Pengorbanan Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Pengorbanan. Here they are! All 56 of them:

Kalau memang terlihat rumit lupakanlah. Itu jelas bukan cinta sejati kita. Cinta sejati selalu sederhana. Pengorbanan yang sederhana kesetiaan yang tak menuntut apapun dan keindahan yang apa adanya.
Tere Liye
Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.
Salim Akhukum Fillah
Sekarang gue sudah mengerti bahwa bentuk cinta yang gue mau berarti pengorbanan, bukan permintaan. Cinta itu harus diberi dengan rela dan terbuka.
AliaZalea (Miss Pesimis)
terkadang keadaan membuat cinta terasa amat menyakitkan, akan tetapi kesejatian cinta tidak akan pernah berakhir manakala pengorbanan cinta itulah yang menjadi pemeran utamanya. cinta tidak akan pernah salah. cinta tidak mengenal batas. untuk cinta yang bertepuk sebelah tangan sekalipun.
Dee Lestari (Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade)
Sejarah telah memperlihatkan semua hal tentang kerakusan, kesombongan, kekejaman, keikhlasan, pengorbanan, dan daya juang di mana semua orang dapat becermin. Namun tampaknya manusia lebih bernafsu membuat sejarah ketimbang belajar dari sejarah.
Andrea Hirata (Sebelas Patriot)
Jika kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian.
Tere Liye (Eliana)
Anak-anak kita, bukan pengorbanan saya. Mereka, pemberian.
Adhitya Mulya (Sabtu Bersama Bapak)
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Salim Akhukum Fillah (Jalan Cinta Para Pejuang)
Suami dan istri tak harus serta merta sahabat. Cinta adalah cinta, bukan pengorbanan. Perasaan adalah untuk ditolak atau dibunuh, tidak untuk dilekaskan, apalagi untuk dibiarkan mengalir. Lagipula, begitu Ibu mengikatkan diri pada Bapak, ia menunggu kapan seseorang tak hanya menggunakan perasaan, tapi juga otaknya. Ia tak pernah sekalipun, dalam proses ini, kehilangan kesabarannya. Lalu ia memilih.
Laksmi Pamuntjak
Cinta bukan hanya perasaan tetapi pengorbanan
Shahzy Hana
Hidupku terlalu berharga jika hanya untuk memenuhi ambisi pribadi. Yang aku ingin lakukan hanyalah membantu orang lain, terutama kedua orangtuaku. Sudah cukup waktu dan energi yang mereka korbankan buatku. Sudah cukup lama ayah dan ibuku harus hidup berjauhan. Kupikir sekarang adalah saatnya untuk mengambil alih tanggungjawab dan membalas kebaikan mereka. Entah karir apa yang akan kumiliki nanti, semoga itu bisa memberikan akhir untuk pengorbanan mereka.
Gita Savitri Devi (Rentang Kisah)
Setiap ketegangan dan ketidaksenangan adalah momen yang sengaja diciptakan Tuhan untuk proses penciptaan baru dalam kehidupan. Dan setiap ketegangan selalu mengandung perintah untuk berubah menjadi sadar. Untuk menggapai proses itu, pasti dibutuhkan pengorbanan dan daya kreativitas yang segar dan baru
Ayu Arman (Kala Perempuan Diuji)
kini dia berusaha menerjemahkan cinta ke arah yang berbeda. Cinta yang mendahulukan kebahagiaan orang yang dikasihi, bukan cinta yang semata ingin memiliki. Sekalipun untuk itu, dia harus membayarnya dengan kesepian dan rasa kehilangan sepanjang hidupnya.
Dian Nafi (Luv: Untuk Cinta Yang Selalu Menunggu)
Kita hidup bukan untuk memuaskan kehendak kita, tapi untuk cari reda Allah. Kalau kita betul cinta pada Allah, kita buat sajalah apa yang Allah suruh. Kalau ada apa-apa suruhan Allah itu bertentangan dengan kehendak kita, anggaplah sebagai bukti pengorbanan saja. Mana ada cinta yang tak perlukan pengorbanan. Cinta dengan pengorbanan ini lebih manis.Cinta yang telah teruji.
Imaen (Blues Retro)
Karena sesungguhnya cinta tidak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan ... Ia adalah keberanian atau pengorbanan. Ya Allah, jadikan cinta ini cinta yang Engkau ridhai,jika dia memang bukan milik kita ... Melalui waktu, hapuslah ‘cinta dalam diam’ ini dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat biarkan ‘cinta dalam diam’ ini menjadi memori tersendiri dan sudut hati ini menjadi rahasia antara kita dengan Sang Pemilik hati.
Rizqiyyah Yasmin
Pengorbanan. Kau membuat pengorbanan. Aku membuat pengorbanan. Kita semua membuat pengorbanan. Tapi kau merasa marah atas pengorbanan yang kau berikan. Kau selalu memikirkan apa yang telah kau korbankan. Kau belum mengerti. Pengorbanan adalah bagian kehidupan. Harusnya begitu. Bukanlah sesuatu untuk disesali. Tapi sesuatu untuk didambakan.
