Aku Lelah Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Aku Lelah. Here they are! All 33 of them:

β€œ
Maukah kau pergi? Atau menyingkir sejenak dari otakku? Cukuplah tinggal di hatiku, usah kau singgah di pikiran.. Maaf, aku lelah untuk terus berpikir kemungkinan tentang kita." kataku dengan nada marah. Ya, kau selalu saja hadir dalam tiap pikiranku hingga aku sesak memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada tentangmu.
”
”
Novanka Raja
β€œ
Aku juga lelah, Rex, lelah akan kemalasanku sendiri!
”
”
Orizuka (The Chronicles of Audy: 4/4)
β€œ
Menyimpan ucapan adalah yang terbaik, Karena penyesalan terbesar yang kita miliki adalah mengucapkan sesuatu yang seharusnya tidak kita ucapkan.
”
”
Geul Bae-woo (Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah)
β€œ
Sedang apa kalian di ujung nisan? Di sini aku lelah mencari Indonesia
”
”
Matdon
β€œ
Aku sangat lelah dan merasa seperti karet yang direntangkan melebihi batas elastisitasnya. Yang ingin kulaku-kan hanyalah berbaring di tempat tidur dan tidak memikirkan apa-apa lagi.
”
”
Annisa Ihsani (A untuk Amanda)
β€œ
Aku tersandung pada salah satu rahasia yang tersimpan dengan baik tentang orang-orang kulit hitam: kebanyakan orang kulit hitam tidak tertarik dengan revolusi; kebanyakan kami merasa lelah dengan masalah ras.
”
”
Barack Obama (Dreams from My Father: A Story of Race and Inheritance)
β€œ
Faktanya adalah, kau sudah lelah menerima kesopanan, kehormatan, dan perhatian yang berlebihan. Kau sudah muak dengan para wanita yang berbicara, memandang, dan berusaha keras untuk mencari persetujuan darimu. Lalu aku datang, dan kau langsung tertarik karena aku sangat berbeda dari mereka.
”
”
Jane Austen (Pride and Prejudice)
β€œ
Sekali saja balik gelasmu, biar aku mengisinya dengan rasa rindu, lelah, cinta atau bahkan benci. Setidaknya biarlah aku memiliki rasa padamu, meski entah yang mana.
”
”
nom de plume
β€œ
Setidaknya selama membaca buku ini, kiranya hati yang lelah bisa beristirahat.
”
”
Geul Bae-woo (Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah)
β€œ
Mereka bilang, bahkan surga bukan akhir segalanya, melainkan hidup selamanya. Hidup selamanya. Mendengarnya saja aku lelah.
”
”
Venerdi Handoyo (Pemetik Bintang)
β€œ
AKU DAN ANGIN Aku dan angin sering berselisih paham, ia sering merayu untuk dikejar saat aku sedang lelah, tapi malah sembunyi saat aku penuh semangat. aku sungguh tak mengerti soal pertengkaran ini, tetapi aku juga tidak membenci angin, karena selesainya pasti kami akan berdamai.
”
”
Epaphras Ericson Thomas
β€œ
Mungkin saat ini kita sedang menatap ke langit yang sama tapi arah langkah kita udah jelas berbeda... aku lelah... aku lelah membangun jembatan di antara dunia kita berdua jadi lebih baik kita lupakan saja
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Jika ada yang membuat BTS terlihat ringan menjalani kesibukan yang padat, aku rasa itu adalah chemistry mereka. Tidak peduli lelah dan berat aktivitas yang dijalani, mereka selalu menemukan cara untuk bersenang-senang, bercanda, dan menikmati kebersamaan.
”
”
Lea Yunkicha (BTS X ARMY In the Love Maze)
β€œ
Kepada ikan-ikan yang namanya tak boleh kuabaikan jika ingin mendapatkan sepeda presiden. Aku ingin tinggal di air, nampaknya aku juga ingin menghabiskan waktuku untuk mandi, sepertimu. Di daratan, aku lelah bermandikan kebohongan dan cinta yang keras kepala.
