Aku Bukan Siapa Siapa Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Aku Bukan Siapa Siapa. Here they are! All 9 of them:

β€œ
Nah, walau tiga suku bangsa ini punya kampung sendiri, kampung Cina, kampung Dayak, dan kampung Melayu, kehidupan di Pontianak berjalan damai. Cobalah datang ke salah satu rumah makan terkenal di kota Pontianak, kalian dengan mudah akan menemukan tiga suku ini sibuk berbual, berdebat, lantas tertawa bersamaβ€”bahkan saling traktir. β€œSiapa di sini yang berani bilang Koh Acong bukan penduduk asli Pontianak?” demikian Pak Tua bertanya takzim.
”
”
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β€œ
Bukan untuk siapa–siapa kupikir. Mungkin aku melakukannya untuk diriku sendiri pada akhirnya. Karena aku menikmatinya, menikmati melayani dan melihat senyum kebahagiaan orang – orang di sekitarku.
”
”
Dian Nafi (Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku)
β€œ
Aku bukan siapa-siapa Aku hanya setitik debu di padang pasir Aku hanya setetes air di samudera tak bertepi Aku hanya setiup udara di angkasa raya Aku dengan segala egoku.. tak berarti apa-apa
”
”
Santi Artanti (Friendship Never Ends)
β€œ
Mungkin aku memang sudah gila, mencintai pacar temanku sendiri. Barangkali cinta seperti kejahatan. Ia bisa terjadi bukan hanya karena ada niat, tapi juga karena adanya kesempatan. Aku tahu pasti aku hanya mencari-cari pembenaran saja untuk perasaanku. Jadi siapa aku sekarang? Hanya pecundang malang yang jatuh cinta kepada orang yang salah, dan pada saat yang sama dicintai oleh orang yang salah pula!
”
”
Fadil Timorindo (Let's Party)
β€œ
Pahlawan Tak Dikenal Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah lubang peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang Dia tidak ingat bilamana dia datang Kedua lengannya memeluk senapan Dia tidak tahu untuk siapa dia datang Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang Wajah sunyi setengah tengadah Menangkap sepi padang senja Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu Dia masih sangat muda Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun Orang-orang ingin kembali memandangnya Sambil merangkai karangan bunga Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah lubang peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda
”
”
Toto Sudarto Bachtiar
β€œ
Tetap wartawan-wartawan terus saja menulis bahwa aku ini seorang 'budak Moskow'. Baiklah kujelaskan sekali lagi dan untuk terakhir kali. Aku bukan, tidak pernah dan tidak mungkin menjadi seorang komunis. Aku membungkukkan diri ke Moskow? Setiap orang yang pernah dekat dengan Sukarno mengetahui, dia memiliki ego yang terlalu besar untuk bisa menjadi budak dari seseorang, kecuali budak dari rakyatnya. Aku memiliki ego. Itu kuakui. Tapi apakah seorang yang tanpa ego bisa mempersatukan 10.000 pulau menjadi satu bangsa. Dan aku memang tinggi hati. Siapa pula yang tidak demikian? Bukankah setiap orang ingin mendapat pujian?
”
”
Cindy Adams (Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia)
β€œ
Menafsir Rembulan Kalau tidak sedang dikejar-kejar mengapa mesti lari terburu-buru? Kita tidak harus selalu menerjemahkan waktu dengan cara-cara yang menggelikan dan menyebalkan serupa itu. Bukankah di dunia ini banyak sekali kejadian-kejadian yang tidak kita mengerti? Sebagaimana halnya kita tak pernah tahu, mengapa rembulan tak pernah lagi menulis puisi? Apalagi puisi tentang cinta dan kerinduan. Terlalu banyak penyair atau mereka yang mengaku-aku sebagai penyair yang mencatut nama bulan hanya untuk mengungkap perasaan. Padahal bulan tak perlu pengakuan. Ia sama sekali tak butuh penghargaan, penghormatan, penerimaan atau pengukuhan dari siapa pun. Kalau selama ini terlalu banyak puisi yang mengumbar nama rembulan, maka itu jelas bukan karena kemauan atau kehendaknya sendiri. Itu pula sebabnya mengapa bulan lebih sering menyembunyikan diri. Sengaja tak menampakkan batang hidungnya atau memamerkan kemolekannya. Tapi kita para penyair lancung dan sok pintar ini terlalu sering mengagung-agungkan dirinya lebih dari yang seharusnya. Bulan memang lembut dan tak segarang matahari. Sesungguhnyalah, ia sosok pemalu yang tak seberapa pintar menyatakan isi hati. Hanya saja kita terlalu melebihkan apa yang tersirat dari senyumnya yang sering tertahan, atau dari raut wajahnya yang begitu mudah tersipu. Betapa mudah kita menyalah artikan sendu tatap matanya sebagai kerinduan dari serpihan hati orang yang kita kasihi. Sementara kita tak pernah berusaha menyelami, apa yang sesungguhnya tersembunyi dalam pikirannya yang naif dan selugu kanak-kanak itu?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Bagiku menikah bukan kewajiban, melainkan pilihan. Maka, aku tidak mau salah memilih pasangan. Andai setelah ini aku tidak memiliki jodoh di dunia, aku masih akan baik-baik saja. Hidupku tidak diukur dari itu.
”
”
Eki Saputra (Kepada Siapa Ilalang Bercerita)
β€œ
Bukan masalah senang atau tidak senang. Aku memasak karena sudah seharusnya. Aku mesti ke dapur supaya kalian semua bisa makan dan pergi ke sekolah. Mana bisa kita hanya melakukan apa yang kita sukai? Ada hal-hal yang mesti dilakukan, entah suka atau tidak. Kalau kau hanya melakukan apa-apa yang kausukai, lalu siapa yang akan mengerjakan apa-apa yang tidak kausukai?
”
”
Kyung-Sook Shin (Please Look After Mom)