Ikrar Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Ikrar. Here they are! All 17 of them:

Ya Rabb, Engkaulah alasan semua kehidupan ini. Engkaulah penjelasan atas semua kehidupan ini. Perasaan itu datang dariMu. Semua perasaan itu juga akan kembali kepadaMu. Kami hanya menerima titipan. Dan semua itu ada sungguh karenaMu... Katakanlah wahai semua pencinta di dunia. Katakanlah ikrar cinta itu hanya karenaNya. Katakanlah semua kehidupan itu hanya karena Allah. Katakanlah semua getar-rasa itu hanya karena Allah. Dan semoga Allah yang Maha Mencinta, yang Menciptakan dunia dengan kasih-sayang mengajarkan kita tentang cinta sejati. Semoga Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan hakikatNya. Semoga Allah sungguh memberikan kesempatan kepada kita untuk memandang wajahNya. Wajah yang akan membuat semua cinta dunia layu bagai kecambah yang tidak pernah tumbuh. Layu bagai api yang tak pernah panas membakar. Layu bagai sebongkah es yang tidak membeku.
Tere Liye (Hafalan Shalat Delisa)
segala ikrar dan janji yang dituangnya ada yang cair bersama air menjadi lumpur ada yang reput bersama rumput menjadi lumut ada yang dimakan anai-anai menjadi habuk
T. Alias Taib (Seberkas Kunci)
Ketika dua cinta yang benar-benar menjadi satu dan rasa itu bertahan teramat lama. Bahkan,jika perasaan yang rentan itu menjadi sebuah ikrar yang direstui Tuhan, durasinya pun telah ditetapkan. Terputus di tengah jalan atau oleh takdir kematian.
Tasaro G.K. (Tetap Saja Kusebut (Dia) Cinta)
Mengapa kita tidak seperti saat pertama kali disapa hidayah semangatnya, ke mana perginya semua ikrar dan kesungguhan kita ketika itu?
Muharikah
pada perjalanan waktumu, aku adalah sebuah nama yang kau lafazkan namun gagal kau ikrarkan
andra dobing
Buk, jangan nangis lagi ya. Kalau Bayek sudah besar, Bayek janji akan membahagiakan Ibuk. Bayek janji, ikrar Bayek dalam hati.
Iwan Setyawan (Ibuk,)
Küfür ile iman, inkâr ile ikrar, tasdik ile şüphe arasında bir durumdaydım. Kalbimle inkâr ettiğimi aklımla, aklımla inkâr ettiğimi kalbimle kabul ediyordum.
Şehbenderzâde Filibeli Ahmed Hilmi (A'mâk-ı Hayal)
Duhai Pemilik waktu dari arusMu usiaku terlahir dan mengalir pada muara mautMu aku berakhir dan menyerah'' Engkaulah dermaga tempat ikrar perjalananku melunasi batas rantau pulang kala jiwa tersesat di pintu dunia Engkaulah samudera tempat senjaku membenamkan usia melarungkan maut yang membadai di pantai jiwa Tuhan.... jagalah hati dan jiwa ini seperti telah Engkau jaga planet-planet yang beredar pada tiap galaksi menurut keteraturannya biar tiada berbenturan akhiratku dengan dunia sebelum akhir masa nyaris menyelesaikan lahat sebelum aku dan waktu menyeduh pamit dari secangkir hayat di perahu sepi kuamini gelombang maghfirahMu Di kedalaman sujudku kuselami putihnya do'a menghanyutkan dosa yang mnghitami muara ruhku di rimba raka'atku, ada rindu yang merimbun sebagai Kamu Engkau geriap hujan di kemarau tubuhku akulah kegersangan angin yang memanjati tebing-tebing grimisMu Tuhan... di hujan ampunan tak henti kuburu gemuruhMu kupaku telinga di pintuMu moga kudengar Kau mengetuk bertamu ke bilik sepi sunyiku
