Sejuk Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Sejuk. Here they are! All 10 of them:

β€œ
Kakeknya berbohong. Cinta tidak seperti air sungai, sejuk, dan menyenangkan. Baginya, sekarang cinta lebih sepert moncong meriam. Sesaat lalu melontarkannya tinggi sekali hingga ke atas awan, tetapi sekejap kemudian menghujamkannya dalam - dalam ke perut bumi.
”
”
Tere Liye (Berjuta Rasanya)
β€œ
Kakek apakah cinta sesejuk air sungai ini?" "Ya. Cinta sejati memang seperti air sungai, sejuk menyenangkan, dan terus mengalir. Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti. Semakin lama semakin besar karena semakin lama semakin banyak anak sungai yang bertemu. Begitu juga cinta, semakin lama mengalir semakin besar batang perasaannya." "Kalau begitu ujung sungai ini pasti ujung cinta itu?" "Cinta sejati adalah perjalanan, Sayang. Cinta sejati tak pernah memiliki tujuan.
”
”
Tere Liye (Berjuta Rasanya)
β€œ
Bagiku, hujan menyimpan senandung liar yang membisikan 1001 kisah. Tiap tetesnya yang merdu berbisik lembut, menyuarakan nyanyian alam yang membuatku rindu mengendus bau tanah basah. Bulir-bulir yang jatuh menapak diatas daun, mengalir lurus menyisakan sebaris air di dedaunan. Sejuk, mirip embun. Hidup seperti ini. Aku bisa merasakan senja yang bercampur bau tanah basah sepeninggal hujan. Seperti kanvas putih yang tersapu warna-warna homogen indah. Dentingan sisa-sisa titik hujan di atas atap terasa seperti seruling alam yang bisa membuatku memejamkan mata. Melodi hidup, aku menyebutnya seperti itu. Saat semua ketenangan bisa kudapatkan tanpa harus memikirkan apa pun.
”
”
Yoana Dianika (Hujan Punya Cerita tentang Kita)
β€œ
Di bangku kayu ada bapa celaka dikerjakan hidup dia tewas menyerah membaca botol bir hijau ada nama anak perempuannya di bangku kayu ada bapa yang sejuk dan kaku double-barrelled dan isi kepalanya tumpah di atas meja selepas semalam dia ke gereja Tuhan tak ada. Bangalore, Mac 2015.
”
”
Faisal Mat Zawi
β€œ
Jika ada yang ingin kuberikan untukmu, itu hanyalah sekotak Crayon. . . Untuk mewarnai langitmu yang kelabu. Dipagi hari. . .kamu bisa mewarnainya dengan merah muda yah langit dengan matahari terbit memang indah. Disiang hari buatlah banyak cahaya matahari dengan kuning keemasan dan campurkan juga biru yang menenangkan. Namun jika kau ingin cuaca sejuk segar, kau boleh gunakan warna perak dan putih untuk cahaya kilat dan hujan yang lebat. Ada apa dibalik hujan? kutemukan jawaban. . .mari gunakan semua warna yang kau punya, ciptakan Pelangi. Pita indah warna-warni. Biarkan harimu berseri. Dan senja datang. . . ayo gunakan sang Jingga yang jelita, ucapkan selamat tinggal pada bola cahaya raksasa. Hari menggelap?belum! mari kita torehkan Ungu dengan titik-titik cahaya . . .selanjutnya kau boleh menghitamkannya, biarkan gelap menemani mimpimu tapi jangan lupa simpan sebuah bintang dΓ­bawah bantal, bersama dengan kotak warnamu . . . Esok warnai lagi langitmu dengan warna apapun yang kau mau. . . Berjanjilah jangan biarkan langitmu kelabu!
”
”
Citra Rizcha Maya
β€œ
Semuanya menjadi sejuk dan indah dalam pandangan orang yang sedang dimabuk asmara.