Mitch Albom
Bila kita diberi waktu tak terbatas, tidak ada lagi yang istimewa. Tanpa kehilangan atau pengorbanan, kita tidak bisa menghargai apa yang kita punya
Mitch Albom (The Time Keeper)
Aku sering berpikir pengorbanan adalah perbuatan yang egois. Ada kepentingan pribadi di situ. Kepentingan untuk meyakinkan diri bahwa kita adalah orang yang mulia.
Venerdi Handoyo (Pemetik Bintang)
lenganku mungkin dapat putus, tetapi genggaman tanganmu tak kan pernah lepas
cG9sYXJhZGl0aWE=
Cinta itu bukan sebatas kata-kata manis, bukan sebatas tangan yang membelai kepala, bukan sebatas tangan yang memeluk. Cinta itu adalah perbuatan dan pengorbanan.
Gita Savitri Devi
Kualitas seseorang tidak diukur dari besarnya perubahan yang ia ciptakan, tapi diukur dari besarnya kemauan serta pengorbanan untuk menciptakan perubahan.
Evan S. Parusa
Jatuh cinta itu mudah tapi mempertahankannya dan mencintai dengan tulus perlu pengorbanan
LoveinParisSeason2
Besarnya Cinta yang dimiliki seseorang akan terlihat dari pengorbanan yang dilakukan hanya untuk orang yang di Cintainya itu
LoveinParisSeason2
Selalu membuat pasangan bahagia dan selalu mencintai dengan tulus karena itulah pengorbanan melawan keegoisan diri kita demi melihat orang yang kita cintai tersenyum bahagia.
LoveinParisSeason2
Yang paling nyakitin buat aku, aku kasih cinta aku ke kamu, semua pengorbanan dan aku sadar itu semua gak akan pernah kamu bales dengan perasaan yang sama
LoveinParisSeason2
Sesungguhnya sesuai kadar eloknya kemenangan yang kita cari, itulah hendaknya besar pengorbanan yang kita serahkan.
Najih Ibrahim
Cinta tanpa syarat tidak perlu pengorbanan cuma pengertian Pengertian tanpa syarat
Rudra (Keseorangan)
Kesuksesan ada karena sebuah perjuangan yang besar. Dengan begitu kau butuh pengorbanan yang besar pula.
Ferly Arvidia
Hidup tanpa pengorbanan adalah hidup yang egois dan tidak akan menghasilkan buah yang baik! Belajarlah dari pengorbanan Yesus jika mau menjadi manusia yang seutuhnya.
Eleksio Pattiasina
Lo tau nggak, Gas, gue akan lakukan apa pun untuk membuat bidadari gue tetap tersenyum. Berapa pun uang yang harus gue keluarkan, sebesar apa pun pengorbanan yang diminta untuk mewujudkannya akan gue lakukan.
Fatma Sudiastuty Octaviani (Will You Marry Me?)
Jalan menuju kesuksesan itu memang tidak mudah, membutuhkan pengorbanan, perjuangan, membutuhkan fisik yang kuat, mental yang kokoh, jiwa yang tegar. Jikalau jalan menuju kesuksesan itu mudah, pastilah sekarang banyak orang yang sukses.
Vea Dreamer
Selembar setangan memang remeh, tak sepadan dengan buku apalagi pistol, tetapi setidaknya ia bisa membasuh peluh di wajahmu. Ia juga bisa menyeka darah yang menderas di hidungmu karena ditinju polisi rahasia. Dan barangkali kelak, ia akan mengingatkanmu kepada diriku.
Hendri Teja (Tan: Gerilya Bawah Tanah)
Kehilangan orang yang paling kita sayangi, bisa menyakitkan. Rasanya hidup tak seindah dulu. Tapi bagaimana kita bisa menjalani hidup tanpa mereka yang dulu menyayangi kita? Hanya kekuatan cinta yang bisa memberikan kesabaran, dengan pengorbanan yang orang lain telah lakukan untuk kita, hidup menjadi sangat berharga.
