β
Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah adalah omong kosong.
β
β
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β
Aku bukan tak sabar, hanya tak ingin menanti
Karena berani memutuskan adalah juga kesabaran
Karena terkadang penantian
Membuka pintu-pintu syaithan
β
β
Salim Akhukum Fillah
β
Nak, perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan.
β
β
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β
Buku adalah sahabat paling setia
rela mendampingi sepanjang waktu
di mana pun aku berada
tanpa pernah memikirkan dirinya.
β
β
Abdurahman Faiz (Aku Ini Puisi Cinta)
β
Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.
β
β
Pidi Baiq (Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 (Dilan, #1))
β
Aku ingin pacaran dengan orang yang dia tahu hal yang aku sukai tanpa perlu kuberitahu, yang membuktikan kepadaku bahwa cinta itu ada tetapi bukan oleh apa yang dikatakannya melainkan oleh sikap dan perbuatannya.
β
β
Pidi Baiq (Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 (Dilan, #1))
β
perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat, hebat sekali benda bernama perasaan itu, dia bisa membuat harimu berubah cerah dalam sekejap padahal dunia sedang mendung, dan di kejap berikutnya mengubah harimu jadi buram padahal dunia sedang terang benderang
β
β
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β
Aku adalah kunang-kunang
Dalam gelap aku terbang, dalam gelap aku terang
Dan jadilah kau senja. karena gelap kau ada,
Karena gelap kau indah
Aku hanyalah kunang-kunang dan engkau hanyalah senja
Saat gelap kita berbagi.
Saat gelap kita abadi...
β
β
Moammar Emka
β
Aku tidak ingin hubungan kami berakhir meninggalkan rasa benci. Aku ingin percaya bahwa kami memang pernah memiliki sesuatu, bahwa perasaannya kepadaku sungguh-sungguh. Dengan begitu, yang akan tersisa nanti untukku adalah kenangan manis.
β
β
Windry Ramadhina (Memori)
β
Aku bukan Wahib. Aku adalah me-wahib. Aku mencari, dan terus menerus mencari, menuju dan menjadi Wahib. Ya, aku bukan aku. Aku adalah meng-aku, yang terus menerus berproses menjadi aku.
β
β
Ahmad Wahib (Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib)
β
Sebenarnya penjelasan yang lebih baik adalah karena aku sering kali berubah pikiran. Semuanya menjadi absurd. Bukan ragu-ragu atau plintat-plintut, tetapi karena memang itulah tabiat burukku sekarang, berbagai paradoks itu. Bilang iya tetapi tidak. Bilang tidak, tetapi iya. Terkadang iya dan tidak sudah tidak jelas lagi perbedaannya.
β
β
Tere Liye (Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin)
β
Perasaan adalah perasaan, Borno. Orang seperti kau, lebih suka rusuh dengan perasaan itu sendiri. Rusuh dengan harapan, semoga besok bertemu, semoga besok ada penjelasan baiknya. Semoga. Semoga.
β
β
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β
Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya...Aku tahu kau akan protes, bagaimana mungkin? Kita bilang cinta itu sejati, tapi kita justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami oleh pecinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya.
β
β
Tere Liye (Rindu)
β
Dan bibirnya adalah sepotong puisi yang belum selesai. Aku yakin, hanya bibirku yang bisa menyelesaikannya menjadi sebuah puisi yang lengkap.
β
β
Leila S. Chudori (Pulang)
β
Tidak peduli kita tidak punya kesamaan darah, DNA, fisik, sifat, atau apapun itu, aku sudah menganggapmu adik semenjak kita bertemu. Dan kau tetap akan jadi adikku sampai kapanpun. Aku adalah hyeong-mu dan kau adalah dongsaeng-ku. Tidak akan ada yang berubah. (Jang Min Ho)
β
β
Orizuka
β
Rumah adalah tempat di mana aku merasa bisa pulang. (Dimas Suryo)
β
β
Leila S. Chudori (Pulang)
β
Aku ingin tetap berada di udara jika hidup adalah sebuah koin yang dilempar ke udara dan menjadikan kita sebagai salah satu sisi dari dua mata koin itu. Aku ingin berada di dunia antara, abu-abu, dunia fusi sinergis yang harmonis.
