β
Ada dunia di sekelilingmu. Ada aku di sampingmu. Namun, kamu mendamba rasa sendiri itu.
β
β
Dee Lestari (Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade)
β
Perempuan, Kau pasti tahu sakitnya cinta yg tak terkatakan.Cinta yg hanya mampu didekap dlm bungkam, Kata orang bahkan diam berbicara. Tapi, menurutku hal itu tdk berlaku dlm cinta. Sebab cinta harus diekspresikan dan pantang dibawa diam. Sebab cinta harusnya dinyatakan, lalu dibuktikan dgn sikap.Bgtu seharusnya cinta.Tapi, aku memang tidak punya pilihan. Maafkan!
β
β
Asma Nadia (Emak Ingin Naik Haji)
β
...Aku ingin kau tahu, diam-diam, aku selalu menitipkan harapan yang sama ke dalam beribu-ribu rintik hujan: aku ingin hari depanku selalu bersamamu...
β
β
Yoana Dianika (Hujan Punya Cerita tentang Kita)
β
Ibu, usiaku dua puluh dua, selama ini tidak ada yang mengajariku tentang perasaan-perasaan, tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap dengan seorang yang diam-diam kau kagumi. Tapi soer ini, meski dengan menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu, ada momen penting dalam hidup kita ketika kau benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi di hati. Sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan. Sayangnya, sore itu juga menjadi sore perpisahanku, persis ketika perasaan itu mulai muncul kecambahnya.
β
β
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β
Katakan saja
Kau cinta aku dalam diam
Bisa saja aku cinta kau dalam dalam.
β
β
Mosyuki Borhan (Rahsia 2 Pria)
β
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu: pemberontakan!
β
β
Wiji Thukul
β
dan usai tangis ini, aku akan berjanji. Untuk diam, duduk ditempatku. Menanti seseorang yang biasa saja
β
β
Dee Lestari (Rectoverso)
β
hari ini saja. biarkan rindu bercerita kepadaku tentang suaramu yang waktu itu berbicara padaku. tentang aku yang selalu malu jika berhadapan denganmu. diam, tidak bisa berbicara lebih banyak lagi.
β
β
bunga alfi
β
Aku ingin menjadi awan putih di bawah sinar matahari. Yang meski tak kau minta, diam-diam melindungimu dari terik matahari.
β
β
Rohmatikal Maskur
β
Aku menunggu. Kamu menunggu. Meski terkadang menunggu tak seinci pun menyeret kita untuk bertemu di titik rindu. Tapi, ah, adakah yang lebih indah dan syahdu dari dua jiwa yang saling menunggu? Yang tak saling menyapa, tapi diam-diam mengucap nama dalam doa?
β
β
Azhar Nurun Ala (Ja(t)uh)
β
Tuhanku Yang Maha Penyayang, Malam ini entah mengapa hatiku berhenti bercakap dan diam menatap buram jalur lamunan pikiranku yang tak tahu apa yang kuinginkan.
Tapi aku ini kekasih kecil-Mu, dan Engkau Tuhan Yang Maha Sejahtera, yang sesungguhnya tak membatasi apa yang bisa kuminta.
Tuhanku, esok pagi gembirakanlah aku dengan rezeki yang indah.
Aamiin
β
β
Mario Teguh
β
Aku, biarlah seperti bumi. Menopang meski diinjak, memberi meski dihujani, diam meski dipanasi. Sampai kau sadar, jika aku hancur.. Kau juga.
β
β
Fiersa Besari
β
Beberapakali aku menemukan mimpiku sendiri terjerembab di depan pintu. Kuyup oleh hujan. Seperti pakaian kotor berulangkali kucuci dan kujemur di halaman luas. Pada saat saat seperti itu aku selalu ingat wajah dan matamu saat menatapku; selalu teduh dan meneguhkan. Maka aku yakin pada akhirnya jarak hanya memisahkan raga. Tapi ia tak pernah sanggup menjauhkan mimpi, imaji dan kenangan yang kita semat bersama dalam rindu yang paling diam.
