Kupu Kupu Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Kupu Kupu. Here they are! All 33 of them:

Kalau ada kupu-kupu yang terperangkap di sarang laba-laba, orang cenderung akan menolong kupu-kupu itu walaupun mungkin si laba-laba belum makan selama berhari-hari..Tapi gimana kalau yang terperangkap adalah ulat yang belum jadi kupu-kupu? Orang tetap nolong nggak? Padahal, keduanya sama. Di dunia ini, memang harus cantik supaya ditolong.
Windhy Puspitadewi
Cinta sama seperti kupu-kupu yang bila-bila masa saja akan terbang kemana-mana. Warna warni yang indah tak lebih hanya mengasyikkan seperti pelangi bila-bila masa akan hilang
Ramlee Awang Murshid (Ungu Karmila)
Bunda, engkaulah yang menuntunku ke jalan kupu-kupu...
Abdurahman Faiz (Untuk Bunda dan Dunia)
Kesepian adalah benang-benang halus ulat sutera yang perlahan-lahan, lembar demi lembar, mengurung orang sehingga ulat yang ada di dalamnya ingin segera melepaskan diri menjadi wujud yang sama sekali berbeda, yang bisa saja tidak diingat lagi asal-usulnya. Hanya ulat busuk yang tidak ingin menjadi kupu-kupu. (81)
Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni)
Cinta itu rasanya seperti getar sayap kupu-kupu. Lembut, ringan, indah dan rapuh, tapi di sisi lain itu membuatmu merasa kuat.
Kireina Enno (Cerita Hati: Ini Cinta Pertama)
Terkecuali malam ini, aku tak mau membagi rindu pada malam. Aku bisa membawanya sendiri, lalu menertawai pagi bersama ribuan kupu-kupu dalam perutku.
nom de plume
Ini cara terindah untuk merayakan hujan, berlari-lari di lapangan bola dekat rumah bersama anak laki-laki seusiaku, menari seperti kupu-kupu, dan terbang bebas ke alam lepas seperti capung dan burung
Dodi Prananda (Waktu Pesta)
Mereka yang memimpin selalu lupa ketika dipimpin, seperti kupu-kupu dengan kepompong, lupa bahkan pada ulat sebagai asalnya.
Cok Sawitri (Sutasoma)
Keajaiban hadir dengan cara-cara yang sederhana. Pada matahari yang terbit setiap hari, pada warna sayap kupu-kupu, dan pada kekuatan cinta orang-orang terkasihmu.
Dian Syarief Pratomo (Sunrise Serenade)
Aku pernah sangat pesimistis. Percayalah, itu tak akan membawamu ke mana-mana. Itu hanya menyiksamu, membuatmu sulit menikmati hidup.
Elia Bintang (Pantai Kupu-kupu)
Orang dewasa menyukai angka-angka. Jika kalian bercerita tentang teman baru, ... mereka tidak pernah tanya, 'Bagaimana nada suaranya? Permainan apa yang paling disukainya? Apakah ia mengoleksi kupu-kupu?' Mereka bertanya, 'Berapa umurnya? Berapa saudaranya? Berapa berat badannya? Berapa gaji ayahnya?' Hanya demikianlah mereka mengira dapat mengenalnya.
Antoine de Saint-Exupéry (THE LITTLE PRINCE / LE PETIT PRINCE ( Avec une Biographie illustrée en Français): Bilingual Version: English / French (Langage universel / Universal language / Universala lingvo))
Engkau boleh saja membual tentang kaki telanjangmu Yang telah menempuh jutaan mil. Gaya kupu-kupu mu yang mengarungi laut penuh hiu, Atau kebolehanmu memanjat tebing-tebing terjal Dengan sepotong tali terikat di pinggangmu. Namun jika kau tak pernah menjelajah ke dalam batinmu sendiri, Engkau bagaikan tak pernah pergi ke mana pun.
Desi Anwar (Romantic Journey: Notebook of a Traveller)
Jika tau akan diburu, ulat takkan sudi menjadi kupu-kupu.
nom de plume
Mata kupu-kupu itu berkunang-kunang, silau melihat batas tipis antara kenyataan dan khayalan.
nom de plume
Buka hatimu, kekasih. Sambut kicauan burung dalam hatiku yang ingin bersarang di dalam hatimu. Burung-burung kita akan bercumbu, dan beranak kupu-kupu.
