia ibu, oma, nenek kami tercinta.... Requiescat in pace et in amore, Telah dipanggil ke rumah Bapa di surga, anak, cucu kami terkasih.... Dalam sehari, Bunda menerima dua kabar (duka cita / suka cita) sekaligus. Apakah kesedihan serupa cucuran air hujan yang jatuh dan mengusik keheningan kolam? Apakah kebahagiaan seperti sebuah syair yang mesti dipertanyakan mengapa ia digubah? Bagaimana kita mesti menjawab pertanyaan tentang kematian orang orang terdekat? Mengapa mereka pergi? Kemana mereka akan pergi? Memento mori, serupa nyala api dan ngengat yang terbakar. Seperti juga lilin yang padam, bunga yang layu, ranting yang kering, pohon yang meranggas. Mereka hanyalah sebuah pertanda, bahwa semua yang hidup pasti akan mati. Agar kita senantiasa teringat pada tempus fugit, bahwa waktu yang berlalu  tak akan pernah kembali. Ketika Bunda masih muda, sesungguhnya Bunda sudah tidak lagi muda, tak akan pernah bertambah muda, tak akan kembali muda. Waktu telah merenggut kemudaan kita pelan pelan. Ketuaan adalah sebuah keniscayaan, dan kematian adalah sebuah kepastian. Tak ada sesuatu pun yang abadi, Anakku. Ingatan tentang mati semestinya memberi kita pelajaran berharga. Jangan pernah menyia nyiakan waktu. Jangan hilang niat untuk bangkit dari ranjang. Jangan terlalu malas untuk bekerja. Jangan terlalu letih untuk menuntaskan hari. Jangan pernah lupa untuk berdoa. Jangan lalai untuk bersyukur. Jadikan hari ini sebagai milikmu. Ketika semua perkara seakan menggiring langkahmu pada kesulitan, kegagalan, ketidakpastian dan rasa sakit. Pikirkanlah siapa yang akan jadi malaikat pelindung dan penolongmu? Bagaimana engkau akan menemukan eudaimonia? Bagaimana engkau hendak memaknai hidup? Dalam sekejap mata hidup bisa berubah. Waktu berlalu dan ia tak akan pernah kembali. Gunakan kesempatan untuk bercermin pada permukaan air yang jernih. Tatap langsung kedalaman telaga yang balik menatap kepada dirimu. Abaikan rasa sakit dan penderitaan, sebab puncak gunung sudah membayang di depan mata dan terbit matahari akan menghangatkan kalbumu. Cuma dirimu yang punya kendali atas pikiran, hasrat dan nafsu, perasaan dan kesadaran inderawi, persepsi, naluri dan semua tindakanmu sendiri. Ketika kita mengingat kematian, kita tidak akan lagi merasa gentar. Sebab ia lembut, ia tak lagi menakutkan. Ia justru menuntaskan segala rasa sakit dan penderitaan. Ia pengejawantahan waktu yang berharga, kecantikan yang abadi, indahnya rasa syukur, dan kemuliaan di balik setiap ucapan terima kasih. Ia mengajarkan kita bagaimana menghargai kehidupan yang sesungguhnya. Ia membimbing kita menemukan pintu takdir kita sendiri. Apapun perubahan yang menghampiri dirimu. Ia adalah pintu rahasia yang menjanjikan kejutan yang tak akan pernah kamu sangka sangka. Yang terbaik adalah menerimanya sebagai berkat. Apa yang ada dalam dirimu adalah kekuatanmu. Engkau akan membuatnya berarti. Bagi mereka yang paham, takdir dan kematian adalah sebuah karunia, seperti juga kehidupan. Sesungguhnyalah kita ini milik Allah dan kepada-Nyalah kita akan kembali.
Titon Rahmawan
Buat apa pendidikan, aku bertanya .. Mengajarmu kenal yg agung, jawab gunung .. Agar kau tahu kekekalan, kata langit .. Bisa menikmati keindahan, tambah matahari .. Supaya tahu keburukan, seru hutan .. Paham pada diri sendiri, siul burung .. Dan bikin kau dinamis, bisik anggur .. Apa manfaatnya bagiku, aku bertanya .. Supaya pikiranmu jernih, ujar kolam .. Dan jiwamu berseru, tujuh teratas .. Aku tak paham juga mengapa mesti begitu ?? Supaya kau mencintai hidup, bentak pohon .. Tahu kebebasan dan keterbatasan, nasihat bulan .. Tak puas pada semua penjelasan itu, aku tidur .. Esok harinya aku bangun dan bertanya lgy .. Tapi, mengapa engkau tanya ?? Tanya jendela .. Untuk apa kau hidup ?? Desak udara .. Mengapa kau termangu ?? Hardik batu kali .. Kau ingin mati ya ?? Ejek bunga" .. Bagaimana aku bisa menjawab mereka ?? Bapak guru lama bisa bertanya-tanya .. :)
Renungan Bapak Guru