Kegembiraan Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Kegembiraan. Here they are! All 46 of them:

Berat hati kuakui, kesusahan, kegembiraan, ketika keduanya lewat bersamaan tanpa permisi, maka sensasinya sama.
Dee Lestari
Tak ada kegembiraan bagi setiap pencoba selain keberhasilan pada percobaan pertama yang dia lakukan.
Khrisna Pabichara (Sepatu Dahlan)
Kamu sering bertanya: Apakah kegembiraan hidup? Sebuah pesta? Sebotol bir? Sepotong musik jazz? Semangkok bakso? Sebait puisi? Sebatang rokok? Seorang istri? Ah ya, apakah kebahagiaan hidup? Selembar ijazah? Sebuah rumah? Sebuah mobil? Walkman? Ganja? Orgasme? Pacar? Kamu selalu bertanya bagaimana caranya menikmati hidup.
Seno Gumira Ajidarma (Matinya Seorang Penari Telanjang)
Ketawalah kalau itu boleh mendatangkan kegembiraan kepadamu
Imaen (Blues Retro)
Tuhanku Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah, Aku mohon pagi ini Engkau membesarkan hatiku, ...agar mudah kutampung harapanku bagi terjadinya keajaiban yang meneroboskan hidupku, untuk keluar dari kerata-rataan hidup, menuju hubungan yang indah dengan sesamaku, yang penuh kegembiraan dalam pekerjaan jujur yang saling menyejahterakan satu sama lain. Hari ini, ya Tuhanku, mudahkanlah tangan kami menyentuh rezeki.
Mario Teguh
Kakek dan nenek menjual limun yang ditempatkan di krat-krat kayu lapuk. Limun yang Sadam sukai berwarna ungu. Rasanya seperti ada kepiting-kepiting kecil mencubiti tenggorokanmu, disusul rasa kegembiraan—tiap kau meneguk limun-limun itu.
Bagus Dwi Hananto (Impromptu)
Glücklich ist einer, der sich bei Sonnenuntergang über dia aufgehenden Sterne freut. (Kebahagiaan adalah suatu perasaan, seperti kegembiraan menyambut hadirnya bintang-bintang manakala matahari terbenam) Terjemahan bebas: Disebut kebahagiaan bila kita masih dapat mensyukuri hal-hal kecil disaat segala kegemerlapan telah berlalu
Adalbert Ludwig Balling
Kegembiraan bukan datang dari apa yang kita suka sahaja, tetapi kita akan gembira bila boleh berkongsi sesuatu yang kita suka dengan orang yang kita sayang
Nisyah (Bawah Pohon Sena)
Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, Mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah.
Kahlil Gibran
Ketika aku menulis, aku menikmati setiap momen kegembiraan yang ada di dalamnya. Saat keran terbuka dan air mulai mengalir atau bahkan memancar dengan deras. Itu adalah momen momen terbaik yang paling aku sukai. Itu sebabnya aku tidak bisa berhenti menulis.
Titon Rahmawan
Aku tak bisa mengingkari apa yang aku rasa dan apa yang aku pikirkan. Persis seperti yang Scott bilang padaku, "Pada saat kamu menampilkan sisi dirimu yang paling rentan, saat itulah kelemahanmu muncul. Sudah aku bilang berkali kali, jangan bawa bawa perasaan. Saat kau menjadi Ajeng yang sensitif, naif dan bodoh kau kehilangan semua simpati dan pesonamu. Saat ada amarah, rasa kecewa, sedih, sakit hati yang datang menghampirimu, kamu bisa segera rasakan, bagaimana jiwamu terombang ambing oleh kelemahan. Orang akan melihatmu sebagai pribadi yang kontradiktif, yang tidak ramah dan tidak menyenangkan. Sehingga mudah sekali buat mereka melupakan Dee yang penuh energi vitalitas, keceriaan, kegembiraan, positif, kreatif, cantik, memesona, sensual, menggoda, ramah dan baik hati....
Titon Rahmawan
Karena doa yang lebih suci, ucapan terima kasih yang lebih menggelora daripada kegembiraan bisu jiwanya, tidak bisa diungkapkan dalam bahasa manusia.
Multatuli (Max Havelaar, or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company)
Aku tahu, tidak ada seorang pun yang akan merendahkanku. Tidak ada seorang pun yang melihatku tidak berharga. Seperti yang Scott ucapkan. Justru, karena aku berani menentukan pilihan, dan aku berani menyatakan sikap. Apa yang aku rasakan itulah yang terpenting. Aku tidak menggantungkan hidupku pada apa yang orang lain pikirkan. Siapa yang bisa merenggutkan kegembiraan itu dari diriku? Mereka hanya mungkin mengirikan kebahagiaanku dan cemburu pada keberuntunganku karena aku lebih dicintai. Walaupun menurut mereka aku tidak sepadan karena aku tidak berharta, tidak berpangkat dan tidak memiliki sesuatu yang pantas untuk aku banggakan. Mereka tahu, bukan semua itu yang membuatku lebih baik dan lebih berharga. Mengapa Tuhan membuat hidupku lebih bermakna, sebab aku tidak mengukur kebahagiaan dari apa yang aku miliki saat ini. Melainkan dari apa yang bisa aku berikan untuk orang lain. Dan tidak ada pemberian yang lebih berarti selain daripada cinta, perhatian dan kasih sayang itu sendiri.
Titon Rahmawan
Pesta Yunani, pesta kaum demokrat yang membuktikan betapa filsafat dan kegembiraan murni benar-benar adalah saudara sekandung, karena kedua-duanya lahir dari rahim keindahan, yang tiada lain ialah cahaya cerlang keteraturan dan kebenaran, yang telah dibuahi oleh benih segala yang baik, baik melulu, baik murni, baik manusiawi.
Y.B. Mangunwijaya (Burung-Burung Rantau)
Jangan beri aku apapun Meski itu perhatianmu Meski itu kasih sayangmu Meski itu air matamu Jangan beri aku kesedihanmu Jangan beri aku amarahmu Jangan beri aku dahagamu Jangan kau beri aku apapun Sebab masih kuorak langit demi menemukan seluruh jejak petilasanmu Bunda." Tapi Nak, bagaimana engkau bisa berucap serupa itu? Bukankah sudah aku beri engkau bunga? Sudah aku beri engkau matahari. Sudah aku beri engkau rumput dan dedaunan. Sudah aku beri engkau laut dan pasir pantai. Mengapa masih? Tak cukupkah kau cucup air susu dari sepiku? Kau kecap nyeri dari lukaku, sebagaimana dulu kau terakan kebahagiaan di bawah perutku serupa goresan pisau yang menyambut kehadiranmu. Betapa semuanya masih. Aku berikan lagi engkau api, aku berikan lagi engkau pagi, aku berikan lagi engkau nyanyi tualang dari hatiku yang engkau tahu menyimpan sejuta kekhawatiran. Bagaimana engkau masih berucap serupa itu? Aku masih berikan engkau suar hingga separuh umurku. Aku berikan engkau tawa dari separuh mautku. Aku berikan engkau kekal ingatan dan sekaligus mimpi abadi. Aku beri semuanya, walau itu cuma sekotak bekal sederhana yang semoga engkau terima untuk mengganjal rasa laparmu. Betapa aku selalu ingin ada untukmu, Nak. Sebab cuma satu permintaanku tak lebih. Ijinkan aku jadi teman seperjalananmu, sahabat di waktu gundahmu, pembawa kegembiraan di kala senggangmu. Sebagaimana dulu kutimang dirimu dan kunina bobokkan engkau di pangkuanku. Ijinkan aku jadi roti yang mengenyangkan laparmu, pelipur hati di kala sesakmu, panasea ketika kau sakit. Bukankah aku ada ketika kau belajar berdiri dan aku di sana saat kau jatuh? Aku setia menungguimu saat kau berlari mengejar bulan dan matahari. Dan sekalipun waktu merambatiku dengan galur usia, hingga mungkin aku tak lagi mampu berdiri tegap seperti dulu. Aku tak akan pernah menyerah padamu Nak. Tidak, Bunda tak akan pernah menyerah. Sebab bagiku, cukuplah dirimu sebatas dirimu saja. Akan tetapi, sanggupkah kau cukupkan dirimu dengan semua kebanggaan? Cukupkan dirimu dengan apa yang engkau punya. Cukupkan dirimu dengan semua doa doa yang tak henti kutitikkan dari sudut hatiku yang semoga jadi asa yang paling surga. Surgamu Nak. Walau kutahu itu akan mengusik nyenyak tidurmu. Walau itu akan menambah resah waktu kerjamu. Sebab kutahu seberapa keras engkau berjuang. Pada setiap tetes keringat yang engkau cucurkan mana kala engkau harus berlari mengejar bus yang datang menjemput. Manakala pikiranmu tak bisa lepas dari layar lap topmu yang tak henti berkedip. Manakala pagi datang dan sibuk pekerjaan hadir serupa hujan tak kunjung usai mendera. Cukupkan dirimu dengan cinta Bunda Nak. Sekalipun nanti, tak ada lagi ucapan nyinyir bergulir dari bibir Bunda yang mulai keriput ini. Yakinlah, pintu rumah hati Bunda akan selalu terbuka buatmu, kapan pun engkau ingin pulang.