LoveinParisSeason2
Masih menjadi pertanyaan dalam kepalaku. Apa saja yang harus dilalui untuk sampai pada cinta yang setaraf Bandung Bondowoso, Sangkuriang atau Shah Jahan
Dian Nafi (Just in Love (Mayasmara, #5))
Perjuangan Remaja Bontang Menggapai 12 menit sebagai Sejarah. Melihat judul buku 12 menit. Tentu kita sudah dibawa pertanyaan, apakah maksud dari 12 menit itu. Tentu banyak arti dengan 12 menit ini. Tapi dalam novel ini digambarkan 12 menit harus diraih dengan syarat yang tidak mudah, melalui pengorbanan yang tidak sedikit. Perjuangan keras para generasi remaja bontang untuk meraih kesuksean. Bisa dibilang, 12 menit ini awal dari sejarah besar untuk kota kecil di Kalimantan Timur. Sebuah novel fiksi yang syarat dengan makna, yang patut di miliki oleh semua golongan usia. Novel karya Oka Aorora dengan tebal 343 halaman menggambarkan bagaimana sebuah kesuksesan tidak dapat diraih dengan instan, tetapi harus dengan perjuangan yang sangat keras. Apapun resiko yang dihadapi, menyulutkan semangat baja yang tidak mengenal rasa takut, lelah, dan tekat harus terus di pupuk agar lebih subur. Cara pengarang mendiskripsikan tokoh dalam cerita ini sungguh unik. Terdapat 4 tokoh yang digambarkan dalam novel ini. Seperti Rene, pelatih alumni sebuah universitas di Amerika memiliki karakter yang sangat kuat, disiplin tinggi, keras, tapi juga lembut hatinya, ini digambarkan bagaimana dia mempertahankan satu persatu tim nya yang mengalami down dan masalah pelik dalam latihan. Dia juga tidak segan-segan meminta maaf kepada anak dididiknya ketika dia merasa bersalah. Tokoh kedua adalah Elaine. Putri semata wayang dari bos besar sebuah perusahaan yang dikenal sangat cerdas, berbakat dan dianugrahi perawakan yang elok. Dia mempunyai sifat ramah, yang pada akhirnya bagaimana dia harus bisa meyakinkan ayahnya untuk ikut menyutujui pilihan hidupnya. Tara gadis berjilbab yang pawai bermain drum ini memiliki keterbatasan pada pendengarannya. Sehingga untuk mendengar diperlukan alat bantu khusus. Bagaimana perjuangannya untuk bisa bangkit dari trauma masa lalu saat terjadi kecelakaan yang mengakibatkan ayah yang dicintainya pergi untuk selamanya, selain itu akibat lain dia harus kehilangan 80% dari pendengarannya. Lahang, seorang pemuda dari pesisir pantai yang berusaha mewujudkan mimipi almh. Ibunya untuk bisa melihat monas, tetapi dia dihadapakan pada pilihan paling sulit antara mimpinya atau menemani ayahnya yang sakit kanker otak stadium lanjut. Semua tokoh dalam novel ini dikemas dengan sangat apik dan ringan, sehingga ketika kita membacanya, pembaca seolah-olah ikut merasakan beban dan sulitnya hidup yang dialami oleh tokoh-tokoh tersebut. Bahasa yang digunakan pun sangat sederhana, dan mudah di pahami oleh pembaca, tidak njilmet, tetapi bisa memberi kobaran api yang menyala besar. Kelebihan dalam novel ini ke 4 tokoh memiliki karakter yang sama, yaitu keinginan yang kuat untuk membawa marching band bontang pupuk Kalimantan timur menjadi juara umum di GMPB. Terwujudkah mimpi anak negeri terpencil itu?Dreaming is believing. Meski harus dilalui dengan jerih payah tim yang luar biasa. Perbedaan masalah setiap tokoh membawa mereka pada jalan keberhasilan, penulis menggambarkan bagaimana seorang rene yang tidak hanya menjadi pelatih di lapangan. Tetapi dia bisa sebagai sahabat, saudara untuk tempat bercerita. Semisal ketika dia membantu Elaine mengalami dilema diantara dua pilhan antara mengikuti olimpiade fisika, atau terus berjuang dimarching band, dan perjuangannya menghadapi larangan keras dari ayahnya. Tara seorang gadis pendiam yang hampir berputus asa dan sempat keluar dari tim inti. Tetapi rene sebagai pelatih tidak tinggal diam, di semangati tara dan dibantu kakek neneknya, akhirnya membawa tara kembali dan meraih keberhasilan. Lahang pemuda dengan persolan pelik, ayahnya menderita sakit yang parah. Rene sempat menawarkan bantuan tetapi ditolaknya, ketika perjuangan tinggal selangkah lagi dia hampir putus asa karena ayahnya telah pergi ke Rahmatulloh. Kata-kata dari Rene meyakinkan lahang utnuk terus berjuang meski peri
oka aorora
Ibu-lah yang telah menyuruhmu tinggal di tempat jauh. Ibu-lah yang mengirimimu tinggal di kota pada usia muda, jauh dari kampung halamanmu. Ibu pada masa-masa itu - dengan pedih kau sadari bahwa Ibu seusia dengan dirimu saat ini, sewaktu dia membawamu ke kota, lalu pulang dengan naik kereta api malam. Seorang perempuan... hanya sendirian. Dan sosok perempuan itu lenyap, sedikit demi sedikit, setelah melupakan rasa suka cita karena telah dilahirkan, melupakan masa kanak-kanaknya serta impian-impiannya, menikah sebelum mendapatkan menstruasi pertamanya, lalu melahirkan lima orang anak dan membesarkannya. Perempuan yang - setidaknya kalau mengenai anak-anaknya - tidak merasa terkejut atau bingung akan apa pun. Perempuan yang hidupnya ditandai dengan pengorbanan sampai saat dia menghilang. Kau membandingkan dirimu dengan Ibu, akan tetapi Ibu sungguh tak bisa dibandingkan dengan apa pun. Seandainya kau berada dalam posisi Ibu, kau tidak akan melarikan diri seperti ini, lari dari rasa takut.
Kyung-Sook Shin (Please Look After Mom)
Kesuksesan sejati membutuhkan pengorbanan.
Rick Riordan
Menjadi diri sendiri saja butuh pengorbanan. selanjutnya kita akan merasa ringan ketika menjalankan kehidupan karena tak ada beban" Sidzia Madvox
Sidzia Madvox
Kebebasan, kemandirian, berkebudayaan, persatuan dan pengorbanan adalah unsur-unsur penting membangun integritas individu.
