Puasa Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Puasa. Here they are! All 10 of them:

β€œ
Kita tidak sholat, puasa, atau haji setiap saat, tapi kita bisa berdo’a setiap saat; berdo’a membuat kita bisa merasakan kebersamaan dengan Allah sepanjang waktu..
”
”
Muhammad Anis Matta
β€œ
Alangkah seringnya Mentergesai kenikmatan tanpa ikatan Membuat detik-detik di depan terasa hambar Belajar dari ahli puasa Ada dua kebahagiaan baginya Saat berbuka Dan saat Allah menyapa lembut memberikan pahala Inilah puasa panjang syahwatku Kekuatan ada pada menahan Dan rasa nikmat itu terasa, di waktu buka yang penuh kejutan Coba saja Kalau Allah yang menghalalkan Setitis cicipan surga Kan menjadi shadaqah berpahala Buku ini dipersembahkan untuk mereka yang lagi jatuh hati atau sedang pacaran bersama doi yang dipenuhi hasrat nikah dini tapi belum bernyali yang sedang menjalani proses penuh liku dan yang ingin melanggengkan masa-masa indah pernikahannya...
”
”
Salim Akhukum Fillah (Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan)
β€œ
Apabila Alang bertanya bagaimana untuk mengubat hati tadi, secara berbisik Aqmar menjawab... ubat hati ada lima caranya. Bunyinya macam senang aja, baca Al-Qur'an dengan memahami maknanya sekali. Selain itu mendirikan solat malam dan berkawan dengan orang soleh. Yang keempat dan kelima ialah puasa dan zikir yang berpanjangan.
”
”
Noor Suraya (Surat Ungu untuk Nuha)
β€œ
Aku percaya kita semua gila, namun kebanyakan orang begitu lihai menutupinya dengan kehidupan sok serius atau puasa tertawa.
”
”
Miranda Malonka (Sylvia's Letters)
β€œ
β€Ž"Taqobbalallaahu minnaa waminkum shiyaamanaa wa shiyaamakum wa ja'alnallaahu minal'aaidin walfaaizin". Smoga Allah mnerima Ibadah kami&kalian, puasa kami&kalian,&smg Allah mnjadikan qta sbagian dari orang2 yg fitroh&orang2 yg menang. Dengan sgenap hati, sy mhn maaf atas sgala khilaf, baik dsengaja atau tidak. sy manusia biasa yg tidak maksum. Krnny, sy ingin mnyambung kembali tali silaturahmi yg mungkin putus krn ksalahan ini. ALLAH Maha Pemaaf & smg engkau berbesar hati mmaafkan sy. Amin
”
”
Nila Cynthia
β€œ
Seperti kamu menghabiskan buka puasa, sebaiknya kalau mau tahu urusan agama juga pelan-pelan. Sedikit-sedikit. Kalau langsung banyak sekaligus akan berbahaya bagi dirimu. Kalau kekeyangan mungkin masih ndak apa-apa, Mat, tapi kalau kamu terus gila? Kamu akan merasa pintar, merasa lebih tahu dari yang lain.
”
”
Rusdi Mathari (Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya: Kisah Sufi dari Madura)
β€œ
Soal bersatu sungguhpun beraneka ragam bukanlah soal yang asing bagi agama termasuk dalam Islam. Antara agama dan kebudayaan terdapat interaksi, keadaan saling pengaruh mempengaruhi. Agama mempengaruhi kebudayaan dan kebudayaan mempengaruhi agama pula, terutama dalam manifestasinya. Bahwa agama mempengaruhi kebudayaan itu tidak perlu penjelasan lebih lanjut. Untuk contoh dari keadaan kebudayaan mempengaruhi agama, dalam kasus Islam dapat diambil pemakaian beduk sebagai tanda waktu berbuka puasa. Dalam kebudayaan Arab tidak dikenal beduk. Di sana meriam dipakai untuk menyatakan tibanya waktu berbuka. Kebudayaan gotong-royong dan rasa persaudaraan yang erat dalam masyarakat Indonesia membawa pada adanya halal bi halal di Hari Raya sesudah berpuasa. Di masyarakat Arab Halal bi halal tidak dikenal. Di Mesir umpamanya, pada Hari Raya diutamakan berziarah ke kuburan keluarga. Dalam kebudayaan Mesir terdapat rasa terikat Yang kuat Pada keluarga yang telah terlebih dahulu meninggalkan dunia fana ini.
”
”
Gustave Edmund von Grunebaum (Unity and Variety in Muslim Civilization)
β€œ
Demikian sifat Ainun yang sangat religius selalu bersama saya puasa tiap hari Senin dan Kamis dan tiap hari membaca satu juz kitab suci Alquran.