Titon Rahmawan
Bahkan tentu saja, ia juga bisa merasa bebas untuk ngapain saja di depan laki laki yang ia sukai. Ia bisa dengan suka hati menari nari sambil mendengarkan musik dangdut, lalu melepas pakaiannya satu persatu. Setelah itu ia akan menggonggong sambil menggoyang goyangkan pantatnya. Seperti anjing yang kesenangan menggoyang goyang ekornya. Dan tentu saja, ia melakukan hal itu tidak cuma sekali dua. Ia hampir melakukannya saban malam di mana ia merasa dapat menemukan kegembiraan dengan cara mempertontonkan dirinya sendiri. Katanya sambil tertawa cekikikan, "Saatnya untuk pertunjukan.
Titon Rahmawan - Kisah Tentang Kawanan Anjing
Saat sawah sudah panen dan longsongan padi ditinggalkan begitu saja hingga menggunung, kita semua akan segera menyambutnya dengan gembira. Mencari kadal rumput di belukar sisa panen itu. Atau sekadar mengamatinya sebagai gunung ajaib yang mesti kita lindungi beberapa saat sebagai bagian dari kegembiraan. Sungguh riang tak kenal waktu. Aku, Dodo, Danil, Rudy dan engkau— bersama-sama membuka cahaya kebahagiaan dari senja sore. Bukan tidak ada yang berarti di sana. Di senja itu, makna bisa kita temukan. Waktu yang dipanggil cuit burung di atas langit, menandakan petang datang. Permainan mesti usai sejenak dan disambung selepas magrib. Kawan-kawan meggamit setang sepeda masingmasing; menuntunnya keluar pematang dan pelan mengayun pedal. Langit oranye di belakang mereka memancarkan kehangatan sore.
Bagus Dwi Hananto (Lintasan Waktu)
Kebahagiaan, tidak terhad kepada kegembiraan. Pada kebungkaman, ada hawa cinta Tuhan datang menghembus. Getir dalam redha Allah adalah tanda Allah tidak pernah mengenepikan cinta pada hambaNya, tanda Dia ingat pada kita.
SYL
Ini bukanlah tentang dua orang yang berbeda dan berpikir dengan cara yang sama. Ini tentang dua orang yang berbeda, berpikir dengan cara yang berbeda namun bisa saling menerima perbedaan itu. Sediakanlah ruang yang nyaman untuk kebersamaan. Namun sediakan juga ruang pribadi, di mana kalian masing masing bisa menyendiri. Ada kalanya kalian bisa menyanyi, menari dan bergembira bersama. Membangun kesesuaian lewat musik yang mendatangkan kegembiraan. Tidak harus berangkat dari selera yang sama. Jadikan musik sarana untuk mewarnai hidup kalian. Bukan tentang jenis musiknya, tapi tentang bagaimana musik itu memberi arti bagi keberadaan kalian. Demi esensi dari musik itu sendiri untuk menciptakan ketenangan hati, menumbuhkan gagasan, membangun semangat, dan mendatangkan kegembiraan. Demikian cinta tumbuh di dalam hati yang terlahir dari gairah akan musik. Keluarga itu adalah musik yang menyatukan hati dan pikiran. Ia mencerahkan. Gairah yang tak membelenggu. Tak mengikat hati kalian dengan aturan aturan yang kolot dan kaku. Jadikan musik itu sebagai hadiah yang indah bagi pasangan kalian. Esensinya adalah memberi dan tidak menuntut, tulus dan tak punya pamrih, ikhlas dan tidak memaksa. Ia memberimu ruang untuk terbang dengan bebas dan leluasa. Tidak memenjarakanmu dengan gagasan dan ide ide sendiri. Tidak mengungkungmu dalam kebebalan hasrat dan kecemburuan yang membabi buta, atau dalam sikap posesif dan egoisme sempit. Ia memberimu tempat untuk bertumbuh, ruang untuk bercermin dan menjadikan seluruh waktumu berharga. Sehingga dengan demikian hidup kalian menjadi lebih berarti dan tidak ada kebersamaan yang sia sia.
Titon Rahmawan
Seperti kau tahu Nak, langit akan menjatuhkan banyak sekali kejadian dan peristiwa, sebagian untuk diingat dan sebagian lagi untuk dilupakan. Ada yang baik dan ada pula yang tak baik. Ada yang menyenangkan ada pula yang tidak menyenangkan. Bisa jadi, mereka akan menyapamu dengan tawa dan kegembiraan. Persis seperti setumpukan lego yang engkau mainkan waktu engkau masih kecil dulu. Setiap sentuhanmu akan mengubah potongan kardus dan balok balok kecil itu menjadi istana, menjadi benteng, menjadi menara, menjadi masjid dan juga gereja. Bukankah tidak ada kegembiraan yang melebihi kegembiraan serupa itu, Nak? Tapi tak setiap sentuhan akan menghasilkan keajaiban keajaiban kecil serupa itu. Ada berapa banyak jejak yang sudah lama kau tinggalkan di halaman rumah? Berbulan bulan Bunda mesti menunggu langkah pertamamu. Ada kecemasan dan kekhawatiran saat mengusap dahimu yang berkeringat. Seperti doa yang belum didengar Tuhan meski Bunda tahu, Ia hanya ingin Bunda belajar bersabar. Mirip dengan sebuah kisah dari Rusia tentang seorang pria yang terpenjara, seorang penunggang nasib celaka yang menunggu waktu kapan ia hendak dibebaskan. Mungkin kesabaran memang harus diuji dengan cara serupa itu, meski sebenarnya ia tidak bersalah. Keajaiban tidak selalu terjadi dalam waktu satu atau dua hari, tapi mungkin butuh waktu bertahun tahun lamanya. Jadi demikianlah Nak, Ia sungguh Maha Tahu tapi Ia sengaja menunggu waktu yang tepat. Banyak orang akan berlalu lalang di hadapanmu, membiarkan diri mereka tenggelam dalam kesibukan. Lupa, bahwa ada yang lebih berharga dari kesibukan itu sendiri. Kamu mungkin akan demikian juga. Bergegas setiap pagi menjemput waktu. Berkeras memaknai kata kerja. Tak punya waktu lagi untuk kesibukan lain seperti mencuci, memasak  mie instan atau sekedar minum teh. Tak terbayangkan betapa sibuknya Tuhan saat ini, Ia mesti melihat, mendengar dan melakukan apa saja. Namun bukankah Ia masih menyempatkan diri untuk mencintai dan melakukan hal hal yang sederhana. Seperti bermain dengan burung burung di taman, atau menemani rumput rumput yang tidur rebahan di pinggir sungai. Ia masih suka mendengar orang menyanyikan lagu pujian di gereja atau menyimak santri santri yang sedang mengaji di musala. Ia tetap membiarkan dirinya sibuk, tapi tak pernah melupakan kegembiraan. Ia selalu menambahkan makna baru pada kata sifat dan juga kata kerja. Rutinitas mungkin hanya sebuah kebiasaan, ia menjebak kita dengan sebuah pola yang sama. Jadilah seperti apa yang engkau mau, tapi jangan pernah lupa untuk membuat dirimu sendiri bahagia.