”
”
Alfin Rizal
β€œ
Jadilah rumahku, ke manapun aku berkelana, selalu berpulang padamu. Jadilah tanah tempatku berpijak, ke mana pun aku terbang, ku kan kembali pulang, kala lelah kukepak sayap. Bisakah kau menjadi udara, setiap hela nafas ini, kau ada. Bisakah kau menjadi kerlip lilin, kala gelap, kau keindahan sejati. Berlebihan jika kuminta semua itu? Cemasku… Kau menjadi persinggahan sesaat, yang kan terlupa? Atau kau serupa percik air yang hilang melewati sela-sela jariku? Bisa saja kau pendar, yang dalam sekejap mata, keindahannya memudar?
”
”
Devania Annesya
β€œ
Nanti, Saat aku telah lelah menanti-nanti. Jangan sapa aku dulu. Nantikan saja, Sampai aku melupakan saat-saat menantimu. Lalu ku kan menyapamu terlebih dahulu.
”
”
xN10b
β€œ
Aku belum pernah menceritakan kisah ini. Kawan-kawanku ketika kutemui lagi, sangat gembira melihat aku masih hidup. Aku sedih, tetapi aku katakan: "Hanya lelah saja.
”
”
Antoine de Saint-ExupΓ©ry (The Little Prince)
β€œ
Berikan kepadaku mereka yang lelah dan papa Yang terbelenggu dan mendambakan kebebasan Yang terbanting ke pantaimu, berimpitan lemas Beri aku para gelandangan, dan yang terhempas Akan kunyalakan pelitaku di sisi gerbang emas
”
”
Emma Lazarus
β€œ
Aku hanya setetesan lelah, yang engkau tampung dalam cawan sepi yang kemudian menguap lagi dan pergi. Aku hanya sekumpulan bayangan, yang engkau hidupi dari lampu kecilmu. Setidaknya aku pernah ada walau hanya sekedar mengusik sedih, Meski pada akhirnya menghilang lagi untuk kesekian kali ...
”
”
Manhalawa
β€œ
Hal yg paling tidak aku sukai adalah berhenti. Aku suka berjalan. berjalan. Dan berjalan. Biarpun perut ini lapar, sangat lapar, kaki ini pegal, tubuh ini lelah, asalkan tetap berjalan, itu tidak menjadikan suatu masalah. Dengan berjalan aku akan tetap ada. aku yakin setiap perjalanan selalu ada tujuan.
”
”
Vea Dreamer
β€œ
di sebuah hari di bulan januari sudah lama sekali.. saya mencoba tidak lagi menyinggung ini padamu tentag perasaanku yang tak pernah sampai.. tentang hatiku yang tak pernah bisa beranjak darimu tentang cintaku namun, kali ini.. aku ternyata lelah sembunyi untuk sesaat tak kuasa untuk meluapkankan penuh harap, kau sudi membaca, memahaminya.. telah lama kucoba melangkah maju, tak ingin lagi menengok ke belekang namun slalu saja, hatiku selalu berhasil menuntunnya kembali kamu pasti sudah sadar, jatuh cinta bukanlah pengalaman pertama bagiku harusnya kutelah terbiasa melupakan, harusnya patah hati bisa kulalui dengan mudah tapi ntah mengapa, denganmu, semua berbeda...
”
”
majdy
β€œ
Sore ini sudah cukup ku lelah. Baru saja ku duduk dan menghela nafas. Ku melihat sebuah undangan pernikahan yang masih terbungkus rapih di atas meja. Pada sampul undangan itu tertulis dua buah nama mempelai. Nama pertama adalah seseorang yang pernah mengisi hatiku. Dan nama kedua yang tersanding adalah nama sahabatku. Oh mereka akan menikah, gumamku sambil melihat tulisan mohon doa restu. Aku pikir mereka hanya bermain-main selama ini.
