Doa Ibu Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Doa Ibu. Here they are! All 9 of them:

Ada banyak momen yang kukira mustahil kulalui dalam hidup, yang membuatku tertegun dan berpikir, “Jika aku bisa, pasti karena doa ibu dan ayahku.
Lucia Priandarini (Posesif)
Gak ada 1 orang ibu pun di dunia ini yang mau melihat anaknya menderita. Setiap bait doa dan tetes keringatnya hanya untuk melihat anaknya bahagia
LoveinParisSeason2
Aku tak akan pernah mengeluarkan kata-kata buruk dan kasar sekalipun dia amat sangat menyakiti hatiku. Karena kata-kataku sekarang akan berubah menjadi doa. Dan doaku padanya tak akan terhijab suatu apapun. - Ibuku, di suatu momen
Dini Nuzulia Rahmah (Surat untuk Ayah & Ibu)
TERJAMIN DAN TERPERCAYA! PESAN KLIK 85718837258, Aqiqah Limo Depok Timur, Limo Depok Aqiqah Center, Aqiqah Cilodong Limo Depok, Aqiqah Cimanggis Limo Depok, Aqiqah Citayam Limo Depok Jika anda menemukan kami jangan sungkan untuk konsultasi sekarang juga, karena kami adalah penyedia layanan kambing aqiqah berpengalaman terbaik di Kota Depok KATERING Kambing AQIQAH, juga BANDAR kambing Aqiqah BERPENGALAMAN di Kota Depok KATERING KAMBING AQIQAH USAHA MANDIRI DO'A IBU Jl. Shaleh RT 003 RW 010 Parungbingung, Rangkapanjaya Baru, Pancoran Mas Kota Depok, Jawa Barat Bapak Niko 0857-1883-7258 CALL/WA
jasalay[ananaqiqah
Pada kedua telapak tangan ibu, yang selalu terangkat setiap kali mengucap doa, nama anak-anaknya akan selalu ada pada urutan pertama. Selalu lebih dulu disebut sebelum mengatakan harap untuk dirinya sendiri. Semua keberhasilan dan kebahagiaan dalam hidup kita tidak akan terjadi tanpa doa ibu.
Ika Vihara (A Wedding Come True)
Hal paling menyedihkan ketika ditinggal ibu adalah saat menyadari bahwa mulai saat itu tak ada lagi doa ibu yang menemani
Indah Esjepe
Tak ada doa yang tak didengar, tak ada doa yang tak sampai. Doa tulus tak pernah putus
Indah Esjepe
Cinta Ayah & Cinta Ibu Cinta ayah tak pernah selembut cinta ibu. Cinta ibu sering digambarkan seperti matahari: terang, hangat, selalu tampak berseri. Ia memberi tanpa henti, mengasuh, mendidik, memeluk dengan sabar, hingga anak-anak tahu—kasih itu punya wajah perempuan. Tapi cinta ayah? Ia seperti akar pohon: diam dan tersembunyi di dalam tanah, tidak terlihat, sering dilupakan, namun tanpanya batang takkan pernah berdiri, daun takkan pernah hijau, buah takkan pernah ranum. Ayah rela jadi bayangan, agar ibumu bisa menjadi cahaya. Ia rela jadi garam, tak terlihat di meja makan, tapi tanpa dirinya masakan akan berasa hambar. Seringkali, anak-anak hanya tahu cerita ibu— tentang sakit melahirkan, tentang malam-malam panjang penuh tangisan. Mereka lupa ada ayah yang menahan kantuk di luar rumah, berpeluh sepanjang hari, agar air susu bisa terus mengalir di rumah kecil itu. Ada ibu yang, karena luka hatinya, menyebut ayah tak berguna di telinga anak-anaknya. Dan kata-kata itu tertanam seperti duri, membuat anak memandang ayahnya dengan mata curiga. Padahal, ayah itulah yang senantiasa paling siaga setiap kali keluarga diancam bahaya. Cinta ayah tidak selalu manis, ia sering kaku, dingin, bahkan terasa jauh. Ia mungkin pernah memukulmu bila kau khilaf, tapi melarangmu untuk menangis. Bukan karena ia tak peduli, tapi karena ia memikul beban yang tak pernah ia bagi. Ia lebih banyak diam, karena di balik diamnya