Tawa Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Tawa. Here they are! All 58 of them:

β€œ
Aku telah mengidap sakit gila nomor enam belas: yakni penyakit manusia yang membuat dunia sendiri dalam kepalanya, menciptakan masalah-masalahnya sendiri, terpuruk di dalamnya, lalu menyelesaikan masalah-masalah itu, sambil tertawa-tawa, juga sendirian.
”
”
Andrea Hirata (Maryamah Karpov: Mimpi-mimpi Lintang)
β€œ
Saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar.
”
”
Tere Liye (Rindu)
β€œ
Kekasihku jangan bersedih tidurlah dan bermimpi, kenegeri kehamparan, kehampaan.. Kasih, Kenegeri Kehamparan, Kehampaan.. Tawa canda. Dan Biar kelak anak-anak mu kan percaya bualan Mu, jangan kau bersedih.....Pada Sebuah Ranjang
”
”
Sujiwo Tejo
β€œ
…Dunia ini penuh dengan keajaiban karena hal-hal yang tidak masuk akal masih terus berlangsung. Seorang fotografer ingin membagi duka dunia di balik hal-hal yang kasat mata….para fotografer membagi pandangan, tetapi yang memandang fotonya ternyata buta meskipun mempunyai mata. Keajaiban dunia adalah suatu ironi, di depan kemanusiaan yang terluka, manusia tertawa-tawa.
”
”
Seno Gumira Ajidarma (Kisah Mata: Fotografi antara Dua Subyek : Perbincangan tentang Ada)
β€œ
Yeah. Kip gets to guard you and I get to house-sit. Life bites the big tee-tawa. (Syn)
”
”
Sherrilyn Kenyon (Born of the Night (The League, #1))
β€œ
sebuah tawa : suatu tanda kebebasan, suatu petunjuk kembalinya sifat human.
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 2)
β€œ
Atau, apakah didunia ini sebetulnya seperti didalam amplop ya Sukab, dimana kita tidak tahu apa yang berada di luar diri kita, dimana kita merasa hidup penuh dengan makna padahal yang menonton kita tertawa-tawa sambil berkata, β€œAh, kasihan betul manusia.” Apakah begitu Sukab, kamu yang suka berkhayal barangkali tahu.
”
”
Seno Gumira Ajidarma (Sepotong Senja untuk Pacarku)
β€œ
Ah, sampai di sini, mungkin kau akan bertanya siapa diriku. Tapi apa perlunya kau tahu? Aku hanya bagian kecil dari cerita ini. Aku hanya seseorang yang berusaha mencatat sedikit kenangan agar tak hilang begitu saja ditelan zaman. Jika suatu peristiwa telah pergi, kau tahu, ia tak akan hilang begitu saja. Jika dulu ada tawa, gaungnya masih bisa masih bisa kau dengar di sana. Jika dulu ada air mata, kau masih bisa membasuhnya dengan tanganmu di sana, sekarang. Jika aku mati, kenangan itu akan hidup.
”
”
Iwan Setyawan (Ibuk,)
β€œ
Tawa ceria adalah laksana cahaya matahari di dalam rumah.
”
”
William Makepeace Thackeray
β€œ
Siapakah yang dapat menjelaskan dengan memuaskan apa yang menyebabkan kita tersenyum atau tertawa? Gerak bibir yang menyunggingkan senyum atau gerak otot yang menggerakkan bibir, bahkan juga mulut dan rahang kita yang membentuk tawa: apakah itu semua suatu fenomena fisik atau lebih daripada itu? ---"Kita dan Humor", Kompas, Mei 1996
”
”
Umar Kayam
β€œ
Tentu saja demokrasi, seperti teater, sebenarnya bukanlah proses untuk menemukan kebenaran, melainkan untuk menghadapi kesalahan, dan mengatasinya, terkadang dengan sedih, terkadang dengan tawa.
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 7)
β€œ
Saat rintik-rintik itu datang, aku tahu... akan ada hujan yang hadir di antara bening kristal yang menetes perlahan di matanya... Belumkah cukupkah gumpalan awan mendung tinggal di dalam rumah hatiku? Lalu, dari mana sang matahari akan bangun dari lelap tidurnya? Andai aku bisa mengejar kunang-kunang sang pemburu waktu... akan kukunci sisa-sisa hidupku bersama nyanyian hujan. Bahagiaku terbawa angin bersama kumpulan debu menyedihkan. Hancur... tak tersisa sedikitpun tawa yang mengembang di bibir. Sebab tawa itu telah meramu emosi menjadi desakan luka. "Aku pun menyadari ada hidupku yang bias.... Namun, hujan dan kamu adalah cinta!" #NyanyianHujan - @sintiaastarina(less)
”
”
Sintia Astarina
β€œ
PERNIKAHAN ADALAH -1- Pernikahan adalah akad atau ikatan. Akad untuk beribadah, akad untuk membangun rumah tangga sakinah mawadah wa rahmah. -2- Pernikahan adalah akad untuk saling mencintai, akad untuk saling menghormati dan menghargai. -3- Pernikahan adalah akad untuk saling menguatkan keimanan, akad untuk saling meningkatkan ketakwaan, akad untuk mengokohkan ketaatan kepada Tuhan, akad untuk berjalan pada tuntunan Kenabian. -4- Pernikahan adalah akad untuk saling menerima apa adanya, akad untuk saling membantu dan meringankan beban, akad untuk saling menasihati, akad untuk setia kepada pasangannya dalam suka dan duka, dalam kesulitan dan kesuksesan, dalam sakit dan sehat, dalam tawa dan air mata. -5- Pernikahan berarti akad untuk meniti hari-hari dalam kebersamaan, akad untuk saling melindungi, akad untuk saling memberikan rasa aman, akad untuk saling mempercayai, akad untuk saling menutupi aib, akad untuk saling mencurahkan perasaan, akad untuk berlomba melaksanakan peran kerumahtanggaan. -6- Pernikahan adalah akad untuk mudah mengakui kesalahan, akad untuk saling meminta maaf, akad untuk saling memaafkan, akad untuk tidak menyimpan dendam dan kemarahan, akad untuk tidak mengungkit-ungkit kelemahan, kekurangan, dan kesalahan. -7- Pernikahan adalah akad atau ikatan. Akad untuk tidak melakukan pelanggaran, akad untuk meninggalkan kemaksiatan, akad untuk tidak saling menyakiti hati dan perasaan, akad untuk tidak saling menorehkan luka, akad untuk tidak saling menyakiti badan pasangan. -8- Pernikahan adalah akad untuk mesra dalam perkataan, akad untuk santun dalam pergaulan, akad untuk indah dalam penampilan, akad untuk sopan dalam mengungkapkan keinginan, akad untuk berlaku lembut kepada pasangan, akad untuk memberikan senyum termanis, akad untuk berlaku romantis dan selalu berwajah manis. -9- Pernikahan adalah akad untuk saling mengembangkan potensi diri, akad untuk adanya saling keterbukaan yang melegakan, akad untuk saling menumpahkan kasih sayang, akad untuk saling merindukan, akad untuk saling membahagiakan, akad untuk tidak adanya pemaksaan kehendak, akad untuk tidak saling membiarkan, akad untuk tidak saling mengkhianati, akad untuk tidak saling meninggalkan, akad untuk tidak saling mendiamkan. -10- Pernikahan adalah akad untuk menebarkan kebajikan, akad untuk mencari rejeki yang halal dan thayib, akad untuk menjaga hubungan kekeluargaan, akad untuk berbakti kepada orang tua dan mertua, akad untuk mencetak generasi berkualitas, akad untuk siap menjadi bapak dan ibu bagi anak-anak, akad untuk membangun peradaban masa depan. -11- Pernikahan, adalah akad untuk segala yang bernama kebaikan !