Titon Rahmawan
Aku merasa beruntung karena aku lahir dan tumbuh dalam situasi di mana aku tidak selalu dapat memiliki apa yang aku inginkan. Aku memang tidak punya fasilitas yang istimewa tetapi aku memiliki orang tua yang luar biasa yang siap  mendukungku kapan saja. Aku merasa beruntung karena aku memiliki masa kanak kanak yang penuh warna dan penuh kegembiraan meski tidak diliputi kemewahan. Aku merasa beruntung karena aku dipaksa belajar giat untuk mencapai semua cita cita dan harapanku. Aku sungguh beruntung karena diajar oleh guru guru yang hebat dan penuh pengabdian. Aku sangat beruntung karena aku harus jatuh berkali kali sebelum aku sanggup berdiri. Aku sungguh beruntung karena aku pernah mengalami masa masa di mana orang tidak mengenal komputer,  tehnologi modern, gadget, media sosial dan juga internet tapi aku tetap baik baik saja. Aku betul betul beruntung karena aku telah mengalami berbagai kesulitan di dalam hidup namun aku tidak pernah menyerah. Aku memang beruntung meskipun aku pernah gagal total dalam banyak hal namun aku tidak dibiarkan sendirian menjalaninya. Aku memang beruntung karena dikaruniai banyak teman dan dari mereka aku belajar banyak tentang arti persahabatan. Aku sangat beruntung karena aku punya kawan sejati yang siap menghibur hatiku dikala aku sendiri dan kesepian. Aku sungguh beruntung karena aku tidak menyia nyiakan waktu dan membiarkan hidupku berjalan tanpa tujuan. Aku luar biasa beruntung karena aku memiliki keluarga yang saling perduli, yang penuh dengan cinta, perhatian dan kasih sayang. Aku sangat beruntung karena aku punya waktu untuk mensyukuri semua nikmat yang sudah Tuhan berikan kepada diriku hingga detik ini.
Titon Rahmawan
Kau tahu, aku masih mencari kebahagiaan untuk diriku sendiri dan barangkali untuk kita, Kay. Tapi tidak seperti kegembiraan yang pernah engkau miliki, kalau itu yang engkau mau. Kebahagiaan semestinya bukanlah cuma angan angan belaka. Bukankah selama ini, dia hanyalah hantu yang membayangi semua langkah kita? Lagu sendu yang entah mengapa masih setia engkau dengarkan. Lagu yang sama yang kau putar berulang kali di tengah riuh rendah umpatan dan juga makian. Mereka hanya ingin melucuti kehormatan dan harga dirimu Kay. Mereka tak pernah sungguh sungguh mencintaimu. Mereka hanyalah dering uang receh yang tak kurang bejatnya dari dunia ini. Akan tetapi, inilah dunia yang kita kenal. Dunia yang sepenuh hati ingin kita ingkari. Tentu saja, aku tak akan menghujat kebahagiaan semu semacam itu Kay. Aku cuma tak ingin melihatmu menderita. Walau, setiap malam yang mesti kita lalui hanyalah mimpi yang menjijikkan. Mimpi yang tak akan pernah mengijinkan diriku untuk mencintaimu dengan apa adanya. Siapa pun engkau. Apa pun anggapan orang tentang dirimu, Kay. Aku tak perduli kalau pun engkau lonte atau sundal sekalipun. Aku hanya perduli pada apa yang engkau pikirkan atas dirimu sendiri. Pada apa yang engkau rasakan. Sekalipun engkau cuma sepotong rembulan sungsang dan aku bulbul tak tahu diri. Untuk sekali ini saja katakan padaku, apakah engkau mencintaiku? Apakah kau sungguh sungguh mencintaiku, Kay?
Titon Rahmawan
Baiklah anakku, marilah coba kita berpikir. Bagaimana mungkin kamu menolak dan menyangkal dirimu sendiri? Rasa lapar itu, hasrat dan keinginan itu. Bagaimana kamu hendak menafikannya, atau berpura pura menganggapnya tak ada? Bagaimana kamu bisa menolak kesenangan dan kepuasan serta menganggapnya sebagai bagian yang terpisah dari nilai nilai kemanusiaan itu sendiri? Tak bisa kita pungkiri, bahwa bersenang senang adalah kodrat naluriah manusia. Di mana segala sesuatu yang hadir di dunia ini diciptakan dengan sebuah tujuan. Sebab, bila kesenangan itu hadir bukan sebagai buah dari kebaikan Hati Tuhan, lalu bagaimana kita tahu, bahwa  penderitaan seorang petarak, kesengsaraan para pelaku asketis, perjuangan mengatasi rasa lapar bagi orang orang yang berpuasa adalah juga buah dari kebaikan hati Tuhan? Bagaimana para praktisi asketisme dalam berbagai keyakinan ini bisa dengan sengaja menampik kenikmatan duniawi? Membiarkan hidupnya dikuasai penderitaan lahiriah dengan menjalani gaya hidup berpantang, berpuasa tanpa kenal waktu, bahkan ada yang menyiksa dirinya sendiri demi mengejar penebusan dosa, keselamatan akhirat dan sekaligus pencapaian rohani. Kalaupun para pelaku asketisme ini meyakini, bahwa tindakan mereka itu didasari oleh sebuah pandangan; penderitaan adalah wujud perjalanan menuju transformasi rohani. Di mana rasa lapar itulah kenyang yang sesungguhnya, kesederhanaan adalah tanda berkecukupan, kebahagiaan sejati ada dan tinggal di dalam diri, dan berkekurangan adalah bentuk nyata dari berkelimpahan yang sebenarnya. Lalu, bagaimana kesenangan dan kenikmatan bisa dijadikan batu uji untuk menilai keimanan seseorang? Apakah kesenangan surgawi harus dibayar dengan penderitaan atas dunia? Dan sebaliknya, apakah kesenangan dunia akan menjadi antitesis bagi kesenangan surgawi? Bila kesenangan surgawi itu setara dengan lautan susu dan madu, serta kehadiran para bidadari nan cantik sebagai sumber kesenangan dan kebahagiaan kita. Lalu apa bedanya kesenangan duniawi dan kesenangan surgawi? Bukankah surga itu tempat yang konon penuh dengan kenikmatan dan kesenangan? Jadi, bagaimana laku tirakat bisa dijadikan cerminan bentuk ketaatan kita kepada Tuhan, sementara hati manusia masih terikat pada dunia? Sementara di dalam hatinya, manusia masih saja menyimpan benih benih kecacatan di dalam dirinya sendiri. Mengapa orang harus berpura pura saleh dan seolah wajib menjaga tindak-tanduknya di muka umum demi nilai nilai kebenaran dan kemuliaan yang ia yakini? Namun di sisi lain, ia tidak dapat menepiskan hasrat kecemaran di dalam pikirannya?  Bagaimana manusia dapat membuang yang satu untuk mendapatkan yang lain? Bagaimana yang palsu adalah juga yang asli, dan kepura-puraan jadi kebenaran yang hakiki? Bukankah itu sebuah hal yang kontradiktif dan saling bertolak belakang? Bagiku, ini bukan semata-mata soal kesenangan. Bagaimana kita bisa menolak anugerah yang seindah ini? Salah satu puncak dari kepuasan ragawi yang pantas kita syukuri adalah karena Tuhan memberikan kita anugerah untuk bisa merasakan semua itu. Mengapa Tuhan bersusah payah memberi manusia kesenangan hanya untuk menjadikan itu sebagai batu ujian atas keimanannya? Bukankah rencana Tuhan selalu baik dan indah? Bukankah rencana Tuhan selalu menyenangkan? Dan hanya kitalah yang tidak tahu apa artinya bersyukur. Tuhan ingin manusia menyenangkan diri. Sebab percayalah, tak ada satu hal pun yang tercipta tanpa melekat suatu maksud di dalamnya. Dan semestinyalah kita manusia menerima hal itu dengan penuh rasa  syukur, terlebih atas semua nikmat yang teramat sangat luar biasa ini. Karena keindahan semestinya mendatangkan kegembiraan, dan kegembiraan mendatangkan rasa syukur. Jadi bagaimana kita bisa mendustakan kenikmatan serupa itu?
