“
Tahukah kamu, ada momen di mana tak ada kata kata yang dapat mewakili apa yang kita rasakan? Bahkan ketika perasaan itu hadir berusaha menyapa keseharian kita, dan masih saja belum kita temukan kata kata yang tepat. Kalaupun hari ini aku ingin menyapamu lewat cerah matahari pagi, dan derum kesibukan di jalan yang bakal menunggumu sebentar lagi, atau celoteh tetangga sebelah yang lagi asyik ngobrol di depan rumah meningkah suara pompa air yang tak putus putusnya.
Ingatkah kamu, mata hati kecintaanku, kalau semestinya hari ini adalah hari yang istimewa bagimu? dan aku ingin memberimu sebuah ciuman. Tentu saja kalau engkau tak keberatan. Walau, aku masih saja belum menemukan satu kata yang tepat. Tapi biarlah tanda mata ini cukup untuk mengenang hari di mana dulu engkau hadir ke dunia ini dan aku masih mengingat, betapa bahagianya diriku saat itu. Bayi mungil tampan, yang tak puas puas aku cium dengan gemas. Dan kemudian waktu jalan bergegas meninggalkan jejak masa lalu di belakang kita.
Lihatlah kini, kita telah sama sama beranjak menua. Aku mungkin, tapi engkau tidak. Engkau masih saja seperti bocah kecil itu dulu yang kugendong dan kubawa kemana mana. Karena aku tak pernah mampu menepis apa yang aku rasa kepadamu. Walau aku tak kunjung jua menemukan sebuah ungkapan yang tepat. Tapi biarlah ini cukup untuk melipur lara di hatiku, karena aku tahu entah bagaimana engkau akan mengerti. Betapa aku sungguh menyayangimu. Sekiranya ada satu hal yang bisa aku beri, di hari yang sungguh teristimewa ini, maka katakanlah. Katakan apa saja yang engkau mau. Karena itu akan jadi doaku, betapa aku ingin melihatmu selalu sehat, senantiasa tersenyum dan berbahagia. Lebih dari apapun. Lebih dari apa yang dapat engkau mengerti.
”
”