Tetangga Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Tetangga. Here they are! All 19 of them:

Memang tak enak untuk mengingat-ingat bahwa kebahagiaan sering perlu uang yang terkadang amis dan tenaga kasar yang keringatnya berbau aneh. Kebahagiaan sering perlu sejumlah tetangga, yang tak jarang lebih miskin.
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 3)
Apa gunanya memaki? Mereka memang anjing. Mereka memang binatang. Dulu bisa mengadu, dulu ada pengadilan. Dulu ada polisi, kalau duit kita dicolong tetangga kita. Apa sekarang? Hakim-hakim, jaksa-jaksa yang sekarang juga nyolong kita punya. Siapa mesti mengadili kalau hakim dan jaksanya sendiri pencuri?
Pramoedya Ananta Toer (Larasati)
Meski miskin, suami istri Setrowikromo merasa tidak berkekurangan. Mereka juga tidak pernah meminta uang dari ketiga anaknya. "Untuk kami berdua, segelas beras sudah cukup. Yang mesti kami pikirkan, bagaimana menyumbang tetangga yang mempunyai hajatan," tutur Khatijah...
Sindhunata (Manusia & Pengharapan: Segelas Beras untuk Berdua)
Di negara Jancukers. Allahu Akbar nilainya tinggi, yaitu untuk mengusir penjajah Belanda dulu dan untuk mengusir Jepang. Tidak seperti di negara tetangga, Allahu Akbar dipakai untuk melawan orang makan di warung Tegal.
Sujiwo Tejo
Keajaiban dunia, mudah-mudahan ayam tetangga nggak terkena serangan jantung mendengar guyuran air mandimu yang lebih menggelegar melebihi dentuman guntur
Yoza Fitriadi (PENGAGUM SENJA)
Tak apa kau suka film Korea, asal tak suka ngegebet anaknya tetangga.
Robi Aulia Abdi
Kalau kita merasa risi melihat ada tetangga yang tidak sembahyang, kita kunjungi dia dan ajak dia bertukar pikiran dengan menggunakan alasan-alasan yang didasarkan pada akal. Ini namanya perbuatan ksatria. Yang tidak baik adalah bila kita beramai-ramai membuat negara berkuasa untuk memaksakan kehendak pribadi pada semua orang. Agama terpaut pada hak asasi, di bidang privasi, atas keyakinan orang per orang, yang tidak bisa dipaksa-paksakan.
Daoed Joesoef (Emak)
Aku tidak pernah berfikir kalau diriku jauh lebih baik dari Choki, anjing kolokan milik tetangga yang sikapnya cenderung menjengkelkan. Dia bisa menggonggong tanpa sebab, mengendus apa saja yang ia jumpai dan berak seenaknya di sembarang tempat yang ia mau. Tapi apa yang ia - makhluk ini - tunjukkan padaku, (tentu saja dari apa yang tercermin lewat sikap dan perilakunya) bakal mengingatkan diriku, bahwa bisa jadi dia ini lebih anjing dari sekadar manusia. Tentu saja aku tidak sedang berbicara tentang Choki, tapi tentang makhluk lain yang mirip dan serupa dengan dirinya. Maksudku adalah, ia tak butuh sopan santun untuk menyatakan rasa laparnya atau rasa apapun itu.