Titon Rahmawan
Pada keramaian pasar pagi itu aku menemukan sepasang sepatu yang mewakili kegembiraanmu. Bagaimana dirimu bermalih malih rupa dan berganti ganti warna seolah hendak mengubah  dunia. Membagi bagi berkat di atas semua barang dagangan yang tergelar di atas trotoar. Semua tak terkecuali, pada angkot kuning yang melintas di jalan, atau pada penjaja mainan yang mengharap iba darimu. Tetapi engkau bahkan memberi lebih dari apa yang mereka pinta. Sebab pada bendera putih yang engkau kibarkan mereka telanjur jatuh cinta. Di sanalah engkau menunjukkan arti kata murah hati, entah untuk yang ke berapa kali. Memulas kuning biru pada anting yang kausematkan di telingamu. Melukis bunga melati pada jaket merah yang engkau kenakan, dan memberi sebuah ciuman pada bangku warna pelangi yang engkau duduki. Semua seperti menemukan arti baru yang bisa menerjemahkan fungsi kata dalam cara yang berbeda. Sebagaimana aku temukan serundai pada nasi liwet yang kausantap dengan nikmatnya. Dan naim pada segelas teh hangat yang kauminum. Menjadikan hari Ini tidaklah lazim seperti hari minggu yang lainnya. Ada kegembiraan kausematkan di hatimu dan senyum ceria kauoleskan di bibirmu. Sempat kudengar kau mengucap kata atau barangkali doa, yang terdengar menyerupai mantra yang dibacakan para pendeta ketika penobatan sang raja. Tapi sungguh, baru kali ini kulihat kaubersenang senang seperti bakal tak ada hari yang lain lagi. Walau sebenarnya, pada bendera segitiga yang tak kausembunyikan dari semua mata yang memerhatikanmu itulah hati kami tertambat. Pada warna putih yang membuatnya kian istimewa. Putih metah yang gampang diingat dan tak akan mudah dilupakan. Seolah kaupercaya, warna itu adalah warna yang akan disukai oleh banyak orang.  Seperti awan yang kepadanya kita menggantungkan harap, bahwa hari itu akan menjadi hari yang cerah senantiasa. Tiada hujan yang akan mengubah momen momen yang menyenangkan. Tak juga sengat mentari, akan mengurangi kebahagiaan yang sudah kautebar sepanjang hari.
Titon Rahmawan
Selalu ada cara lain untuk menafsirkan kebahagiaan," begitu katamu. Seperti mengisi kanvas yang kosong dengan kepenuhan imajinasi, dan membiarkan khayalan bergerak serupa gambar yang hidup di dalam pikiran. Seperti menemukan sebuah kata yang tepat untuk mengawali sebuah puisi. Selalu ada euforia serupa itu yang ingin kau ciptakan dari gairah dan riuh rendah suara bising yang terdengar di dalam benak semua orang. Sudah lama aku curiga, kau bisa menebak apa yang orang lain inginkan hanya dengan membaca gelagat dan ekspresi wajah mereka. Mencoba membuktikan, bahwa waktu tidak cuma menciptakan kekacauan dan kegaduhan. Ia bisa juga menghadirkan semacam kegembiraan walau mungkin semu. Seperti kisah tentang bunga mawar yang tumbuh di tepi jalan yang pernah aku ceritakan kepadamu. Tapi tak semua orang mau menerima realitas seperti itu. Mereka selalu menemukan cara untuk menilai orang lain dengan caranya sendiri. Kebanyakan orang terlalu sibuk dengan kerumitan pikiran yang hilir mudik setiap hari. Mereka tak menghiraukan hal lain selain kepuasan diri. Mereka tak pernah mau mengerti, bahwa kegembiraan kecil tidak selalu harus dimulai dari diri sendiri. Ini seperti melihat dunia dengan sebuah kaca pembesar. Dunia yang retak dan jauh dari kata sempurna. Dunia yang sering absurd dan kadang membingungkan. Tapi kita tidak punya hak untuk mencemooh orang lain dengan cara konyol seperti itu. Dunia yang kita kenal sudah terlampau sering membiarkan orang membuat penilaian lewat satu satunya pandangan dari apa yang ingin mereka percayai. Tak bisa membedakan api dari asap, panas, nyala dan cahaya yang dihasilkannya. Bukankah satu satunya hal yang bisa kita yakini di dunia yang centang perenang ini adalah sebuah kemustahilan? Akan tetapi, bagaimana kita bisa melihat dunia dengan kacamata ambiguitas? Ketika kita menyadari, bahwa realitas tak lebih dari sebuah fatamorgana. Dan ilusi, adalah kenyataan hidup kita sehari hari. Bagaimana kita bisa menyandarkan diri pada sebuah asumsi untuk mampu mencerna apa yang sesungguhnya tidak kita ketahui? Bagaimana kita bisa memastikan, apa yang tidak pernah kita pahami sebagai buah dari pohon pengetahuan? Bahwa kebaikan dan keburukan adalah hasrat yang terlahir dari rasa ingin tahu manusia. Hanya saja, pikiran kita ingin menelan semuanya sendirian. Kerakusan yang membuat manusia kerasukan oleh ego dan ambisi yang membutakan dirinya sendiri. Kerasukan yang pada akhirnya . menciptakan kerusakan. Apa yang bisa memenuhi diri kita dengan pengetahuan yang serba sedikit tentang makna kebenaran yang kita cari selama ini? Bagaimana kita mampu mengidentifikasi kebenaran yang tidak pernah kita kenal? Bukankah tuhan tak mungkin hadir dalam setitik keraguanmu? Apa yang tidak engkau pahami sebagai sebuah paradoks, tidak punya nilai apa pun dibanding dengan kegamangan dan kebodohan dirimu sendiri. Sementara kita masih saja jumawa, dengan kepala dipenuhi oleh hasrat dan juga kesombongan. Dan terus menerus melahirkan ilusi ilusi semu dari pikiran pikiran hampa yang hanya akan mengelabui manusia dengan kepalsuan sejarah. Sejarah yang diam diam kita rekayasa sendiri. Sejarah yang tidak pernah mengenal makna kesejatian. Sejarah yang mengubur peradaban manusia dengan semacam orgasme palsu, yang anehnya terlanjur kita dewa dewakan sebagai satu satunya kebenaran.
Titon Rahmawan
Lewat membaca kita bisa bersentuhan dengan seluruh pengalaman manusia: kegembiraan, tragedi, kemenangan, kekalahan, kepahlawanan, dan bahkan keberadaan manusia yang paling dasar, yang paling sepele, dan yang paling biasa-biasa saja.
Desi Anwar
Masih adakah lagu yang ingin kau nyanyikan untukku, seperti desah suara angin yang sejuk dan membuatku terlena. Jemari tangan embun yang basah menari nari di atas rambutmu. Dan celoteh riangnya bergema di sela sela rerumputan jauh hingga ke tengah perkebunan tebu. Sudah lama sekali rasanya kuingat kembali perasaan serupa itu. Seperti melupakan himpitan kemarau berdebu yang terlanjur menenggelamkan kita pada pecah tanah rengkah. Melumatkan perasaan perasaan yang dulu pernah membuat kita berdua mengecap rasa bahagia dalam sebongkah batok kelapa. Ingin mengingat kembali manis perjalanan, bahwa kita tidak pernah sendirian. Bagiku, suaramu masih seperti dulu. Serupa ricik air dingin yang mengalir dari belik di perbukitan. Kicauan burung yang menghampiriku seperti desau angin yang berhembus dari hutan menerabas pokok pohon sengon dan dedaunan jati. Menyentuh seluruh pori pori tubuhku dengan kenangan dan kerinduan menyibak selimut mimpi yang merebak saat subuh dini hari. Seperti hangat mentari yang turun ke bilik pemandian. Bening air sendang memeluk sepenuh tubuhku dengan cinta yang selamanya mengalir. Membawa kesenangan kecil, kegembiraan sederhana. Perasaan yang aku tahu, tak akan pernah pergi meninggalkan diriku.