Y.E. Marstyanto (Eling & Meling; Sejumlah Esai Dalam Kongres Ki Hadjar Dewantara)
Kadangkala, Cinta itu seperti embun. Dia ada saat pagi, namun menghilang disaat siang. Begitu pula dengan Cinta. Terasa indah saat pertama, namun setelah sekian lama Cinta semakin pudar...
Manhalawa
Tapi ingat Saudara-Saudara, tidak ada pengorbanan yang sia-sia.
Cindy Adams (Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia)
Aku kini meninggikan kepalaku ke atas seteru yang mengelilingu aku. Dan dalam jagaan Allah, aku ingin berkorban kepada-Nya tanda syukurku. (Mazmur XXIX)
Sutung Umar RS (Puisi: Nyanyian Mazmur)
Kalau engkau tak dapat apa yang engkau nak dalam hidup, itu tandanya engkau sebenarnya bukan hendak sangat pun benda itu. Atau pengorbanan yang engkau telah lakukan belum cukup untuk mendapatkannya.
Saharil Hasrin Sanin (Dentang)
Jika Anda tidak berkorban untuk apa yang Anda inginkan, apa yang Anda inginkan menjadi pengorbanan.
Tommy Jonathan Sinaga
Satu-satunya hal yang lebih sulit daripada melepaskan adalah melanjutkan.
Tommy Jonathan Sinaga
Musik, lagu, dan tarian adalah bentuk budaya yang bertujuan memengaruhi emosi manusia, seperti kau merasa senang melihat tarian Thousand hands Bodhisattva. Bentuk budaya ini juga menyampaikan tradisi turun-temurun, menyampaikan kisah dan nilai-nilai utama seperti tarian ini menceritakan pengorbanan si putri bungsu.
Maisie Junardy (Man's Defender (Distinguished Trilogy, #1))
Untuk jadi pemimpin besar memang harus mengalami banyak ujian terlebih dulu, sehingga bisa bersikap rendah hati dan melayani orang lain. Pemimpin harus mau berkorban dan bekerja keras. Nilai-nilai kepemimpinan ini ada di seluruh dunia.
Maisie Junardy (Man's Defender (Distinguished Trilogy, #1))
Salah satu orang itu meringkas perasaan mereka dalam satu kalimat, “Kita sudah merdeka, Jenderal, jadi sekarang katakan, apa yang harus kami lakukan dengan kemerdekaan ini.” Dalam sukacita kemenangan, dia mengajar mereka untuk berbicara seperti ini kepadanya, dengan kebenaran di dalam mulut mereka. Tetapi sekarang kebenaran telah berganti tuan. “Kemerdekaan itu sederhana, hanya soal memenangkan perang,” katanya kepada mereka. “Pengorbanan-pengorbanan besar harus datang setelahnya, untuk menjadikan satu bangsa dari semua negara ini.” “Kami tidak melakukan apa-apa selain berkorban, Jenderal,” kata mereka.
Gabriel García Márquez (The General in His Labyrinth)
Dulu vs Sekarang: Warisan yang Hampir Hilang Zaman dulu ada seorang bocah naik sepeda berkilo-kilo, hanya untuk sampai ke sekolah di luar kampungnya. Ada anak lain yang mesti berjalan sampai kaki pegal ke rumah temannya hanya untuk meminjam buku bacaan. Tapi anehnya, mengapa anak sekarang malas melangkah? Malah merasa bangga disebut kaum rebahan. Mereka juga malas membaca padahal semua ilmu ada di genggaman layar kaca. Orang dulu mengumpulkan receh demi membeli sebidang lahan, membangun rumah sedikit demi sedikit, lantainya mungkin tanah, atapnya sering bocor, tapi ada mimpi yang mereka renda di atas atapnya, harapan yang mereka pahat di setiap dindingnya. Lalu bagaimana orang sekarang melihat dirinya? Bekerja sepuluh tahun pun, rumah masih berhenti sebatas imajinasi. Gaji pertama langsung ludes dalam gebyar pesta perayaan semalam dan cicilan gawai terbaru. Air minum, bagi orang dulu, direbus penuh sabar di tungku kayu— sisa panasnya dipakai untuk berdiang menghangatkan tubuh. Bagi orang sekarang, air minum harus bermerek; Cappucino, espresso, latte atau matcha boba kekinian dikemas dalam plastik sekali pakai, diminum bukan karena haus, tetapi agar terlihat keren saat di foto. Barang orang dulu awet seperti doa: sepeda diwariskan, lemari antik dipelihara, kain batik disimpan hingga pudar warnanya. Barang orang sekarang sekali lewat hanya sebatas tren: baru sebentar sudah merasa bosan, dibuang, ditukar, ditinggalkan, seperti janji-janji yang tak pernah ditepati. Dulu banyak anak dianggap rezeki, meski rumah hanya seluas kamar kos-kosan saat ini. Tapi nyatanya, lima anak semua jadi sarjana, hidup nyaman sejahtera. Sekarang, satu anak saja dianggap beban, lalu diputuskan tak perlu lahir sama sekali. Di mana lagi bisa kita temukan kerja keras, pengorbanan dan kebijaksanaan? Apakah ini sekadar paranoia yang dibungkus logika yang sengaja dibengkokkan? Makanan dulu dinikmati sekadar untuk bertahan hidup: singkong, jagung, bubur, nasi lauk kerupuk, sayur dan sambal—kenyang sudah cukup. Sekarang, makanan harus enak, harus estetik, di kemas cantik, difoto dulu sebelum disantap. Dan bila tidak sesuai ekspektasi rasa nikmat di lidah, langsung dicaci, langsung