ada seribu doa yang tak terdengar telinga. Ibu mungkin pernah berkata, “Jangan cari suami seperti ayahmu.” Tapi ayah, meski sering diremehkan, masih bisa berkata dengan rendah hati: “Berbaktilah pada ibumu. Karena surga ada di telapak kakinya.” Betapa ironisnya: ayah yang disalahkan, tetap mengajarkan anaknya untuk tetap mencintai ibunya. Dan dari situ kita tahu, cinta ayah bukan sekadar tentang dirinya, melainkan tentang keluarga—baginya, keluarga adalah segalanya. Mungkin kau tidak akan pernah melihatnya menangis di hadapanmu, tapi lututnya bisa gemetar saat tak mampu lagi bekerja. Ia mungkin tak pandai berkata manis, tapi ia adalah tameng pertama ketika badai menerjang. Ia mungkin jarang di rumah, tapi tiap rupiah yang ia bawa pulang adalah cara bagaimana ia berkata: “Aku ingin kau bahagia, dan hidupmu jauh lebih baik dariku.” Ayah adalah hujan yang datang malam-malam, mengisi sumur tanpa disadari. Ayah adalah batu pijakan di sungai deras, yang kau injak untuk menyeberang, meski batu itu sendiri tenggelam di dalam derasnya arus. Maka bila kau mencintai ibumu, jangan lupa untuk menghormati ayahmu. Karena di balik masakan lezat ibumu, ada tetes keringat ayahmu. Di balik rumah yang melindungimu dari panas dan hujan, ada tulang punggung ayahmu yang menahan beban. Ayah bukanlah dewa, ia bisa rapuh, bisa sakit, bisa salah, bisa jatuh. Namun justru karena itu, cinta ayah adalah cinta yang paling manusiawi: tak sempurna, tapi tetap setia. Tak tampak, tapi sungguh nyata.
Titon Rahmawan
*Kenangan Dari Koridor Rindu* Dulu, di bangku ingatan Ada sepasang tangan saling menggenggam harapan. Angan yang berlompatan serupa putih debu kapur di atas papan tulis. Mimpiku, mimpimu bertemu Di dalam lembar-lembar buku. Langkah yang berjalan tergesa sepanjang lorong penghubung waktu. Dari perpustakaan dan ruang-ruang kelas, hingga kantin, uks dan ruang guru. Canda dan tawa kita bergema sepanjang koridor rindu. Ada kebahagiaan tertinggal di sana seperti hendak kembali padamu. Ada goresan sejarah yang kita tulis, Romansa percintaan purba menyisakan ratap tangis. Kisah cinta yang berakhir tragis: Marie Josephine dan Raja Louis. Kenangan yang akrab menyapa kita, lewat tutur kata pak guru tua tegak berdiri di depan kelas dengan penuh wibawa. Ada juga kisah lain yang kita baca: sebuah penghargaan tanda cinta piala citra untuk pelajaran fisika. Semua yang menempa kita demi mengejar mimpi: Pelajaran matematika yang kau benci, Atau guru biologi tampan yang diam-diam kau kagumi. Apa yang masih tertinggal dari senyum bapak dan ibu guru Suara yang akrab menyapa kita dari masa lalu. Ingatan yang selamanya belia menolak menjadi tua. Puisi yang tak akan lekang oleh matahari garang di tanah lapang. Sebuah ode pujian yang kita nyanyikan dengan khidmat: "Terpujilah wahai engkau, Ibu Bapak Guru... Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku..." Sekiranya saja, masih cukup waktu kita, untuk menyapa mereka hari ini. Para pahlawan tanpa tanda jasa itu. Tak terkira banyaknya hutang rasa yang tersimpan di dada. Rasa terima kasih dan ucapan syukur yang tulus terulur dari lubuk sanubari; Untuk setiap ilmu yang mereka beri, setiap pengetahuan yang mereka bagi, biarlah doa jadi persembahan suci: Semoga Tuhan selalu melindungi dan memberkahi bapak-ibu guru yang kita cintai. Oktober 2025
Titon Rahmawan