Titon Rahmawan
1. Bila kau kira aku hanyalah kembang telang penggoda, alih-alih karena rupaku yang menyerupai farji perempuan, maka engkau adalah sapi yang dibawa orang ke tempat penjagalan. Sebab tidaklah pantas sebuah kehormatan dipertaruhkan untuk pikiran pikiran kotor yang tersembunyi dan hasrat rendah yang tidak kita kenali. Ingatlah selalu, aku bukanlah candu pemuas nafsumu. Aku bukanlah tanaman yang merambat di pagar untuk menarik perhatianmu. Bukan pula ranting pohon yang masuk pekarangan rumah orang untuk dipatahkan. Karena aku tidak pernah menunggu untuk menyatakan pikiran dan perasaanku. Tidak seperti dirimu, aku bukanlah merpati pemalu atau kupu-kupu biru biasa, wahai engkau kumbang tahi yang tak tahu diri. Sebab ungu warna kembangku bukanlah warna janda, melainkan purpura violeta yang bermakna anggun, loyal dan mulia. Jiwaku yang sesungguhnya adalah representasi kekuatan energi, ambisi, kekayaan dan kemewahan. Aku adalah perwujudan perasaan romantis, kegembiraan, kebahagiaan dan sekaligus nostalgia, kecintaan akan masa lalu. Sebagaimana adanya diriku yang kontradiktif, para pemujaku melihat kecantikanku nyaris sempurna belaka. Walau bagimu, aku hanyalah serupa pantulan bayangan di cermin yang  menghadirkan misteri, angan-angan, khayalan, imajinasi, dan barangkali juga mimpi. Sekiranya malaiku berpadu dengan semburat kekuningan dari seludang milikmu, maka itu tidaklah menyiratkan penaklukan, kepatuhan atau apapun jua selain hanyalah simbol kefanaan semata. Sebab aku tidaklah diciptakan untuk menjatuhkan harga dirimu atau meruntuhkan imanmu, melainkan menjadi sumber kebahagiaanmu. Pada hijau pupus tangkai bungaku aku gantungkan seluruh pesona yang akan menjadikan diriku berharga di matamu atau di hadapan para pengagumku. Sekalipun di antara para seteruku mereka menganggap diriku hanyalah kembang jalanan yang tiada indah berseri, layaknya najis celaka yang patut dibuang tanpa mesti bertanya mengapa. Akan tetapi, aku tak hendak bersimpati pada pikiran yang tak mungkin engkau pahami. Sebab bukanlah pada hasratku akan keindahan aku bertahan, melainkan hanya pada sifat kebaikan alami yang akan menjadikan diriku berharga. Sebagaimana aku menjadikan diriku sendiri berarti.
Titon Rahmawan
2. Coba larutkan aku dalam segelas malam-mu, maka ungu wajahku akan bermalih rupa menjadi biru cerah yang berasa nikmat dalam seduhan setetes air lemon dan sebongkah gula batu. Aku akan mengubah pagimu menjadi sumber energi, kesegaran, kesehatan dan umur panjang seiring terbitnya matahari. Parfum yang aku kenakan di tubuhku memang tidaklah seharum mawar atau melati. Dan rupaku tak juga seelok kenanga atau cempaka. Tapi hasrat yang tak terkendali itu, yang aku simpan rapat-rapat sebagai sebuah rahasia yang sengaja aku sembunyikan dari dunia bakal jadi milikmu selamanya. Akan tetapi, aku bukanlah gelas kosong yang minta diisi. Namun sebaliknya, terimalah pemberianku ini; setiap tetes mukjizat kepenuhan yang datang daripadaku ini adalah perwujudan hati yang bersih dan juga ikhlas. Aku akan selalu hadir dalam setiap momen kegembiraan dan kebahagiaanmu. Sebab, violet warnaku yang rupawan akan turut menghias wajah pengantinmu dan pemulas gaun adi busana yang ia kenakan. Agar penampilannya jadi kian sempurna, bersanding dengan tuxedo mewah yang engkau pakai. Tak akan aku lewatkan setiap kesempatan untuk menghias kue ulang tahunmu atau menjadi puding pemanis sajian makanan di atas meja perjamuan di mana kau undang para selebriti dan artis papan atas dunia. Bukan karena mereka hadir untuk mengambil flavonol, glikosida, antioksidan, peptida, dan amylase daripadaku. Maka kau akan mengerti betapa, bila kau minum aku di pagi hari sebagai larutan teh atau kau hidangkan aku sebagai salad atau sayuran di atas pinggan yang cantik itu aku dapat melipur dukamu, membantu mengobati rasa lelahmu, menambah daya ingat dan vitalitasmu, menghilangkan kesesakanmu, meredakan amarahmu dan mengatasi kekhawatiranmu. Tetapi orang melihatku hanya sebagai tanaman liar belaka, sebab aku biasa tumbuh di mana pun yang aku mau, entah di hatimu atau di dalam pikiran orang-orang lain. Dan oleh karena itulah  mengapa, aku menjadi sangat populer di antara para pecinta, penggemar, dan para pembenciku sekaligus. Di tengah-tengah dunia, yang sesungguhnya terasa betapa sangat menyedihkan.
Titon Rahmawan
Engkau pikir, aku akan memberimu sebuah ciuman untuk kegembiraan yang tak sepenuhnya ikhlas kau berikan. Padahal pada setiap helai daun itu aku telah memasang mata sekadar untuk mencuri lihat apa yang akan engkau lakukan. Walau kau tak sepenuhnya mengerti, berapa banyak kamera yang sengaja aku pasang di sini. Itu sebabnya tak akan mudah bagimu untuk menaklukkan diriku dengan cumbu rayuanmu. Sekalipun dengan kesabaran dan ketekunan yang boleh jadi membuatmu telah memenangkan banyak pertempuran. Sesungguhnya engkau hanya mengambil secebis kenikmatan dari lidahku, dan  bukanlah seluruh kehormatan yang aku pertaruhkan, sebagaimana yang engkau persangkakan. Sebab aku hanya mengorbankan sebuah bidak demi untuk merebut bentengmu. Bukan untuk sebuah permufakatan palsu, melainkan untuk memisahkan bara dari api. Untuk mengaduk gelas tanpa membuat airnya tumpah. Ternyata, lidahmu hanyalah merah kesumba dan tak ada satu pun senjata yang kau miliki yang mampu melukai dagingku. Sebab pisaumu majal belaka dan tak cukup tajam bahkan untuk mengerat karet gelang pengikat rambutku atau memutus tali dasterku. Sekalipun aku sengaja mengenakannya hanya untuk menyenangkan dirimu. Tapi hanya pada tubuh yang tumbuh dalam mimpimu sajalah aku berbaik hati untuk hadir berkali kali, sekalipun engkau berharap itu akan jadi milikmu sementara atau selamanya. Tidakkah selama ini engkau sadari, bahwa aku bukanlah aku yang biasa engkau lihat berbelanja telur, beras atau gula pada tukang sayur yang mangkal di depan rumahmu. Atau babu yang pura pura sibuk mencabut rumput dan menyapu halaman hanya untuk memancing perhatianmu? Walau, sekali memang pernah kubuka pintu hanya untuk mengelabuimu. Untuk mengetahui seberapa tangguh kuda yang hendak aku tunggangi. Tapi bentengmu ternyata tak seperkasa yang aku duga. Lubukku bahkan masih jauh lebih dalam dari tenggorokanmu dan tali pancingku jauh lebih liat dari urat lehermu. Dan ketahuilah, aku bukanlah kekasih gelapmu atau budak cintamu, melainkan musuh sejatimu. Ratu hitam yang akan selalu membayang bayangi langkahmu di atas petak, di mana kau susun bidak bidakmu dalam formasi pembukaan gambit menteri, yang sudah aku hapal di luar kepala. Namun aku juga mengenali semua variasi yang ingin engkau mainkan.  Sebab ada banyak kemungkinan untuk mengantisipasi semua tipu muslihatmu yang sudah kedaluwarsa itu; dari pertahanan Slavia hingga Kontragambit Albin. Dari Pertahanan Baltik hingga pertahanan Chigorin. Dan hahaha... engkau bukanlah raja yang mesti aku junjung dan aku bukanlah kawula yang dapat engkau perintah. Sebagaimana aku selalu mematahkan keinginanmu untuk memangkas dahan dari pohon mangga yang berbatasan di antara rumah kita. Mengusir ular jenaka berkaki tiga yang diam diam menyelinap ke kamar mandi atau memperbaiki kabel listrik yang tiba tiba korsleting. Tak ada cukup alasan bagiku untuk mengerik punggungmu yang masuk angin atau memintamu mengurut pinggangku yang keseleo. Tetapi hanya sepasang mata yang sudah tak awas lagi, dan barangkali gigi yang mulai tanggal yang akan terus menjauhkan dirimu dari satu satunya kemenangan yang engkau impi-impikan. Selama engkau tak bersedia berfoto selfie bersamaku, dan mengabadikan semua luka yang kita sandang dari pertempuran yang tak kunjung usai ini, maka aku tak akan pernah lagi mengijinkan dirimu untuk mengisap putih darahku dari bagian tubuhku yang tersembunyi. Sebagaimana aku telah menetak lehermu berkali kali dan mengusir mambang dari pohon sialang, agar aku bisa menumbai madu dari sarang tawon milikmu yang konon katamu lebih nikmat dari air surgawi.
Titon Rahmawan
Ia tak menjual apa-apa selain celoteh riangnya. Sebongkah kegembiraan dalam setiap toples bening serupa danau di dalam mata seorang bocah. Kebahagiaan warna-warni yang seakan membawa aneka cita rasanya sendiri. Dan kita cuma bisa menduga-duga, seberapa manis atau asin atau asam rasanya di lidah. Tak ada sederet angka rupiah tertera di permukaan toples itu. Sehingga kita hanya bisa menerka-nerka, berapa harga dari setiap butir kenang - kenangan yang mampu kita beli.