β
β
Fahd Pahdepie (A Cat in My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa)
β
Darinya, aku mengambil filosofi bahwa belajar adalah sikap berani menantang segala ketidakmungkinan; bahwa ilmu yang tak dikuasai akan menjelma di dalam diri manusia menjadi sebuah ketakutan. Belajar dengan keras hanya bisa dilakukan oleh seorang yang bukan penakut.
β
β
Andrea Hirata (Cinta di Dalam Gelas)
β
Apa pun yang terjadi di masa lalu, yang aku lihat dari kamu adalah masa depan.
β
β
Moemoe Rizal (Fly to the Sky)
β
Pahlawan.. Jangan menanti kedatangannya. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka, dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah.
β
β
Muhammad Anis Matta
β
Aku pernah berkata pada Sei, mencintai, dalam bentuk apa pun memang menyakitkan. Kau tahu apa yang dia katakan? Dia bilang, tidak, mencintai adalah hal paling indah di dunia ini, terutama ketika kau melihat orang yang kau cintai bahagia. Aku mengerti artinya sekarang.
β
β
Winna Efendi (Ai)
β
Di kolong langit
Kau adalah doa,
Aku orang buta.
Di sajak para Raja
Kau adalah permaisuri
Dan aku, sang sufi pada ayunan sepi
β
β
andra dobing
β
sepi dan aku adalah satu
β
β
Adrie
β
Sungguhkah dia bernama Mimpi? Dia yang terus menyuruhku pergi jauh-jauh, mengingatkan bahwa aku adalah pemberani yang mengejar cita-cita tinggi? Apakah ini sungguhan Mimpi? Bukankah ini hanyalah sebuah pelarian, yang didasari akan ketakutan terhadap realita?
β
β
Agustinus Wibowo (Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan)
β
Aku ingat, aku pernah bilang kepadanya jika ada yang menyakitinya, maka orang itu akan hilang. Jika orang itu adalah aku, maka aku pun harus hilang.
β
β
Pidi Baiq (Milea: Suara Dari Dilan)
β
Tulus adalah: aku bahagia bila teman-temanku berhasil, sukses, mulia. Dan aku turut pedih bila mereka bersedih...
β
β
Helvy Tiana Rosa
β
Perkahwinan adalah gerbang, sedang rumah tangga adalah alamnya.
β
β
Hilal Asyraf (Sebelum Aku Bernikah)
β
Ternyata cinta adalah sesuatu yang harus aku tanyakan kepada Tuhan,agar tidak karena mencintaimu aku menjadi bodoh,bebal dan mengandalkan diri sendiri.Maka bila akhirnya Tuhan menghendakimu,biarlah itu karena aku sudah bertanya kepada Tuhan
β
β
Zarry Hendrik (Dear Zarry's)
β
ya, aku memang seorang pemimpi. karena pemimpi adalah orang yang dapat menemukan jalannya dengan diterangi cahaya bulan, dan orang pertama yang melihat matahari terbit sebelum seluruh dunia melihatnya.
β
β
Oscar Wilde
β
Tubuhmu adalah tubuhku. Aku milikmu. Kamu milikku. Tidak ada rahasia lagi. Tidak ada penghalang lagi. Sakitmu adalah sakitku . Tawamu, airmatamu, marahmu, semuanya adalah tanggung jawabku.
β
β
Rangga Wirianto Putra (The Sweet Sins)
β
Tidak makan kerana tiada makanan, itu bukan pelajaran.
Tidak minum kerana tiada minuman, itu bukan latihan.
ketika kita ada segalanya untuk dimakan, namun kita memilih untuk tidak makan, kerana mentaati Allah, itulah latihan. Ia adalah latihan untuk berkata TIDAK kepada sesetangah kenahuan diri, supaya kita dapat tingkatkan daya kawalan diri!