”
”
Bacharuddin Jusuf Habibie (Habibie & Ainun)
β€œ
Hang solat subuh tak?" Dato' Syukor bertanyakan soalan yang sangat penting. Ni kalau kau jawab belum, memang aku bagi pelempang! "Eh... bapak! Mestilah dah. Saya ni walaupun nakal, bab solat puasa apa semua itu saya tak pernah tinggal. Tapi saya qada la subuh pagi tadi. Dah terbangun lewat. He... he...
”
”
Ahmad Erhan (Tempur)
β€œ
Dulu vs Sekarang: Warisan yang Hampir Hilang Zaman dulu ada seorang bocah naik sepeda berkilo-kilo, hanya untuk sampai ke sekolah di luar kampungnya. Ada anak lain yang mesti berjalan sampai kaki pegal ke rumah temannya hanya untuk meminjam buku bacaan. Tapi anehnya, mengapa anak sekarang malas melangkah? Malah merasa bangga disebut kaum rebahan. Mereka juga malas membaca padahal semua ilmu ada di genggaman layar kaca. Orang dulu mengumpulkan receh demi membeli sebidang lahan, membangun rumah sedikit demi sedikit, lantainya mungkin tanah, atapnya sering bocor, tapi ada mimpi yang mereka renda di atas atapnya, harapan yang mereka pahat di setiap dindingnya. Lalu bagaimana orang sekarang melihat dirinya? Bekerja sepuluh tahun pun, rumah masih berhenti sebatas imajinasi. Gaji pertama langsung ludes dalam gebyar pesta perayaan semalam dan cicilan gawai terbaru. Air minum, bagi orang dulu, direbus penuh sabar di tungku kayuβ€” sisa panasnya dipakai untuk berdiang menghangatkan tubuh. Bagi orang sekarang, air minum harus bermerek; Cappucino, espresso, latte atau matcha boba kekinian dikemas dalam plastik sekali pakai, diminum bukan karena haus, tetapi agar terlihat keren saat di foto. Barang orang dulu awet seperti doa: sepeda diwariskan, lemari antik dipelihara, kain batik disimpan hingga pudar warnanya. Barang orang sekarang sekali lewat hanya sebatas tren: baru sebentar sudah merasa bosan, dibuang, ditukar, ditinggalkan, seperti janji-janji yang tak pernah ditepati. Dulu banyak anak dianggap rezeki, meski rumah hanya seluas kamar kos-kosan saat ini. Tapi nyatanya, lima anak semua jadi sarjana, hidup nyaman sejahtera. Sekarang, satu anak saja dianggap beban, lalu diputuskan tak perlu lahir sama sekali. Di mana lagi bisa kita temukan kerja keras, pengorbanan dan kebijaksanaan? Apakah ini sekadar paranoia yang dibungkus logika yang sengaja dibengkokkan? Makanan dulu dinikmati sekadar untuk bertahan hidup: singkong, jagung, bubur, nasi lauk kerupuk, sayur dan sambalβ€”kenyang sudah cukup. Sekarang, makanan harus enak, harus estetik, di kemas cantik, difoto dulu sebelum disantap. Dan bila tidak sesuai ekspektasi rasa nikmat di lidah, langsung dicaci, langsung diviralkan, seolah perut telah kehilangan rasa syukur dan penghargaan anugerah dari Tuhan. Tabungan dulu jadi jimat yang dianggap keramat: uang disimpan dalam celengan tanah liat, ditabung serupiah demi serupiah buat beli tanah, sawah, tegalan. Emas disimpan dan dipelihara bukan cuma untuk dikenakan di pesta hajatan pernikahan. Sekarang malah sebaliknya, uang dibakar dalam pesta, dihabiskan di kafe, tiket konser, memburu diskon belanja palsu. Hidup bukan lagi tentang menyiapkan hari esok, melainkan tentang menguras apa yang bisa dihabiskan hari ini. Orang dulu sabar menahan diri, puasa bukan sebatas ritual setahun sekali menjelang idul fitri. Mereka tahu, lapar dan lelah adalah guru. Sabar dan diplin adalah ilmu yang tak kalah penting dari pelajaran di sekolah. Anak masa kini terjebak FOMO: takut tertinggal tren, takut tak dianggap, hingga lupa kalau waktu yang hilang tak pernah lagi bisa dibeli. Ironinya membayang di depan mata: Orang dulu hidup sederhana tapi tenang, karena kebahagiaan mereka berakar pada makna. Orang sekarang hidup mewah tapi gelisah, karena kebahagiaan mereka mesti hadir setiap waktu, terpampang indah hanya di atas layar, namun mudah dipadamkan lewat satu sentuhan jari. Dan kelak, ketika semua berlalu, yang tertinggal hanyalah penyesalan yang tak bisa diputar kembali. Mereka akan bertanya pada dirinya sendiri: mengapa aku begitu sibuk mengejar bayangan, hingga lupa merawat cahaya matahari yang sesungguhnya? Surabaya, September 2025
”
”
Titon Rahmawan