Titon Rahmawan
Jangan bicara tentang kesucian padaku, sebagaimana cinta yang kauelu-elukan bakal abadi. Sebab tak ada cinta yang serupa itu di sini, di atas papan pertempuran ini. Sang raja tak menitahkan sang menteri untuk takluk melainkan sembunyi dari rasa jerinya sendiri. Sebab, pion-pion itu terlalu tergesa untuk mengejar sebuah kemenangan. Di atas papan inilah kita beradu, antara kau dan aku, serta sejuta varian pembukaan yang akan menuntaskan seluruh rindu dendammu padaku. Aku tak akan menyerah begitu saja, meski gelar grandmaster telah kausandang sejak seabad yang lalu. Adalah pada dua kuda hitam aku menggantungkan pertahananku untuk merobohkan angkuh benteng putih kesombonganmu. Sekalipun bertubi-tubi kaumantrai aku dengan tembang yang ujarmu kaukutip dari serat tantrayana. Di mana kaukenalkan aku pada enam langkah suci untuk mewujudkan kebahagiaan sejati. Pada langkah pertama, kaulantunkan Asmaranala, yang bermakna kedua insan yang bercinta sebaiknya dilandasi rasa cinta kasih dari lubuk hati masing-masing. Engkau berhujah, bahwa kumbang tak sekadar menyalurkan hasrat birahi pada kembang yang ia incar, melainkan bagaimana ia merendahkan dirinya untuk melayani demi penyatuan dua hati yang saling menghormati. Kemudian pada Asmaratura-lah, engkau menyuratkan maksudmu. Melukis rembulan pada mataku dan bias cahayanya engkau sapukan pada permukaan bibirku. Hingga aku akan mengerti, bahwa cinta harus menumbuhkan rasa saling memiliki sebagai kebanggaan di dalam hati masing masing. Bukan semata pada kejantananmu hatiku tertambat, dan bukan pada kemolekan tubuhku hatimu takluk. Melainkan pada penghargaan atas apa yang kita berikan sebagai persembahan yang tulus dan dengan demikian maka kita akan saling memahami. Suratan tanganmu telah kau goreskan di permukaan kulitku dan kecupanmu telah kau terakan di puncak dadaku. Maka pada Asmaraturida aku merasa tersanjung oleh kegigihan dan kesabaranmu untuk menguasai ranjang pertempuran ini. Gairah yang mengisyaratkan, bahwa sekalipun kita bukan pasangan yang ditakdirkan untuk menyatu dalam kehidupan di masa lampau, kini dan masa depan. Namun itu tak mengurangi kegembiraan yang kita ciptakan di antara piring sukacita. Saat kautuang emosi ke dalam gelas canda dan gelak tawa yang mengiringi perebutan kekuasaan di antara terjangan pisau dan tusukan garpu yang berkelebat di depan mata.
Titon Rahmawan
Kau pancarkan kebahagiaanmu dari mata air yang tersembunyi. Seperti ketika laut pasang di bawah tatapan lembut sang matahari mendatangkan kegembiraan yang tak terlukiskan. Sepasang lima jari yang terkembang ke empat penjuru samudra saat menghantarkan puja kepada yang maha kuasa. Ia yang memberi kita segala kenikmatan. Ia yang kepadanya kita berpulang. Menjamah pusat rindu yang gaib, mencumbui perasaan  garib yang sebelumnya tiada dikenal. Waktu yang memetakan segala ingatan purba atas raga kita yang fana, telah tumbuh menjadi kenangan baka atas lebatnya hutan rimba belantara dan sebuah sendang kecil di tengah tengah pulau terpencil yang dikelilingi oleh lembah yang permai dan perbukitan perak yang dulu sekali sering engkau jelajahi. Gunung gunung yang menjulang tinggi di kejauhan seakan menantang untuk ditaklukkan. Langit biru terhampar di atas padang gundul terbentang jauh hingga ke semenanjung yang sebelumnya tak pernah dijamah. Semua yang dulu cuma bagian dari lintasan sejarah, namun kini selamanya telah jadi pengingat akan dirimu. Semua yang dulu pernah mengungkapkan seluruh jejak petilasan dan penaklukanmu. Bentang alam dari seluruh kekayaan yang kini engkau simpan dalam perbendaharaanmu pribadi. Alam liar dari horizon pikiran dan khazanah perasaan yang nyaris tak terselami. Tidak ada lagi rahasia yang engkau tutupi dari mata kami, selain daripada ceruk ceruk terdalam dari palung palung yang tersembunyi di balik mimpi mimpimu. Sungguh, tiada lagi kebahagiaan yang mampu mewakili perasaan kami saat ini, karena engkau telah mengijinkan kami untuk menjadi saksi mata; hasrat dari hasratmu, kerinduan dari kerinduanmu, cinta dari cintamu. Bagaimana kami mampu membalas kebaikan hatimu yang sungguh tiada terkira? Sebab hanya tulus kata dari apa yang tak terucap namun telah puas kami saksikan, akan menggenapi seluruh janji dari semua yang telah engkau beri namun tak akan pernah kami miliki. Akan tetapi, sudah cukuplah itu semua bagi kami, karena engkau telah mengijinkan kami mengagumi keelokan panorama dari apa yang selama ini engkau simpan rapat rapat sebagai harta pusaka yang hanya bisa dinikmati oleh sang raja.
Titon Rahmawan
Saya menyukai kontemplasi, ketenangan dan kedamaian. Itulah sebabnya saya membagikan cinta sebanyak yang saya mau dan memberikan perhatian serta kegembiraan sebanyak yang saya suka.
Titon Rahmawan
Kami gembira karena bisa berjalan di dunia luar. Namun, semakin besar kegembiraan itu, semakin besar pula kesedihan yang menyerang, mengingat waktu yang telah terenggut dari kami, dan kehidupan yang tak akan pernah kembali. Apakah kau bisa mengerti perasaan ini? Sepulang dari bepergian, semua orang yang ada di sini akan berwajah kelelahan. Bukan hanya lelah secara fisik, mereka juga merasakan kepedihan yang tidak akan sirna.
Durian Sukegawa (Sweet Bean Paste)
Apa yang terlintas di benak kalian saat mendengar musik dangdut yang diputar lewat pengeras suara dan orang ramai berjoget di bawah panggung saat acara tujuh belasan? Adakah engkau melihat diri sendiri mencoba berkaca pada hati yang lapang? Goyangan tubuh kami bukan sekedar luapan kegembiraan. Semestinya, itu adalah perayaan kemerdekaan yang sesungguhnya. Apakah menurut kalian, mudah bagi kami melupakan kemiskinan dan sekat-sekat sosial yang memisahkan rumah gubuk emplek-emplekan dengan komplek elit di seberang kali? Walaupun kami sudah terbiasa melupakan rasa lapar dan sekedar mengganjalnya dengan sepiring harapan yang kadang enggan mengunjungi kampung kami yang kumuh. Sesungguhnya, bagi kebanyakan orang seperti kami, kebahagiaan itu sederhana saja. Sekalipun barangkali, lebih banyak lagi yang tidak perduli. Tapi janganlah kalian rampas satu-satunya kebahagiaan kami yang tersisa; Biarkan kami tidur nyenyak dan bermimpi. Di hari perayaan kemerdekaan ini, semoga Tuhan berkenan mengirimkan seorang pemimpin yang sungguh mau peduli pada rasa lapar kami.