β
β
Helvy Tiana Rosa
β
Barangkali karena sebagian kebahagiaan tak bisa diulang, kita menjadi pecinta rekaman, pengagum kenangan. Barangkali karena kita tak punya kuasa memaku waktu, kita mengenang keindahan yang kita jumpai dalam gambar-gambar, dalam kata-kata - rentetan aksara yang bisa kapan saja kita baca. Maka jangan salahkan siapa-siapa bila diam-diam aku menyimpan gambarmu. Jangan salahkan siapa-siapa bila terlalu banyak sirat namamu dalam puisi-puisiku.
β
β
Azhar Nurun Ala (Tuhan Maha Romantis)
β
Jagat begitu dalam, jagat begitu diam.
Aku makin jauh, makin jauh
Dari bumi yang kukasih.
β
β
Subagio Sastrowardoyo (Dan Kematian Makin Akrab: Pilihan Sajak)
β
Enam puluh tahun kami menikah. Dua belas anak. Tentu saja ada banyak pertengkaran. Kadang merajuk diam-diaman satu sama lain. Cemburu. Salah-paham. Tapi kami berhasil melaluinya. Dan inilah puncak perjalanan cinta kami. Aku berjanji padanya saat menikah, besok lusa, kami akan naik haji. Kami memang bukan keluarga kaya dan terpandang. Maka itu, akan kukumpulkan uang, sen demi sen. Tidak peduli berapa puluh tahun, pasti cukup...Pagi ini, kami sudah berada di atas kapal haji. Pendengaranku memang sudah berkurang. Mataku sudah tidak awas lagi. Tapi kami akan naik haji bersama. Menatap Ka'bah bersama. Itu akan kami lakukan sebelum maut menjemput. Bukti cinta kami yang besar.
β
β
Tere Liye (Rindu)
β
diam adalah bahasa yang kuciptakan sendiri, tak banyak yang mengerti, tapi jika aku bicara kalian lebih tidak akan mengerti.
β
β
nom de plume
β
Pada akhirnya senja hanya semakin menjauh. Namun ia tak pernah sanggup melenyapkan cinta yang paling diam dari pandangan mata, apalagi hati. Lalu aku hanya menunggunya saat magrib tiba.
β
β
nom de plume
β
Aku tak tahu kenapa rasa ini masih terlalu kuat untukku bertahan diantara jarak. Kamu dan aku, kita sudah berbeda tempat. Keberadaanmu kini melewati berbagai provinsi di tempatku diam.
β
β
Syifa Syafira
β
Jadilah kita sepasang kekasih yang diam-diam saja di sini. Seperti penulis tuli yang jatuh cinta pada pianis buta. Memang tidak perlu ke mana-mana, bukan? Bukankah kau selalu mendengarkanku seperti aku setia menyaksikanmu?
β
β
Lan Fang (Sonata Musim Kelima)
β
Aku hanya puisi yang bernafas pada sela. Yang diam-diam memandangmu suka dari antara.
β
β
Rohmatikal Maskur
β
Mungkin ia tak menyadari, tapi aku masih saja memandang dari sisi lain yang tak terlihat. Cukup tahu.
β
β
Isyana G.
β
Setiap aku diam, my mind would start to wonder to places I don't want it to wonder to. Mempertanyakan makna hidup, tujuan hidup ini sebenarnya mau ngapain, apakah aku sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan sebagai manusia pada umur segini. And it's get pretty scary sometimes if I let myself think about it.
β
β
Ika Natassa
β
Diam meredam seloroh bodoh mulut berkabut
Sunyi menyanyi, aku terpaku, kamu jemu
Cinta terlunta buta kata
β
β
Sam Haidy (Nocturnal Journal (Kumpulan Sajak yang Terserak, 2004-2014))
β
Pagi ini indah ketika kamu tidak tahu, diam-diam aku merindukanmu.
β
β
Pringadi Abdi
β
Aku mencintainya tanpa diketahui.
Aku mencintainya dalam diam.
Aku mencintainya dalam satu sudut pandang.
Aku mencintainya di satu sisi.
Ya, aku percaya.
Jika takdirku adalah dirimu,
kau akan memilihku. Nanti.
β
β
Jee (Because It's You)
β
hingga kamarku berbau nestapa
rumahku menjadi kutubkhanah
yang penuh dengan buku-buku nestapa
duduk diam-diam membaca nestapa
aku pun luluh ke dalam nestapa.