”
”
Cahyadi Takariawan (Di Jalan Dakwah Kugapai Sakinah)
β€œ
Cinta itu tempat di mana kalian bisa leluasa mencari dan menemukan harkat diri kalian sendiri. Lebih dari siapa pun, Ia selalu ada saat kamu membutuhkan. Ia menopang dan mendukungmu, namun tidak mengintimidasi dan membebanimu. Ia tidak menilai segala sesuatu dari dirinya sendiri. Namun ia selalu mendahulukan kepentinganmu, harapanmu, kebutuhanmu. Ia mengarahkanmu meraih nilai nilai luhur yang kamu perjuangkan. Ia siap berkorban demi memberimu keberhasilan dan kebahagiaan. Dan pada saatnya nanti, kalian bisa berbagi suka dan duka, tangis dan tawa, kesedihan dan keceriaan. Karena ia telah menjadi bagian dari dirimu sendiri.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Orang bilang ada saatnya menangis dan ada saatnya tertawa. Tetapi, untuk mereka dengan hati yang hanya mengenal kesedihan, tawa memang menakutkan...
”
”
Pendosa Pemimpi Surga
β€œ
Kita hanya perlu menikmati apa yang terjadi didalam hidup, menyantap dengan bersyukur makanan apapun yang ada didepan mata, lalu hidup dengan tawa setiap harinya
”
”
Yoshichi Shimada (Saga no Gabai Bachan - Nenek Hebat dari Saga)
β€œ
Tertawa adalah sebuah komunikasi, bukan hanya sekedar reaksi.
”
”
Arief Subagja
β€œ
The Hopi tribe of North America had a goddess called Spider Woman. In their creation myth she teamed up with Tawa the sun god, and they sang the First Magic Song as a duet. This song brought the Earth, and life, into being. Spider Woman then took the threads of Tawa’s thoughts and wove them into solid form, creating fish, birds, and all other animals.
”
”
Richard Dawkins (The Magic of Reality: How We Know What's Really True)
β€œ
Jangan beri aku apapun Meski itu perhatianmu Meski itu kasih sayangmu Meski itu air matamu Jangan beri aku kesedihanmu Jangan beri aku amarahmu Jangan beri aku dahagamu Jangan kau beri aku apapun Sebab masih kuorak langit demi menemukan seluruh jejak petilasanmu Bunda." Tapi Nak, bagaimana engkau bisa berucap serupa itu? Bukankah sudah aku beri engkau bunga? Sudah aku beri engkau matahari. Sudah aku beri engkau rumput dan dedaunan. Sudah aku beri engkau laut dan pasir pantai. Mengapa masih? Tak cukupkah kau cucup air susu dari sepiku? Kau kecap nyeri dari lukaku, sebagaimana dulu kau terakan kebahagiaan di bawah perutku serupa goresan pisau yang menyambut kehadiranmu. Betapa semuanya masih. Aku berikan lagi engkau api, aku berikan lagi engkau pagi, aku berikan lagi engkau nyanyi tualang dari hatiku yang engkau tahu menyimpan sejuta kekhawatiran. Bagaimana engkau masih berucap serupa itu? Aku masih berikan engkau suar hingga separuh umurku. Aku berikan engkau tawa dari separuh mautku. Aku berikan engkau kekal ingatan dan sekaligus mimpi abadi. Aku beri semuanya, walau itu cuma sekotak bekal sederhana yang semoga engkau terima untuk mengganjal rasa laparmu. Betapa aku selalu ingin ada untukmu, Nak. Sebab cuma satu permintaanku tak lebih. Ijinkan aku jadi teman seperjalananmu, sahabat di waktu gundahmu, pembawa kegembiraan di kala senggangmu. Sebagaimana dulu kutimang dirimu dan kunina bobokkan engkau di pangkuanku. Ijinkan aku jadi roti yang mengenyangkan laparmu, pelipur hati di kala sesakmu, panasea ketika kau sakit. Bukankah aku ada ketika kau belajar berdiri dan aku di sana saat kau jatuh? Aku setia menungguimu saat kau berlari mengejar bulan dan matahari. Dan sekalipun waktu merambatiku dengan galur usia, hingga mungkin aku tak lagi mampu berdiri tegap seperti dulu. Aku tak akan pernah menyerah padamu Nak. Tidak, Bunda tak akan pernah menyerah. Sebab bagiku, cukuplah dirimu sebatas dirimu saja. Akan tetapi, sanggupkah kau cukupkan dirimu dengan semua kebanggaan? Cukupkan dirimu dengan apa yang engkau punya. Cukupkan dirimu dengan semua doa doa yang tak henti kutitikkan dari sudut hatiku yang semoga jadi asa yang paling surga. Surgamu Nak. Walau kutahu itu akan mengusik nyenyak tidurmu. Walau itu akan menambah resah waktu kerjamu. Sebab kutahu seberapa keras engkau berjuang. Pada setiap tetes keringat yang engkau cucurkan mana kala engkau harus berlari mengejar bus yang datang menjemput. Manakala pikiranmu tak bisa lepas dari layar lap topmu yang tak henti berkedip. Manakala pagi datang dan sibuk pekerjaan hadir serupa hujan tak kunjung usai mendera. Cukupkan dirimu dengan cinta Bunda Nak. Sekalipun nanti, tak ada lagi ucapan nyinyir bergulir dari bibir Bunda yang mulai keriput ini. Yakinlah, pintu rumah hati Bunda akan selalu terbuka buatmu, kapan pun engkau ingin pulang.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Canda dan Tawa adalah salah satu cara untuk membuat kita berfikir lebih jernih dari sebelumnya.
”
”
Mochamad Fathurizqon Mutiudin
β€œ
Mungkin begitulah kalau kita berada dalam frekuensi yang sama--duka atau suka. Bahasa universal adalah tangis dan tawa.