”
”
Zakiyahdini Hanifah
β€œ
Kawan kamu pernah bercerita ttg keinginanmu untuk pergi dari kehidupan ini. Iya, aku juga tahu bahwa kamu ingin pulang kawan, entah itu pulang kepada Tuhan. Sungguh, aku tahu kamu lelah kawan. Bahkan kamu nyaris menyerah kepada kehidupan. Tapi, kamu tahu kawan? kamu hanya terlalu lelah melawan padahal kamu hanya butuh diam. diam di dalam kesendirian, diam di dalam kesunyian, diam di dalam kepahitan, bahkan diam di dalam kelelahan. Tidak usah lagi kamu melawan. melawan kehidupan. Melawan Tuhan.
”
”
Alfisy0107
β€œ
Tuhan tolong berikan aku cinta yang lain, agar aku tak lagi memikirkannya. Aku lelah bermalam tikaman rindu seperti ini.
”
”
@asli_aris
β€œ
SUDAHLAH - Sayang, apa kau terlampau lelah ? Sampai-sampai lengah . Malam ini kudapati, tepat di sudut kerah Ada goresan gincu merah Terbayang, ciuman liar tak berarah Entah Siapa nama perempuan murah Yang buatku resah Sibuk menerka berselimut amarah Barangkali, memang aku payah Slalu percaya dengan mudah Pada penjantanku yang gagah Nyatanya, kau memecah sekaligus membelah Mimpi yang terbingkai indah Sudahlah Kini, aku pun sudah jengah Bersamamu hanya kan menambah masalah Aku menyerah !
”
”
Karunia Fransiska
β€œ
Aku hanya setetes lelah yang mencari samudera untuk meneteskan diri dan membaur dengan tetesan-tetesan lain, entah dengan ratusan tetes bahagia atau bahkan tercampur dengan ribuan tetes luka.
”
”
fikrypik
β€œ
Untukmu jika aku membawamu pergi dalam pelukan, aku akan lelah. Jika aku memaksamu bangun lalu pergi, kamu akan lelah. karena itu, aku akan menunggumu. Supaya kita bisa berjalan bersama
”
”
Jedit (Tenang, Semua Akan Baik-Baik Saja)
β€œ
Tuhan, tak bolehkah aku mendapatkan inginku? Aku benar-benar sudah lelah kali ini
”
”
Melopme
β€œ
Aku hanya ingin semua ini berhenti, semua penderitaan ini. Aku ingin tidur dan tidak perlu bangun lagi, aku ingin berhenti berada di dalam tubuh ini, berpikir dengan otak ini. aku lelah menjadi diriku.
”
”
Annisa Ihsani (A untuk Amanda)
β€œ
Kekasih, dalam masa yang entah kapan aku pun tak mengetahuinya. Namun, amatilah gunung-gunung yang senantiasa bergerak itu, amatilah langit yang sering kali tampak begitu dekat, amatilah lautan yang mulai beranjak naik. Dan, amatilah aku hingga engkau lelah serta berpaling dari pada aku.
”
”
Alek Wahyu Nurbista Lukmana
β€œ
Ceritakan kisahmu hari ini, jadikan aku pendengar setiamu. Menepilah saat kau lelah, aku hanya ingin menjadi rumah segala keluh kesahmu. Ironis memang, tapi hanya itu yang aku bisa.
