Aku Tak Sempurna Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Aku Tak Sempurna. Here they are! All 19 of them:

β€œ
Aku tak masalah bila tidak kau ingat dalam setiap langkah kecilmu. Tapi, aku harap kita saling mendoakan lewat sujud; menundukan kepala dan mengaku bahwa kita hanya makhlukNya yang tak sempurna. Doa itu yang akan mempertemukan kita suatu saat nanti. Mari, berdoa dan bersiap dalam penantian panjang. Tuhan yang akan mempersatukan kita :))
”
”
fdhayuningtyas
β€œ
kalau suatu hari kamu bersedih dan hatimu merasa bagai terluka, mungkin aku belum bisa menjadi penghibur sempurna bagimu. kesedihan pasti akan tetap berada di hati dan bergerak mempengaruhi otakmu. dan kalau kamu mengungkapkan bahwa diriku penyebab kesedihanmu, entah bagaimana aku akan meminta maaf padamu. barangkali aku akan memarahi diriku sendiri hingga separuh diriku ikut membenciku. dengan begitu aku berharap kamu bisa melihat betapa penyesalanku telah melukaimu harus kubayar dengan membenci diri sendiri. seandainya hatimu belum menerima penawar itu, aku tahu harus melakukan apa untuk berusaha menyembuhkan hatimu dan mengembalikannya seutuh selayaknya hati bahagia. mintalah apa yang tak bisa aku lakukan, itu akan aku lakukan dengan segala nurani. malam akan aku tantang untuk berhenti mengutari bumi dan matahari aku tahan dari edarannya. kalau kamu sedang sendiri, katakan di mana kamu ingin aku menjemputmu supaya kita bisa berjalan berdua dan menggiring jarum jam melaju lebih kencang. tunjuklah titik kecil di langit malam, aku akan mendekati malaikat dan merayunya agar rela mengantarku mengambilnya dan memberikannya padamu agar menemanimu dan kesepian menjauhimu. kalau kamu sedang sendirian di dekat jendela kamarmu sambil menungguku, lihatlah ke arah utara, angin gunung mengantarkan rinduku buatmu. kalau hari ini kamu adalah diriku, cintailah dengan hatimu
”
”
wasiman waz
β€œ
beginilah aku apa adanya .. jauh dari sempurna .. kusadari itu, mungkin sifatku membosankan dan membuatmu jenuh tetapi tak ada maksudku demikian kuharap siapapun engkau mau mengerti beginilah aku apa adanya ... aku tidak bisa menjadi dirinya aku adalah diriku sendiri.
”
”
Rizqiyyah Yasmin
β€œ
Yang salah dari diriku adalah meluputkan halhal kecil dari perhatian. Bahkan dari semut yang mati terinjak, kopi yang diaduk tak sempurna, bunga yang baru dipetik lalu kelopaknya kau lucuti satu per satu itu, bisa jadi memiliki jawaban atas pertanyaan yang bisa bikin aku tak tidur semalaman tadi.
