Koyak Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Koyak. Here they are! All 7 of them:

Gün kuşluktu, koyak çoktan bitmiş, Van kalesi uzaklarda kalmıştı, sol yandan kulağına iniltiler, sesler gelir gibi oldu, atın başını çekti, yöreyi dinledi, sesler yanmış ağaç topluluğunun arkasından geliyordu. Bir tuhaf inleme, hıçkırık gibi, şimdiye kadar duyulmamış sesler. Yanmış ağaç topluluğuna gitti. Sesler birden kesildi. Cemil ağaçları dolandı, şaşkınlık içinde kaldı: Bir sürü küçük çocuk, on, on bir, on iki yaşlarında, hepsinin de avurdu avurduna geçmiş, gözleri çukura kaçmış, yüzlerinin, bedenlerinin derisi kemiklerine yapışmış boyunları çöp gibi, kimisi çırılçıplak birer iskelet, çırılçıplak bir paçavra yığını her birisi. Atlıyı görünce, bütün başlar ona döndü, boyunları ona doğru uzandı, konuşmak istediler, hiçbirisi beceremedi, ancak iniltiye, ağlamaya benzer sesler çıkardılar. Baytar Cemilinse atın üstünde kımıldayacak hali kalmamış, eyerin üstünde donmuştu. Bu çocuklardan çok görmüştü, bunlar savaşta anaları, babaları ölmüş, kimseleri kalmamış Ermenilerin, Kürtlerin, Yezidilerin çocuklarıydı. Ama o gördüğü çocukların hiçbirisi bu hale düşmemişlerdi. Yüzlercesi bir arada köyden köye, kasabadan kasabaya fırtına gibi esiyorlar, girdikleri kasabalarda, köylerde, köylerin, kasabaların evlerinde, dükkanlarında yiyecek ne bulurlarsa alıyor, rüzgar gibi, nasıl girmişlerse, göz açıp kapayıncaya kadar, öyle fırtına gibi çıkıyorlardı. Kasabalılar, köylüler de atlanıp bunların arkalarına düşüyor, yakaladıklarını öldürüyorlardı. Bazı bazı da silahlı, atlı kişilerle çocuklar arasında bir savaş başlıyor, çocuklar, taşlarla, sapan taşlarıyla silahlılara karşı koyuyorlar, iki güç kıyasıya cenk ediyorlar, savaşanlardan biri savaş alanını terkeyliyor, ya da karanlık çökünceye kadar savaş sürüyordu. Çok çocuk öldürülüyor, çok köylü, kasabalı sakat kalıyordu. Bir de sürüleri tükenmiş, dağılmış, çalınmış köpek sürüleri ortalığı almış, hiç durmadan o dağ, o köy, o kasaba senin, bu dere, bu ova, bu orman benim dolaş ha dolaş ediyorlar, önlerine hangi canlı çıkarsa parçalıyorlardı. Her köpek bir canavar kesilmişti. Kırıma uğramış Ermenilerin, kırıma uğramış Kürtlerin, kırıma uğramış Yezidilerin sürülerinin köpekleriydi bunlar. Baytar Cemil, yarı canlı çocuklardan bir ses çıkmayınca atını ovaya sürdü. Birkaç gün daha çocuklar böyle kalırlarsa hep birden öleceklerdi. Atını üzengiledi. Dinlenmiş atın ayaklarının altında toprak dürülüyordu. Kasabaya o hızla girdi, atının başını çekmeden önüne çıkan ilk kişiye kaymakamlığı sordu, adam gösterdi. Atını merdivenin parmaklığına bağlayan Baytar, merdivenleri ikişer üçer atlayarak, soluk soluğa Kaymakamın odasına girdi, bir asker selamı verdi: "Ölüyorlar, ölüyorlar, can çekişiyorlar. Yüzlerce çocuk kocaman bir çukurun içine sığınmışlar, hepsi de çırılçıplak, ölüyorlar.