”
”
Primadonna Angela (Yozakura - Sakura Malam)
β€œ
Sejak ada kamu disisiku, kamu membawa tawa dalam hidupku, keceriaanmu selalu bikin aku bahagia.. Kamu membuat hidupku lebih berarti, selama ada kamu yang aku rasakan adalah cinta
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Ketika jarak memisahkan kita Semua tawa dan rasa menjadi kebahagiaan yang tak tercurahkan Sampai suatu hari nanti, percayalah ketika semua Kebahagiaan yang terjalin akan di pertemukan
”
”
@Caditama_
β€œ
Tak semua kebaikan menunggu kehadiranmu di balik pintu kamar yang terbuka. Semoga saja, ia hadir serupa sepiring nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya. Mungkin ia akan mengingatkanmu pada rumah kecil kita. Pada beranda yang penuh dengan tanaman aglaonema, atau ruang tamu yang penuh dengan rak buku yang memuat ribuan cerita dari masa kanak kanakmu. Tapi tak semua akan selalu berjalan seperti itu, Nak. Tak semua cerita dimulai dengan kalimat yang ceria dan lalu berakhir bahagia. Ada kisah kisah murung nan sedih. Ada banyak roman yang bahkan berakhir tragis. Ada yang serupa misteri tak terselami. Seperti kilau mata pisau dan kisah kisah seram lainnya. Ada Bunda baca sebuah kutipan, "Ketika engkau melihat masalah seperti sebatang paku, maka kau akan berpikir seperti palu." Demikian kutipan ituΒ  Bunda baca, namun lupa entah di mana. Sebab engkau tak harus melihat segalanya lewat matamu sendiri, Nak. Engkau boleh melihatnya dari kaca mata orang lain. Percayalah, itulah cara untuk belajar menjadi bijak. Tidak semua orang bisa mengerti kenapa hujan turun di tengah hari. Tak juga orang paham kenapa kemarau bisa datang sepanjang tahun. Jadi berikanlah kebaikan agar engkau beroleh kebaikan. Walau terkadang terasa pahit dan menyakitkan. Tapi jangan pula simpan sakitmu sebagai duri. Bebaskan dirimu dari prasangka supaya orang juga berbaik sangka pada dirimu. Bila sebuah senyum yang kauberi kembali kepadamu sebagai tawa, maka engkau akan menghargai apa artinya pertemanan. Apapun kesulitanmu, jadikanlah waktu sebagai sahabatmu. Sebab ia akan mengajarimu arti kata bersabar. Ia akan memberi tahumu bagaimana caranya menjadi pemenang. Sebab ia teladan bagi ketekunan dan kegigihan. Sebab ia tidak mengenal kata menyerah. Dalam situasi apapun ia senantiasa fokus mengejar apa yang ia tuju. Ia guru yang keras dan penuh disiplin. Tapi ia juga teman yang baik dan penuh perhatian. Selama kamu mau belajar, ia tak akan pernah mengecewakanmu. Ia mungkin akan membiarkanmu terjatuh, tetapi ia tak akan pernah meninggalkanmu. Dan jadilah terberkati seperti tanah yang subur. Di mana engkau menanam benih dan ia tumbuh menjadi sebuah pohon yang rindang. Tempat di mana orang dapat berteduh di tengah panas yang terik.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku nggak pernah tau berapa banyak sesungguhnya jumlah bintang yang menghiasi langit... Hingga terangnya masih belum mampu mengalahkan satu matahari pagi Aku nggak pernah mampu menghitung berapa banyaknya tetes hujan yang jatuh tapi hal itu nggak mampu menghapus harapanku melihat tujuh warna pelangi setelah hujan itu berhenti... Aku nggak Pernah tahu... Bagaimana mungkin satu hati yang kamu miliki mampu menciptakan jutaan tawa dalam hidupku... Sekaligus menghentikan jutaan tangis dan menghapus rapuhku.... Dan bagiku, satu kali kehilanganmu mampu meninggalkan bekas luka yang nggak akan hilang seumur hidupku... Jika malam ini bintang nggak lagi bersinar buatku atau esok pagi nafas ini nggak lagi mampu kuhembus tapi aku tahu, hati ini punya ruang abadi yang akan selalu menyimpannya Bintang, Matahari, Hujan dan Pelangi Cuma sekedar hiasan langit dibanding arti kamu dalam hidupku
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Seperti kau tahu Nak, langit akan menjatuhkan banyak sekali kejadian dan peristiwa, sebagian untuk diingat dan sebagian lagi untuk dilupakan. Ada yang baik dan ada pula yang tak baik. Ada yang menyenangkan ada pula yang tidak menyenangkan. Bisa jadi, mereka akan menyapamu dengan tawa dan kegembiraan. Persis seperti setumpukan lego yang engkau mainkan waktu engkau masih kecil dulu. Setiap sentuhanmu akan mengubah potongan kardus dan balok balok kecil itu menjadi istana, menjadi benteng, menjadi menara, menjadi masjid dan juga gereja. Bukankah tidak ada kegembiraan yang melebihi kegembiraan serupa itu, Nak? Tapi tak setiap sentuhan akan menghasilkan keajaiban keajaiban kecil serupa itu. Ada berapa banyak jejak yang sudah lama kau tinggalkan di halaman rumah? Berbulan bulan Bunda mesti menunggu langkah pertamamu. Ada kecemasan dan kekhawatiran saat mengusap dahimu yang berkeringat. Seperti doa yang belum didengar Tuhan meski Bunda tahu, Ia hanya ingin Bunda belajar bersabar. Mirip dengan sebuah kisah dari Rusia tentang seorang pria yang terpenjara, seorang penunggang nasib celaka yang menunggu waktu kapan ia hendak dibebaskan. Mungkin kesabaran memang harus diuji dengan cara serupa itu, meski sebenarnya ia tidak bersalah. Keajaiban tidak selalu terjadi dalam waktu satu atau dua hari, tapi mungkin butuh waktu bertahun tahun lamanya. Jadi demikianlah Nak, Ia sungguh Maha Tahu tapi Ia sengaja menunggu waktu yang tepat. Banyak orang akan berlalu lalang di hadapanmu, membiarkan diri mereka tenggelam dalam kesibukan. Lupa, bahwa ada yang lebih berharga dari kesibukan itu sendiri. Kamu mungkin akan demikian juga. Bergegas setiap pagi menjemput waktu. Berkeras memaknai kata kerja. Tak punya waktu lagi untuk kesibukan lain seperti mencuci, memasakΒ  mie instan atau sekedar minum teh. Tak terbayangkan betapa sibuknya Tuhan saat ini, Ia mesti melihat, mendengar dan melakukan apa saja. Namun bukankah Ia masih menyempatkan diri untuk mencintai dan melakukan hal hal yang sederhana. Seperti bermain dengan burung burung di taman, atau menemani rumput rumput yang tidur rebahan di pinggir sungai. Ia masih suka mendengar orang menyanyikan lagu pujian di gereja atau menyimak santri santri yang sedang mengaji di musala. Ia tetap membiarkan dirinya sibuk, tapi tak pernah melupakan kegembiraan. Ia selalu menambahkan makna baru pada kata sifat dan juga kata kerja. Rutinitas mungkin hanya sebuah kebiasaan, ia menjebak kita dengan sebuah pola yang sama. Jadilah seperti apa yang engkau mau, tapi jangan pernah lupa untuk membuat dirimu sendiri bahagia.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Hidupku selalu berdasarkan dengan apa yang aku butuhkan Bukan apa yang aku impikan Tapi sejak kamu ada di hidup aku, sejak aku mulai tau menikmati tawa seseorang dan tanganku yang kasar ngerasa ada yang beda di saat aku ngapus air mata kamu, aku sadar cinta lebih dari sekedar lima huruf
