Lepaskan Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Lepaskan. Here they are! All 21 of them:

Mendapatkan uang merupakan sarana untuk mencapai tujuan: untuk menyokong rumah tangga dan agar keluarga mereka hidup bahagia. Tapi masyarakat kapitalis menipu dengan membuat kita percaya bahwa upah kita merupakan adalah tujuan itu sendiri, mengubah kita menjadi budak uang. Kita lupa sepenting apa pun uang, ada hal-hal lebih penting yang tak bisa kita lepaskan.
Chan Ho-Kei (Second Sister)
Keburukan prasangka hanya akan mendekatkan manusia kepada fitnah. Dan tidak ada yang lebih membahayakan jiwa manusia selain daripada sebuah fitnah yang keji. Lepaskan dirimu dari beban-beban prasangka atau bayang-bayang kegelapan akan meliputi jiwamu dan kau akan kehilangan cahaya kemanusiaan
Titon Rahmawan
Kehidupan hanyalah ilusi yang harus kau lepaskan. Ketika makin tua, kau menyadari perubahan posisimu sehubungan dengan kematian. Di masa muda topik kematian adalah filosofis, di usia tiga puluhan topik itu tidak bisa diterima, dan di usia empat puluhan topik itu tidak terhindarkan. Di usia lima puluhan, kau menghadapinya dengan cara-cara yang lebih rasional : mengatur surat wasiat, menghitung aset dan harta warisan, menjelaskan donasi organ tubuhmu, merinci kata-kata yang tepat untuk surat wasiat. Kini di usia enam puluhan, kau kembali jadi filosofis.
Amy Tan
Kegetiran itu, wajah sayu diantara gemerlap lampu-lampu. kepura-puraan untuk ketidaktahuan yang mutlak kita tahu. Kenapa tidak kita lepaskan saja? mari berbagi wajah, entah senyum atau tangis yang ada dibalik topeng kita. bukankah kita manusia yang sama?
nom de plume
Apa yang kita pikir bisa membuat kita bahagia, nyatanya tidak mampu menggantikan apa yang selama ini kita punya dan lepaskan.
Irin Sintriana (Love Story)
Sebab hanya kau yang ada untuk aku bila aku perlukan seseorang. Takkan aku nak lepaskan semua ni untuk cinta yang aku tak tahu sampai bila?
Abstrakim (INTROVERT)
Rebahkan tangguhmu, lepaskan perlahan, kau akan mengerti, semua.
Sheila On 7
Jangan lepaskan aku lagi seperti tiga hari ini. Jangan lepaskan aku demi siapapun - Ozcar.
Shandy Tan (Shine on Me)
Pagi yang datang tak perlu menunggu senja yang tak ingin pulang. Seperti hidup ini, kita tak harus menunggu sesuatu yang tak akan kembali. Lepaskan, ikhlaskan dan terus maju ke depan.
Anggita Ramani
....Kalau di antara lima puluh orang cuma tiga orang yang ingin jadi guru, siapakah yang akan mengajar anak-anakmu nanti?.... ....Kalau engkau tidak yakin betul, lepaskan cita-citamu untuk jadi guru itu.... ....seorang guru adalah kurban -- kurban untuk selama-lamanya. Dan kewajibannya terlampau berat -- membuka sumber kebajikan yang tersembunyi dalam tubuh anak-anak bangsa.
Pramoedya Ananta Toer
Kami manusia, seperti halnya orang laki-laki. Aduh, berilah izin untuk membuktikannya. Lepaskan belenggu saya! Izinkan saya berbuat dan saya akan menunjukkan, bahwa saya manusia. Manusia seperti laki-laki.
Sulastin Sutrisno (Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya)
Memberi itu bisa disebut sebagai 'memberi' hanya jika kita tidak mengharap apapun kembali. Kalau sudah mengharap sesuatu kembali, namanya bukan lagi disebut memberi, melainkan 'bertukar'. Dalam memberi terdapat sebuah kesadaran untuk melepaskan. Melepaskan sesuatu dari diri kita, untuk yang lain diluar diri kita. Jadi (misalnya) kamu memberi sejumlah uang (alat tukar dunia manusia) kepada seorang pengemis, dengan maksud memperoleh/mengharap pahala (alat tukar dunia akhirat) untuk bekal hidupmu kelak. Tindakanmu tersebut, tidak bisa disebut sebagai 'memberi', karena yang kamu inginkan sesungguhnya adalah 'pertukaran'. Kamu melepaskan sesuatu dari dirimu (sejumlah uang) dengan harapan memperoleh sesuatu yang lain dari luar dirimu (pahala) untuk bertukar dengan apa yang tadi telah kamu lepaskan. Dengan demikian tindakanmu tersebut masuk ke dalam domain 'bertukar', bukan 'memberi'. Janganlah dulu terlalu jauh bicara soal ikhlas dan tidak ikhlas, jika membedakan antara memberi dan bertukar saja kita seringkali masih keliru.
