β
Harapan dan Kejatuhan
Ada saatnya kita menggenggam harapan seperti anak kecil yang memeluk balon.
Kita jaga ia erat-erat, takut ia terlepas ke udara.
Kita bangga memilikinya, mengagumi keindahan warnanya, meski tahu, satu tusukan duri kecil saja bisa membuatnya musna.
Harapan seringkali adalah bahan bakar kehidupan:
anak muda yang bekerja keras demi membeli rumah impian,
orang tua yang menghemat demi pendidikan anak,
pekerja yang menahan lelah demi sebuah promosi,
atau sekadar seseorang penjaja koran yang percaya, bahwa esok akan lebih baik dari hari ini.
Namun realitas tak selalu seindah skenario.
Kadang harapan itu berasa kabur, seperti gelas yang jatuh pecah di kaki kita.
Gaji tak cukup, cinta ditolak,
janji diingkari, mimpi tak terwujud
Kita gagalβdan kejatuhan itu membuat dada terasa sesak, seakan semua yang diperjuangkan berakhir sia-sia.
Ironinya, di media sosial, kejatuhan makin terasa pahit.
Kita membandingkan diri dengan kesuksesan orang lain yang sengaja dipamerkan.
Flexing di mana-mana, membabi buta!
Dan kita malu karena merasa miskin.
Yang kita lihat hanya apa yang orang lain punya
bukan proses berdarah-darah di balik layar.
Maka kejatuhan bukan sekadar kegagalan, tapi juga merasa tertinggal, tersisih, terpinggirkan, terabaikan, tidak cukup.
Namun, bukankah kejatuhan adalah bagian dari perjalanan harapan itu sendiri?
Tanpa jatuh, kita tak pernah tahu betapa kuatnya kita bisa bangkit lagi berdiri.
Tanpa rasa kecewa, kita tak akan mengerti arti sabar.
Tanpa kehilangan, kita tak pernah belajar menghargai apa yang sempat kita miliki.
Kejatuhan, jika direnungkan, justru menguji:
apakah harapan kita seperti angin; angan yang sejuk bertiup
atau realitas yang benar-benar nyata?
Apakah mimpi kita hanya ilusi, atau sesuatu yang layak diperjuangkan.
Mungkin inilah rahasia kecil yang sering kita lupakan:
Harapan bukan jaminan kita tak akan jatuh.
Harapan hanyalah janji, bahwa setiap kejatuhan meski menyakitkan tidak akan selamanya tanpa arti.
Ia selalu menyisakan cahaya, makna, hikmah sekecil apapun,
yang membuat kita mau melangkah lagiβ
meski dengan langkah yang goyah, meski dengan kulit yang perih.
Dan bukankah itu inti dari menjadi manusia? Untuk terus berjuang...
Bukan soal selalu menjadi pemenang,
tapi berani berharap meski tahu kita bisa jatuh,
dan berani bangkit meski tahu kita bisa jatuh lagi.
Dan lagi...
Semarang, September 2025
β
β