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Tembang lantunkan kembang. Gaungkan batas. Tak ada tertulis di cakrawala selain senyap. Mengalun segala bunyi, segala nada, segala irama, tautkan mimpi dan angan-angan. Langit lengang. Pijar tawa bocah bersanding temaram bulan, bergelayut di runcing bintang, bergelung di ikal mentari. Sunyi menera bunyi, satu-satunya bunyi dalam dirimu.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Cinta itu bukan cuma kata - kata Romantis, Pegangan Tangan, berbagi Pelukan tapi Cinta itu saat kita melakukan kebodohan bersama, menikmati Setiap Tawa dan Merekam Moment yang gak bisa kita lakuin dengan orang lain cuma Kita Berdua, Cinta itu saat waktu terbang begitu cepat setiap kita bersama saat setiap kesedihan dan beban berubah menjadi tawa lepas seolah tanpa akhir
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Bahagia itu sederhana saat aku mampu melepas setiap hal yang membuatku merasa sakit dan menderita.... Saat aku mampu menerbangkan segala kesedihan dan mengubahnya menjadi senyum dan tawa..... Saat aku tau seseorang akan menungguku diluar sana untuk menjadi bagian dari hidupku...... Bahagia itu sederhana, seperti hari ini, saat aku mewujudkan impian adikku tercinta untuk bisa berlayar di atas sungai di paris ini, meskipun aku hanya mampu melakukannya dengan Hatiku, dan Cuma kasih sayangku padanya yang mampu melihat jiwanya tersenyum di atas Perahu itu..... Bahagia itu sederhana saat keyakinanku akan sebuah cinta yang selalu jadi alasan untuk bertahan, Bertahan untuk tersenyum, Bertahan untuk percaya dan Bertahan untuk hidup..... Kita gak akan pernah mampu sungguh-sungguh bahagia, Jika kita tidak mampu melepaskan hal yang menjadi sumber kesedihan kita... Jadi, Berbahagialah selagi kita bisa karena bahagia itu sederhana sangat sederhana.... Sesederhana tuhan menciptakan kita dengan satu hati yang mampu mencintai begitu banyaknya" - Yasmin
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Tak ada yang perlu disesali dari apa yang pernah hadir di dalam hidup. Awan kelabu, hujan dan airmata. Ia yang kautafsir sebagai rindu dan mungkin cinta. Semua kata-kata yang terangkum dari seluruh perjalanan waktu. Seluruh kisah yang menamatkan semua momen dan peristiwa. Yang sedih ataupun yang gembira. Yang mendatangkan tangis haru dan juga tawa. Semua perasaan yang menggugah hati dan lalu kita abadikan jadi puisi. Semua impresi, kesan, memori, kenangan atau apa pun yang menghubungkan kita dengan seseorang. Ingatan yang tak pernah pergi. Bagaimana kita sematkan arti kebahagiaan pada hati yang masih menaruh harapan. Sekecil apapun itu. Ia tak pernah sia-sia.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
SUNYI menjelang tengah malam sehabis gerimis perempuan itu menelusuri lorong sunyi angin malam menemaninya di jalanan basah menyibak nakal rambutnya yang panjang menebar rasa dingin di sekujur tubuhnya ah, hanya angin yang menemani sunyinya ada warna-warni lampu jalan ada dentuman suara musik terdengar ada gelak tawa orang di pinggir jalan ada kepulan asap rokok menghangatkan malam tetapi dia dipeluk dan diperkosa sunyi tak kuasa meronta melepaskan diri tak ada yang tahu suara hatinya batinnya menangis! hidup ini tidak adil! kebenaran dibungkam! kezaliman meraja-lela! orang munafik bebas tertawa! apakah dewi keadilan berselingkuh dengan bandit jalanan? apakah dewi cinta berselingkuh dengan penjahat malam? jangan-jangan kebenaran itu hanya impian keadilan itu hanya utopia cinta hanya khayalan dengan mata terpejam dia bertanya mengapa keadilan selalu ada di jalan sunyi? (jakarta – 19/12/2015)
”
”
Riri Satria (Jendela, Kumpulan Puisi)
β€œ
Pada Minggu sore yang tenang itu, aku menikahi Dinda. Aku berpakaian Melayu lengkap persis seperti waktu aku melamarnya dahulu. Dinda berpakaian muslimah Melayu serbahijau. Bajunya berwarna hijau lumut, jilbabnya hijau daun. Dia memang pencinta lingkungan. Itulah hari terindah dalam hidupku. Jadilah aku seorang suami dan jika ada kejuaraan istri paling lambat di dunia ini, pasti Dinda juaranya. Dia bangkit dari tempat duduk dengan pelan, lalu berjalan menuju kursi rotan dengan kecepatan 2 kilometer per jam. Kalau aku berkisah lucu dan jarum detik baru hinggap di angka 7, aku harus menunggu jarum detik paling tidak memukul angka 9 baru dia mengerti. Dari titik dia mengerti sampai dia tersipu, aku harus menunggu jarum detik mendarat di angka 10. Ada kalanya sampai jarum detik hinggap di angka 5, dia masih belum paham bahwa ceritaku itu lucu. Jika dia akhirnya tersipu, lalu menjadi tawa adalah keberuntunganku yang langka. Kini dia membaca buku Kisah Seekor Ulat. Tidak tebal buku itu kira-kira 40 halaman. Kuduga sampai ulat itu menjadi kupu-kupu, atau kembali menjadi ulat lagi, dia masih belum selesai membacanya. Semua yang bersangkut paut dengan Dinda berada dalam mode slow motion. Bahkan, kucing yang lewat di depannya tak berani cepat-cepat. Cecak-cecak di dinding berinjit-injit. Tokek tutup mulut. Selalu kutunggu apa yang mau diucapkannya. Aku senang jika dia berhasil mengucapkannya. Setelah menemuinya, aku pulang ke rumahku sendiri dan tak sabar ingin menemuinya lagi. Aku gembira menjadi suami dari istri yang paling lambat di dunia ini. Aku rela menunggu dalam diam dan harapan yang timbul tenggelam bahwa dia akan bicara, bahwa dia akan menyapaku, suaminya ini, dan aku takut kalau-kalau suatu hari aku datang, dia tak lagi mengenaliku.