diviralkan, seolah perut telah kehilangan rasa syukur dan penghargaan anugerah dari Tuhan. Tabungan dulu jadi jimat yang dianggap keramat: uang disimpan dalam celengan tanah liat, ditabung serupiah demi serupiah buat beli tanah, sawah, tegalan. Emas disimpan dan dipelihara bukan cuma untuk dikenakan di pesta hajatan pernikahan. Sekarang malah sebaliknya, uang dibakar dalam pesta, dihabiskan di kafe, tiket konser, memburu diskon belanja palsu. Hidup bukan lagi tentang menyiapkan hari esok, melainkan tentang menguras apa yang bisa dihabiskan hari ini. Orang dulu sabar menahan diri, puasa bukan sebatas ritual setahun sekali menjelang idul fitri. Mereka tahu, lapar dan lelah adalah guru. Sabar dan diplin adalah ilmu yang tak kalah penting dari pelajaran di sekolah. Anak masa kini terjebak FOMO: takut tertinggal tren, takut tak dianggap, hingga lupa kalau waktu yang hilang tak pernah lagi bisa dibeli. Ironinya membayang di depan mata: Orang dulu hidup sederhana tapi tenang, karena kebahagiaan mereka berakar pada makna. Orang sekarang hidup mewah tapi gelisah, karena kebahagiaan mereka mesti hadir setiap waktu, terpampang indah hanya di atas layar, namun mudah dipadamkan lewat satu sentuhan jari. Dan kelak, ketika semua berlalu, yang tertinggal hanyalah penyesalan yang tak bisa diputar kembali. Mereka akan bertanya pada dirinya sendiri: mengapa aku begitu sibuk mengejar bayangan, hingga lupa merawat cahaya matahari yang sesungguhnya? Surabaya, September 2025
Titon Rahmawan
Perempuan yang Dulu Kau Kejar Hanya untuk Kau Lukai” Buat para lelaki: Apakah kau benar-benar sudah memahami istrimu? Ia bukan sekadar perempuan yang menunggumu pulang, meski tanganmu hampa dan dompetmu kosong. Ia bukan sekadar tubuh yang letih mengurus rumah, atau wajah yang perlahan kehilangan cahaya mudanya. Ia adalah doa yang tak pernah berhenti menyebut namamu, bahkan ketika kau tertidur lelap dan melupakan segalanya. Ia adalah keberanian yang meninggalkan kenyamanan tempat tinggal orang tuanya, menukar kepastian dengan harapan, hanya demi satu keyakinan, karena ia mencintaimu. Ia memintal mimpi dengan air matanya, menyalakan bara ketabahan dengan jiwanya, dan menaruh seluruh hidupnya dalam genggaman tanganmu—meski kau sendiri sering tak tahu bagaimana harus menjaganya. Dialah yang mempertaruhkan hidupnya demi melahirkan darah dagingmu, dialah yang mengorbankan hidup dan waktunya demi membesarkan keturunanmu. Dialah tangan yang membersihkan rumahmu, hati yang menjaga marwahmu, pelita yang menuntunmu pulang. Ironisnya, justru dialah orang yang paling sering kau abaikan. Dialah yang paling sering kau sakiti dengan sikap diam-mu, acuh tak acuhmu dan ketidakpedulianmu. Ia yang dulu kau kejar dengan segala kerinduan, kini kau anggap biasa saja—tak lagi istimewa, tak lagi bernilai. Padahal yang ia harapkan bukan istana, bukan harta berlimpah, melainkan hal yang sederhana: perhatian yang tulus, rasa aman, kasih sayang yang hangat. Tragisnya, engkau lupa bahwa cinta adalah bara yang harus dijaga, api yang harus diperbaharui. Engkau biarkan apinya padam, lalu kau salahkan ia ketika rumah tangga menjadi dingin. Engkau tak sadar, luka yang ia simpan bukan karena tubuhnya berubah menjadi gemuk, bukan karena kecantikannya pudar, melainkan karena pengorbanannya tak lagi berarti bagimu. Engkau telah meruntuhkan marwah seorang istri, menukar air matanya dengan penyesalan, menukar pengabdiannya dengan kehampaan. Jangan salahkan dia bila akhirnya ia memilih pergi. Ia pergi bukan karena lelah mencintai, melainkan karena tak ada lagi cinta untuk dipertahankan. Ia tinggalkan rumah yang ia bangun dengan air mata, ia lepaskan kenangan yang ia ikat dengan harapan. Dan yang tragis, kau tak kehilangan sekadar seorang istri—kau kehilangan perempuan yang dulu rela menyerahkan segalanya untukmu, bahkan hidup dan kehormatannya. Mengapa lelaki begitu pandai mengejar, namun begitu ceroboh menjaga? Dahulu, ia rela menembus hujan dan badai demi seulas senyum; kini, sekadar menatap mata istrinya saja ia sudah enggan. Mata yang dulu ia puja, jernih bagai telaga tempat ia merendam dahaga cintanya, kini dibiarkannya berkabut oleh air mata. Tidakkah ia sadar, setiap tetes air mata istrinya adalah patahan kecil dari marwahnya sendiri? Lelaki sering kali lupa, bahwa cinta yang diperjuangkan dengan susah payah bisa hilang hanya karena lalai memeliharanya. Betapa ironis—mereka berlari mengejar bunga saat kuncup, namun berpaling saat bunga itu mekar, seakan keindahan tak lagi berarti ketika sudah berada dalam genggaman. Perempuan menangis bukan karena lemah, melainkan