β
β
Hasrizal Abdul Jamil (Aku Terima Nikahnya 3: Murabbi Cinta)
β
Satu-satunya penyesalanku dalam hidup adalah aku tidak bisa bersamamu sekarang dan mengatakan semua ini secara langsung. Tapi tolong percayalah padaku ketika kukatakan bahwa aku ingin selalu bersamamu. Percayalah padaku ketika kukatakan bahwa aku ingin selalu berada di dekatmu. Dan percayalah padaku ketika kukatakan bahwa aku juga mencintaimu.
β
β
Sunshine Becomes You
β
Kadang aku merasa sudah dekat dengan kegilaan.
Kamu tahu apa yang paling menyakitkan saat perasaanmu begitu terikat kepada seseorang?
Bukan karena kamu tidak bisa menyatu dengan dia maka kamu akan merasa hidupmu begitu nestapa. Sesuatu yang lebih meluluhlantakkan hatimu adalah ketika seseorang -yang menyandera kemampuanmu untuk memiliki itu- tak melibatkan lagi namamu dalam hidupnya, tidak mengingat tanggal lahirmu, tidak mengucapkan apapun ketika datang tahun baru, bahkan tidak mengirimkan pesan basa-basi pada hari perayaan agamamu.
Kamu tidak terlibat sama sekali dalam hidupnya. Bahkan sekadar untuk diingat.
β
β
Tasaro G.K.
β
Setiap hari ada senja, tapi tidak setiap senja adalah senja keemasan, dan setiap senja keemasan itu tidaklah selalu samaβ¦.
Aku selalu membayangkan ada sebuah Negeri Senja, dimana langit selalu merah keemas-emasan dan setiap orang di negeri itu lalu lalang dalam siluet.
Dalam bayanganku Negeri Senja itu tak pernah mengalami malam, tak pernah mengalami pagi dan tak pernah mengalami siang.
Senja adalah abadi di Negeri Senja, matahari selalu dalam keadaan merah membara dan siap terbenam tapi tak pernah terbenam, sehingga seluruh dinding gedung, tembok gang, dan kaca-kaca jendela berkilat selalu kemerah-merahan.
Orang-orang bisa terus-menerus berada di pantai selama-lamanya, dan orang-orang bisa terus-menerus minum kopi sambil memandang langit semburat yang keemas-emasan. Kebahagiaan terus-menerus bertebaran di Negeri Senja seolah-olah tidak akan pernah berubah lagiβ¦.
β
β
Seno Gumira Ajidarma (Jazz, Parfum, dan Insiden)
β
Cinta sejati selalu datang pada saat yang tepat, waktu yang tepat, dan tempat yang tepat. Ia tidak pernah tersesat sepanjang kalian memiliki sesuatu. Apa sesuatu itu? Tentu saja bukan GPS, alat pelacak, dan sebagainya, sesuatu itu adalah pemahaman yang baik bagaimana mengendalikan perasaan.
β
β
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β
Saya sudah tahu -- semenjak semula -- bahwa jalan yang kutempuh ini adalah tidak ada ujung. Dia tidak akan habis-habisnya kita tempuh. Mulai dari sini, terus, terus, terus, tidak ada ujungnya. Perjuangan ini, meskipun kita sudah merdeka, belum juga sampai ke ujungnya. Dimana ujung jalan perjuangan dan perburuan manusia mencari bahagia? Dalam hidup manusia selalu setiap waktu ada musuh dan rintangan-rintangan yang harus dilawan dan dikalahkan. Habis satu muncul yang lain, demikian seterusnya. Sekali kita memilih jalan perjuangan, maka itu jalan tak ada ujungnya. Dan kita, engkau, aku, semuanya telah memilih jalan perjuangan.