Yaşar Kemal (Karıncanın Su İçtiği (Bir Ada Hikayesi, #2))
RERMERJEE Na mo nai jidai no shuuraku no Na mo nai osanai shounen no Dare mo shiranai Otogibanashi Umaretsuita toki kara Imiko Oni no ko to shite Sono mi ni amaru Batsu o uketa Kanashii koto wa Nan imo nai kedo Yuuyake koyake Te o hikarete sa Shiranai shiranai boku wa nani mo shiranai Shikarareta ato no yasashisa mo Ameagari no te no nukumori mo Demo hontou wa hontou wa hontou wa hontou ni samui n da Shinanai shinanai boku wa nan de shinanai? Yume no hitotsu mo mirenai kuse ni Dare mo shiranai Otogibanashi wa Yuuyake no naka ni suukomarete Kiretetta Hakidasu you na bouryoku to Sagesunda me no mainichi ni Kimi wa itsu shika Soko no tatteta Hanashikakecha dame na no ni "Kimi no namae ga shiritai na" Gomen ne Namae mo Shita mo nai n da Boku no ibasho wa Doko ni mo nai no ni "Issho ni kaerou" Te o hikarete sa Shiranai shiranai boku wa nani mo shiranai Kimi wa mou kodomo ja nai koto mo Narenai Hito no te no nukumori wa Tada hontou ni hontou ni hontou ni hontou no koto nanda Yamenai yamenai kimi wa nan de yamenai? Mitsukareba korosarechau kuse ni Ameagari ni imiko ga futari Yuuyake no naka ni suukomarete Kiretetta Hi ga kurete yoru ga akete Asobitsukarete tsukamatte Konna sekai Boku to kimi igai Minna inaku nareba Ii no ni na Minna inaku nareba Ii no ni na Shiranai shiranai koe ga kikoete sa Boku to kimi igai no zenjinrui Aragau ma mo naku Te o hikarete sa Yuuyake no naka ni suukomarete Kiretetta Shiranai shiranai boku wa nanimo shiranai Kore kara no koto mo Kimi no na mo Ima wa Ima wa kore de ii n da to Tada hontou ni hontou ni hontou ni hontou ni omou n da Shiranai shiranai Ano miminari wa Yuuyake no naka ni suukomarete kiretetta
Anonymous
Hang baru ada ribuan follower, hang dah nak berlagak. Nabi SAW, bilionan follower dia, tapi tak pernah bongkak! Koyak. Rabak.
khairi omar
seperti sebuah buku kubuka lembaranmu yang koyak ada kata tak terucapkan ada suara kehilangan bunyi di lipatan matamu (pelacur 4)
T. Alias Taib (Seberkas Kunci)
Kutiplah helai kecewa dari hati yang koyak itu... jahitkan untuk menjadi selendang sabar supaya dapat melingkari dada yang gelisah.
Ezza Mysara (Bukan Cinta Secondhand)
SANG PENARI V — Wirasa para Bayang Penanda Pada malam di mana kota kehilangan listrik dan cahaya hanya datang dari bara rokok para gelandangan, Sang Penari memasuki ruang kosong yang seakan dibangun dari gema ribuan panggung yang pernah runtuh. Di sana, bayang-bayang empat maestro dunia menunggu seperti para begawan dari peradaban yang jauh lebih tua. —Mata kosong dari Teater Noh — “Hannya”— Topeng iblis perempuan dari Jepang kuno itu menggantung di udara seperti wajah kesedihan yang diawetkan. Setiap denting langkah Sang Penari menghidupkan memori ratusan aktor yang pernah mengabdi pada ritual panggung yang mengaburkan batas antara tubuh dan arwah. Hannya berbisik: “Kemarahan yang kau sembunyikan adalah dewa yang kelaparan.” Dan Sang Penari pun bergerak seolah sedang kerasukan, memanggil monster yang ia takutkan. —Bayang Lorca di Granada— Dari kejauhan terlihat siluet Federico García Lorca, penyair yang mati karena rezim yang membenci imajinasi. Tubuhnya yang tak ditemukan mengirimkan resonansi gelap ke dalam tarian itu. Ia membawa gitar patah, dan setiap petikan memanggil ingatan perang saudara yang pernah memakan generasi muda Spanyol. “Tarianmu bukan hiburan,” katanya, “itu adalah pemberontakan sunyi terhadap sejarah yang lupa belajar.” Sang Penari menekuk tubuhnya seperti ingin memecahkan waktu dan dari gerakan itu terpancar bintang-bintang. —Siluet Anna Pavlova — The Dying Swan— Dari kabut lampu panggung, muncul bayang ratu balet itu, gaunnya tampak koyak, sayap putihnya hitam terbakar seperti burung yang gagal melintasi api neraka. Ia menari pelan, penuh luka