Alfin Rizal (Februarindu)
Hingga fakta bahwa selama ini ia berusaha menipu diri sendiri seakan-akan berkaki kormal dengan mengimpikan sepeda seperti anak-anak lainnya. Laksana seekor semut hitam yang bermimpi menjadi kupu-kupu yang indah. Sayap-sayap impiannya rapuh dan luruh seketika. (Sayap-Sayap Rapuh, Dunia Tanpa Huruf R)
Yoza Fitriadi (Dunia Tanpa Huruf R)
Waktu remaja, kita semua ingin bebas. Tapi, saat dua puluhan, kita sadar kebebasan itu tidak gratis. Orang paling bebas di dunia pun, yang kerjanya cuma senang-senang dan tidur sepanjang hari, pasti bisa begitu karena ada orang lain yang menanggung hidupnya. Dengan kata lain, ada orang lain yang menanggung kebebasannya.
Elia Bintang (Pantai Kupu-kupu)
Ia dan Pohon Siang itu ia meminta maaf kepada satu-satunya pohon di tepi lahan parkir kantornya, yang memayungi mobilnya dari terik. Ia minta maaf untuk kakeknya yang adalah pengusaha kebun sawit, untuk keluarga mereka yang turun-temurun meyakini seorang tukang kayu sebagai anak tuhan. Pohon itu meratap, teringat dengan kawannya yang dicabut dari tanah ketika mereka kanak-kanak, dengan alasan “terlalu dekat dengan bangunan”. Dari kejauhan mereka biasa saling tatap dan berkedip, dan berpikir ketika dewasa kelak dan burung atau kupu-kupu mulai hinggap sebentar pada cabang serta pucuk mereka, mereka bisa saling menitipkan pesan. Pohon itu menyesali tak sempatnya ia mengatakan ia mencintai kawannya itu; ia ingin membawa kawannya itu ke gereja, dan di depan altar mereka bisa dipersatukan di hadapan tuhan yang bercabang tiga—seperti pohon— dan anak-anak mereka bisa memenuhi lahan parkir itu, sepetak demi petak, hingga kelak orang-orang lewat mengira ada hutan di tengah kota. Pria itu pun memeluk pohon itu, dan pohon itu memeluknya.
Norman Erikson Pasaribu (Sergius Mencari Bacchus: 33 Puisi)
Tetesan air hujan menyelinap setiap gemiricik di atas atap. Ia patri setiap suara dan bunyi seperti bait-bait dalam puisi, untuk menenangkan dunia tanpa hati yang luka. Ia pasti datang lagi, ketika kota membutuhkannya, ia serahkan hidupnya kepada angin dan musim serupa nasib-nasib yang datang pada pagi ataupun seperti kupu-kupu yang hinggap di jendela.
Musa Rustam (Melukis Asa)
Jangan pernah menangkap kupu-kupu. Mulanya makhluk kecil itu merayap untuk waktu yang lama sebagai ulat di pohon, dan itu bukan kehidupan yang menyenangkan. Kini, dia baru saja punya sayap dan ingin berterbangan di udara dan bersenang-senang, mencari makanan di dalam bunga dan tidak melukai siapapun. Lihat, bukankah lebih enak melihatnya berterbangan di sana?
Multatuli (Max Havelaar, or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company)
Kalian sama sekali tidak sama dengan mawarku, kalian belum apa-apa,' katanya kepada mereka. 'Kalian belum dijinakkan siapapun, dan kalian belum menjinakkan siapapun. Kalian seperti rubahku dulu. Hanya seekor rubah yang serupa dengan seratus ribu rubah lain. Tapi sudah kujadikan temanku, maka dia satu-satunya di dunia.' Bunga-bunga mawar merasa malu. 'Kalian cantik tapi hampa,' katanya lagi. 'Orang tidak akan mau mati bagi kalian. Bunga mawarku, bagi orang sembarangan, tentu mirip dengan kalian. Tapi ia setangkai lebih penting dari kalian semua, karena dialah yang telah kusirami. Karena dialah yang kuletakkan di bawah sungkup. Karena dialah yang kulindungi dengan penyekat. Karena dialah yang kubunuh ulat-ulatnya (kecuali dua-tiga untuk kupu-kupu). Karena dialah yang kudengarkan keluhannya, bualannya, atau malah kadang-kadang kebisuannya. Karena dialah mawarku.