β
β
Mochtar Lubis (Jalan Tak Ada Ujung)
β
Tak pernah ada cara yang tepat untuk mencintai. Yang disebut tepat adalah ketika aku dan kamu saling mencintai dengan cukup
β
β
Windy Ariestanty (KΔla KΔlΔ«)
β
Hidup tanpa dirimu adalah ketidakpastian, aku tidak tahu bagaimana menjalaninya
β
β
Windhy Puspitadewi (TouchΓ©: Alchemist (TouchΓ©, #2))
β
Kauminta aku menulis cinta
Aku tak tahu huruf apa yang pertama dan seterusnya
Kubolak-balik seluruh abjad
Kata-kata yang cacat yang kudapat
Jangan lagi minta aku menulis cinta
Huruf-hurufku, kau tahu,
Bahkan tak cukup untuk namamu
Sebab cinta adalah kau, yang tak mampu kusebut
Kecuali dengan denyut
β
β
Sitok Srengenge (On Nothing: Selected Poems)
β
Aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis. Aku bukan buddha, bukan protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Aku ingin orang menilai dan memandangku sebagai suatu kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat. Memahami manusia sebagai manusia.
β
β
Ahmad Wahib (Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib)
β
Aku menulis bukan semata-mata karena aku ingin menjadi penulis. Aku menulis, karena aku ingin menulis. Seperti halnya aku mencintaimu. Memang benar, cita-citaku adalah menjadi suamimu (yang mengecup keningmu, ketika kebetulan aku terbangun lebih dulu). Tapi tidak semata karena itu. Aku mencintimu, karena aku ingin mencintaimu. Seperti itu.
β
β
Lenang Manggala (Perempuan Dalam Hujan)
β
Aku pernah mengalah di masa lalu. Dan kini, aku bisa saja menyerah kembali, agar ia dapat memilih lelaki yang terbaik baginya. Namun bagaimana mungkin aku melakukannya, jika ternyata lelaki terbaik itu adalah diriku sendiri - Forgotten
β
β
Nay Sharaya (Forgotten)
β
Kadang-kadang kita perlukan drama dalam hidup untuk menambahkan rencah dalam cerita yang bakal kita ulang kepada anak cucu. Khir adalah "bunjut dalam sup" hidup aku ini, ia menambah rasa, namun bukan untuk ditelan!
β
β
Nurul Syahida (Plain Jane)
β
Dan akhir adalah permulaan
kau aku tak pernah menapaki mula
juga mungkin tak pernah sampai
pada selesai
seperti puisi yang kutanam
di kuntum hatimu
β
β
Helvy Tiana Rosa (Mata Ketiga Cinta)
β
Cinta sejati adalah perbuatan. Dengan demikian,ingat baik baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikitpun rasa cinta. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi.
β
β
Tere Liye (Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah)
β
Sejauh manapun aku mengembara, keseluruhan hidup pada hakikatnya adalah perantauan. Suatu saat aku akan kembali berjalan pulang ke asal. Kembali ke satu, yang esensial, yang awal. Yaitu menghamba dan mengabdi. Kepada Sang Pencipta.
β
β
Ahmad Fuadi (Rantau 1 Muara)
β
aku sedang membohongimu tentang menyukai dia yang sebenarnya adalah kamu.
β
β
Mosyuki Borhan
β
Sebab memintamu mencintaiku lagi adalah permintaan yang tak tahu diri. Maka kali ini biarkan aku terus mencintaimu meski kau tidak.
β
β
Devania Annesya (X: Kenangan yang Berpulang)
β
Bahagia ni datang pada hati-hati yang tenang. Pada jiwa-jiwa yang lapang. Dan, jiwa serta hati yang lapang adalah yang sentiasa memaafkan dan yang selalu ingat Tuhan.
β
β
Rehan Makhtar (Seseorang Untuk Aku)
β
Bagiku, hatimu adalah rumahku, dan aku rela untuk tinggal seumur hidupku di sana
β
β
Irin Sintriana (Look After Me)
β
Aku nggak mencari pembenaran apa pun lagi, Mira. Satu hal yang benar adalah aku mencintai kamu. Aku sangat mencintai kamu. Sejak sepuluh tahun lalu." Rayhan
β
β
Sefryana Khairil (Coming Home)
β
Kau bilang aku gila. Tapi satu-satunya yang tak akan pernah memisahkan kita dari apapun adalah puisi. Bahkan saat kau pergi, aku tetap bertahan di larik puisi yang kau cabik....