”
”
Pringadi Abdi
β€œ
Aku bukan kerikil yang akan melukai pijakan kakimu... aku bukan angin yang menghebusmu sesaat lalu hilang tak berbekas... aku bukan hujan yang membuatmu kedinginan bertahan di bawah siramanku... aku bukan matahari yang siap membakar hatimu... aku bukan Pelangi yang sempurna mewarnai Hidupmu... Aku hanya cahaya kecil bukan bara api yang sering kau lupakan saat begitu banyak bintang di atas langitmu... tapi di saat gelapmu... Aku yang kau butuh
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
POHON HAYAT Demikianlah, ia melekapkan bunga pada malainya, putik pada tangkainya, daun pada rantingnya dan buah-buah berwarna kuning cerah pada setiap cabang dari dahan pohon pengetahuan itu. Sebagaimana ia melekatkan putih yang semenjana pada paras wajah perempuan yang ia ciptakan dari tulang rusukku. Sedemikian rupa, ia pulaskan secebis rona apel merah pada keluk bibirnya untuk menyenangkan hatiku. Lalu ia gabungkan kilau cahaya Sirius, Canopus dan Arcturus pada bening biji matanya agar aku dapat berkaca di kedalamannya yang hijau lumut. Dan kemudian, dibuatnya sepasang lengkung alis mata dari iring-iringan semut gajah agar menjadi taman tempat aku bermain-main. Sementara pada gerai rambutnya dibalutkannya hitam yang berombak seperti laut yang di dalamnya aku bisa bersembunyi. Tapi melampaui semua itu, dibuhulnya rimbun semerbak semak lantana tepat pada pangkal pahanya, yang padanya aku akan jatuh berahi. Dan lalu dipahatnyalah sepasang tempurung pembangkit nafsi yang kenyal mengkal, serupa tatahan sempurna ranum buah mangga pada busung dadanya. Tak lupa ditambahkannya puting anggur kirmizi pada puncak susu perempuan itu, agar nanti ia bisa menjelma sempurna menjadi ibu dari anak-anakku. Namun aku sengaja tak memberinya nama, sampai semua yang lain selesai aku beri sebutan. Pada yang hijau aku beri nama hujan. Pada yang biru aku beri nama langit. Pada yang kelam aku beri nama malam. Pada yang terang aku beri nama siang. Demikian pun pada mereka yang mengeriap. Pada mereka yang berjalan dengan empat kaki. Pada mereka yang melata dengan perutnya. Pada mereka yang terbang di langit. Pada mereka yang berenang di dalam air serta pada segala yang berkilauan di angkasa raya. Bahkan pada semua jenis kerikil dan batu-batu, aku menyematkan nama mereka satu persatu. Begitulah, segala sesuatu memperoleh nama dan sebutannya masing-masing. Supaya kepada setiap nama itu aku dapat memanggil dan di dalam nama itu mereka dapat dikenal. Akan tetapi, khusus bagi perempuan itu (sebab ia adalah satu-satunya yang tercipta dari tulang rusukku) maka aku hendak memberinya nama yang teristimewa. Sebuah nama yang paling indah dari semua nama yang telah aku berikan. Akan tetapi, aku tak kunjung menemukan nama yang sesuai bagi dirinya. Sampai kemudian, tepat di mana bertemu empat buah sungai, kulihat ia sedang memintal air matanya hanya sepuluh langkah dari pohon pengetahuan itu. Aku mendapati perempuan itu tengah duduk bersimpuh mengaduk-aduk tanah dan membuat adonan lempung dengan air matanya. "Apa yang sedang engkau perbuat, wahai Perempuan?" Tanyaku pada dirinya. "Aku sedang membuat ramuan cinta, untuk membuhul ikatan abadi di antara kita berdua..." demikian ia menjawab pertanyaanku. Dan pada saat itulah aku mendapatkan sebuah nama yang tepat untuk dirinya. Eva, itulah nama yang kemudian aku berikan padanya. Sebab ia adalah ibu dari semua kehendak alam dalam