Titon Rahmawan - Kisah Tentang Kawanan Anjing
Tahukah kamu, ada momen di mana tak ada kata kata yang dapat mewakili apa yang kita rasakan? Bahkan ketika perasaan itu hadir berusaha menyapa keseharian kita, dan masih saja belum kita temukan kata kata yang tepat.  Kalaupun hari ini aku ingin menyapamu lewat cerah matahari pagi, dan derum kesibukan di jalan yang bakal menunggumu sebentar lagi, atau celoteh tetangga sebelah yang lagi asyik ngobrol di depan rumah meningkah suara pompa air yang tak putus putusnya. Ingatkah kamu, mata hati kecintaanku, kalau semestinya hari ini adalah hari yang istimewa bagimu? dan aku ingin memberimu sebuah ciuman. Tentu saja kalau engkau tak keberatan. Walau, aku masih saja belum menemukan satu kata yang tepat. Tapi biarlah tanda mata ini cukup untuk mengenang hari di mana dulu engkau hadir ke dunia ini dan aku masih mengingat, betapa bahagianya diriku saat itu. Bayi mungil tampan, yang tak puas puas aku cium dengan gemas. Dan kemudian waktu jalan bergegas meninggalkan jejak masa lalu di belakang kita. Lihatlah kini, kita telah sama sama beranjak menua. Aku mungkin, tapi engkau tidak. Engkau masih saja seperti bocah kecil itu dulu yang kugendong dan kubawa kemana mana. Karena aku tak pernah mampu menepis apa yang aku rasa kepadamu. Walau aku tak kunjung jua menemukan sebuah ungkapan yang tepat. Tapi biarlah ini cukup untuk melipur lara di hatiku, karena aku tahu entah bagaimana engkau akan mengerti. Betapa aku sungguh menyayangimu. Sekiranya ada satu hal yang bisa aku beri, di hari yang sungguh teristimewa ini, maka katakanlah. Katakan apa saja yang engkau mau. Karena itu akan jadi doaku, betapa aku ingin melihatmu selalu sehat, senantiasa tersenyum dan berbahagia. Lebih dari apapun. Lebih dari apa yang dapat engkau mengerti.
Titon Rahmawan
1. Dari balik tingkap ini aku sengaja mengintaimu, memasang kamera pada jalusi untuk melihatmu mencumbui malam. Seperti gerimis yang baru saja turun, menggiringmu melewati teras rumah tetangga lalu sengaja menggeletakkan tubuhnya di atas sofa abu abu yang dulu engkau beli dari pesta Sri Ratu. Tangan tangan hujan tidak meronai pipimu dengan warna merah jambu melainkan coklat tua agar senada dengan jaket yang dikenakannya. Walau, ia hanya seorang penjaga yang membawa suar kemana mana. Namun ia juga adalah samudra tak bernama yang tak urung menelikung tubuhmu dengan kata luas tak terperi. Sebagaimana kata kata rayuan yang diucapkannya bergema bersama lantunan tembang tembang lawas yang ia rekam sepekan sebelumnya dari sebuah aplikasi di internet. Ia tak menyembunyikan tangannya yang sibuk menggali harta karun jauh ke dalam lubukmu. Membiarkan pikiranmu terbang melayang ke pelataran Sukuh, ke atas puncak arca garuda di Cetha dan lalu melayap jauh hingga ke Khajuraho. Menangkap semburat lidah api yang asyik menyigi setiap detail relief candi yang akan membuat nafas kalian tersengal sengal. Memanggil awan dan memetakan semua rencana perjalanan wisata mimpi kalian ke Thailand, Bhutan, Nepal, Burma, India, Sri Lanka, Maladewa hingga ke China. Pada lukisan Lee Man Fong engkau menjelmakan dirimu menjadi seorang gadis Bali yang bertelanjang dada. Bersimpuh di bawah pohon sambil memantrakan puja. Sementara aku terjatuh dan terjerembab berungkali dari loteng ini dengan kaki yang goyah dan juga patah. Tak sekali kali berani beranjak hanya untuk sejenak menghela nafas. Karena lelaki pembawa suar itu telah menaikkan tubuhmu ke atas kereta berkuda dan menjelmakan dirimu menjadi seorang permaisuri. Seperti paduka Sri Ranggah Rajasa yang menyunting Ken Dedes di balik kejayaan Singosari. Ia sungguh lelaki pemberani yang tak gentar mengajakmu menari. Menjelajahi gunung, lembah, kebun dan persawahan di bawah naungan pohon pohon banyan di pinggiran jalan. Melewati sekumpulan bocah yang tengah bermain gundu, gobak sodor dan sunda manda. Engkau tak menghiraukan mereka dengan bising lagu dangdut di balik suara desahanmu. Menancapkan lembing pada setiap cubitan bibir yang bernafsu menyadap getah dari busung dadamu. Tajam gigi taring dan juga geraham yang menerakan sebuah marka rahasia di atas jenjang lehermu. Sedang mataku terantuk gelap yang berjatuhan di bawah pintu palka yang merapuh ini, saat layar mulai terkembang dan lelaki keturunan nelayan itu menggeser lunas perahumu di atas lidah ombaknya.