Ayudhia Virga
Saudariku.. pernahkah ada seorang yang melukaimu, menuduhmu atas suatu hal yang tidak anda lakukan ? memanggilmu dengan sebutan yang tidak layak dilontarkan, mengatakan hal – hal yang sangat tidak pantas diucapkan kepada sesama muslimah… mungkin dia adalah keluarga dekatmu, mungkin dia adalah temanmu, atau bahkan..... keluarga dari calon pendampingmu… :) Jangan bersedih ! tidak hanya anda yang mengalaminya… saya pun pernah mengalaminya.. duhai saudariku… Tidak semua orang mampu memahami kesalahan yang telah dilakukannya, Tidak semua orang mampu menerima kesalahan,dan tidak semua orang mampu meminta maaf kepada anda, meskipun dia sudah menyadari kesalahannya… Duhai saudariku…Lepaskan keegoisanmu agar cahaya iman masuk kedalam nuranimu, maafkanlah mereka dengan tulus…. jangan menunggu permintaan maaf mereka kepadamu!... Saudariku… apakah masih ingat dengan kisah Rasululloh SAW berikut ini : ” Suat saat ketika Rasulullah SAW sedang duduk – duduk bersama sahabatnya, Rasulullah SAW bersabda, “Sebentar lagi,salah satu ahli surga akan muncul di hadapan kalian.” Tak lama, seorang laki-laki dari kaum Anshar muncul dengan sisa air wudhu masih menetes dari janggutnya. Ia menenteng terompah di tangan kirinya. Hari berikutnya, Rasulullah SAW mengulang perkataannya dan orang itu kembali melintas seperti pada kali pertama. Di hari ketiga, Rasulullah SAW mengulang perkataannya, dan kejadian itu kembaliterulang. Mendengar ucapan Rasulullah SAW, Abdullah bin Amr mengikuti lelaki yang dimaksud Rasulullah SAW lalu berkata kepadanya, “Aku bertengkar dengan ayahku, aku tidak akan menemuinya tiga hari, apakah engkau berkenan memberiku tempat menginap?” lelaki itu menjawab, “Silahkan, dengan senang hati.” Abdullah bin Amr pun menginap di rumah lelaki itu hingga tiga malam berlalu dan Abdullah belum melihat dari laki-laki itu melakukan amal yang disebut sebagai penghuni surga. Sehingga Abdullah memberanikan diri bertanya, “Sudah tiga hari disini, aku tidak melihatmu mengerjakan amal yang membanggakan. Mengapa Rasul menyebutmu sebagai salah satu calon penghuni surga?”. Lelaki itu menjawab, “Aku memang tidak melakukan amalan-amalan yang istimewa, tetapi sebelum tidur, aku mengingat kesalahan-kesalahan saudaraku seiman, lalu aku berusaha untuk memaafkannya. Aku hilangkan rasa dengki dan iri terhadap karunia Allah yang diberikan kepada saudaraku.” Setelah mendengar itu, Abdullah berkata, “Ya,itulah yang menyebabkan engkau disebut sebagai calon penghuni surga.” Subhanallah ! Begitu dahsyatnya efek memaafkan,saudariku… semoga Allah menjadikan kita para pemaaf, yang mampu membalas keburukan dengan kebaikan… Semoga Bermanfaat.. :)
Nuci Priatni
Jika kau tidak bersahabat dengan cintanya maka lepaskan dan jadikan lagi dia kawan agar kau dapat merasakan hidupmu kembali
Galih Agus Pradana
Lepaskan. Bila menggenggam hanya melukai tangan. Ikhlaskan. Bila memendam hanya melukai perasaan.
Ajeng Pipit
Jangan lepaskan aku lagi seperti tiga hari ini. Jangan lepaskan aku demi siapapun - Ozcar
Shandy Tan (Shine on Me)
Saat kau lelah dengan pikiran dan duniamu, tenanglah...lepaskan semua itu dengan keikhlasan... maka menguaplah semua itu....
Iwan Suryanto
Reda kena ikhlas, ikhlas daripada rasa terkilan. Seumpama macam kita masuk tandas lepas tu kita flush! Di mana kita tak tengok apa yang dah dibuang tu. Lepaskan rasa sakit tu tanpa rasa terkilan. Ikhlaskan hati jadi hamba, ikhlaskan hati menerima aturan-Nya.
Ezza Mysara (Bukan Cinta Secondhand)
Dispose the old one to earn the new one. Lepaskan yang lama agar terima yang baru.
Toba Beta (Master of Stupidity)
Lepaskan yang tak bisa diubah, fokus pada apa yang bisa diperbaiki. Nikmati saja prosesnya.