β
β
Ridzuan Harun
β
Dikota paling rindu itu,Ningtyas
malam senantiasa menjatuhkan pejammu di mataku, mencuriku diam-diam dari mimpi, kemudian menidurkanku diatas bantalan lembut hati.
kau perempuanku, jangan tutup pejammu aku takut pada bangun, yang kan membuatmu jatuh kedalam selaput rapuh kabut pagi
β
β
firman nofeki
β
Aku selalu kehilangan kewarasanku kalau kamu muncul. Kamu akan langsung tahu bahwa aku tergila-gila padamu dan kamu akan takut padamu, lalu membenciku. Tapi kalau aku tetap diam, aku akan mati digerogoti perasaanku sendiri.
β
β
Miranda Malonka (Sylvia's Letters)
β
HIKAYAT ADAM
Sebab bagiku kau masih serupa ibu yang melahirkanku yang menuntunku berjalan dan mengajariku berlari. Namun mengapa tak juga lepas dahagaku daripadamu? Meski telah kureguk engkau hingga tumpas tandas.
Hingga kempis payudaramu hingga perlahan surut laut dan air matamu. Hingga padam langit dan seluruh jagat raya.
Hingga kalam sang malaikat diam-diam merenggut segenap kejahatan dan dosa-dosaku. Meski kutahu belaka, betapa sia-sia seluruh perjalanan ini.
Bukankah engkau sendiri yang waktu itu menghalangi diriku memakan buah yang ranum dari perbendaharaanmu yang sengaja tak kausembunyikan?
Buah syajarah yang kautanam di taman purbawi. Kebun yang telah berabad jadi rumahku tapi tak pernah sungguh-sungguh aku miliki.
Mengapa kaularang aku memetik khuldi yang kausediakan bagiku di taman itu? Apakah demi menguji kesetiaanku pada dirimu? Sementara kauijinkan sabasani itu tumbuh menjulang tinggi dan berbuah lebat.
Sekalipun engkau masih menerimaku sebagai buah kandung yang engkau lahirkan sendiri dengan kedua tanganmu.
Dan tidaklah aku engkau turunkan dari patuk taring si ular beludak. Ia yang telah membuatku terusir dari rumah. Sepetak tanah yang memang kauperuntukkan bagi diriku sejak mula pertama kauhadirkan aku ke dunia ini.
Sungguhpun harus kuarungi samudra duri ini sekali lagi, sebagai si alif dari golongan yang paling daif. Sebagaimana perempuan penerbit nafsi itu kaucuri dari tulang rusukku saat aku lelap tertidur.
Sepanjang pasrah kasrah telah mengubah rambut di kepalaku menjadi setumpukan uban. Sepanjang kematian demi kematian sengaja kau timpakan di atas kepala anak cucuku. Adakah sempat kaudengar aku berkeluh-kesah?
Meski aku mahfum belaka, ya bila karena semua itu aku tak akan pernah kau perkenankan singgah ke rumahmu lagi. Kecuali kau biarkan aku datang sebagai perempuan lecah, jaharu yang paling hina atau fakir papa yang kelaparan.
Sekalipun telah letih jiwaku meretas sepi, hingga percik lelatu itu menitik sekali lagi dari ujung jarimu. Bukan sebagai yang garib, yang gaib atau yang hatif. Melainkan karena semata-mata semesta cinta.
Cinta yang sekalipun tak akan pernah mengubah diriku menjadi zaim, zahid atau zakiah. Namun sungguh, cuma itu satu-satunya cinta yang berani menentang tajam mata pisau sang mair.
β
β
Titon Rahmawan
β
aku ingat saat kau sadar, "mungkin menyenangkan bermain ayunan ditaman"
lalu kau mencobanya, sambil duduk manis diatasnya kau berkata "ini menyenangkan".
mungkin saat itu aku hanya diam dan tersenyum, jika aku bisa berkata pasti aku akan mengatakan, "mungkin kau sadar ini menyenangkan, tapi apa kau sadar kau tak sekalipun mengayunkan ayunannya??