Titon Rahmawan
Para ilmuwan sosial memperkirakan bahwa sekitar 70 persen dari kebahagiaan kita berasal dari hubungan kita, baik secara kuantitas, dengan teman, keluarga, rekan kerja, dan tetangga. Selama masa-masa sulit dalam kehidupan, semangat persahabatan mengurangi penderitaan kita; selama masa-masa baik, semangat tersebut meningkatkan kebahagiaan kita. Dengan demikian, sumber terbesar kebahagiaan kita adalah orang lain--dan apa yang dilakukan oleh uang? Uang mengisolasi kita dari orang lain. Dengan uang, kita dapat membangun dinding, secara harfiah dan kiasan, di sekitar diri kita. Kita pindah dari asrama mahasiswa yang padat ke apartemen, lalu ke rumah dan jika kita benar-benar makmur ke rumah mewah. Kita mengira kita mengalami kemajuan, tetapi sebenarnya kita membatasi diri kita sendiri dengan dinding.
Eric Weiner (The Geography of Bliss: One Grump's Search for the Happiest Places in the World)
Dari semua tempat yang saya kunjungi dan orang-orang yang saya jumpai, ada satu yang selalu terngiang-ngiang: Karma Ura, cendekiawan Bhutan dan juga orang yang selamat dari kanker. "Tidak ada yang namanya kebahagiaan pribadi," katanya kepada saya. "Kebahagiaan seratus persen bersifat relasional." Saat itu saya tidak memaknainya secara harfiah. Saya kira dia melebih-lebihkan untuk memberi penekanan pada penjelasannya: bahwa hubungan kita dengan orang lain lebih penting dari yang kita kira. Namun sekarang, saya menyadari bahwa yang dimaksud Karma itu sama persis dengan yang dia katakan. Kebahagiaan kita sepenuhnya dan benar-benar saling terkait dengan orang lain: keluarga dan teman serta tetangga dan wanita yang nyaris tidak Anda perhatikan yang membersihkan kantor Anda. Kebahagiaan bukanlah kata benda atau kata kerja. Dia adalah kata sambung. Jaringan penghubung.
Eric Weiner (The Geography of Bliss: One Grump's Search for the Happiest Places in the World)
Kerabat dan tetangga adalah kenangan. Kerabat dan tetangga adalah lingkungan. Kerabat dan tetangga adalah yang karib dan yang dekat.
Sibel Eraslan (Maryam: Bunda Suci Sang Nabi)
Kau memang tidak mengganggu siapapun, tetapi mulutmu selalu bungkam. Katanya kau pernah mengalami trauma hebat. Sejak itu kau mulai melupakan wajah. Kau lupa siapa-siapa saja tetanggamu bahkan ketika mereka berpapasan denganmu di pasar. Orang-orang pun mulai malas menyapamu, tak ingin tertular kesedihanmu.