firman nofeki
cinta mulanya: kesunyian ini lalu ikrar yang suci “kupasrahkan rusukku demi engkau, kekasih” dan Tuhan meniupkan: jadilah! maka jadilah
Ready Susanto (Surat-Surat dari Kota)
Masih ingat ikrar kita dulu. Mulai hari ini kita berempat adalah sahabat. Layaknya saudara sedarah, tak ada rahasia di antara kita meski itu hanya hal kecil yang tak kasat mata. Tak boleh ada yang disembunyikan meski itu menyakitkan. Dan tak ada pula yang boleh bertengkar hebat, karena itu sama saja dengan menyakiti tubuhnya sendiri.” Ujar Toni panjang lebar sembari mengingatkan kembali ikrar kami berempat dulu saat pertama kali mengucapkan janji sedarah. “Kita punya cita-cita agung, tumbuh sukses dengan kehidupan yang tenang.” Sambung Ilham kemudian sambil meletakkan tangannya di atas punggung tangan Toni. “Tampil brilian, dengan saling menutupi kekurangan yang lain tanpa perlu belas kasihan.” Lanjutku yang ikut meletakkan tangan kanan di atas tangan mereka berdua. “Berani maju karena kita ada untuk saling menopang.” Ucap Reza kemudian melengkapi formasi empat tangan yang telah bersusun rapi. “Kita adalah saudara tak sedarah. Fantastic Four yang siap mengguncang dunia. Eaaaa,” sahut kami berempat kompak dilanjutkan dengan rangkulan hangat.
Yoza Fitriadi (PENGAGUM SENJA)
Dünya neye sahipse, O’nun vergisidir hep; Medyûn O’na cemiyeti, medyûn O’na ferdi. Medyûndur o Masum’a bütün bir beşeriyet; Yâ Rab, bizi Mahşer’de bu ikrar ile haşret!
Anonymous
Şiilik; Bu İslam anlayışında Fars kültür unsuru hakimdir. Alevilik; Temeli Kur'an ve Ehl-i Beyt'in yüksek ahlak ve faziletleri olmakla birlikte, Anadolu kültürü ve Anadolu uygarlığının, aynı zamanda erenlerin, velilerin irfanı ile yoğrulmuş, sufilerin tasavvufi İslam yorumu ve inancıdır. (...) Alevilik erenlerin inanç ve irfan dehasıyla geniş bir alanı kapsar. Alevilik evrenseldir. Alevilikte; ikrar, iman, ilim, bilgi, birikim ve engin bir dünya görüşü hakimdir.
Binali Doğan Dede (Rah-ı Hakikat - Tevrat, Zebur, İncil Hem Kur'an'dan Beyanat)
Wertê made iqrarê Eli yo Sırrê Xızırê khal yo Sondê Haqi werriyo Qalê iqrari ke bi Derude wue, asme ra roz ceriyo" Dersimli şair Sey Qaji (Aramızdaki Ali ikrarıdır. Xızır'ın sırrıdır Hakk'a yemin edildi, ikrar verildi Derelerde su, gökte ışık tutuldu)
Mehmet Yıldız
Kızılbaşlık, toplumsal ahlaka değer verir. İnsan haklarına, dogal değerlere önem verir. İyi insan şu dinden veya öbür dinden olması, veya şu milletten veya o milletten olması hiç önemli değil. Kadın veya erkek olması hiç önem taşımaz. O sadece bir insandır. O bir insan ise o da doğanın bir parçasıdır, o da özgür olmadır. İkrar Meydanı kitabından
Hasan Sanli (İkrar Meydani Hayri Dede)
O can yola girende, yolun sonunda Mürşidi ona "bir bade" bir de "Cemal " gösterir. Bade mest eder. Cemal de aşka getirir. Bu yolla cefaya katlana katlana, nefsini çürütüp canını kurban verip işin içinden sıyrılıp çıkmaya kadar dayanır. İşte Alevinin kurbanı da budur.