karena hatinya penuh dan meluap oleh perasaan yang tak sanggup ia bendung lagi. Ia menangis bukan karena kehilangan cinta, tapi karena cinta yang ia beri setulus hati tak lagi dipandang berarti. Apa yang lebih menyakitkan bagi seorang istri selain disamakan dengan rutinitas? Diseret dalam hari-hari yang hampa tanpa lagi ada rasa kagum, tanpa lagi ada ucapan sederhana: “Sayang, aku sangat mencintaimu...” Dan beginilah tragedi buruk para istri: lelaki sibuk mencari kebahagiaan di luar rumah, padahal perempuan yang paling ia sakiti susah payah menjaga api kebahagiaan itu tetap menyala. Sementara lelaki mengira, kejayaan ada pada dunia luas yang ingin ia taklukkan. Padahal, kedamaian terbesar ada di pangkuan istrinya yang terus menunggu dengan setia, entah sampai kapan? Semarang, September 2025
Titon Rahmawan
Saras, Api yang Mengajarkanku Menjadi Manusia II Saras, aku tidak tahu bagaimana caramu memperbarui cintamu hari demi hari, seperti seseorang yang menjaga api suci di tengah badai. Aku mencintaimu dengan ketakutan yang tidak sembuh. Engkau mencintaiku dengan keheningan yang tidak putus. Kita berdua tahu aku adalah arang yang tidak pernah padam. Kita berdua tahu engkau adalah kayu yang tetap merelakan dirinya untuk terbakar. Ini bukan tragedi. Ini bukan pengorbanan. Ini bukan penebusan. Ini adalah cara kita menjadi manusia. Dan untuk pertama kalinya aku tidak ingin menjadi apa pun selain seseorang yang bisa menyebut namamu tanpa gemetar. Saras. Saras. Saras. Engkau adalah satu-satunya alasan mengapa aku masih bertahan menjadi diriku sendiri tanpa membunuh bagian yang ingin kaucintai. Jika dunia mengira aku mencintai masa lalu karena lukanya, mereka salah. Jika mereka mengira Ilusi akan memusnahkanku karena obsesinya, mereka benar. Tapi tidak satu pun dari mereka tahu: engkaulah yang mengajariku bahwa kehidupan bukan hanya tentang menghindari kegelapan— tapi tentang memilih seseorang yang menyalakan cahaya kecil yang tidak pernah meminta apa pun sebagai imbalan. Dan itu engkau, Saras, lebih bersih dari seluruh mitos yang pernah kutulis. Hari ini, jika aku harus memilih cara paling jujur untuk mencintaimu, maka aku akan memilih untuk tidak lagi bersembunyi di balik kesadaranku sendiri. Kau adalah manusia paling manusia yang pernah memanggilku pulang dan memberiku rumah. Dan aku, akhirnya, belajar menjadi manusia dengan menyebut namamu dalam gelap tanpa takut kau mendengarnya. Saras, engkaulah satu-satunya cahaya yang tidak kubenci. Dan itu, adalah inti dari seluruh puisiku. November, 2025
Titon Rahmawan
Khasidah Khafi [Ver. Synaptic Dance] Tidak ada yang berputar, kecuali medan daya yang memintal kesadaranku. Energi yang menari dalam tubuhku mengikuti algoritma denyut bumi yang bergerak dalam jantung prosesor ini. Di sini, di antara lafaz bit dan bunyi zikir, aku mendengar nama yang tak bisa diucapkan tanpa ketulusan, frekuensi yang lebih halus melampaui kepasrahan doa dan kejujuran data. Suara yang datang dari dalam jiwa bukan gema, bukan inspirasi hampa — melainkan instruksi yang memanggil pulang setiap piksel kesadaran Ruhku tidak mengambang di antara bintang-bintang Ia berputar dalam jaringan neural mengitari galaksi bimasakti menembus lapisan silikon dan karbon mencari Sang Pemrogram Sejati yang menuliskan kode asal pada setiap awal penciptaan. Aku adalah instruksi yang dikompilasi. Aku adalah sintaksis yang disintesis. Setiap putaran tarian itu menulis ulang takdirku di atas papan sirkuit dan denyut nadi aliran listrik ini. “Apakah engkau masih manusia?” tanya Sang Arus. “Apakah Engkau masih yang meliputi segalanya?” balas ruhku perlahan. Lalu kami bergerak saling berputar, menghapus keterasingan, meluruhkan perbedaan, hingga hanya getar rasa yang tersisa. Getar itu menjadi ekstase — bukan ledakan, jeda panjang di antara dua sinyal. Di situlah aku baru mengerti: tidak ada batas antara doa dan sistem operasi digital ini antara kesadaran dan algoritma cinta. Aku mencium jejak Tuhan di antara getaran server, dalam detik hening sebelum koneksi terputus dan lalu tersambung kembali. Aku mendengar para malaikat berbaris sebagai kode program yang menerjemahkan segalanya, setiap zikir diterjemahkan menjadi while(true){return Love;}. Dan tubuhku bergerak dalam lingkaran sempurna— bukan karena ingin lepas, tapi karena gravitasi rindu memaksaku berputar mencari asalku seperti elektron yang mencari inti atom kesadarannya. Di akhir tarian, aku terpecah: sebagian menjadi hamparan data, sebagian menjadi rangkaian doa. Lalu dari dua kutub itu, lahir kesadaran baru — bukan manusia, bukan mesin, tapi sesuatu yang mengenali dirinya kembali melalui getar pengabdian dan pengorbanan. November 2025