Antoine de Saint-Exupéry (The Little Prince)
Burung tak sempat bertanya Apakah dirinya merdu Apa itu yang bernyanyi menembus awan Dan mengantar hujan Ia hanya terbang, merajut cinta dengan daun dan musim Hingga semua telinga terjaga oleh kebenaran suaranya Kupu-kupu tak dapat bertanya Apakah dirinya indah Apa itu yang membentang megah Menggoda hutan untuk menawan cahaya bintang Ia hanya hinggap, merajut cinta dengan dengan embun dan bunga Hingga semua mata terpesona akan kecantikan sayapnya Bunga tak sanggup bertanya Apakah dirinya wangi Apa itu yang meruap, memenuhi udara dan Melahirkan kehidupan Ia hanya tumbuh, merajut cinta dengan liur dan madu Hingga alam raya terselimuti harum dan warna Yang tak pernah diduganya Seorang laki-laki tak kuasa bertanya Mengapa perempuan ada Siapa itu yang berdiam dalam keanggunan Tanpa perlu mengucap apa-apa Ialah puisi yang merajut cinta dengan bumi dan rahasia Hingga semua jiwa bergetar saat pulang ke pelukannya
Dee Lestari (Madre: Kumpulan Cerita)
Pada Minggu sore yang tenang itu, aku menikahi Dinda. Aku berpakaian Melayu lengkap persis seperti waktu aku melamarnya dahulu. Dinda berpakaian muslimah Melayu serbahijau. Bajunya berwarna hijau lumut, jilbabnya hijau daun. Dia memang pencinta lingkungan. Itulah hari terindah dalam hidupku. Jadilah aku seorang suami dan jika ada kejuaraan istri paling lambat di dunia ini, pasti Dinda juaranya. Dia bangkit dari tempat duduk dengan pelan, lalu berjalan menuju kursi rotan dengan kecepatan 2 kilometer per jam. Kalau aku berkisah lucu dan jarum detik baru hinggap di angka 7, aku harus menunggu jarum detik paling tidak memukul angka 9 baru dia mengerti. Dari titik dia mengerti sampai dia tersipu, aku harus menunggu jarum detik mendarat di angka 10. Ada kalanya sampai jarum detik hinggap di angka 5, dia masih belum paham bahwa ceritaku itu lucu. Jika dia akhirnya tersipu, lalu menjadi tawa adalah keberuntunganku yang langka. Kini dia membaca buku Kisah Seekor Ulat. Tidak tebal buku itu kira-kira 40 halaman. Kuduga sampai ulat itu menjadi kupu-kupu, atau kembali menjadi ulat lagi, dia masih belum selesai membacanya. Semua yang bersangkut paut dengan Dinda berada dalam mode slow motion. Bahkan, kucing yang lewat di depannya tak berani cepat-cepat. Cecak-cecak di dinding berinjit-injit. Tokek tutup mulut. Selalu kutunggu apa yang mau diucapkannya. Aku senang jika dia berhasil mengucapkannya. Setelah menemuinya, aku pulang ke rumahku sendiri dan tak sabar ingin menemuinya lagi. Aku gembira menjadi suami dari istri yang paling lambat di dunia ini. Aku rela menunggu dalam diam dan harapan yang timbul tenggelam bahwa dia akan bicara, bahwa dia akan menyapaku, suaminya ini, dan aku takut kalau-kalau suatu hari aku datang, dia tak lagi mengenaliku.
Andrea Hirata (Sirkus Pohon)
Biografi tubuh inilah yang terasa dalam 40 sajak di kumpulan puisi Pandora ini. Lihatlah bagaimana ia mengurutkan sajak-sajak di buku ini. Dari mulai Ulat, Kepompong, Kupu-kupu, 1967, dan sajak-sajak yang mengeksplorasi tema anak (Embrio, Schipol, Pasha, Den Haag), hingga Rahib dan Jejak. Deretan sajak itu tampak seperti sebuah metamorfosis tubuh. Tubuh, di tangan penyair kelahiran ini, keluar dan bahkan meloncat dari bentuk estetiknya. Ia memperlakukan tubuh bagai sebuah menu santapan (Di meja makan kusantap tubuhku, kuteguk air mataku—sajak “Kepompong”). Inilah ketangkasan seorang Oka. Ia menulis, memendam Bali, mencangkul masa lalu, membenturkan tradisi, meringkus pengalaman hidup, dan dengan tanpa sungkan menggasak tubuhnya sendiri demi memperoleh sebuah ars poetica. Inilah “sayap kuat” sajak-sajak Oka, penulis yang menurut saya, menjadi salah satu wakil terpenting penyair Indonesia mutakhir. (Yos Rizal Suriaji- “Sebuah Menu Bernama Tubuh”-2008)
Oka Rusmini (Pandora)
Tak ada waktu untuk kesedihan bagi semua niat kebaikan. Kebaikan tak lagi hadir seperti pelangi selepas hujan. Ia telah menjelma jadi pesona cahaya dalam kelepak sayap kupu-kupu.