”
”
Andrea Hirata (Sirkus Pohon)
β€œ
Kalam Untaian Merjan Pada lagu balada Rendra aku melihat embus pasir Aspahani. Tangan angin yang giat mencangkuli hamparan tanah gembur di kebun buah Rosidi. Dalam kantungnya tersimpan rupa-rupa benih puisi melayu lama. Dari pantun hingga mantra, dari gurindam hingga karmina, dari talibun hingga seloka. Seuntai syair yang rajin menebar tawa Korrie bergirang hati. Merapal doa penawar rindu yang santun menampung embun luruh di telapak tangan Kyai Bisri dan gaung azan subuh di bibir para santri. Di bawah pelupuk langit Timur Sinar Suprabana aku bersujud, serupa lelai rumput Ahmadun. Menyambut lambai tangan hijau kanak-kanak menari bersama Helvy dan Herliany. Memulas kuning gading bulir padi di dada awang telanjang mandi di kali. Bocah-bocah keletah gembira menuai buah tufah berlimpah pada keras bebatuan Calzoum merah. Di balik celana Pinurbo aku jumpai gelisah mimpi Johani. Wajah Sunarta yang gemar menyamar. Mata Wisatsana yang cermat menelisik risik kerikil tajam terserak di taman kawi dunia. Juga jemari tangan Fansuri yang rajin mencabut ilalang di kebun para sufi. Kubaca wajah cuaca dalam bahasa sunyi Isbedi, kueja tagar Dahana, kudaras cahaya Kurnia. Balau debu tertaris gerimis yang lama tersimpan dalam setiap tetesan tinta Taufiq. Pada sajadah yang ia hamparkan dan pisau Takdir penawar risau pada hati yang terempas dan jantung yang putus. Pulau di mana dulu pernah tersemai benih-benih terbaik Chairil muda. Demi memetik buah rindu dendam yang telah lama didambakannya, Ia rela mati berkafan cindai diiringi lagu sunyi nyanyian Hamzah. Tapi justru di dulang kosong itu kutemukan pipih gosong telur Dewanto. Suara pekak mikrofon pecah dalam kamar gelap Afrizal. Leher botol tercekik dari separuh langit yang sengaja menyembunyikan wajah Srengenge di balik dengung nyamuk yang mengamuk dalam benak Rusmini. Sebelum kata-kata berlepasan dari dahan tempatnya bergantung, sebelum kamus jadi ingatan beku yang ditelan rakusnya waktu. Aku berusaha menemu laut. Laut yang dulu pernah melantunkan tembang Ainun dan syair pujian Pane dalam Madah Kelana. Laut yang akan mengizinkan aku mengaji bersama Toto dan Abdul Hadi, pada hampar lembar langit Zawawi yang senantiasa berkabut ini. Di bawah guyuran rintik-rintik hujan Damono yang entah mengapa hanya mungkin turun di pertengahan bulan Juni. Namun pada samar raut wajah Nadjira, jemari tanganku gugup menggali inspirasi di balik pikiran Armand. Dari rupa rupa arsitektur yang dengan cergas ia reka reka menjadi bait puisi. Hasrat yang gesit menimba air di sumur Mansyur. Menapak jejak Saut dan Sitor yang senantiasa hibuk mencari Tuhan. Dan demi tunas mata Subagyo dan sejuk air Zamzam, aku rela menemu jantung hati lapang di dalam inti sebuah poci. Keramik awanama, di antara batu undak-undakan meditasi Goenawan. Ia yang telah menguak rahasia jiwa Landung nan adi Luhung yang bersemi di hutan jati Umbu Paranggi. Tapi sekali-kali, tak akan pernah aku lupakan kesaksian Wiji yang tumbuh dari tangisan sejarah masa lalu. Noda yang tertera pada luka Sambodja. Sekiranya masih ada petilasan senyap dari para pendahuluku. Cabuhan air mata pilu para martir dan tangis para santo. Seruan kelu di bibir para nabi dan kubangan darah para syuhada. Tak akan aku biarkan diriku terpedaya oleh muslihat para penebah jenawi purba, hujah para tukang fitnah, hasutan orator-orator lancung, gonggong penadah puisi kosong. Juga sumpah serapah dan tipu daya para kritikus-kritikus gagap. Igauan busuk plagiator mabuk. Bualan epigon-epigon palsu dan ocehan para dilettante buta. Di mana waktu mengharuskanku mesti belajar lagi.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku dan Hassan memandang. Menahan tawa. Anak India itu akan segera mengetahui satu hal yang dipelajari oleh orang Inggris di awal abad lalu, yang akhirnya dipelajari oleh orang Rusia di akhir 1980-an: bahwa penduduk Afganistan adalah orang-orang merdeka. Penduduk Afganistan menyukai tradisi namun membenci aturan. Begitu pula dengan adu layang-layang. Aturannya sederhana: Tidak ada aturan. Terbangkan saja layang-layangmu. Putuskan benang lawanmu. Mudah-mudahan kamu beruntung.
”
”
Khaled Hosseini (The Kite Runner)
β€œ
Same batter. Same tawa. Same flame. Same amount of exposure time. But one side of dosai is dark and the other side is white. That is life.
”
”
Anand J
β€œ
Mereka mampu mengubah luka mnjdi tawa membentuk karya cerita sastra. Mereka uga mampu bersandiwara dalam karya tawa canda. Ahahaha. Hidup memang terlalu lucu bagi mereka!
”
”
Alfisy0107
β€œ
Duduk di teras ditemani gerimis yang hanya jatuh satu persatu. Mendung yang berlalu membawa udara segar. Memandang langit biru dengan goresan kemerahan dan layang layang bermain dengan indah di angkasa, gerakan gemulainya menyatu dengan alam sekitar.Tawa anak kecil menambah bahwa aku masih bahagia di sini. RAIN
”
”
dwi
β€œ
Oke, kamu sudah connect. Ini channel-nya asyik. Gaul abis. Oh, ya, nick kamu sengaja saya bikin tetap Elektra. Pasti laku. Percaya, deh. Nama kamu komersial." "Memang yang komersial itu yang kayak apa?" tanyaku. "Yang funky, yang cool, pokoknya yang, ya, gimana gitu." Jawaban Betsye semakin membingungkan. "Lho, jadi, kamu biasanya nggak pakai nama sendiri?" aku terus bertanya. "Nggak, dong!" Ia mengeluarkan tawa kecil yang bernada oh-gobloknya-lu-Etra. "Saya biasa pakai Nadya, Nathalie, Natasya. Kata cowokku, yang nama depannya dari 'Na' biasanya cakep-cakep." "Nanang? Nasrul? Nano? Nasgor?" Betsy tidak tertawa.
”
”
Dee Lestari (Supernova: Petir)
β€œ
Setiap orang mematahkan hatinya sendiri. Meyakini kebahagiaan adalah pencarian yang tersembunyi pada babak akhir. Ia membenci masa lalu tetapi menceritakannya sebagai bagian terbaik yang pernah mereka rayakan. Ia tak tahu, banyak orang mati dan menghabiskan tawa tanpa memahami definisi kebahagiaan.