Intan Paramaditha (Sihir Perempuan)
Cinta Dari Rutinitas Sehari Hari II. Tentu saja, kita tak sempat bercengkerama karena aku harus segera berangkat kerja dan membiarkan sisanya tenggelam dalam kesibukan memintal kesendirian. Menunggu jarum jam bergerak malas dari delapan ke angka sembilan. Mungkin saat itu kau akan sedikit mencintaiku kurang dari bagaimana aku mencintaimu. Berharap sisa perjalanan akan menjadi sebuah perayaan kerinduan. Tanpa pernah merasa bosan, jenuh atau apapun itu. Hanya pada saat waktu bergerak memanjang ke pukul sepuluh siang, kau akan tertidur sejenak tanpa memikirkanku. Tanpa mimpi tentangku atau tanpa perasaan apa pun yang mengingatkanmu pada diriku. Dengkurmu akan cukup keras untuk membuat tetangga sebelah rumah menjadi tuli dan memaksa mereka melupakan mimpi-mimpi yang menakutkan atau tidak menyenangkan. Tetapi ketika waktu perlahan bergulir ke angka sebelas, cukuplah dirimu beristirahat dari segala macam kepenatan yang akan dengan segera membuatmu lupa pada diri sendiri. Merintang panas, memangkas daun-daun aglaonema kering di teras. Menyiapkan makan siang dan menikmatinya sendiri saja tanpa mengingat siapa yang pernah kaucintai atau diam-diam mencintaimu. Tapi kau akan dengan mudah jatuh cinta lagi pada dirimu sendiri pada jam dua belas. Tanpa harus bersusah-payah meyakinkan bukan siapa-siapa bahwa penantianmu tak akan pernah sia-sia. Setelah puas menyemaikan daun-daun sirih belanda kesayanganmu pada pukul satu. Kau bongkar semua ingatan dari satu pot dan memindahkannya ke dalam pot yang lain tanpa pernah merasa jemu. Tahu-tahu waktu mengetuk pintu keras keras mengabarkan sore tiba pada jam tiga. Dan kerinduan akan datang lagi berhamburan sebagai orang orang yang pernah pergi. Mereka yang sekejap singgah entah kemana, namun pada akhirnya akan kembali pulang ke rumah. Itulah waktu untuk berbenah, membuang semua sampah dan kekotoran. Memandikan kecemasan dan mengelupas kekhawatiran dari daster lusuh yang kau kenakan, lalu menyulapnya menjadi sedikit pesta kegembiraan; Mencuci sendok dan garpu melipat kertas tisu, mengelap piring dan gelas, mengeluarkan semua isi kulkas lalu menatanya rapi di atas meja tanpa alas. Kau isi setiap gelas dengan perasaan cinta yang meluap luap. Membagikan hati, perasaan dan pikiranmu di atas piring yang terbuka buat makan malam kita berdua. Sejenak mengabaikan rasa letih demi mendambakan sedikit ciuman yang akan mendarat di pipi atau keningmu dan barbagi pelukan hangat yang akan mengantarmu ke peraduan. Lalu setelah itu, kita akan melupakan semua ritual yang mesti kita ulang setiap hari dari permulaan lagi. Meskipun sesungguhnya kita tidak pernah tahu dari mana garis start keberangkatannya dan di mana ia akan berakhir. Karena semua mimpi akan berubah menjadi taman bunga yang memekarkan lagi warna- warni kelopak cintanya di malam hari. Dan seribu kunang kunang akan menyinari rumah yang telah kita tinggali lebih dari sepuluh tahun ini. Kebahagiaanmu sesungguhnya tak pernah beranjak jauh-jauh dari rumah. Setiap hari selalu memberi warna abu abu muda yang sama. Kecuali pada saat di mana aku datang membawa segepok keberuntungan di akhir bulan. Itu barangkali adalah hari paling berwarna yang kau tunggu-tunggu. Tapi meskipun begitu, aku selamanya mencintaimu. Sebagaimana aku mencintaimu seperti hari yang sudah-sudah tanpa pernah berubah. Kau tetap akan jadi perempuan dalam hidupku satu satunya. Dan kukira engkau pun merasa demikian selamanya. Waktu boleh datang dan pergi sesukanya. Tapi ada kalanya kerinduan mesti kita simpan rapi dalam lemari menunggu saat yang tepat untuk dikenakan lagi. Dan cinta mesti mengisi lagi baterenya, terutama pada saat-saat yang paling menjemukan.Tentu saja, kita hanya perlu sedikit mempersoleknya agar ia tetap senantiasa wangi, bersih dan segar saat kita nanti membutuhkan lagi kehadirannya.