β
β
nom de plume
β
Mengapa kau diam saja Ibu, Ibu? Lihatlah, ini aku datang menjengukmu. Apa aku bisa perbuat untukmu? Betapa sengsara hidupmu. Kau pergi meninggalkan kampung halaman dan keluarga untuk belajar, untuk bisa mengabdi lebih baik pada nusa dan bangsa dan untuk dirimu sendiri. Keberangkatanmu direstui dan didoakan selamat oleh orang tuamu. Dan kau fasis Jepang, kau telah menganiaya, memperkosanya, merusak semua harapan indahnya. Kau jatuh ke tangan orang-orang gunung ini, yang mengenalmu hanya sebagai wanita dan harta.
β
β
Pramoedya Ananta Toer (Perawan Dalam Cengkeraman Militer)
β
Laut adalah pengembaraan sebuah tujuan,
Apalagi ketika hati telah dilanda gunda dan gulana.
Pada siapa lagi kuarahkan semua resah ini,
Saat aku telah kehilangan angan
yang dulu pernah aku miliki.?
Bahkan dinding yang diam
mulai tertawa sinis padaku...
i feel nothing...!
β
β
Manhalawa
β
hanya pena yang setia menuntunmu pulang ke kota kertasku,Ningtyas
tempat huruf-huruf rindu sering tersesat, dan aku menyusunnya diam-diam menjadi rumah-rumah sajak berdinding jarak dan jejak.
lelapkanlah gigilmu didalamnya! sementara kunyalakan perapian untukmu dari qolbi yang terbakar
β
β
firman nofeki
β
Aku sendiri berkawan sepi
ditemani dingin
dirangkul sepi
di dalam tanah
suatu hari...
Aku diam bertutup kain
dirantai oleh kaku
dipeluk oleh kaya
di dalam tanah
suatu hari...
Aku sedih bersama sesal
di bungkus luka
disiksa oleh rasa
di dalam tanah
suatu hari...
Sendiri, diam dan sedih
malangnya Aku
...
β
β
Manhalawa
β
Buku yang ku tulis bukanlah buku kosong
Namun buku usang penuh coretan bingung
Disana tercatat ribuan kata yang gamang
Bahkan beberapa halaman pun tlah hilang
Siapkah pena ini menyurat makna baru
Atau justru mengungkap cerita masa lalu
Dimana kalimat yang tertera kian ambigu
Haruskah aku bicara atau diam membisu
,.
β
β
chachacillas
β
Ketika mereka teriak aku akan memilih untuk diam, dan ketika mereka diam aku akan mulai bersuara.
β
β
Dayu Ledys
β
rindu adalah rasa yang aku telan dalam diam. diucapkan atau tidak rindu ya seperti itu.!!!
β
β
nom de plume
β
Teman yang tahu ceritaku bahkan tak menaruh simpati. Bukannya membantu bangkit. Diam saja melihatku terjerumus. Aku jatuh, dia hanya menonton.
β
β
Jacq (Ask Me Like You Did)
β
Meskipun terbiasa tidak diacuhkan, ketika guru diam saja, kemana aku bisa berlindung?
β
β
Evi Sri Rezeki (Sell Your Soul!)
β
Kekasihku
Kami bertemu lagi di taman.
Dulu ia bilang ia yang menciptakan langit biru,
tukang susu yang setiap pagi lewat depan rumahku,
tukang pos yang tak pernah mampir,
anak-anak kecil yang bermain burung dara bersama senja,
suara anjing hansip di tengah malam sunyi.
Semuanya dari tiada.
βKenapa kita harus melalui hidup ini sendirian?β tanyaku.
Ia diam. Padahal biasanya langsung
berbicara panjang lebar.
βKamu dan aku. Begini parah kita kesepian.β
Aku ingat ceritanya tentang cinta yang tak berbalas,
yang ia tanggung selama beribu-ribu tahun.
Tentang pengirim pesan yang ditimpuki batu,
dan ia yang kesepian di atas gunung.
Kakiku mulai kesemutan, dan ia tak juga bicara.
βDi gunung, kamu menulis untuk siapa?β
Ia tak juga bicara.
Langit biru agak berawan hari ini.
β
β
Norman Erikson Pasaribu (Sergius Mencari Bacchus: 33 Puisi)
β
Kau terhenti.
Tergagu kau bertanya.
Mungkin pada diri sendiri, mungkin kepadaku.
βSiapaβ¦ kamu?β
Namaku Bumi, ketika langitmu perlu wadah untuk menangis.
Namaku Bulan, saat kau terlelap, kujaga duniamu dalam gelap.