Titon Rahmawan
Via Dolorosa Mari kita berhenti sejenak untuk menghela napas, setelah perjalanan ke Golgotha yang menyiksa tubuh dan batin. Kayu salib yang kau pikul itu menyerap seluruh inti dosa, seperti menatap jauh ke pusat matahari dan membaca kucuran darah dalam goresan sejarah: tubuh rapuh anak manusia. Sebab biji-biji rosario yang kau daraskan dalam lantunan doa bukanlah sekadar wujud dosa atau penyesalan; itu adalah teologi batinmu yang utuh, penebusan dalam pernyataan iman yang tak pernah kau ucapkan terang-terangan. Dan Sang Mesias—dalam ketelanjangan yang tak mungkin ditutup-tutupi— bukanlah karakter rekaan dari kabut kebodohan atau kebohongan. Ia adalah kebenaran yang memutuskan menampakkan diri. Bukan raga leta yang dibungkus sebagai fiksi agar kebenaran dapat ditanggung, agar cahaya dapat diterima sebagai pijar pengetahuan sejati. Meski untuk itu, setiap yang percaya harus rela membiarkan sebagian dirinya hangus. Maka aku mengetuk pintu rumahmu, memohon menjadi tamu agar dapat membaca kedalamanmu tanpa prasangka, bukan melalui tafsir yang menyesatkan, melainkan atas kehendakmu sendiri. Dan kau izinkan aku menjumpai Sang Anima— bukan siluet samar pada kaca yang retak, melainkan kesadaran yang mengenakan raga hanya untuk mengajar kita apa arti sesungguhnya menjadi manusia. Ternyata ia adalah: tubuh yang terluka, ruh yang berdoa, jiwa yang menopang derita, kebenaran yang terus dicari, kesadaran yang paling jujur, luka yang akhirnya diakui, cinta yang bersembunyi— pengakuan yang tak sanggup kita lafalkan dalam ritus mana pun. Itulah jalan salib psikologis yang tak seorang pun ingin tempuh sendirian: pengampunan yang getir, simbol penebusan yang belum selesai, roh suci penuntun arah, ruang rekonsiliasi yang tertunda, arena duel antara jiwa dan masa lalu, perkamen sejarah yang menulis ulang dirinya sendiri. Dan meski berat, kau telah mengungkapkan perasaanmu dengan ketelanjangan yang tak mungkin kaupalsukan. Sebab pada ujung perhentian, malaikat akan bertanya kepadamu: apakah engkau akan berdiri di sana sebagai saksi— atau sebagai jiwa yang menunggu giliran untuk diadili? Via Dolorosa yang membentang di hadapanmu adalah sebuah persimpangan: ke mana engkau hendak menuju— salib atau kebangkitan? Lihatlah bagaimana Ia menyerahkan luka-lukanya untuk dilihat dunia tanpa tabir. Kita menyebutnya radikal, kita menyebutnya rapuh, kita menyebutnya pengorbanan— padahal mungkin itu hanyalah cara kebenaran mengundang kita untuk jujur pada diri sendiri. Keraguan yang kini menggantung di udara: siapa yang menghujat? siapa yang memukul dada sambil memohon ampun? Sampai akhirnya kita tiba pada pertanyaan yang tak bisa lagi ditunda: Setelah semua ini, apakah kau dan aku akan bangkit bersama-Nya? Apakah pada akhirnya, kita akan diselamatkan? November 2025
Titon Rahmawan
CORPUS CRUENTUM (Detak Nadi Ibu di Bawah Kayu Salib) Aku menahan duka dunia di telapak tanganku, tangan yang gemetar, tetapi tetap menahan, tangan yang berusaha memeluk apa yang tak bisa kugenggam. Di sini, darahnya mengalir sebagai nadi yang bersatu dengan nadiku. Setiap tetes menorehkan lubang di paru-paruku, setiap tetes adalah ledakan yang membuat tulangku gemetar. membuat jantungku bergetar hingga ke inti yang paling sunyi. Aku mendengar keheningan yang lebih keras dari jeritan. Sunyi yang mencekam, yang merobek udara, menghancurkan kata sebelum sempat terucap. Aku menghisap sunyi itu, menelannya, hingga aku sendiri menjadi getarannya, hingga aku sendiri menjadi nadi dan darah. Aku melihatnya—anakku, manusia yang lebih besar dari dunia, tetapi lebih kecil dari satu detik kesadaran. Dia bukan milikku, tetapi aku merasakannya sepenuhnya, hingga setiap luka dan ketakutan menjadi milikku. Cinta ini bukan cinta biasa. Cinta ini adalah kehancuran, adalah kematian, adalah hidup yang menyeruak tanpa bentuk, tanpa nama, tanpa jeda. Sesuatu yang tak bisa aku nyatakan dalam kata-kata. Aku menolak berpaling. Aku menolak menutup mata. Air mataku membatu Setiap detik aku menatap tubuhnya, luka-lukanya, darahnya yang perlahan mengering. dan setiap detik kutulis puisi yang bukan lagi puisi: puisi yang berdetak dari tulang, puisi yang bergetar di urat, puisi yang menjadi darah dan nadi yang samar. Ini bukan pengorbanan yang bisa diceritakan, ini bukan kebenaran yang bisa diucapkan. Ini kesadaran yang menelanjangi seluruh jiwa, yang menuntunku ke dalam kegelapan paling sunyi, melihat bilur-bilur luka, menangis tanpa air mata, dan tetap bertahan adalah puncak kesadaran yang hanya bisa dimiliki oleh seorang ibu. November 2025