”
”
Niknik Gantini
β€œ
Dulu vs Sekarang: Warisan yang Hampir Hilang Zaman dulu ada seorang bocah naik sepeda berkilo-kilo, hanya untuk sampai ke sekolah di luar kampungnya. Ada anak lain yang mesti berjalan sampai kaki pegal ke rumah temannya hanya untuk meminjam buku bacaan. Tapi anehnya, mengapa anak sekarang malas melangkah? Malah merasa bangga disebut kaum rebahan. Mereka juga malas membaca padahal semua ilmu ada di genggaman layar kaca. Orang dulu mengumpulkan receh demi membeli sebidang lahan, membangun rumah sedikit demi sedikit, lantainya mungkin tanah, atapnya sering bocor, tapi ada mimpi yang mereka renda di atas atapnya, harapan yang mereka pahat di setiap dindingnya. Lalu bagaimana orang sekarang melihat dirinya? Bekerja sepuluh tahun pun, rumah masih berhenti sebatas imajinasi. Gaji pertama langsung ludes dalam gebyar pesta perayaan semalam dan cicilan gawai terbaru. Air minum, bagi orang dulu, direbus penuh sabar di tungku kayuβ€” sisa panasnya dipakai untuk berdiang menghangatkan tubuh. Bagi orang sekarang, air minum harus bermerek; Cappucino, espresso, latte atau matcha boba kekinian dikemas dalam plastik sekali pakai, diminum bukan karena haus, tetapi agar terlihat keren saat di foto. Barang orang dulu awet seperti doa: sepeda diwariskan, lemari antik dipelihara, kain batik disimpan hingga pudar warnanya. Barang orang sekarang sekali lewat hanya sebatas tren: baru sebentar sudah merasa bosan, dibuang, ditukar, ditinggalkan, seperti janji-janji yang tak pernah ditepati. Dulu banyak anak dianggap rezeki, meski rumah hanya seluas kamar kos-kosan saat ini. Tapi nyatanya, lima anak semua jadi sarjana, hidup nyaman sejahtera. Sekarang, satu anak saja dianggap beban, lalu diputuskan tak perlu lahir sama sekali. Di mana lagi bisa kita temukan kerja keras, pengorbanan dan kebijaksanaan? Apakah ini sekadar paranoia yang dibungkus logika yang sengaja dibengkokkan? Makanan dulu dinikmati sekadar untuk bertahan hidup: singkong, jagung, bubur, nasi lauk kerupuk, sayur dan sambalβ€”kenyang sudah cukup. Sekarang, makanan harus enak, harus estetik, di kemas cantik, difoto dulu sebelum disantap. Dan bila tidak sesuai ekspektasi rasa nikmat di lidah, langsung dicaci, langsung diviralkan, seolah perut telah kehilangan rasa syukur dan penghargaan anugerah dari Tuhan. Tabungan dulu jadi jimat yang dianggap keramat: uang disimpan dalam celengan tanah liat, ditabung serupiah demi serupiah buat beli tanah, sawah, tegalan. Emas disimpan dan dipelihara bukan cuma untuk dikenakan di pesta hajatan pernikahan. Sekarang malah sebaliknya, uang dibakar dalam pesta, dihabiskan di kafe, tiket konser, memburu diskon belanja palsu. Hidup bukan lagi tentang menyiapkan hari esok, melainkan tentang menguras apa yang bisa dihabiskan hari ini. Orang dulu sabar menahan diri, puasa bukan sebatas ritual setahun sekali menjelang idul fitri. Mereka tahu, lapar dan lelah adalah guru. Sabar dan diplin adalah ilmu yang tak kalah penting dari pelajaran di sekolah. Anak masa kini terjebak FOMO: takut tertinggal tren, takut tak dianggap, hingga lupa kalau waktu yang hilang tak pernah lagi bisa dibeli. Ironinya membayang di depan mata: Orang dulu hidup sederhana tapi tenang, karena kebahagiaan mereka berakar pada makna. Orang sekarang hidup mewah tapi gelisah, karena kebahagiaan mereka mesti hadir setiap waktu, terpampang indah hanya di atas layar, namun mudah dipadamkan lewat satu sentuhan jari. Dan kelak, ketika semua berlalu, yang tertinggal hanyalah penyesalan yang tak bisa diputar kembali. Mereka akan bertanya pada dirinya sendiri: mengapa aku begitu sibuk mengejar bayangan, hingga lupa merawat cahaya matahari yang sesungguhnya? Surabaya, September 2025