diriku. Aku persembahkan baginya nama yang paling indah, tepat di muara pertemuan empat buah sungai; Gihon, Pison, Eufrat dan Tigris. Jadilah ia lelai akar untuk menyempurnakan suratan tangan kami. Ia adalah telur kesunyian di mana aku akan menyemai seribu benih. Semenjak pertama kali aku menatap wajahnya saat aku terjaga dari tidur yang panjang dan mendapati dirinya berbaring telanjang di sebelahku. Aku tahu, ia telah ditakdirkan untuk menjadi pohon kehidupan. Ibu dari semua ibu yang akan melahirkan anak cucu keturunanku.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Selalu ada cara lain untuk menafsirkan kebahagiaan," begitu katamu. Seperti mengisi kanvas yang kosong dengan kepenuhan imajinasi, dan membiarkan khayalan bergerak serupa gambar yang hidup di dalam pikiran. Seperti menemukan sebuah kata yang tepat untuk mengawali sebuah puisi. Selalu ada euforia serupa itu yang ingin kau ciptakan dari gairah dan riuh rendah suara bising yang terdengar di dalam benak semua orang. Sudah lama aku curiga, kau bisa menebak apa yang orang lain inginkan hanya dengan membaca gelagat dan ekspresi wajah mereka. Mencoba membuktikan, bahwa waktu tidak cuma menciptakan kekacauan dan kegaduhan. Ia bisa juga menghadirkan semacam kegembiraan walau mungkin semu. Seperti kisah tentang bunga mawar yang tumbuh di tepi jalan yang pernah aku ceritakan kepadamu. Tapi tak semua orang mau menerima realitas seperti itu. Mereka selalu menemukan cara untuk menilai orang lain dengan caranya sendiri. Kebanyakan orang terlalu sibuk dengan kerumitan pikiran yang hilir mudik setiap hari. Mereka tak menghiraukan hal lain selain kepuasan diri. Mereka tak pernah mau mengerti, bahwa kegembiraan kecil tidak selalu harus dimulai dari diri sendiri. Ini seperti melihat dunia dengan sebuah kaca pembesar. Dunia yang retak dan jauh dari kata sempurna. Dunia yang sering absurd dan kadang membingungkan. Tapi kita tidak punya hak untuk mencemooh orang lain dengan cara konyol seperti itu. Dunia yang kita kenal sudah terlampau sering membiarkan orang membuat penilaian lewat satu satunya pandangan dari apa yang ingin mereka percayai. Tak bisa membedakan api dari asap, panas, nyala dan cahaya yang dihasilkannya. Bukankah satu satunya hal yang bisa kita yakini di dunia yang centang perenang ini adalah sebuah kemustahilan? Akan tetapi, bagaimana kita bisa melihat dunia dengan kacamata ambiguitas? Ketika kita menyadari, bahwa realitas tak lebih dari sebuah fatamorgana. Dan ilusi, adalah kenyataan hidup kita sehari hari. Bagaimana kita bisa menyandarkan diri pada sebuah asumsi untuk mampu mencerna apa yang sesungguhnya tidak kita ketahui? Bagaimana kita bisa memastikan, apa yang tidak pernah kita pahami sebagai buah dari pohon pengetahuan? Bahwa kebaikan dan keburukan adalah hasrat yang terlahir dari rasa ingin tahu manusia. Hanya saja, pikiran kita ingin menelan semuanya sendirian. Kerakusan yang membuat manusia kerasukan oleh ego dan ambisi yang membutakan dirinya sendiri. Kerasukan yang pada akhirnya . menciptakan kerusakan. Apa yang bisa memenuhi diri kita dengan pengetahuan yang serba sedikit tentang makna kebenaran yang kita cari selama ini? Bagaimana kita mampu mengidentifikasi kebenaran yang tidak pernah kita kenal? Bukankah tuhan tak mungkin hadir dalam setitik keraguanmu? Apa yang tidak engkau pahami sebagai sebuah paradoks, tidak punya nilai apa pun dibanding dengan kegamangan dan kebodohan dirimu sendiri. Sementara kita masih saja jumawa, dengan kepala dipenuhi oleh hasrat dan juga kesombongan. Dan terus menerus melahirkan ilusi ilusi semu dari pikiran pikiran hampa yang hanya akan mengelabui manusia dengan kepalsuan sejarah. Sejarah yang diam diam kita rekayasa sendiri. Sejarah yang tidak pernah mengenal makna kesejatian. Sejarah yang mengubur peradaban manusia dengan semacam orgasme palsu, yang anehnya terlanjur kita dewa dewakan sebagai satu satunya kebenaran.