yang dilipat-lipat menjadi keanggunan. “Tak ada kecantikan yang lahir dari kemenangan,” bisiknya seperti bulu angsa yang tercerabut dari akarnya. “Kecantikan hanya lahir dari kehancuran yang kau terima tanpa menunduk.” Dan Sang Penari mengikuti geraknya: sebuah tarian kematian yang memurnikan diri. —Bayang Bhairava — Penari Kosmik India— Dari dasar ruangan muncul langkah-langkah keras dari Bhairava, aspek tergelap dari Śiva, penari yang menari untuk menghancurkan dunia agar dunia dapat dilahirkan kembali. Rambut gimbalnya menyulut angin hitam, lonceng-lonceng di pergelangan kakinya menggetarkan mimpi buruk yang sejak lama ia tinggalkan. “Kalau kau ingin hidup baru,” suara Bhairava membelah udara, “tarianmu harus membinasakan dirimu yang lama.” Dan Sang Penari mulai berputar dengan sangat cepat, meninggalkan serpih-serpih identitas yang terlepas dari tubuhnya seperti sisik ular yang terkelupas. Agustus 2025
Titon Rahmawan
HELIANTHUS: DARK MANUSCRIPT (7 Luka Vincent, yang Tak Pernah Selesai Dibaca Cahaya) I. Asal Cahaya Kuning adalah luka paling tua yang menetes dari tubuh matahari ke nadi seorang lelaki yang tak pernah sanggup menanggung pagi. Setiap tetesnya menggores helai urat syaraf retak dan denyut seperti lonceng gereja yang kehilangan doa. Arles memanggilnya dengan suara serak dari tembok lembab sebuah rumah kuning yang lebih mirip mulut cacing yang menelan sepi. II. Anatomi Sebuah Telinga Di tubuhnya tumbuh seekor singa yang menggigiti dagingnya dari dalam ke luar. Orang-orang menyebutnya “gila” karena mereka takut pada binatang yang selalu lapar. Namun ia tahu: yang mengaum itu adalah cahaya yang tak sanggup ia jinakkan. Cahaya yang mengelupas kulit seperti kuku Gauguin yang meninggalkan jejak garam di punggung. Maka ia memotong telinganya sebagai tumbal— segumpal daging kecil yang ia bungkus rapi dalam sapu tangan putih dan ia persembahkan kepada suara yang ia kejar sejak kanak-kanak. III. Perjamuan Orang-Orang yang Tak Selesai Theo hanya memandangnya seperti memandang sumur retak tak berair. Gachet mengukur nadinya seperti menakar jarak antara iman dan putus asa. Gauguin menutup pintu dan membiarkan lorong panjang itu menjerit sendiri. Di sudut café, sebotol anggur pecah seperti pecahnya bintang di langit malam yang murung. Nama-nama kalender tergantung di dinding seperti kepala-kepala yang terpenggal. Tak satu pun cukup tajam untuk menebas sunyi yang bergema di benaknya. IV. Kanvas yang Tak Menghendaki Jiwa Pemiliknya Ia menatap bunga-bunga matahari itu yang rontok satu per satu seperti gigi para martir. Kuning di situ bukan warna. Kuning adalah jeritan. Kuning adalah mimpi buruk yang merayap ke pori-pori dan memakan tidur malamnya hingga tak bersisa. Setiap helai kelopak adalah surat yang tak pernah ia kirim kepada Tuhan yang ia yakini sedang bersembunyi di balik sepotong cermin retak. V. Ladang Gandum dengan Langit yang Tak Mengampuni Pistol di tangannya lebih dingin dari Saint-Remy. Ia menembak bukan untuk mati. Ia menembak untuk menutup suara yang terus berbisik dari sisi lain cahaya. Asap kecil itu terhenti di udara seperti doa yang ragu-ragu. Namun maut menolak. Bahkan kematian pun tak ingin menginap di tubuh seorang lelaki yang terluka oleh cahaya. Ia berjalan pulang sambil menyeret bayangannya yang terbelah dua. VI. Epilog di Bawah Cahaya yang Makin Pucat Pada akhirnya, lelaki itu hanya ingin membiarkan cahaya menembus tubuhnya tanpa menyisakan nama. Kanvas yang koyak mengapung di udara seperti burung-burung gagak yang terlambat pulang. Dunia tak akan pernah mengerti mengapa seseorang mencintai cahaya lebih dari jiwanya sendiri. Di liang lembab itu, kelopak-kelopak bunga matahari yang ia bawa sepanjang hidup luruh satu demi satu seperti mantra yang kehilangan tuhan. Desember 2025
Titon Rahmawan