”
”
Ibe S. Palogai (Struktur Cinta Yang Pudar)
β€œ
Layaknya pertemuan, Tuhan selalu bertanggung jawab terhadap perpisahan Karena itulah Dia menciptakan rindu dan do’a untuk melangitkan nama-nama Kita tak punya kuasa memaku waktu, namun bisa memajang kenangan dalam gambar-gambar Menyulap runtutan cerita menjadi rentetan aksara Tidak ada kisah yang sempurna, karena pertemuan dicipta agar manusia bisa memaknai Bahwa di Semesta yang luas ini masing-masing kita hanya potogan-potongan puzle yang membutuhkan potongan-potongan jiwa lain untuk melengkapi Sedih, Bahagia, Canda, Tawa, Susah, senang Begitulah cara semesta bekerja dalam meramu setiap kisah anak manusia
”
”
Firman Nofeki Sastranusa
β€œ
Ronggeng bagi dunia Dukuh Paruk adalah citra sekaligus lambang gairah dan sukacita. Keakuannya adalah tembang dan joget. Perhiasannya adalah senyum dan lirikan mata yang memancarkan semangat hidup alami, semangat yang sama yang telah menerbangkan burung-burung dan memekarkan bunga-bunga. Jadi, ronggeng adalah dunia sukaria dan gelak tawa.
”
”
Ahmad Tohari (Ronggeng Dukuh Paruk)
β€œ
tawa jangan ditertawakan, tangis jangan ditangisi.
”
”
roki j
β€œ
GANUN TALAGA" DI KITA NIYAKAP, AKALA KO’Y MAGIGING OKAY KA DI KITA KINAUSAP, AKALA KO’Y LALABAN KA LUHA KO’Y UMAGOS, SAPAGKAT SABI NILA’Y WALA KANA NANDILIM MGA MATA KO HABANG HABOL-HABOL ANG PAGHINGA. SINISI KO ANG LANGIT, BAKIT NGAUN PA, BAKIT SYA PA, BAKIT? BAKIT SA AMIN, SA AKI’Y NINAKAW KA’T PINAGKAIT? DUMALOY ANG MGA LUHA SABAY SA AKING PAGPIKIT DIBDIB KO’Y GUSTONG SUMABOG, KUMAWALA SA GALIT. NAISIP KONG IKAW AY SUNDAN NGUNIT PINIGIL AKO NG KARAMIHAN ORAS MONA DAW KAYA HAYAAN OO NA, PERO BAKIT KA’Y BILIS NAMAN? PAGKAWALA MO AMA MALALIM ANG DULOT IKINULONG AT IPINIIT AKO NITO NG LUNGKOT UMUSBONG AT NADAMA KO PATI ANG TAKOT SAKIT NA NARARANASAN, MERON PABANG GAMOT? SUSUKO NA SANA, NGUNIT BUMALIK SA BALINTATAW KO ANG IYONG TAWA AT MGA NGITI TINUYO NG PAGMAMAHAL ANG LUHA SA AKING MGA MATANG MULI HABILIN MO’Y NAGING DAAN UPANG BUMANGON SA PIGHATI MULI, LUMIWANAG AT NAGKAKULAY ITONG AKING LABI.
”
”
Venancio Mary Ann
β€œ
Jangan bicara tentang kesucian padaku, sebagaimana cinta yang kauelu-elukan bakal abadi. Sebab tak ada cinta yang serupa itu di sini, di atas papan pertempuran ini. Sang raja tak menitahkan sang menteri untuk takluk melainkan sembunyi dari rasa jerinya sendiri. Sebab, pion-pion itu terlalu tergesa untuk mengejar sebuah kemenangan. Di atas papan inilah kita beradu, antara kau dan aku, serta sejuta varian pembukaan yang akan menuntaskan seluruh rindu dendammu padaku. Aku tak akan menyerah begitu saja, meski gelar grandmaster telah kausandang sejak seabad yang lalu. Adalah pada dua kuda hitam aku menggantungkan pertahananku untuk merobohkan angkuh benteng putih kesombonganmu. Sekalipun bertubi-tubi kaumantrai aku dengan tembang yang ujarmu kaukutip dari serat tantrayana. Di mana kaukenalkan aku pada enam langkah suci untuk mewujudkan kebahagiaan sejati. Pada langkah pertama, kaulantunkan Asmaranala, yang bermakna kedua insan yang bercinta sebaiknya dilandasi rasa cinta kasih dari lubuk hati masing-masing. Engkau berhujah, bahwa kumbang tak sekadar menyalurkan hasrat birahi pada kembang yang ia incar, melainkan bagaimana ia merendahkan dirinya untuk melayani demi penyatuan dua hati yang saling menghormati. Kemudian pada Asmaratura-lah, engkau menyuratkan maksudmu. Melukis rembulan pada mataku dan bias cahayanya engkau sapukan pada permukaan bibirku. Hingga aku akan mengerti, bahwa cinta harus menumbuhkan rasa saling memiliki sebagai kebanggaan di dalam hati masing masing. Bukan semata pada kejantananmu hatiku tertambat, dan bukan pada kemolekan tubuhku hatimu takluk. Melainkan pada penghargaan atas apa yang kita berikan sebagai persembahan yang tulus dan dengan demikian maka kita akan saling memahami. Suratan tanganmu telah kau goreskan di permukaan kulitku dan kecupanmu telah kau terakan di puncak dadaku. Maka pada Asmaraturida aku merasa tersanjung oleh kegigihan dan kesabaranmu untuk menguasai ranjang pertempuran ini. Gairah yang mengisyaratkan, bahwa sekalipun kita bukan pasangan yang ditakdirkan untuk menyatu dalam kehidupan di masa lampau, kini dan masa depan. Namun itu tak mengurangi kegembiraan yang kita ciptakan di antara piring sukacita. Saat kautuang emosi ke dalam gelas canda dan gelak tawa yang mengiringi perebutan kekuasaan di antara terjangan pisau dan tusukan garpu yang berkelebat di depan mata.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Maruti Hujan memintaku menari. Maka menarilah aku dalam malam tak berbulan ini. Dan ketika ia menenggelamkan cahaya bintang-gemintang dengan menangkupkan setiap sudu kerlip itu ke dalam genggaman tangannya, malam jadi gelap sempurna dalam bangsal kencana ini. Sekalipun demikian, kami terus menari. Hanya aku dan hujan. Walau aku tak dapat melihat wajah hujan, dan hujan tak dapat menatap ke dalam mataku. Aku memeluk basahnya seperti ia memeluk basahku dalam dirinya. Aku bahkan dapat merasakan degup jantungnya, sebagaimana ia dapat merasakan detak jantungku. Dan kami menyatu dalam ritual mabuk tarian hujan. Saling percaya pada apa yang tak kami lihat, menghayati bunyi dari apa yang tak kami dengar. Ketika bonang, celempung, demung, gender, gambang, gong, gendrum, kempyang, kethuk, kempul, kenong, kendang, ketipung, kecer, kepyak, kemanak, panerus, peking, rebab, saron, slenthem, slentho, siter dan seruling menjelma jadi instrumen hujan. Kami hanya bisa saling meraba dan saling bertukar getar dalam alunan gamelan senyap. Sebab aku hanya setengah dari apa adanya diriku saat ini. Sebab biru hujan telah mengambil separuh kuning yang aku miliki. Dalam tarian kami, semua menjelma jadi hijau sempurna. Tanganku adalah tangan hujan dan kakiku adalah kaki hujan. Seluruh tubuhku adalah semesta hujan. Sebagaimana setiap gerakan