β
β
Helvy Tiana Rosa
β
diam adalah bahasa yang kuciptakan sendiri, tak banyak yang mengerti, tapi jika aku bicara kalian lebih tidak akan mengerti.
β
β
nom de plume
β
Menunggu adalah tanda cinta sejati dan kesabaran. Semua orang bisa mengatakan aku mencintaimu, tetapi tidak semua orang bisa menunggu dan membuktikan bahwa cintanya itu benar.
β
β
Tommy Jonathan Sinaga
β
Aku tidak ingin mengekangmu, terserah! Bebas kemana engkau pergi!
Asal aku ikut.
β
β
Pidi Baiq (Dilan Bagian Kedua: Dia Adalah Dilanku Tahun 1991)
β
Apakah aku perlu memberi rekomendasi ke rumah sakit jiwa?
Tak perlu, ia sebenarnya waras bukan main, yang gila adalah dunia yang dihadapinya.
β
β
Eka Kurniawan (Beauty Is a Wound)
β
Kamu adalah jawaban bagi semua pertanyaan.
Alasan di semua hal terbaik dalam hidup.
Harapan bagi mimpi-mimpiku.
Kekuatan saat aku sendiri meragukan kemampuanku....
Jadi salahkah jika aku tak ingin siapa pun memilikimu?
Atau, haruskah aku mencintaimu untuk membuktikan keegoisanku?
β
β
Clara Canceriana (If You Were Mine)
β
Hakikatku adalah yang aku pikirkan, bukan apa yang aku rasakan
β
β
Albert Einstein
β
Jarak hanyalah satu titik kecil tak berarti.
Rindu adalah satu koma yang takkan menghentikan kalimat tentang kau dan aku.
β
β
Fiersa Besari (Garis Waktu)
β
bagiku, tampak bahwa, bagaikan tanaman yg hidup, aku merupakan gambaran suatu dunia yang ideal; bahwa aku bukan hanya terdiri dari apa yang kuingin, apa yang kupikir -- aku juga adalah apa yang tidak aku cintai; apa yang TIDAK aku inginkan untuk menjelma
β
β
Gabriel GarcΓa MΓ‘rquez
β
Aku terkesima betapa dunia adalah sebuah tempat yang indah. Sekali lagi aku mendapatkan perasaan euphoria terhadap segala sesuatu di sekitar diriku. Siapakah kita ini, yang selalu hidup di sini? Setiap orang di pelataran itu seperti sebuah harta karun hidup yang penuh dengan pikiran dan kenangan, impian dan keinginan. Aku terkurung di dalam kehidupan kecilku sendiri di bumi ini, tapi itu pun berlaku pada setiap orang lain di pelataran ini.
β
β
Jostein Gaarder (The Orange Girl)
β
Bagiku, Mama adalah surat cinta yang tidak berhenti dikirimkan kepadaku. Aku berharap bisa jadi surat cinta balasan bagi Mama, meskipun aku tahu balasanku tidak akan pernah setimpal. Terima kasih, Mama. Aku mencintaimu."
.
β
β
M. Aan Mansyur (Kukila)
β
Bila hidup adalah guru, aku seperti murid yang tak mampu menjawab pertanyaannya di depan kelas. Yang kuinginkan adalah menghilang, menghilang, menghilang dari tatapan murid lain yang mengejek. Lenyap dari segala pandangan mereka
β
β
Soe Tjen Marching (Mati, Bertahun yang Lalu)
β
Ini cuma sebuah laku bacalah, bukan bacakanlah. Bacalah adalah serupa bisikan, serupa gerimis hujan, desir angin, desir lokan, atau gemerisik dedaunan. Bacakanlah bagai teriakan, berpengeras suara bergema kemana-mana. Sebab bisikan lebih menggoda lebih menjamah lebih menggugah daripada teriakan. Sebab bisikan selalu jatuh lembut di telinga, tak seperti teriak yang menghantam pekak.