”
”
Dian Nafi (Just in Love (Mayasmara, #5))
β€œ
SENJA DI PAGI HARI Aku merindukan senja di pagi hari, suasana sejuk yang telah lama memberikanku hangat; sembari aku menjadi bisu, melihat lembaran kering gugur dari asalnya, sampai secangkir kopi telah menjadi sisa; "sebentar", sapa angin; "bukankah dirimu tak menyukai kopi?", lanjutnya lirih; aku hanya mengangguk, tapi karena pahit aku dapat mengenal manis.
”
”
Epaphras Ericson Thomas
β€œ
aku sekarang di dermaga terbuka menunggu angin sejuk terlepas dari teluk dan di hadapanku kapal berpusar gagal menemui pelabuhan apalagi pantai yang tidak berpulau. (Autobiografi)
”
”
Rahimidin Zahari
β€œ
Pun mentari sudah tiada api dan bulan yang merdu sudah sejuk nyanyiannya di hujung jari jemari embun kita masih belum terlalu lewat untuk menerima satu hakikat.
”
”
Yassin Salleh (Kumpulan Puisi: IKAN-IKAN DI KACA)
β€œ
Harapan dan Kejatuhan Ada saatnya kita menggenggam harapan seperti anak kecil yang memeluk balon. Kita jaga ia erat-erat, takut ia terlepas ke udara. Kita bangga memilikinya, mengagumi keindahan warnanya, meski tahu, satu tusukan duri kecil saja bisa membuatnya musna. Harapan seringkali adalah bahan bakar kehidupan: anak muda yang bekerja keras demi membeli rumah impian, orang tua yang menghemat demi pendidikan anak, pekerja yang menahan lelah demi sebuah promosi, atau sekadar seseorang penjaja koran yang percaya, bahwa esok akan lebih baik dari hari ini. Namun realitas tak selalu seindah skenario. Kadang harapan itu berasa kabur, seperti gelas yang jatuh pecah di kaki kita. Gaji tak cukup, cinta ditolak, janji diingkari, mimpi tak terwujud Kita gagalβ€”dan kejatuhan itu membuat dada terasa sesak, seakan semua yang diperjuangkan berakhir sia-sia. Ironinya, di media sosial, kejatuhan makin terasa pahit. Kita membandingkan diri dengan kesuksesan orang lain yang sengaja dipamerkan. Flexing di mana-mana, membabi buta! Dan kita malu karena merasa miskin. Yang kita lihat hanya apa yang orang lain punya bukan proses berdarah-darah di balik layar. Maka kejatuhan bukan sekadar kegagalan, tapi juga merasa tertinggal, tersisih, terpinggirkan, terabaikan, tidak cukup. Namun, bukankah kejatuhan adalah bagian dari perjalanan harapan itu sendiri? Tanpa jatuh, kita tak pernah tahu betapa kuatnya kita bisa bangkit lagi berdiri. Tanpa rasa kecewa, kita tak akan mengerti arti sabar. Tanpa kehilangan, kita tak pernah belajar menghargai apa yang sempat kita miliki. Kejatuhan, jika direnungkan, justru menguji: apakah harapan kita seperti angin; angan yang sejuk bertiup atau realitas yang benar-benar nyata? Apakah mimpi kita hanya ilusi, atau sesuatu yang layak diperjuangkan. Mungkin inilah rahasia kecil yang sering kita lupakan: Harapan bukan jaminan kita tak akan jatuh. Harapan hanyalah janji, bahwa setiap kejatuhan meski menyakitkan tidak akan selamanya tanpa arti. Ia selalu menyisakan cahaya, makna, hikmah sekecil apapun, yang membuat kita mau melangkah lagiβ€” meski dengan langkah yang goyah, meski dengan kulit yang perih. Dan bukankah itu inti dari menjadi manusia? Untuk terus berjuang... Bukan soal selalu menjadi pemenang, tapi berani berharap meski tahu kita bisa jatuh, dan berani bangkit meski tahu kita bisa jatuh lagi. Dan lagi... Semarang, September 2025
”
”
Titon Rahmawan