Titon Rahmawan
1. Bila kau kira aku hanyalah kembang telang penggoda, alih-alih karena rupaku yang menyerupai farji perempuan, maka engkau adalah sapi yang dibawa orang ke tempat penjagalan. Sebab tidaklah pantas sebuah kehormatan dipertaruhkan untuk pikiran pikiran kotor yang tersembunyi dan hasrat rendah yang tidak kita kenali. Ingatlah selalu, aku bukanlah candu pemuas nafsumu. Aku bukanlah tanaman yang merambat di pagar untuk menarik perhatianmu. Bukan pula ranting pohon yang masuk pekarangan rumah orang untuk dipatahkan. Karena aku tidak pernah menunggu untuk menyatakan pikiran dan perasaanku. Tidak seperti dirimu, aku bukanlah merpati pemalu atau kupu-kupu biru biasa, wahai engkau kumbang tahi yang tak tahu diri. Sebab ungu warna kembangku bukanlah warna janda, melainkan purpura violeta yang bermakna anggun, loyal dan mulia. Jiwaku yang sesungguhnya adalah representasi kekuatan energi, ambisi, kekayaan dan kemewahan. Aku adalah perwujudan perasaan romantis, kegembiraan, kebahagiaan dan sekaligus nostalgia, kecintaan akan masa lalu. Sebagaimana adanya diriku yang kontradiktif, para pemujaku melihat kecantikanku nyaris sempurna belaka. Walau bagimu, aku hanyalah serupa pantulan bayangan di cermin yang  menghadirkan misteri, angan-angan, khayalan, imajinasi, dan barangkali juga mimpi. Sekiranya malaiku berpadu dengan semburat kekuningan dari seludang milikmu, maka itu tidaklah menyiratkan penaklukan, kepatuhan atau apapun jua selain hanyalah simbol kefanaan semata. Sebab aku tidaklah diciptakan untuk menjatuhkan harga dirimu atau meruntuhkan imanmu, melainkan menjadi sumber kebahagiaanmu. Pada hijau pupus tangkai bungaku aku gantungkan seluruh pesona yang akan menjadikan diriku berharga di matamu atau di hadapan para pengagumku. Sekalipun di antara para seteruku mereka menganggap diriku hanyalah kembang jalanan yang tiada indah berseri, layaknya najis celaka yang patut dibuang tanpa mesti bertanya mengapa. Akan tetapi, aku tak hendak bersimpati pada pikiran yang tak mungkin engkau pahami. Sebab bukanlah pada hasratku akan keindahan aku bertahan, melainkan hanya pada sifat kebaikan alami yang akan menjadikan diriku berharga. Sebagaimana aku menjadikan diriku sendiri berarti.
Titon Rahmawan
Dok smo na velikomo kupu, ne vijdi se kuliko smo svi čudni..
Kristian Novak (Črna mati zemla)
Kupu-kupu yang cantik, berhak dapatkan kupu-kupu yang manis. Terbang dan dapatkan tempat terbaik, jangan tangan tunggu aku bermertamorfosis.
Syrian
Lucu, ya, bagaimana hal luar biasa bagi seseorang ternyata biasa bagi orang lain. Sebetulnya ‘biasa’ dan ‘luar biasa’ cuma masalah persepsi. Semua netral pada dasarnya.
Elia Bintang (Pantai Kupu-kupu)
Waktu itu jelas sekali lho, kamu duduk dihadapanku dengan memakai baju berwarna biru bermotifkan kupu-kupu. kain bajumu pun juga sangat tipis. ah..mungkin lebih tepatnya transparan seperti yang dikatakan orang.
Puguh Santoso
Terkadang aku tak sempat merindu, meski ribuan kupu-kupu berdesak-desakan dalam perutku.
nom de plume
Ia datang sebagai ulat yang nyaris tercekik dalam kepompongnya. Kini ia menjadi kupu-kupu. Dan keluarganya datang, untuk mengembalikan dia ke dalam kepompong.
Kusumastuti (Among the Pink Poppies)
Hiduplah seperti kupu-kupu. Ia mampu berproses mulai dari seekor ulat, terus berproses menjadi kepompong, lalu berjuang hingga menjadi seekor kupu-kupu yang bebas terbang dengan indah kemanapun ia mau.
Ulilamrir Rahman