Titon Rahmawan
Cinta Dari Rutinitas Sehari Hari II. Tentu saja, kita tak sempat bercengkerama karena aku harus segera berangkat kerja dan membiarkan sisanya tenggelam dalam kesibukan memintal kesendirian. Menunggu jarum jam bergerak malas dari delapan ke angka sembilan. Mungkin saat itu kau akan sedikit mencintaiku kurang dari bagaimana aku mencintaimu. Berharap sisa perjalanan akan menjadi sebuah perayaan kerinduan. Tanpa pernah merasa bosan, jenuh atau apapun itu. Hanya pada saat waktu bergerak memanjang ke pukul sepuluh siang, kau akan tertidur sejenak tanpa memikirkanku. Tanpa mimpi tentangku atau tanpa perasaan apa pun yang mengingatkanmu pada diriku. Dengkurmu akan cukup keras untuk membuat tetangga sebelah rumah menjadi tuli dan memaksa mereka melupakan mimpi-mimpi yang menakutkan atau tidak menyenangkan. Tetapi ketika waktu perlahan bergulir ke angka sebelas, cukuplah dirimu beristirahat dari segala macam kepenatan yang akan dengan segera membuatmu lupa pada diri sendiri. Merintang panas, memangkas daun-daun aglaonema kering di teras. Menyiapkan makan siang dan menikmatinya sendiri saja tanpa mengingat siapa yang pernah kaucintai atau diam-diam mencintaimu. Tapi kau akan dengan mudah jatuh cinta lagi pada dirimu sendiri pada jam dua belas. Tanpa harus bersusah-payah meyakinkan bukan siapa-siapa bahwa penantianmu tak akan pernah sia-sia. Setelah puas menyemaikan daun-daun sirih belanda kesayanganmu pada pukul satu. Kau bongkar semua ingatan dari satu pot dan memindahkannya ke dalam pot yang lain tanpa pernah merasa jemu. Tahu-tahu waktu mengetuk pintu keras keras mengabarkan sore tiba pada jam tiga. Dan kerinduan akan datang lagi berhamburan sebagai orang orang yang pernah pergi. Mereka yang sekejap singgah entah kemana, namun pada akhirnya akan kembali pulang ke rumah. Itulah waktu untuk berbenah, membuang semua sampah dan kekotoran. Memandikan kecemasan dan mengelupas kekhawatiran dari daster lusuh yang kau kenakan, lalu menyulapnya menjadi sedikit pesta kegembiraan; Mencuci sendok dan garpu melipat kertas tisu, mengelap piring dan gelas, mengeluarkan semua isi kulkas lalu menatanya rapi di atas meja tanpa alas. Kau isi setiap gelas dengan perasaan cinta yang meluap luap. Membagikan hati, perasaan dan pikiranmu di atas piring yang terbuka buat makan malam kita berdua. Sejenak mengabaikan rasa letih demi mendambakan sedikit ciuman yang akan mendarat di pipi atau keningmu dan barbagi pelukan hangat yang akan mengantarmu ke peraduan. Lalu setelah itu, kita akan melupakan semua ritual yang mesti kita ulang setiap hari dari permulaan lagi. Meskipun sesungguhnya kita tidak pernah tahu dari mana garis start keberangkatannya dan di mana ia akan berakhir. Karena semua mimpi akan berubah menjadi taman bunga yang memekarkan lagi warna- warni kelopak cintanya di malam hari. Dan seribu kunang kunang akan menyinari rumah yang telah kita tinggali lebih dari sepuluh tahun ini. Kebahagiaanmu sesungguhnya tak pernah beranjak jauh-jauh dari rumah. Setiap hari selalu memberi warna abu abu muda yang sama. Kecuali pada saat di mana aku datang membawa segepok keberuntungan di akhir bulan. Itu barangkali adalah hari paling berwarna yang kau tunggu-tunggu. Tapi meskipun begitu, aku selamanya mencintaimu. Sebagaimana aku mencintaimu seperti hari yang sudah-sudah tanpa pernah berubah. Kau tetap akan jadi perempuan dalam hidupku satu satunya. Dan kukira engkau pun merasa demikian selamanya. Waktu boleh datang dan pergi sesukanya. Tapi ada kalanya kerinduan mesti kita simpan rapi dalam lemari menunggu saat yang tepat untuk dikenakan lagi. Dan cinta mesti mengisi lagi baterenya, terutama pada saat-saat yang paling menjemukan.Tentu saja, kita hanya perlu sedikit mempersoleknya agar ia tetap senantiasa wangi, bersih dan segar saat kita nanti membutuhkan lagi kehadirannya.
Titon Rahmawan
Judi akan memberi Anda kegembiraan selama beberapa jam, dan kesedihan selama seumur hidup.
H.G. Wells
Simpati itu bagi kami merupakan kepuasan, kekuatan, bantuan, kegembiraan, hiburan.
Sulastin Sutrisno (Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya)
Aduh maut. Kenapa kamu disebut kebengisan, kamu yang membebaskan manusia dari hidup yang kejam. Ni akan mengikuti dengan penuh rasa terimakasih dan kegembiraan.
Sulastin Sutrisno (Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya)
Baru kali ini aku tahu bagaimana caramu memasukkan babi, kuda, gajah, ular, hiu dan monyet itu ke dalam puisimu. Setelah aku temukan bahwa setiap peristiwa selalu membawa kegembiraannya sendiri. Dan apa yang aku alami hari ini hanyalah sebuah bukti dari sekian banyak peristiwa, sebelum aku telanjur lupa untuk memberinya sebuah penafsiran. Dan demikianlah, sebuah kisah telah mengantarkan aku menemukan rasa takjub dalam setiap ekor monyet yang aku temui di sebuah area perbukitan yang telah lama dikenal orang dengan sebutan Gunung Krincing, di sebuah Dukuh yang bernama Talun Kacang. Pada sebuah legenda tentang seorang Wali yang dulu pernah bertemu dengan empat ekor kera berwarna merah, kuning, putih dan hitam. Rasa takjub yang kemudian terantuk pada sebuah batu bertuliskan kata-kata: "Mangreho." Sebuah perintah yang terukir pada kulit setiap pokok-pokok kayu jati, yang sengaja dibiarkan kentir di atas sebatang sungai yang akan mengantarkan Sang Wali pulang ke Demak untuk mendirikan sebuah masjid. Ketakjuban itu kini telah tumbuh memenuhi tempat itu dengan hutan buatan, bendungan, jalan beraspal, warung, kedai makan, restoran, lahan parkir dan pemukiman juga. Ia telah menjelma menjadi kegembiraan yang aku temukan pada setiap butir kacang yang dilemparkan orang. Juga pada setiap buah pisang, manggis, nangka atau salak yang mereka jajakan dengan murah. Ada tawa pengunjung dan juga tangis kanak-kanak yang bisa memberiku sebuah penafsiran baru dari kata lucu dan takut sekaligus. Akan tetapi, dari situlah kemudian aku menemukan kegembiraan dan kebahagiaanku sendiri; pada langgam musik keroncong yang dinyanyikan seorang biduan dengan merdunya. Lebih dari seekor monyet yang bebas berkeliaran kesana kemari. Bebas menyanyi, menari, tertawa atau berteriak-teriak sekaligus. Monyet- monyet yang mewarnai dunia dengan ekspresi wajah yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Monyet-monyet kelabu, putih, merah, hitam dan bahkan biru. Monyet-monyet sewarna pelangi. Monyet-monyet yang transparan dan bening kehijauan. Monyet-monyet yang telah melepaskan diri dari rutinitas dan kesibukan dunia. Monyet-monyet yang telah purna memaknai hidup yang carut-marut dan menjemukan ini. Berusaha melupakan dasi, kemeja, pantalon, dan jas yang selama ini membungkus ego mereka rapat-rapat. Monyet-monyet lucu tanpa bedak dan gincu dan juga tanpa perhiasan. Monyet-monyet yang tak lagi malu bertelanjang dada, pamer pantat dan kemaluan mondar-mandir kemana-mana. Mereka bukan representasi Sugriwa, Subali atau mungkin Hanoman. Mereka hanya sebatas monyet biasa. Monyet yang sebagaimana telah lama kita kenal. Namun mereka telah melepaskan diri dari topeng-topeng artificial, dan tampil sederhana apa adanya sebagai dirinya sendiri.