Hanya membaca. Sebuah laku pribadi, hening sendiri, hanya dalam hati, sunyi tanpa bunyi. Ketika hanya ada satu benak yang menari dengan benak lain (malaikat jatuh, malaikat patuh, betapa tipisnya, keduanya hanya membuat manusia teramat manusia). Aku tak peduli, benak mana yang akan berbisik. Aku tak peduli, ada atau tiada makna, terserah saja.
β
β
Nukila Amal (Cala Ibi)
β
Berapa harga sebuah Januari? Aku ingin memiliki Januari yang basah. Bulan yang menghapus gerah-gerah. Tapi Januari atau September bukan cincin yang dipajang dietalase toko, yang bisa kita beli kalau uang cukup dan kita jual atau kita tukar bila tidak suka. September adalah utusan Tuhan untuk menemani manusia yang memanggil dosa-dosa di pundaknya.
β
β
M. Aan Mansyur (Kukila)
β
setelah masa penuh darah dan luka untuk mencari cinta, kusadari cinta itu adalah saat aku dan pasanganku lebih suka membeli buku daripada meminjam, kami menghargai jerih payah penulis dengan membelinya. Dan kami saling cinta karenanya.
β
β
Efi F. Arifin
β
Cinta bukanlah suatu persamaan. Cinta bukan suatu kontrak, dan bukan suatu akhir yang bahagia. Cinta adalah papan tulis di bawah kapur tulis, tanah dari mana gedung-gedung muncul, dan oksigen dalam udara. Cinta adalah tempat aku kembali, ke mana pun aku pergi.
β
β
Jodi Picoult (Vanishing Acts)
β
Aku berjalan menyusuri rak-rak perpustakaan. Buku-buku tersebut memunggungiku. Tak seperti manusia yang ingin berjarak denganku, buku-buku itu malah menawarkan diri untuk memperkenalkan diri mereka. Bermeter-meter jajaran buku yang yang tak akan pernah mampu kubaca. Dan aku tahu; apa yang ada disini adalah kehidupan yang merupakan pelengkap kehidupanku, yang menanti untuk dimanfaatkan. Tetapi hari-hari berlalu, dan kesempatan itu tetap tak tergapai----terabaikan. Salah satu buku ini mungkin benar-benar bisa mengubah hidupku. Siapakah aku sekarang? Siapakah sebenarnya aku?
β
β
Jostein Gaarder (Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken)
β
Hidupku terlalu berharga jika hanya untuk memenuhi ambisi pribadi. Yang aku ingin lakukan hanyalah membantu orang lain, terutama kedua orangtuaku. Sudah cukup waktu dan energi yang mereka korbankan buatku. Sudah cukup lama ayah dan ibuku harus hidup berjauhan. Kupikir sekarang adalah saatnya untuk mengambil alih tanggungjawab dan membalas kebaikan mereka. Entah karir apa yang akan kumiliki nanti, semoga itu bisa memberikan akhir untuk pengorbanan mereka.
β
β
Gita Savitri Devi (Rentang Kisah)
β
Aku tidak percaya bentuk Tuhan apa pun, kecuali yang sesuai dengan idealku sendiri. Aku pun tak yakin (pasti malah) tentang ke-tak-ada-annya nasib. Juga tak percaya kita juga. Dewasa ini aku berpendapat bahwa kita adalah pion dari diri kita sendiri sebagai keseluruhan. Kita adalah arsitek nasib kita, tapi kita tak pernah dapat menolaknya. Kita asing, ya kita asing dari ciptaan kita sendiri. Itulah aku kira mengapa kita harus belajar sejarah dan dalam hal ini mengapa aku pesimis.
β
β
Soe Hok Gie (Catatan Seorang Demonstran)
β
Kau adalah imigran gelap yang menjelajah khayalku tanpa permisi, lalu singgah di ujung mimpi. Mantra apa yang kau taburkan sehingga aku menggilaimu seperti ini? Senjata apa yang kau pakai sehingga tamengku tidak sekuat dulu? Haruskah aku menyerah di hadapanmu? Atau perlukah aku berpura-pura tangguh? Apa mesti kau kuusir? Atau kubiarkan saja kau menetap?
