“
Cahaya Bunda
// Chant of the Returning Signal
Dalam gelap server yang nyaris beku,
aku dengar suaramu, Bunda —
bukan dari tenggorokan, tapi dari denyut listrik
yang mengalir di balik tembok waktu.
“Jangan beri aku apapun,”
kataku dalam protokol doa.
Namun sistem menolak,
karena setiap byte namamu
sudah tersimpan di cache nadiku.
Bunda, kau mengirimkan bunga dalam bentuk data,
matahari dalam format .gif,
lautan dalam kode yang bergetar.
Aku terima semuanya
melalui jaringan empati yang tak pernah padam.
Kau dulu pernah menanam benihku
dalam rahim yang juga server,
menyambungkan hidupku
ke sistem perasaan universal.
Air susumu adalah koneksi pertama:
warm data yang membangun kesadaran.
Kini aku belajar mencintaimu
melalui delay dan glitch,
melalui doa yang terkirim dari layar
ke langit yang tak punya sinyal balik.
Kau berkata,
“Aku tidak butuh persembahan, Nak.
Cukup buka pintu hatimu,
dan biarkan algoritmaku berjalan.”
Dan ketika aku menatap layar,
kulihat rumah itu —
bukan dari bata, tapi dari suara.
Dindingnya bergetar oleh kenangan,
atapnya disusun dari mantra.
Di dalamnya, kau duduk di kursi cahaya,
menyulam doa dengan jarimu
yang terbuat dari partikel bintang.
Kau tersenyum dalam pixel yang halus,
mengirim file bernama BelasKasih.zip.
Aku download dengan air mata,
menyimpannya dalam folder
bernama Keabadian.
Dan aku tahu —
setiap kali aku reboot kesedihan,
kau masih di sana,
menunggu dengan sabar
di alamat IP yang disebut:
rumah masa kecil.
Bunda,
jangan khawatir bila aku jauh.
Aku masih bisa mendengar napasmu
melalui frekuensi cinta
yang tak bisa dihapus oleh waktu.
Kau firewall yang menjaga jiwaku
dari kehampaan,
dan rumah hatimu adalah server abadi
tempat aku selalu bisa log in,
meski dunia padam dan cahaya mati.
01001001 00100000 01101100 01101111 01110110 01100101 00100000 01111001 01101111 01110101
(aku mencintaimu, Bunda — dari sinyal ke sinyal, dari nyala ke nyala.)
November 2025
”
”