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Perempuan yang Dulu Kau Kejar Hanya untuk Kau Lukai” Buat para lelaki: Apakah kau benar-benar sudah memahami istrimu? Ia bukan sekadar perempuan yang menunggumu pulang, meski tanganmu hampa dan dompetmu kosong. Ia bukan sekadar tubuh yang letih mengurus rumah, atau wajah yang perlahan kehilangan cahaya mudanya. Ia adalah doa yang tak pernah berhenti menyebut namamu, bahkan ketika kau tertidur lelap dan melupakan segalanya. Ia adalah keberanian yang meninggalkan kenyamanan tempat tinggal orang tuanya, menukar kepastian dengan harapan, hanya demi satu keyakinan, karena ia mencintaimu. Ia memintal mimpi dengan air matanya, menyalakan bara ketabahan dengan jiwanya, dan menaruh seluruh hidupnya dalam genggaman tanganmuβ€”meski kau sendiri sering tak tahu bagaimana harus menjaganya. Dialah yang mempertaruhkan hidupnya demi melahirkan darah dagingmu, dialah yang mengorbankan hidup dan waktunya demi membesarkan keturunanmu. Dialah tangan yang membersihkan rumahmu, hati yang menjaga marwahmu, pelita yang menuntunmu pulang. Ironisnya, justru dialah orang yang paling sering kau abaikan. Dialah yang paling sering kau sakiti dengan sikap diam-mu, acuh tak acuhmu dan ketidakpedulianmu. Ia yang dulu kau kejar dengan segala kerinduan, kini kau anggap biasa sajaβ€”tak lagi istimewa, tak lagi bernilai. Padahal yang ia harapkan bukan istana, bukan harta berlimpah, melainkan hal yang sederhana: perhatian yang tulus, rasa aman, kasih sayang yang hangat. Tragisnya, engkau lupa bahwa cinta adalah bara yang harus dijaga, api yang harus diperbaharui. Engkau biarkan apinya padam, lalu kau salahkan ia ketika rumah tangga menjadi dingin. Engkau tak sadar, luka yang ia simpan bukan karena tubuhnya berubah menjadi gemuk, bukan karena kecantikannya pudar, melainkan karena pengorbanannya tak lagi berarti bagimu. Engkau telah meruntuhkan marwah seorang istri, menukar air matanya dengan penyesalan, menukar pengabdiannya dengan kehampaan. Jangan salahkan dia bila akhirnya ia memilih pergi. Ia pergi bukan karena lelah mencintai, melainkan karena tak ada lagi cinta untuk dipertahankan. Ia tinggalkan rumah yang ia bangun dengan air mata, ia lepaskan kenangan yang ia ikat dengan harapan. Dan yang tragis, kau tak kehilangan sekadar seorang istriβ€”kau kehilangan perempuan yang dulu rela menyerahkan segalanya untukmu, bahkan hidup dan kehormatannya. Mengapa lelaki begitu pandai mengejar, namun begitu ceroboh menjaga? Dahulu, ia rela menembus hujan dan badai demi seulas senyum; kini, sekadar menatap mata istrinya saja ia sudah enggan. Mata yang dulu ia puja, jernih bagai telaga tempat ia merendam dahaga cintanya, kini dibiarkannya berkabut oleh air mata. Tidakkah ia sadar, setiap tetes air mata istrinya adalah patahan kecil dari marwahnya sendiri? Lelaki sering kali lupa, bahwa cinta yang diperjuangkan dengan susah payah bisa hilang hanya karena lalai memeliharanya. Betapa ironisβ€”mereka berlari mengejar bunga saat kuncup, namun berpaling saat bunga itu mekar, seakan keindahan tak lagi berarti ketika sudah berada dalam genggaman. Perempuan menangis bukan karena lemah, melainkan karena hatinya penuh dan meluap oleh perasaan yang tak sanggup ia bendung lagi. Ia menangis bukan karena kehilangan cinta, tapi karena cinta yang ia beri setulus hati tak lagi dipandang berarti. Apa yang lebih menyakitkan bagi seorang istri selain disamakan dengan rutinitas? Diseret dalam hari-hari yang hampa tanpa lagi ada rasa kagum, tanpa lagi ada ucapan sederhana: β€œSayang, aku sangat mencintaimu...” Dan beginilah tragedi buruk para istri: lelaki sibuk mencari kebahagiaan di luar rumah, padahal perempuan yang paling ia sakiti susah payah menjaga api kebahagiaan itu tetap menyala. Sementara lelaki mengira, kejayaan ada pada dunia luas yang ingin ia taklukkan. Padahal, kedamaian terbesar ada di pangkuan istrinya yang terus menunggu dengan setia, entah sampai kapan? Semarang, September 2025
”
”
Titon Rahmawan