Jam Terbang Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Jam Terbang. Here they are! All 3 of them:

Untuk maju, dibutuhkan keseimbangan dukungan dan kritik membangun. Karenanya, perlu jam terbang soal dihujat dan dipuja.
Dhewiberta
Song for Glenda Nak, bolehkah aku duduk di sini menemanimu, di antara meja dan kursi yang dingin dan senyap ini? Aku tak hendak memulai percakapan tentang hujan, melainkan akan aku ceritakan padamu sebuah mimpi; Adalah seekor tukik yang terpuruk di dalam pasir di sebuah pantai yang tersembunyi. Dia tengah merindukan sebuah rumah nan indah, serupa bayangan laut yang dulu pernah ia tinggali bersama ayah dan ibunya. Tetapi ia lupa di mana. Rumah itu berasa jauh dan tak tergapai dari dalam ingatannya. Jadi, pergilah ia masuk ke dalam sebuah mimpi. Saat ia menggigil kedinginan karena demam dan ayahnya datang mengunjunginya, membawa selembar selimut dari lumut dan terbang bersama angin puting beliung yang berhembus entah dari mana. Ia tahu, ia merindukan semua peristiwa yang mengekalkan ingatannya pada arti kebahagiaan. Ia tidak ingin lagi merasa sedih atau sendirian. Tapi ia tak menemukan apapun di masa lalunya, selain sebuah ceruk berupa lobang menganga yang tidak menawarkan apa apa selain kegelapan. Ia tidak bisa melihat wajahnya sendiri. Bukan seulas senyum atau bahkan mata yang bening menerawang yang tergambar dalam mimpinya. Cuma bayangan muram dari hati yang pedih, rasa sakit dan mungkin juga amarah. Entah mengapa, ia tak ingin lagi menoleh ke belakang, tapi ia tak sanggup melakukannya. Tiap kali ia memalingkan muka, yang ia lihat adalah sebuah bandul jam yang bergerak dari kanan ke kiri dan penunjuk waktu yang berjalan mundur selangkah demi selangkah. Ia jadi ingin menyakiti dirinya sendiri, dengan hunjaman pecahan batu karang dan jarum jarum tajam serupa duri duri bulu babi. Ia kehilangan semua kosa kata cinta yang pernah diajarkan oleh ibunya dulu. Semua kalimat doa yang seakan terpaksa ia panjatkan hanya untuk memahami apa arti keberadaan dirinya sendiri. Mengapa semua makhluk harus hidup, hanya untuk menyelami makna penderitaan? Ia hanya seekor tukik yang tak tahu bagaimana mesti menyikapi alam liar di luar sana. Tak tahu menafsir rasa khawatir di balik ancaman teriakan burung camar, atau barangkali juga resah gersik pasir yang tak mengisyaratkan apa apa selain sunyi. O dunia yang centang perenang ini, mengapa kini jadi begitu menakutkan dan tidak bersahabat. Namun demikianlah, mimpi itu mesti berakhir. Saat ditemuinya senyap mencumbu tepian laut dan ombak yang bergelora tak henti hentinya bernyanyi. Tiba tiba saja, ia tak lagi merasa sendirian. Tiba tiba saja, ia merasa belaian tangan Tuhan menyentuh tempurung rentan di punggungnya. Dan kemudian ia melihat, matahari angslup perlahan, saat Tuhan membelah lautan hanya dengan sebuah senyum.
Titon Rahmawan
Ia termangu, tubuh beku serupa pualam. Jarum jam coplok dari dinding di ruang sipir. Pengap udara di balik jeruji serupa keranda orang mati. Tapi pikirnya teguh merangkai jutaan kata menjadi ribuan kalimat yang menyusun sebuah buku; sebuah amanat revolusi. Kehendak mengubah sejarah, namun bukan nasib sendiri. Ia masih diam tertegun, mulut terkunci. Mata nyalang menatap jauh ke masa yang akan datang. Melihat ruhnya melesat, menembus dinding, terbang menunggang angin. Pergi meninggalkan raga yang mengerut jadi sekecil semut di telapak kakinya. Seekor kijang melepaskan diri dari jerat seorang pemburu. Tinggal sunyi serupa tugu, tak mampu meringkus pikiran yang melejang liar. Bergentayangan, berusaha menemu jalan kebebasannya.
Titon Rahmawan