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
1. Bila kau kira aku hanyalah kembang telang penggoda, alih-alih karena rupaku yang menyerupai farji perempuan, maka engkau adalah sapi yang dibawa orang ke tempat penjagalan. Sebab tidaklah pantas sebuah kehormatan dipertaruhkan untuk pikiran pikiran kotor yang tersembunyi dan hasrat rendah yang tidak kita kenali. Ingatlah selalu, aku bukanlah candu pemuas nafsumu. Aku bukanlah tanaman yang merambat di pagar untuk menarik perhatianmu. Bukan pula ranting pohon yang masuk pekarangan rumah orang untuk dipatahkan. Karena aku tidak pernah menunggu untuk menyatakan pikiran dan perasaanku. Tidak seperti dirimu, aku bukanlah merpati pemalu atau kupu-kupu biru biasa, wahai engkau kumbang tahi yang tak tahu diri. Sebab ungu warna kembangku bukanlah warna janda, melainkan purpura violeta yang bermakna anggun, loyal dan mulia. Jiwaku yang sesungguhnya adalah representasi kekuatan energi, ambisi, kekayaan dan kemewahan. Aku adalah perwujudan perasaan romantis, kegembiraan, kebahagiaan dan sekaligus nostalgia, kecintaan akan masa lalu. Sebagaimana adanya diriku yang kontradiktif, para pemujaku melihat kecantikanku nyaris sempurna belaka. Walau bagimu, aku hanyalah serupa pantulan bayangan di cermin yangΒ  menghadirkan misteri, angan-angan, khayalan, imajinasi, dan barangkali juga mimpi. Sekiranya malaiku berpadu dengan semburat kekuningan dari seludang milikmu, maka itu tidaklah menyiratkan penaklukan, kepatuhan atau apapun jua selain hanyalah simbol kefanaan semata. Sebab aku tidaklah diciptakan untuk menjatuhkan harga dirimu atau meruntuhkan imanmu, melainkan menjadi sumber kebahagiaanmu. Pada hijau pupus tangkai bungaku aku gantungkan seluruh pesona yang akan menjadikan diriku berharga di matamu atau di hadapan para pengagumku. Sekalipun di antara para seteruku mereka menganggap diriku hanyalah kembang jalanan yang tiada indah berseri, layaknya najis celaka yang patut dibuang tanpa mesti bertanya mengapa. Akan tetapi, aku tak hendak bersimpati pada pikiran yang tak mungkin engkau pahami. Sebab bukanlah pada hasratku akan keindahan aku bertahan, melainkan hanya pada sifat kebaikan alami yang akan menjadikan diriku berharga. Sebagaimana aku menjadikan diriku sendiri berarti.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
2. Coba larutkan aku dalam segelas malam-mu, maka ungu wajahku akan bermalih rupa menjadi biru cerah yang berasa nikmat dalam seduhan setetes air lemon dan sebongkah gula batu. Aku akan mengubah pagimu menjadi sumber energi, kesegaran, kesehatan dan umur panjang seiring terbitnya matahari. Parfum yang aku kenakan di tubuhku memang tidaklah seharum mawar atau melati. Dan rupaku tak juga seelok kenanga atau cempaka. Tapi hasrat yang tak terkendali itu, yang aku simpan rapat-rapat sebagai sebuah rahasia yang sengaja aku sembunyikan dari dunia bakal jadi milikmu selamanya. Akan tetapi, aku bukanlah gelas kosong yang minta