Namaku Telaga, kan kubasuh lusuh di sekujur tubuhmu itu.
βUntuk apa?β
Untuk partikel udara yang kau hirup dengan cuma-cuma.
Untuk desau angin yang bisiknya kau halau dengan daun pintu.
Untuk kepul terakhir secangkir kopi yang kau hirup sebelum mendingin.
Kau kembali berjalan.
Aku kembali diam.
Kita tak lagi berbincang.
Aku tetap menjadi bumi, bulan, dan telagamu.
Kau masih menghirup udara, menghalau angin, dan menyeduh kopi.
Kita masih melakukan hal yang sama, masih di tempat yang terpisah.
Dan tak pernah kau pertanyakan lagi keberadaanku.
Sebab bagimu aku selalu ada.
β
β
Devania Annesya (Elipsis)
β
Aku seperti mandi hujan dalam pelukan bahagia seorang pujangga dengan irama puisi jatuh hati pada pandangan pertama, seorang yang jatuh hati tak pernah sadar menyelami sebagian perasaan yang dalam dan diam-diam mencuri matahari pada pagi di sambut hujan yang menyendiri.
Bitread
β
β
Musa Rustam (Sang Pencuri Hati)
β
Aku yang terus melihat kau tersakiti, apakah harus diam. Kau selalu memaksa untuk tersenyum dan seolah semua akan baik-baik saja itu, membuatku gerah. Pada akhirnya saat kau tak mampu membendung itu semua, tenggelamlah aku. Seperti air laut yang mengenai lukaku, ini juga membuatku perih.
β
β
Zakiyahdini Hanifah
β
Bukan hanya aku yang kehilangan, tapi seantero sekolah juga merasakan lubang kehampaan. Ia bukanlah sosok guru yang sering mencuri waktu demi kepentingan sendiri. Bukan pula pribadi yang kerap mengambil handphone dalam saku tanpa peduli muridnya pintar atau diam tak mengerti.
Ia tak tampak seperti orang kebanyakan. Oknum guru yang tak merasa khianat walau kerap datang terlambat. Mereka yang hanya mengingat hak sementara kewajiban cuma dicatat. Pendidik yang selalu memberi tugas tapi jarang memperjelas. Pegawai yang membanggakan sertifkasi tanpa memikirkan kualitas beriring prestasi.
(Pejuang Cinta, Dunia Tanpa Huruf R)
β
β
Yoza Fitriadi (Dunia Tanpa Huruf R)
β
Katamu, kau seniman sejati.
Yang rela mati ;
hanya tuk sekedar wujudkan mimpi.
Nyatanya, dalam realiti.
Kau diam-diam berlari.
Meninggalkanku dalam lamunan sepi.
Satu tahun ini aku menepi.
Mereka-reka dari berbagai sisi.
Sampai pada akhirnya aku berhenti.
Menyadari kau telah pergi.
Hari ini sudah pasti.
Jika kau kembali nanti.
Aku sudah jatuh hati.
Pada dia yang selalu mendampingi.
Tolong, jangan hakimi.
Caraku menyelamatkan diri.
β
β
Karunia Fransiska
β
Kawan kamu pernah bercerita ttg keinginanmu untuk pergi dari kehidupan ini.
Iya, aku juga tahu bahwa kamu ingin pulang kawan, entah itu pulang kepada Tuhan.
Sungguh, aku tahu kamu lelah kawan. Bahkan kamu nyaris menyerah kepada kehidupan.
Tapi, kamu tahu kawan? kamu hanya terlalu lelah melawan padahal kamu hanya butuh diam. diam di dalam kesendirian, diam di dalam kesunyian, diam di dalam kepahitan, bahkan diam di dalam kelelahan. Tidak usah lagi kamu melawan. melawan kehidupan. Melawan Tuhan.
β
β
Alfisy0107
β
Pada Minggu sore yang tenang itu, aku menikahi Dinda. Aku berpakaian Melayu lengkap persis seperti waktu aku melamarnya dahulu. Dinda berpakaian muslimah Melayu serbahijau. Bajunya berwarna hijau lumut, jilbabnya hijau daun. Dia memang pencinta lingkungan. Itulah hari terindah dalam hidupku.