yang aku mainkan terinspirasi oleh gerakan hujan. Apa yang aku pikirkan menjadi pikiran hujan. Apa yang aku kehendaki menjadi kehendak hujan. Tawa dan tangisku merebak jadi tawa dan tangisan hujan. Aku mengada untuk hujan. Sedang ia mengada untuk diriku. Hingga kami sama-sama tenggelam dalam basah lautan yang tak seorang pun mampu melihatnya. Kecuali bagi mereka yang memahami hujan, sebagaimana aku telah memahami dirinya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Soliloqui Sudah ribuan kali aku bertanya pada diriku sendiri; apakah aku sungguh merindukanmu sebagaimana engkau adanya dulu? Ataukah ini hanya sekedar perasaan yang ingin kembali kunikmati seperti ketika kita masih bersama? Apakah sebegitu mudahnya buat kita untuk saling melupakan segala perasaan yang pada mulanya sederhana? Setelah semua kisah kita tamatkan dan seluruh perjalanan cerita kita tuntaskan. Tak ada lagikah catatan yang menyisakan tempat untuk kita terus bertahan? Apakah kita masih mampu belajar untuk peduli? Berusaha keras untuk saling mengerti, berikhtiar untuk saling memahami. Perasaan-perasaan yang dulu sempat kita pertahankan mati-matian, namun pupus di tengah jalan. Haruskah kita tutup buku dan membiarkan semua kenangan itu berlalu? Segampang apapun aku berusaha menyatakannya. Apakah memang tak ada lagi yang patut diingat dari semua perjalanan masa lalu? Asa yang mendekatkan diriku padamu dan mimpi bahagia untuk senantiasa berbagi. Susah senang dijalani bersama, tangis tawa diarungi berdua. Lalu kemana perginya semua harapan itu? Apakah aku harus berpura-pura tak lagi mengenal dirimu? Sekalipun sungguh aku menangis di dalam hati, setiap kali berpapasan denganmu dalam lintasan waktu yang membawaku kembali ke jalan di mana pertama kali kita dipertemukan. Hatiku yang lara hanya bisa bertanya; Apa susahnya untuk menyapaku sebagai teman atau sahabat? Sekalipun jujur bukan itu yang aku inginkan. Apakah aku harus berpura-pura tidak mengindahkanmu, sementara jauh di dalam sana batinku meronta-ronta? Ataukah sebaliknya, kita akan membuang segala kebohongan dan pada akhirnya berdamai dengan diri sendiri. Berani mengungkap seluruh kebenaran walau kita tahu itu bakal menyakitkan. Tapi entahlah, seperti melempar sebutir kerikil ke dalam senyap sebuah telaga. Aku hanya bisa menduga-duga, seberapa dalam batu kerikil itu bakal tenggelam? Setelah sekian waktu lamanya kita tak lagi bertegur sapa, apakah engkau pernah merasa diam-diam merindukan diriku, sebagaimana aku diam-diam merindukanmu?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Melankoli Setiap kali aku mendengar sepasang kekasih tertawa, aku merasa sedih dan cemburu kepada kemesraan mereka. Aku cuma bisa menyaksikan mereka duduk berdua bersisian di taman. Bercengkerama dalam gelak tawa, di antara kelopak mawar yang bermekaran. Dan aroma wanginya yang lembut, entah mengapa membuatku menitikkan air mata...
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Ah, betapa aku membenci perpisahan, ibu. Ia hanya menyisakan tawa menjelma debu.
”
”
Robi Aulia Abdi
β€œ
Saat aku mati, mungkin akan ada dua reaksi, β€œJangan pergi! Aku akan merindukanmu.” Mungkin berhias tangis. Atau, β€œMampus kau! Dunia lebih baik jika tidak ada kau!” Mungkin berhias tawa. Apa pun itu, aku akan hidup dan menjadi diriku sendiri.
”
”
Achmad Aditya Avery
β€œ
Hari yang paling kurindu adalah hari di mana kita kembali duduk bersama. Kamu teh, aku kopi, dengan obrolan mengalir hangat dan tawa berderai di antaranya, tak ada dendam, tak ada rahasia, hanya cinta...
”
”
Indah Esjepe
β€œ
Ada perasaan yang kadang tak sanggup diungkapkan melebihi perasaan perasaanku. Apa yang bahkan tak mampu aku utarakan kepada seorang ibu. Bagaimana aku menyimpan semuanya sendiri, juga tentang mimpi mimpi yang tak pernah aku ceritakan kepada siapapun termasuk kepada ayahku. Demikian aku belajar untuk mengenali diriku sendiri. Ibuku memiliki sebuah taman kecil yang tersembunyi di samping rumah. Taman yang ia sebut sebagai sanctuary. Tempat di mana ia menanam segala macam perasaan yang ia sebut sebagai kebahagiaan. Kebahagiaan yang tumbuh dari hal hal fana yang tidak aku kenal dan mungkin juga tidak sepenuhnya aku mengerti. Seperti tangan yang mengusik lelap tidurku dan berusaha menciptakan sebuah karya seni yang indah. Ibu adalah sebuah lukisan yangΒ  memenuhi seluruh pikiranku. Ia lebih menakjubkan dari lukisan lukisan karya Rembrandt, Gustav Klimt, Claude Monet, Auguste Renoir atau bahkan Van Gogh sekalipun. Jeli matanya adalah kegairahan musim semi yang menumbuhkan rupa rupa tanaman di dalam taman itu. Ulas senyumnya dan lembut bibirnya adalah kehangatan ciuman matahari yang membuat bunga bunga bermekaran. Dan sentuhan tangannya adalah sihir, belaian sejuk angin yang membuat setiap pohon berbuah. Dan setiap kali aku dapati ia menari. Ia menari dengan seluruh tawa riangnya. Sekujur tubuhnya menari bersama celoteh burung dan goyangan daun daun. Tangannya bergerak gemulai serupa awan berarak setiap kali ia menyebar benih, mencabut rumput, mematahkan ranting kering, atau memangkas daun daun yang menguning. Ada lompatan perasaan yang tak terlukiskan setiap kali ia melakukan hal itu, seperti seolah ia sedang jatuh cinta lagi. Bukan kepada ayahku melainkan kepada dirinya sendiri. Sebab, di dalam diri ayahku aku temukan bayang bayang lain yang seakan tak mau pergi. Bayang bayang yang tak mampu meninggalkan dirinya bahkan di tengah kegelapan malam. Ayah adalah sebuah patung kayu yang usang dan berdebu. Ia menyembunyikan segala sesuatu dan menjadikannya rahasia yang ia simpan sendiri. Seperti sebuah pintu yang terkunci dan anak kuncinya hilang entah kemana. Tapi ia tak pernah bertengkar dengan ibu. Mereka juga tak pernah beradu mulut atau menunjukkan amarah antara satu dengan yang lain. Sepanjang yang mampu aku ingat, mereka adalah