“
Lalu, muka Narso yang berlabuh di lehernya itu menundukkan dalam penyerahan dan pejam mata. Waktu itu apa lagi yang akan dikerjakannya lain daripada itu. Ia tak berdaya apa-apa. Ia bertindak atas naluri dan detak jantungnya. Sesuatu yang telah ia bawa sejak lahir dan tiba-tiba menuntut jalannya keluar. Begitu mendesak dan segalanya itu di luar kuasanya. Dan, cintanya yang besar makin memudahkan ia luruh dalam penyerahan yang bulat tanpa tanggung-tanggung.
”
”
W.S. Rendra (Pacar Seorang Seniman)