Jadilah aku seorang suami dan jika ada kejuaraan istri paling lambat di dunia ini, pasti Dinda juaranya. Dia bangkit dari tempat duduk dengan pelan, lalu berjalan menuju kursi rotan dengan kecepatan 2 kilometer per jam.
Kalau aku berkisah lucu dan jarum detik baru hinggap di angka 7, aku harus
menunggu jarum detik paling tidak memukul angka 9 baru dia mengerti. Dari titik dia mengerti sampai dia tersipu, aku harus menunggu jarum detik mendarat di angka 10. Ada kalanya sampai jarum detik hinggap di angka 5, dia masih belum paham bahwa ceritaku itu lucu. Jika dia akhirnya tersipu, lalu menjadi tawa adalah keberuntunganku yang langka.
Kini dia membaca buku Kisah Seekor Ulat. Tidak tebal buku itu kira-kira 40
halaman. Kuduga sampai ulat itu menjadi kupu-kupu, atau kembali menjadi ulat lagi, dia masih belum selesai membacanya. Semua yang bersangkut paut dengan Dinda berada dalam mode slow motion. Bahkan, kucing yang lewat di depannya tak berani cepat-cepat. Cecak-cecak di dinding berinjit-injit. Tokek tutup mulut.
Selalu kutunggu apa yang mau diucapkannya. Aku senang jika dia berhasil mengucapkannya. Setelah menemuinya, aku pulang ke rumahku sendiri dan tak sabar ingin menemuinya lagi. Aku gembira menjadi suami dari istri yang paling lambat di dunia ini. Aku rela menunggu dalam diam dan harapan yang timbul tenggelam bahwa dia akan bicara, bahwa dia akan menyapaku, suaminya ini, dan aku takut kalau-kalau suatu hari aku datang, dia tak lagi mengenaliku.
β
β
Andrea Hirata (Sirkus Pohon)
β
1967
Di museum kutemukan dahimu penuh kerak timah, meleleh membutakan matamu. Diam-diam kutawarkan tali. Mungkin kau ingin menjerat tubuhku.
βKujajah tubuh belalangmu. Kita bersembunyi di gua, lari dari topeng-topeng yang kita pentaskan. Jangan kaulempar tali! Ayahku akan kehilangan wujud lelakinya. Ibuku memuntahkan ulat yang telah lama dikandungnya.β
Di museum, matamu memecahkan seorang perempuan. Kau terbangun dari kantuk. Kutelan gelap. Kukunyah api. Aku mulai membakar jantung. Mana taliku? Kau ingat di mana telah kutanam impian yang disembunyikan perempuan jalang yang harus kupanggil βtanteβ? Perempuan itu tak lagi memiliki hati. Hidupnya sudah digadaikan untuk orang-orang yang rajin menyapanya di jalanan. Mungkinkah dia ibuku?
βJangan lilit tubuhku dengan tali. Batang tubuhku buas. Tak ada tali mampu mengikatnya. Jangan hidangkan impian. Mari mereguk kata-kata. Kautahu tumpukan huruf pun kuserap. Tumbuhkanlah anak rambutmu. Ayahku diam-diam menanam kebesaran, tapi aku tak memiliki rangka iga. Mari senggama di batu-batu. Mungkin ingin kaukuliti karang tubuhku?β
Kau tampak pandir. Tolol. Uapmu mencairkan satu demi satu bukit yang kusimpan erat di urat tangan. Di museum kau menjadi begitu pengecut. Aku mulai menggantung bayi di ujung rambutmu. Matanya memuntahkan pisau.
Kuperingati hidup dengan seratus tahun sunyi Garcia. Ikan-ikan meluncurkan sperma. Betina-betina memuntahkan gelembung karang. Di museum, kesunyian begitu runcing. Tahun-tahun yang pernah kita pinjam kumasukkan dalam api upacara pengabenan. Pulangkah aku? Siapa yang kucari? Diam-diam Garcia sering mengajakku bersenggama di tajam ombak, di museum, dalam mata, jantung, hati dan keliaranmu. Aku tetap gua kecil yang ditenggelamkan dingin.
Berlayarlah selagi kau masih ingat laut. Jangan catat namaku. Karena ibuku pun membuangku di buih laut. Mencongkel hatiku dengan lokan.
1999
β
β
Oka Rusmini (Pandora)