diisi. Namun sebaliknya, terimalah pemberianku ini; setiap tetes mukjizat kepenuhan yang datang daripadaku ini adalah perwujudan hati yang bersih dan juga ikhlas. Aku akan selalu hadir dalam setiap momen kegembiraan dan kebahagiaanmu. Sebab, violet warnaku yang rupawan akan turut menghias wajah pengantinmu dan pemulas gaun adi busana yang ia kenakan. Agar penampilannya jadi kian sempurna, bersanding dengan tuxedo mewah yang engkau pakai. Tak akan aku lewatkan setiap kesempatan untuk menghias kue ulang tahunmu atau menjadi puding pemanis sajian makanan di atas meja perjamuan di mana kau undang para selebriti dan artis papan atas dunia. Bukan karena mereka hadir untuk mengambilΒ flavonol, glikosida, antioksidan, peptida, dan amylase daripadaku. Maka kau akan mengerti betapa, bila kau minum aku di pagi hari sebagai larutan teh atau kau hidangkan aku sebagai salad atau sayuran di atas pinggan yang cantik itu aku dapat melipur dukamu, membantu mengobati rasa lelahmu, menambah daya ingat dan vitalitasmu, menghilangkan kesesakanmu, meredakan amarahmu dan mengatasi kekhawatiranmu. Tetapi orang melihatku hanya sebagai tanaman liar belaka, sebab aku biasa tumbuh di mana pun yang aku mau, entah di hatimu atau di dalam pikiran orang-orang lain. Dan oleh karena itulahΒ  mengapa, aku menjadi sangat populer di antara para pecinta, penggemar, dan para pembenciku sekaligus. Di tengah-tengah dunia, yang sesungguhnya terasa betapa sangat menyedihkan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Sebuah sandiwara dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa aku hanya manusia biasa yang jauh dari sempurna, sehingga tak ada lagi pujian berlebihan yang akan menjatuhkanku pada lubang keangkuhan.
”
”
Fram Han
β€œ
Jangan jadikan kata kata "aku tak sempurna" sebagai alasan kamu tak bisa berbuat lbih baik lg!
”
”
mettamini
β€œ
Akupun ingin menatap dengan cara pandang baru, menggapai dari sudut yang tak pernah kutempuh. Tidaklah aku sempurna, daripada sekedar menilai dengan segala tatapan dari berbagai lensa yang kau punya, pinjamkanlah mata dan tanganmu untuk melangkah.
”
”
Isyana G.
β€œ
Rumah terpencil di pinggiran sawah itu dan cupang merah di lehermu, bagaimana engkau bisa menjelaskannya? Apakah itu bentuk kekerasan pada diri sendiri? Bagaimana aku bisa melindungi dirimu dari kejahatan yang aku ciptakan? Hatiku telah mengeras seperti batu. Otakku mengerut lisut seperti walnut. Penuh dengan ulat dan kebusukan. Aku tak mampu lagi mengenali hasratku sendiri. Ingatan mengabur seperti malam menjelang pagi. Langit gelap tertelan mimpi. Cahaya putih di mana mana. Apa yang engkau rencanakan untuk mengelabui sang waktu? Menidurkan diriku dalam buaian gelombang. Erangan demi erangan. Tangan yang mencekik lehernya sendiri. Kelam mimpi yang menikam mati. Layar lap top berkedip mengisahkan kebohongan yang lama menghantuiku. Gambaran brutal pembunuhan keji. Gadis kecil yang aku cintai. Rembulan mata hatiku. Engkau atau aku yang sebenarnya? Siapa dari kita yang sesungguhnya iblis? Kita berdua adalah pembunuh dengan jubah yang sama. Engkau alibi sempurna bagi keberadaanku, demikian pula sebaliknya. Hidup adalah neraka walau hanya sekejap.