Titon Rahmawan
Perjalanan Pulang Demi Menemukan Rindu Gerimis menemaniku saat aku tiba di kotaku sendiri. Bukan lagi tempat menyimpan kenangan atau lembar sejarah, melainkan tempat yang dipenuhi aroma yang setia menyelimuti tubuhku dengan segala apa yang aku kenal. Seperti aliran sungai banjir kanal yang membanjiri pikiranku dengan rupa-rupa perasaaan; luapan kesedihan, kegembiraan, kemuraman, kebahagiaan, kegalauan yang asing dan segala entah yang bercampur aduk jadi satu. Tapi Entah mengapa tak kutemukan rindu? Apakah sungguh aku tak pernah menjadi bagian dari hiruk-pikuk kota ini? Gamang mencari apa yang tak kunjung terselami. Kuhela waktu bergerak di atas roda berjalan lambat mengelilingi taman-taman kota. Larut sepenuhnya dalam perhelatan nikmat menyantap hidangan penggugah selera yang dijajakan di pinggir jalan sambil menekuri panorama gedung-gedung lama. Lalu menyempatkan diri berpose sejenak di depan tugu belia yang seolah memiliki mata yang menatap ke segala arah. Kota tua ini berasa makin membungkuk oleh beban usia yang entah sudah berapa lama ditanggungnya. Tenggelam dalam kerumitan labirin dan lorong-lorong dengan seribu pintu yang akan mengantarkan kita menuju ke segala tempat yang kita mau. Hanya saja aku masih merasa tak menemukan apa yang aku cari di setiap sudut kota ini. Mungkin tanpa aku sadari ia sudah jauh merasuk ke dalam diriku sendiri; Mata yang gundah, senyum yang selalu resah dan penggalan kata-kata tak utuh yang tak mungkin dapat kurangkai untuk menjadi sebuah puisi cinta. Entahlah... Gerimis masih menemani perjalananku pulang ke tempat yang ingin sekali kusebut sebagai rumah. Dan berharap, masih akan kutemukan rindu itu di sana.
Titon Rahmawan
Peristiwa - Peristiwa yang Aku Alami Sendiri Hari ini Tanpa Kehadiranmu Aku menyelami pagi seperti menelusuri rutinitas sehari-hari yang menyakitkan seluruh panca inderaku. Sudah beberapa saat lamanya sejak aku tak lagi dapat melihat realitas, tak bisa mendengar kebenaran dan tak mampu berbicara fakta. Segala hal berubah toksik dan menakutkan. Aku terpaksa harus mengenakan kacamata dan masker kemana-mana. Aku memaknai siang seperti menjalani momen yang sama berulang-ulang. Tak ada kutemukan kegembiraan atau keceriaan di situ. Seperti dipaksa minum jamu yang pahit rasanya dan membuat kerongkonganku terbakar. Sudah sebulan ini aku mencerna sore hari tak lebih menyenangkan dari membaca koran pagi, menyeruput segelas kopi dan lalu berdiam diri seolah tak pernah terjadi apa-apa. Aku menakrifkan malam seperti mengeja kata-kata yang berloncatan dari balik kaca jendela yang terbuka menghadap ke langit yang gelap gulita. Kata-kata berguguran menjelma nir makna, bermula dari kekosongan berjalan beriringan menuju kehampaan. Demikianlah, tak aku temukan jejakmu dari semua liputan berita di televisi, tayangan drama sinetron, panorama senja yang berlarian dari laju kendaraan yang bersicepat di jalan atau dari kabar-kabar hoax yang bertebaran di mana-mana. Namamu tak aku dapati di antara butiran partikel yang berterbangan di udara, di dalam hembusan asap rokok atau dalam lembaran pamflet yang tertempel di dinding-dinding kota. Sudah lama sekali aku tidak pernah lagi merasakan getaran hatimu sebagai kerinduan yang ditawarkan kegelapan yang terbaring mati di luar sana. Entah mengapa aku merasa, ada semacam ironi dari rintik hujan yang baru saja turun sebagai isyarat yang selalu gagal kutangkap maknanya saat aku sedang sendirian memikirkan keberadaanmu. Bukankah kita sudah tidak pernah menangis lagi seperti dulu? Sebagaimana kita tak pernah bertengkar lagi setelah masing-masing merasa kehilangan perasaan yang dulu pernah sama-sama kita percayai. Malam ini adalah malam terakhir aku memutuskan untuk menunggu kepulanganmu. Aku melihat troli-troli berjalan sendiri di pusat perbelanjaan bersama sarat beban kemarahan yang mesti ditanggungnya. Seperti ingatan yang tak mampu melupakan beberapa petikan kalimat yang dulu pernah kamu pertanyakan; 1. Menunggu kedatangan kereta adalah sebuah pekerjaan yang membosankan, tapi mengapa tetap saja engkau lakukan? 2. Waktu adalah hal yang paling artifisial di era digital ini. Apa yang mesti kita bantah dari pernyataan serupa itu? 3. Benarkah cinta sudah menjadi komoditi yang sangat murah, tak ubahnya barang kodian yang banyak dijajakan di pinggir jalan? 4. Apakah ada puisi yang sengaja ditulis melulu hanya untuk mempertanyakan eksistensinya sendiri? 5. Kebahagiaan, apa itu kebahagiaan? Entahlah! Marilah kita sama-sama rehat sejenak dan melupakan semua masalah yang hanya menghadirkan kesedihan ini.
Titon Rahmawan
Fitur tombol alami untuk kesenangan pada manusia" *** Ada 20 hormon kebahagiaan di dalam tubuh manusia. Salah satunya beta-Endorfin (β-Endorfin), sejenis narkotika alami yang dibentuk di otak dan memiliki efek analgesik sangat kuat. Efek kerja β-Endorfin 500 kali lebih poten daripada morfin sintetis. Dan... Beta-Endorfin punya pengaruh besar terhadap kesehatan. Endorfin memberikan kenyamanan baik secara fisik (terutama dalam mengontrol rasa nyeri), maupun secara emosional dengan hadirnya perasaan senang (euphoria), gembira, dan damai. Dan, tidak seperti narkotik sintetis yang menimbulkan efek samping tidak nyaman serta membahayakan; (seperti mual, gatal-gatal, konstipasi saluran pencernaan, hingga depresi nafas), endorfin tidak memiliki efek samping yang buruk ataupun efek ketergantungan (adiktif). Namun untuk dapat mengeluarkan zat berharga ini, perlu ada stimulasi ekstra. Ada beberapa aktivitas yang dikenal kini dapat memancing keluarnya hormon endorfin, antara lain makan (terutama saat menyantap menu kesukaan), berolahraga, melakukan hubungan pasutri, dan bermeditasi (dzikir). Tapi, menariknya,... hormon ini ternyata juga keluar sesuai cara kita merespons kejadian atau memaknai suatu peristiwa atau berkaitan dengan kondisi tertentu, seperti perasaan diterima di komunitas.Lebih lanjut endorfin pun bersangkut paut dengan kegembiraan, kesabaran dalam mengatasi kesulitan hidup. Dan yang lebih menarik lagi, kemampuan seseorang melakukan hal-hal altruistis, semisal memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi orang lain, juga memantik pengeluaran hormon istimewa ini. Informasi sainsnya, endorfin jika telah keluar, tidak memiliki efek umpan baliknya terhadap tubuh. Berbeda dengan "hormon-hormon emergency” (mis: adrenaline, nor adrenaline) yang punya efek samping membahayakan bila terpacu secara intens dan berlebihan bagi tubuh, sehingga selalu ada mekanisme kompensasi untuk menyeimbangkan atau menetralkannya. Keberadaan hormon ajaib seperti endorfin ini sebetulnya menjadi bukti yang terang benderang bahwa secara biologis manusia dibekali fitur untuk dapat merasakan bahagia secara alami. (buku Cinta, Kesehatan, dan Munajat Emha Ainun Nadjib, halaman 90). ********* *) Jangan salah pilih opioid (narkotika), Tuhan telah sediakan koq secara alami dalam tubuh kita.
Ade Hashman (Cinta, Kesehatan dan Munajat Emha Ainun Nadjib)
Apa yang tidak dapat dinyatakan dengan mulut maupun dengan pena, bagi kami matalah yang terapung dalam selubung air mata mengengadah ke langit. Seolah-olah mencari, akhirnya di sana, di tengah-tengah malaekat-malaekat Tuhan yang lain, kami menemukan malaekat yang seorang. Oleh karena hati kami mennagis pedih melihat kemurungan yang banyak di dunia ini, malaekat tersebut turun dengan kepakan sayap yang halus. Dia menghibur dan memenuhi kesedihan hati kami dengan kegembiraan ilahi. Syukur! Syukur! Syukur! Seru tiap denyut jantung, tiap denyut nadi. Dan tiap helaan nafas adalah doa syukur.
Sulastin Sutrisno (Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya)
Allah menakdirkan rasa manis dengan asin, kesedihan dengan kegembiraan, kesulitan dengan kemudahan dan menaruhnya ke dalam beban hati... terus-menerus... dan berurutan, Anak Mudaku. Takdir dan keberuntungan terus berputar, menunggu untuk mendatangi kita. Sebab, di sini adalah dunia. Kita tidak akan pernah tersenyum sebelum kita menangis, dan menangis sebelum kita tersenyum, Dujayahku
Sibel Eraslan (Maryam: Bunda Suci Sang Nabi)