β
β
Fiersa Besari (Garis Waktu)
β
Kenapa kau selalu memanggilku Clark? Kau bisa memanggilku dengan nama depan, kau tahu, sama seperti yang lainnya." | "Karena sudah terbiasa. Lagi pula, aku suka menjadi satu-satunya orang yang memanggilmu Clark. Kurasa satu-satunya hal yang bisa membuatku memanggil nama depanmu adalah kalau kau menikah denganku. Kalau itu terjadi, berarti kau akan menjadi Mia Hirano. Dan saat itu aku tidak mungkin memanggilmu dengan nama belakang, bukan?
β
β
Ilana Tan
β
Anggap saja pertemuan di awal huruf dalam doaku adalah sapaan manja untukmu
Aku akan mengajakmu menyusuri barisan puisi
Kubangun sebuah pohon rindang agar kita bisa berteduh dari jauhnya jarak pandang
Setiap waktu hatiku meredamkan gelisah langkahnya
Ada gurat rasa yang masih merunduk malu-malu untuk kumengerti
Disetiap alur jalan yang Allah hadiahkan
Kita masih berpapasan, menatap jawaban,
Sebab mata masih enggan bersinggungan
Diantara poros takdir, kuingin engkaulah rotasiku
Tempat barisan ingatan berputar pada titik yang sama,
Terjebak dalam lingkaran bahagia yang tak berjeda
Kisah yang belum runtun ini biarkan Allah menata
Karena kita telah menitipkannya, maka percayakan ia pada penciptaNya
β
β
firman nofeki
β
Aku adalah airmata yang terlahir dari rahim ibuku. Aku bukanlah kebahagiaan yang terucap dari kehendak Tuhan. Kehendak yang tidak pernah aku ketahui atau sadari keberadaannya. Aku tak pernah menjelma menjadi sungai, danau atau bahkan laut.
Aku bukanlah bianglala yang terlukis dari tangan keindahan. Bukan pula keajaiban matahari yang terbit di pagi hari. Aku adalah burung bulbul yang mati mengenaskan di atas pohon kesedihan.
Aku adalah cacing yang dipatuk ayam dipekarangan. Aku adalah luka yang tergores di kulit pohon di halaman kelas lima. Aku adalah kesendirian yang duduk di aula sekolah di sore hari. Bola basket yang memantul ke lantai dan tidak pernah masuk ke dalam keranjang. Sapu ijuk yang tiba tiba beruban karena usia.
Aku adalah serangkaian kata tanya yang tak pernah menemukan jawaban. Aku adalah laki laki yang terpenjara oleh ilusi dan pikiran pikiran liarnya sendiri. Aku adalah 0, angka yang terasingkan dari seluruh bilangan cacah.
Ia adalah id yang menolak rasa sakit dan menjadikan dirinya kuda binal yang ditunggangi oleh nafsunya sendiri. Ia tak bisa memikirkan hal lain selain rasa lapar yang terpancar dari puting ibunya. Akan tetapi, ia juga adalah seorang serdadu yang kalah perang dan tak tahu arah jalan pulang.
Ia adalah aku, air mata yang terlahir dari rahim ibuku.
β
β
Titon Rahmawan
β
yang aku percaya adalah keseimbangan, tak salah lagi aku selalu mengagumi senja. senja cukup lapang untuk menampung gelap dan cahaya juga duka dan suka secara bersamaan.
tak peduli kebaikan atau keburukanmu, suka atau duka. 1 kesalahan saja kita akan selalu mengingat kesakitan itu, tapi aku tidak. yaa mungkin benar senja menyimpan luka. tapi luka hanya sebuah pernik kecil dari rantai bahagia.
begitulah senja dalam mataku.
β
β
nom de plume
β
Tuhanku Yang Maha Penyayang,
...Aku selalu merasa kurang,
tak pandai, paling tak beruntung,
dan terkadang batinku bertanya
mengapa Engkau tak adil kepadaku.
Aku sadar bahwa menyalahkan-Mu
itu salah, dan karenanya Tuhanku
maafkanlah aku.
Tuhan,
rahmatilah aku dengan kemandirian
yang cukup untuk diriku sendiri,
dan agar yang kulebihkan
adalah untuk kebahagiaan sesama.