Unknown
Perempuan yang Dulu Kau Kejar Hanya untuk Kau Lukai” Buat para lelaki: Apakah kau benar-benar sudah memahami istrimu? Ia bukan sekadar perempuan yang menunggumu pulang, meski tanganmu hampa dan dompetmu kosong. Ia bukan sekadar tubuh yang letih mengurus rumah, atau wajah yang perlahan kehilangan cahaya mudanya. Ia adalah doa yang tak pernah berhenti menyebut namamu, bahkan ketika kau tertidur lelap dan melupakan segalanya. Ia adalah keberanian yang meninggalkan kenyamanan tempat tinggal orang tuanya, menukar kepastian dengan harapan, hanya demi satu keyakinan, karena ia mencintaimu. Ia memintal mimpi dengan air matanya, menyalakan bara ketabahan dengan jiwanya, dan menaruh seluruh hidupnya dalam genggaman tanganmu—meski kau sendiri sering tak tahu bagaimana harus menjaganya. Dialah yang mempertaruhkan hidupnya demi melahirkan darah dagingmu, dialah yang mengorbankan hidup dan waktunya demi membesarkan keturunanmu. Dialah tangan yang membersihkan rumahmu, hati yang menjaga marwahmu, pelita yang menuntunmu pulang. Ironisnya, justru dialah orang yang paling sering kau abaikan. Dialah yang paling sering kau sakiti dengan sikap diam-mu, acuh tak acuhmu dan ketidakpedulianmu. Ia yang dulu kau kejar dengan segala kerinduan, kini kau anggap biasa saja—tak lagi istimewa, tak lagi bernilai. Padahal yang ia harapkan bukan istana, bukan harta berlimpah, melainkan hal yang sederhana: perhatian yang tulus, rasa aman, kasih sayang yang hangat. Tragisnya, engkau lupa bahwa cinta adalah bara yang harus dijaga, api yang harus diperbaharui. Engkau biarkan apinya padam, lalu kau salahkan ia ketika rumah tangga menjadi dingin. Engkau tak sadar, luka yang ia simpan bukan karena tubuhnya berubah menjadi gemuk, bukan karena kecantikannya pudar, melainkan karena pengorbanannya tak lagi berarti bagimu. Engkau telah meruntuhkan marwah seorang istri, menukar air matanya dengan penyesalan, menukar pengabdiannya dengan kehampaan. Jangan salahkan dia bila akhirnya ia memilih pergi. Ia pergi bukan karena lelah mencintai, melainkan karena tak ada lagi cinta untuk dipertahankan. Ia tinggalkan rumah yang ia bangun dengan air mata, ia lepaskan kenangan yang ia ikat dengan harapan. Dan yang tragis, kau tak kehilangan sekadar seorang istri—kau kehilangan perempuan yang dulu rela menyerahkan segalanya untukmu, bahkan hidup dan kehormatannya. Mengapa lelaki begitu pandai mengejar, namun begitu ceroboh menjaga? Dahulu, ia rela menembus hujan dan badai demi seulas senyum; kini, sekadar menatap mata istrinya saja ia sudah enggan. Mata yang dulu ia puja, jernih bagai telaga tempat ia merendam dahaga cintanya, kini dibiarkannya berkabut oleh air mata. Tidakkah ia sadar, setiap tetes air mata istrinya adalah patahan kecil dari marwahnya sendiri? Lelaki sering kali lupa, bahwa cinta yang diperjuangkan dengan susah payah bisa hilang hanya karena lalai memeliharanya. Betapa ironis—mereka berlari mengejar bunga saat kuncup, namun berpaling saat bunga itu mekar, seakan keindahan tak lagi berarti ketika sudah berada dalam genggaman. Perempuan menangis bukan karena lemah, melainkan karena hatinya penuh dan meluap oleh perasaan yang tak sanggup ia bendung lagi. Ia menangis bukan karena kehilangan cinta, tapi karena cinta yang ia beri setulus hati tak lagi dipandang berarti. Apa yang lebih menyakitkan bagi seorang istri selain disamakan dengan rutinitas? Diseret dalam hari-hari yang hampa tanpa lagi ada rasa kagum, tanpa lagi ada ucapan sederhana: “Sayang, aku sangat mencintaimu...” Dan beginilah tragedi buruk para istri: lelaki sibuk mencari kebahagiaan di luar rumah, padahal perempuan yang paling ia sakiti susah payah menjaga api kebahagiaan itu tetap menyala. Sementara lelaki mengira, kejayaan ada pada dunia luas yang ingin ia taklukkan. Padahal, kedamaian terbesar ada di pangkuan istrinya yang terus menunggu dengan setia, entah sampai kapan? Semarang, September 2025
Titon Rahmawan