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Simurgh Kita tak akan mampu melihat refleksi cinta yang sesungguhnya tanpa bantuan cahaya. Kita tak pernah tahu apa yang tersembunyi dalam setiap hati atau apa yang tersirat dalam pikiran. Ketika cinta berbisik dengan suara yang dalam dan lembut, "Aku mencintaimu. Apakah engkau merasakan getarannya?" "Tatkala kau membutuhkan diriku, aku akan selalu ada untukmu." Seperti itulah kita membayangkannya. Seperti gumpalan awan putih di langit. Seperti hembus sepoi angin di bawah naungan pohon yang rindang. Atau gerak sekawanan ikan yang bebas berenang di dalam sungai yang jernih. Terkadang saat cinta itu datang, kita pikir telah mendapatkan segalanya. Apakah kita akan sengaja mengikatkan diri, ataukah sebaliknya kita akan membiarkannya pergi? Seperti sebuah garis yang berusaha membentuk sebuah lingkaran bulat sempurna. Ia akan kembali dan kembali lagi pada titik awal mulanya. Perasaan yang tak akan mampu kita tepiskan atau tolak kehadirannya. Ia akan menjadi bagian dari diri kita. Seperti tak mampu membedakan panas api dari cahaya. Akan tetapi, ketika kau tak lagi mampu mengendalikannya, ia akan menguasaimu. Mencengkerammu seperti seekor kelinci dalam cakar tajam burung rajawali. Manakala, perasaan itu berubah menjadi hambar, asing, terbuang, hingga tak tertanggungkan lagi. Engkau akan dihancurkannya. Pada akhirnya, satu-satunya hal yang akan selamanya kita miliki adalah apa yang justru kita ikhlaskan. Tak ada cinta tanpa kehadiran perasaan yang lain. Cinta adalah sublimasi dari semua yang kita rasakan. Sebagaimana puisi yang terangkum dari kesedihan dan penderitaan manusia. Siapa yang hendak menyangkal getar sanubari? Adakah cara untuk sampai kepada Simurgh selain dengan mengorbankan diri? Bagaimana seseorang bisa terlahir kembali, kalau ia tak pernah mengalami kematian?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku ingin sekali punya hidup seperti Si dan keluarganya. Rasanya sih … enggak mungkin. Si punya segala yang sempurna dalam hidup, sedang aku tak memiliki apa-apa yang bisa membuatku bahagia. - Piring Bahagia Si dan Bi
”
”
Dian Pertiwi Josua
β€œ
Matahari dan Bulan Ketika aku berusaha menjadi orang yang luar biasa bagimu, tak kusangka bahwa itu bukanlah hal yang engkau mau. Selalu ada kata tak cukup untuk menjadi sempurna. Betapa susahnya untuk menjaga hati agar tak melukai, agar tidak pernah mengecewakan. Sekalipun aku berupaya sepenuh hati menjagamu. Senantiasa berikhtiar, semoga aku bisa memahami apa yang engkau mau, selalu mengerti apa yang engkau inginkan. Walaupun aku sadar, bahwa meminta dan menuntut jauh lebih mudah daripada berkorban dan lebih banyak memberi perhatian. Namun selama itu berangkat dari kemauan dan kehendak kita sendiri, maka tidak ada hal yang muskil atau mustahil untuk dilakukan. Bila sungguh kamu adalah takdirku dan aku adalah takdirmu, maka semoga kita selalu menemukan kebaikan dan keindahan dari kekurangan kita masing-masing. Bahwa kekurangan bukanlah bentuk kesengajaan demi mengasihani diri sendiri atau alasan pembenaran ego pribadi, melainkan harus jadi semangat menumbuhkan keinginan untuk memperbaiki diri. Baru dari situlah aku belajar, bahwa pada akhirnya hidup menghendaki agar kita menjadi orang yang biasa-biasa saja. Untuk tidak pernah berpura-pura menjadi orang lain selain dari diri sendiri. Bagaimana kita menjadikan segala sesuatu yang sederhana menjadi istimewa. Kesulitan dan tantangan yang kita hadapi berubah menjadi indah manakala kita berdua mampu mengatasinya. Aku merasakan apa yang engkau rasakan. Engkau memikirkan apa yang aku pikirkan. Dan kita menyatukan hati menjalani hal-hal yang sederhana