Titon Rahmawan
Cinta Dari Rutinitas Sehari Hari I. Ada saat di mana aku sangat mencintaimu, seperti berlama- lama memandang ikan yang berenang tenang di dalam kolam di pekarangan yang dulu pernah kita miliki. Itu rutinitas yang mesti aku mulai saat terjaga dari tidur di malam hari. Buang air kecil di toilet dan diam diam merenungi wajahmu yang terlelap di dalam gelap. Aku mencintaimu saat itu melebihi bagaimana kamu mencintaiku, mungkin dengan sedikit rasa belas kasihan. Seperti biasa, pagi tak pernah alpa mengungkap perasaannya. Terang cahaya matahari tak pernah berbasa basi. Ia bebas dan leluasa keluar masuk dari balik kaca jendela. Dan aku akan kembali mencintaimu untuk ruap wangi susu tanpa gula, menggantikan segelas kopi yang sudah lama tak pernah lagi aku nikmati. Kau melebur dalam jarum dan benang waktu yang menisik setiap butiran uap yang mengembang di dalam cangkir menjadi hem dan celana panjang untuk aku kenakan. Sesekali menuangkan wewangian ke dalam mesin cuci sambil menghindari letupan minyak dari penggorengan yang riuh menawarkan sarapan. Buatku cukup beberapa potong ubi buat pengganti nasi dan roti. Buatmu telur mata sapi dan bakmi goreng sisa semalam yang kita beli di pengkolan jalan. Masih ada sepotong pisang yang terusik dari nyenyak tidurnya dan tangan yang sibuk menyisihkan butiran garam dari cairan lupa. Setelah itu kau mulai ritual menggosok sepatu dengan keringat yang menetes dari dahimu. Diam-diam mengantar pesan rahasia daftar barang belanjaan ke telingaku sambil melambaikan tangan ke arah tetangga melewati pagar berkarat rumah kita. : Seperti itulah cinta yang bagimu sederhana.
Titon Rahmawan
Kebebasan yang kita agung-agungkan, bagaimanapun juga, tetap memiliki batas-batas yang jelas selama tidak melanggar hak-hak orang lain atau melanggar batas pekarangan tetangga. Anda tidak bisa seenaknya memaki atau menjelek-jelekkan orang lain karena merasa hak Anda untuk bersuara dan berpendapat dijamin oleh hukum.
Titon Rahmawan
Seseorang telah menukar lembar pertama dari kehidupannya dengan ingatan yang terbakar dan tak mungkin dikenali. Seseorang telah kehilangan jati dirinya di jalan dan tak lagi bisa pulang ke rumah. Sudah beribu kisah semacam itu yang mewarnai keseharian kita dan tak membuat kita bergeming. Kita terlalu sibuk dengan kesibukan itu sendiri. Kita tak bisa lagi membedakan warna kulit kita dari ingatan yang telah lapuk termakan cuaca. Kita telah menjadi seorang pendengki yang membenci segala sesuatu. Kita menjadi amat pemarah, bahkan kepada orang-orang yang dulu pernah kita cintai. Kita telah terperangkap dalam labirin yang lebih rumit dari pikiran yang kusut oleh carut-marut kehidupan, rumah yang tak memiliki pintu masuk atau jendela tertutup yang tak pernah menerima cahaya. Kita telah menjadi saling asing dengan diri sendiri dan juga tetangga. Jalan-jalan menuju desa tertutup alang-alang liar. Kampung tak lagi berpenghuni. Perigi dan sumur telah lama membatu. Pasar-pasar telanjur lengang dari pengunjung dan sekolah-sekolah dibubarkan karena kehilangan murid-muridnya. Pikiran kita menjelma semak belukar yang dipenuhi onak berduri. Entah sampai berapa lama kita bakal terperangkap dan terkurung di dalamnya?
Titon Rahmawan
Rumput tetangga tak usah dipikir apa warnanya.
Iwan Esjepe