Hasan Sanli (İkrar Meydani Hayri Dede)
Selesaikan semua masalah sebelum ikrar itu diucapkan, karena halangan sekecil duri saja - jika tidak segera diatasi - bisa menjadi masalah yang besar setelah menikah. Kebanyakan yang buru-buru itu selalu berakhir dengan tidak baik. Kebanyakan yang dilakukan dengan buru-buru itu selalu berakhir dengan tidak memuaskan karena kurang perhitungan.
Hanny Dewanti (Jangan Nikah Dulu)
EPISTEMA DUA SUWUNG: Liturgi Pertubrukan yang Tak Dikutip Para Dewa I. LITURGI ASAL — Titik Singularitas dan Retakan Hukum Pada mula yang menafikan permulaan, jagad hanyalah retakan tipis di punggung kegelapan. Getar tunggal yang tersesat di antara dua sunyi abadi. Ia lupa kepada siapa ia harus kembali, sebab ia adalah perjalanan itu sendiri. Di kekosongan itu, ada dua simpul energi, bukan nama, bukan bentuk, hanya tegangan purba di antara dua ruang hampa yang saling memanggil tanpa panca indra. Mereka tidak dirancang oleh konsep keseimbangan. Kosmos yang buta menggambar garis pemisah penderitaan: Satu arus waktu dan satu arus ketiadaan, larangan yang terukir dalam bahasa sandi di pintu gerbang kreasi. Namun gravitasi asal mula segala akar lebih tua dari hukum. Dan hasrat purba selalu tahu jalur tembus yang bahkan cahaya manifestasi tak sanggup menemukannya. Cinta adalah ilusi di alam fana. Di median kosmik ini, yang terjadi hanyalah: Dua prinsip dualitas yang menemukan retakan waktu untuk bersemayam sejenak. Tidak ada saksi yang menoleh. Tidak ada pencatat moral yang bertugas. Hanya kegelapan mutlak yang sedikit mengencang dan membeku di titik singularitas pertemuan itu. II. LITURGI TENGAH — Sembah Raga di Kuil Antariksa Kepekatan primordial tidak perlu lebih dalam untuk menyembunyikan mereka. Mereka sudah tersembunyi di bawah lapisan kesadaran sebelum saling bertemu. Arus energi mereka berkerabat dalam satu darah ibu. Wujud fana mereka berjarak. Di antara keduanya, terbentang jembatan nadi yang dibangun oleh rasa dahaga pralaya yang tuli terhadap silsilah tatanan. Wujud menyentuh wujud seperti dua logam dingin yang saling mengenali suara getarannya, dua dimensi waktu yang lelah karena terpisah terlalu lama. Tak ada kidung kakawin. Tak ada ikrar. Tak ada permohonan. Tak ada seserahan. Yang ada hanya raga. Wadhag yang menghafal sunyi lebih lembut daripada mantra sejati. Di waktu yang bukan waktu, Hukum berjalan seperti fatwa: Bintang raksasa terbakar perlahan di langit ketujuh, Planet terus berputar di orbital karma, seekor nyamuk mati di ruang hampa, Arus cakra mengalir mengangkut kisah-kisah Vedana. Pertubrukan arketipal ini tidak mengubah asas kosmik apa pun. Ia hanya menggores garis batas nadi terlarang yang akan terus berdenyut dalam gelap bahkan setelah semua wujud usai menjadi. Mereka tidak memuja. Tidak memohon ampun. Tidak menyebut nama dewi atau dewa siapa pun. Mereka hanyalah dua pusat pusaran yang bertubrukan di medan magnet kosmos yang salah. Medan yang tak peduli siapa seharusnya menjaga kodrat, siapa seharusnya melindungi keseimbangan, siapa seharusnya tidak menyentuh siapa. Yang tahu hanyalah suwung yang bersemayam tepat di tengah antara dua napas yang saling menghirup—saling menghembus.
Titon Rahmawan