pasangan yang harmonis. Walau tak pernah sungguh berdekatan dalam artian yang sebenarnya. Setelah bertahun tahun lamanya, mereka masing masing tenggelam dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri. Sejak kanak kanak, aku tak berani masuk ke dalam sanctuary ibuku. Aku hanya berani mengintip dari balik keranjang cucian dan tumpukan pakaian yang hendak dijemur. Dari balik ranting dan juga rimbun dedaunan yang tumbuh di dalam pot pot besar berwarna hitam yang menyembunyikan tubuh telanjang ibuku yang berkilauan ditempa matahari. Pernah sebelumnya aku menangkap sebuah isyarat dari tarian hujan yang ia ciptakan, ketika merdu tawanya berderai di antara dengung suara pompa dan guyuran air yang turun tiba tiba dari langit. Suara hujan itu keras berdentang di atas genteng galvalum dan menimbulkan suara berisik. Dan ragaΒ  ibu yang berpendar kehijauan seolah terbang ke langit menyambut suara guntur dan halilintar. Kadang kadang aku menangkap bayangan tubuh ibuku berjalan hilir mudik di dalam sanctuary itu entah dengan siapa. Acap aku dengar ia tertawa tergelak gelak. Suaranya bergema seperti di dalam gua. Aku selalu mengira ia tak pernah sendirian, selalu ada orang orang yang datang menemaninya entah darimana. Sering kulihat ia menjelma menjadi burung dengan warna bulu yang memesona atau menjadi bidadari yang cantik dengan sepasang sayap berwarna jingga keemasan. Dan dari balik perdu yang merayap di dinding, aku dapat melihat senyumnya yang sangat menawan, seperti menyentil kesadaranku dan membuatku terbangun dari mimpi.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Baru kali ini aku tahu bagaimana caramu memasukkan babi, kuda, gajah, ular, hiu dan monyet itu ke dalam puisimu. Setelah aku temukan bahwa setiap peristiwa selalu membawa kegembiraannya sendiri. Dan apa yang aku alami hari ini hanyalah sebuah bukti dari sekian banyak peristiwa, sebelum aku telanjur lupa untuk memberinya sebuah penafsiran. Dan demikianlah, sebuah kisah telah mengantarkan aku menemukan rasa takjub dalam setiap ekor monyet yang aku temui di sebuah area perbukitan yang telah lama dikenal orang dengan sebutan Gunung Krincing, di sebuah Dukuh yang bernama Talun Kacang. Pada sebuah legenda tentang seorang Wali yang dulu pernah bertemu dengan empat ekor kera berwarna merah, kuning, putih dan hitam. Rasa takjub yang kemudian terantuk pada sebuah batu bertuliskan kata-kata: "Mangreho." Sebuah perintah yang terukir pada kulit setiap pokok-pokok kayu jati, yang sengaja dibiarkan kentir di atas sebatang sungai yang akan mengantarkan Sang Wali pulang ke Demak untuk mendirikan sebuah masjid. Ketakjuban itu kini telah tumbuh memenuhi tempat itu dengan hutan buatan, bendungan, jalan beraspal, warung, kedai makan, restoran, lahan parkir dan pemukiman juga. Ia telah menjelma menjadi kegembiraan yang aku temukan pada setiap butir kacang yang dilemparkan orang. Juga pada setiap buah pisang, manggis, nangka atau salak yang mereka jajakan dengan murah. Ada tawa pengunjung dan juga tangis kanak-kanak yang bisa memberiku sebuah penafsiran baru dari kata lucu dan takut sekaligus. Akan tetapi, dari situlah kemudian aku menemukan kegembiraan dan kebahagiaanku sendiri; pada langgam musik keroncong yang dinyanyikan seorang biduan dengan merdunya. Lebih dari seekor monyet yang bebas berkeliaran kesana kemari. Bebas menyanyi, menari, tertawa atau berteriak-teriak sekaligus. Monyet- monyet yang mewarnai dunia dengan ekspresi wajah yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Monyet-monyet kelabu, putih, merah, hitam dan bahkan biru. Monyet-monyet sewarna pelangi. Monyet-monyet yang transparan dan bening kehijauan. Monyet-monyet yang telah melepaskan diri dari rutinitas dan kesibukan dunia. Monyet-monyet yang telah purna memaknai hidup yang carut-marut dan menjemukan ini. Berusaha melupakan dasi, kemeja, pantalon, dan jas yang selama ini membungkus ego mereka rapat-rapat. Monyet-monyet lucu tanpa bedak dan gincu dan juga tanpa perhiasan. Monyet-monyet yang tak lagi malu bertelanjang dada, pamer pantat dan kemaluan mondar-mandir kemana-mana. Mereka bukan representasi Sugriwa, Subali atau mungkin Hanoman. Mereka hanya sebatas monyet biasa. Monyet yang sebagaimana telah lama kita kenal. Namun mereka telah melepaskan diri dari topeng-topeng artificial, dan tampil sederhana apa adanya sebagai dirinya sendiri.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Bersepeda, saat itu kita mengayuh hanya untuk tawa-tawa kecil kita bukan karena takut terlambat atau mengejar sesuatu.
”
”
nom de plume
β€œ
Eleanor shuffled
”
”
Madison Johns (Bigfoot In Tawas (Agnes Barton Senior Sleuths Mystery, #6))
β€œ
Kamu hadir di waktu yang tepat Jadi jawaban dari sebuah tanya Meski sendiri aku yakin sempat Tapi bersamamu ada gelak tawa ,.
”
”
chachacillas
β€œ
Mulanya, Tempat ini yang paling kucinta. Bersamamu penuh canda. Menanti kereta. Kau temaniku dengan tawa. Bercerita tentang cita-cita. Akan hari nantinya kita. Tak kusangka. Kini semua berbeda. Tak lagi kudamba. Karena selalu ada bayangmu setiap senja. Andai dapat ku cabik sang surya. Biar ronanya tak lagi bicara. Ketika berselang dengan purnama. Biarkan mereka. Membaca arti air mata. Dan rindu dalam balutan doa. Hanya namamu yang kuuntai dengan sabda.
”
”
Karunia Fransiska
β€œ
Seperti mengulang frasa yang sama. Roda yang terus menerus berputar sebelum kemudian berhenti. Setiap perjalanan bukan lagi jarak dari diri sendiri. Pada waktunya semua orang akan mengerti. Demikian pula kita. Ada yang masih mencari, ada yang telah menemukan. Sisi lain dari diri sendiri. Menjadi yang terbaik atau tidak sama sekali. Meninggalkan jejak di atas pasir, menera tawa pada desau angin atau gelora ombak. Setiap peristiwa mengukir kenangan. Mungkin sedih mungkin juga bahagia. Walau pada akhirnya semua orang harus pulang.
”
”
Titon Rahmawan