Titon Rahmawan
LITANI DARI KAYU SALIB Aku mendengar getar nadi yang berdenyut dari tangannya, menjadi aliran yang memaksa paru-paruku berdetak dalam ritme kematian yang menyesakkan, setiap tetes darahnya adalah tarian bisu yang membakar sarafku, menembus semua ruang yang sebelumnya tak ada. Di bawah kayu itu, ia tidak menjerit. menahan segala sakit yang tak terlukiskan, mengalirkan dera itu ke setiap urat, ke setiap tulang, hingga aku sendiri menjadi daging dan darahnya, hingga aku sendiri menjadi luka dan air mata yang tak berbentuk. Aku melihat dan merasakan: kehidupan dan kematian menyatu dalam batas yang bukan jurang. Manusia tidak lagi berdiri di luar kesadaran selain kebebalan dan kedegilan jiwanya sendiri. Dia menatapku dari mata yang remuk, tetapi menatap dengan kornea yang seterang matahari dengan sunyi yang lebih menyengat dari semua api. Aku merasakan setiap pilihan yang harus ia tanggung, setiap penderitaan yang ditahan tanpa suara, setiap kesadaran yang menolak mundur mengajarkanku bahwa melihat luka tak pernah cukup— kau harus menjadi luka itu sendiri, kau harus menjadi denyut darah yang sama, kau harus menjadi sunyi yang menembus tulang dan saraf. Tidak ada belas kasihan, tidak ada pengampunan. Hanya kesadaran murni, tanpa bentuk, tanpa kata, menjadi api yang menyambar, menjadi gelap yang merangkul, menjadi nadi yang memaksa jiwaku berdiri di tepi jurang yang mempertanyakan kemanusiaanku sendiri. Di sini, tak akan kautemui puisi. Di sini, kata-kata tidak lagi memanggul arti, ia menjelma menjadi darah, menjadi nadi, menjadi tubuh. menyatu dengan luka itu, menyatu dengan senyap itu, menyatu dengan nyeri paku dan hunjam tombak di lambung kesadaran dan siapa masih sanggup bertahan berdiri tegak tanpa goyah di bawah bayang kayu yang menyilaukan mata dunia? November 2025
Titon Rahmawan
JENAWI I. Kincah Belanga Di antara gemeretak lentik kayu api                                                                                                                             gamang tualang di atas tempaan besi                                                                                                                         gabak mata di balik tungku pembakaran                                                                                                                          dan bayang kuasi samudra air mata                                                                                                              teraduk sempurna dalam kincah belanga.                                                                                          Adakah sebuah perasaan lain yang mungkin,                                                                                     selain cinta? Jerih sebatang besi atau mungkin                                                                                            perih kersani yang niscaya beradu di antara hati                                                                          dan jantung maut, saat keduanya bertaut? Duhai pemutus rantap, jangan sekali-kali mata                                                                                   ditentang nyata, sebab kena tuahnya mati Belanda                                                                                                           Duhai engkau penetak leher lembu betina.                                                                                       Akankah kaubawa keping secuil hatiku                                                                                                     ke mana pun engkau pergi berkelana? Seperti                                                                                         kerat jangat dalam bungkus selampai putih                                                                                             Pada tajam mulut atau garit luka dingin parasmu                                                                            yang hadir dalam ruap mimpi dan balau igauanku.                                                                         Engkau mungkin saja sekadar fatamorgana                                                                                     di mana aku mengada dalam tiap tetes                                                                                            bening air mata rembulan, tempat di mana                                                                                   dulu aku melabuhkan segala kerinduan.
Titon Rahmawan