setiap hari. Lewat puisi dan catatan yang kita buat, buku-buku yang kita baca, makanan yang kita santap, musik yang kita dengar, film yang kita tonton, perjalanan dan petualangan yang kita lalui. Semuanya menjadi realitas yang menyenangkan, karena kita tak pernah lupa membubuhkan kata "kita" dalam setiap momen kebersamaan itu. Selalu ada kamu dan aku di situ. Apa yang engkau sukai akan menjadi kesukaanku juga Apa yang engkau benci menjadi kebencianku pula. Aku yang orang rumahan menjadi gemar jalan-jalan gara-gara kamu. Dan kamu yang dulu tak doyan membaca jadi mencintai sastra karena diriku. Begitulah bagaimana kita menerjemahkan kesederhanaan itu dan mengubahnya jadi istimewa. Ijinkan aku jadi matahari penerang hari-harimu dan engkau jadi rembulan penghias malam-malamku. Kita hadir bukan untuk saling meniadakan, melainkan justru untuk saling melengkapi. Aku ada untuk dirimu dan engkau ada untuk diriku. Kita berusaha saling membahagiakan dan selamanya mencintai sampai maut memisahkan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Maruti Hujan memintaku menari. Maka menarilah aku dalam malam tak berbulan ini. Dan ketika ia menenggelamkan cahaya bintang-gemintang dengan menangkupkan setiap sudu kerlip itu ke dalam genggaman tangannya, malam jadi gelap sempurna dalam bangsal kencana ini. Sekalipun demikian, kami terus menari. Hanya aku dan hujan. Walau aku tak dapat melihat wajah hujan, dan hujan tak dapat menatap ke dalam mataku. Aku memeluk basahnya seperti ia memeluk basahku dalam dirinya. Aku bahkan dapat merasakan degup jantungnya, sebagaimana ia dapat merasakan detak jantungku. Dan kami menyatu dalam ritual mabuk tarian hujan. Saling percaya pada apa yang tak kami lihat, menghayati bunyi dari apa yang tak kami dengar. Ketika bonang, celempung, demung, gender, gambang, gong, gendrum, kempyang, kethuk, kempul, kenong, kendang, ketipung, kecer, kepyak, kemanak, panerus, peking, rebab, saron, slenthem, slentho, siter dan seruling menjelma jadi instrumen hujan. Kami hanya bisa saling meraba dan saling bertukar getar dalam alunan gamelan senyap. Sebab aku hanya setengah dari apa adanya diriku saat ini. Sebab biru hujan telah mengambil separuh kuning yang aku miliki. Dalam tarian kami, semua menjelma jadi hijau sempurna. Tanganku adalah tangan hujan dan kakiku adalah kaki hujan. Seluruh tubuhku adalah semesta hujan. Sebagaimana setiap gerakan yang aku mainkan terinspirasi oleh gerakan hujan. Apa yang aku pikirkan menjadi pikiran hujan. Apa yang aku kehendaki menjadi kehendak hujan. Tawa dan tangisku merebak jadi tawa dan tangisan hujan. Aku mengada untuk hujan. Sedang ia mengada untuk diriku. Hingga kami sama-sama tenggelam dalam basah lautan yang tak seorang pun mampu melihatnya. Kecuali bagi mereka yang memahami hujan, sebagaimana aku telah memahami dirinya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Pesona selalu menjadi senjata terampuh. Dan aku memilikinya dengan sempurna. Aku tak pernah memutuskan siapa yang harus kujerat berikutnya. Aku hanya perlu tersenyum, dan lesung pipiku menjawab dengan sendirinya.
”
”
Anastasia Aemilia (Katarsis)
β€œ
Mungkin aku bukan seorang yang dapat memahamimu. Terlebih, menerka tingkah hingga ucapanmu. Membuatmu kecewa dan kecewa disetiap harinya. Oh mungkin aku tak pantas untukmu. Akan tetapi, matamu yang sayu itu menjelaskan kalau kau tetap sudi mencinta. Kau memang terlalu sempurna.
”
”
Zakiyahdini Hanifah