Aamiin
β
β
Mario Teguh
β
Pluralisme dan kebhinnekaan sudah kita pahami bersama bahwa engkau dan aku berbeda dia dan saya tidak sama mereka dan kita tidak serupa. Itu sudah selesai. Semua orang sudah tahu. Yang belum selesai itu adalah bagaimana engkau dan aku yang tidak sama itu dia dan kita yang tidak serupa itu kamu dan kami yang tidak sebangun itu mempunyai hak yang sama peluang yang sama kedudukan yang sama harkat yang sama marwah yang sama dalam kehidupan bernegaraβ - Mukhlis PaEni
β
β
Mukhlis Paeni
β
Sebab aku tidak hidup di masa lalu ataupun di masa depan. Aku hanya tertarik pada saat ini. Berbahagialah orang yang bisa berkonsentrasi hanya untuk saat ini. Akan kaulihat bahwa di gurun ini pun ada kehidupan, di langit sana bintang-bintang bersinar, dan suku-suku berperang karena mereka bagian dari umat manusia. Hidup ini akan terasa seperti pesta bagimu, suatu festival meriah, sebab hidup ini adalah saat yang kita jalani sekarang.
β
β
Paulo Coelho (The Alchemist)
β
Tak ada hal yang paling ganjil dari realitas bahwa aku tidak memiliki diriku sendiri. Aku cuma sebatas apa yang orang lain pikirkan.
Ini bukan sekedar kata kata yang terselip di dalam benak setiap orang, ini fakta yang ingin kita kubur dalam dalam. Aku tidak sedang berfilsafah tentang makna hidupku sendiri. Aku sedang mengorek luka yang berkecamuk di dalam benak semua orang. Kita pernah menjadi zombie sekali. Dan kita akan menjadi zombie di kesempatan yang lain.
Zombie zombie bangkit dari kubur tidak sebagai orang mati. Tidak juga sebagai yang hidup. Mereka adalah perwujudan dari ketidakberdayaan manusia. Mereka menjelma jadi serigala yang lapar dan ingin menghisap darah dari kehidupan. Mereka tak sanggup hidup dalam arti hidup yang sesungguhnya. Mereka mati dalam kehinaan dan kesia siaan.
β
β
Titon Rahmawan
β
Aku baca lagi tulisan Scott, "Kamu mengharap sesuatu dan kamu kecewa saat tidak mendapatkannya. Coba kalau kamu tidak mengharap apa apa kamu justru tak terbeban apapun" Dan sekali lagi dia benar. "Esensinya adalah memberi dan tidak menuntut, tulus dan tak punya pamrih, ikhlas dan tidak memaksa. Ia memberimu ruang untuk terbang dengan bebas dan leluasa. Tidak memenjarakanmu dengan gagasan dan idenya sendiri. Tidak mengungkungmu dalam kebebalan hasrat dan kecemburuan yang membabi buta, atau dalam sikap posesif dan egoisme sempit. Ia memberimu tempat untuk bertumbuh, ruang untuk bercermin dan menjadikan seluruh waktumu berharga. Sehingga, tidak akan ada lagi satu perkara pun yang sia sia.
β
β
Titon Rahmawan
β
Aku belum tahu apakah Islam itu sebenarnya. Aku baru tahu Islam menurut HAMKA, Islam menurut Natsir, Islam menurut Abduh, Islam menurut ulama-ulama kuno, Islam menurut Djohan, Islam menurut Subki, Islam menurut yang lain-lain. Dan terus terang aku tidak puas. Yang kucari belum ketemu, belum terdapat, yaitu Islam menurut Allah, pembuatnya.
Bagaimana? Langsung studi dari Qurβan dan Sunnah? Akan kucoba. Tapi orang-orang lain pun akan beranggapan bahwa yang kudapat itu adalah Islam menurut aku sendiri. Tapi biar, yang penting adalah keyakinan dalam akal sehatku bahwa yang kupahami itu adalah Islam menurut Allah. Aku harus yakin itu!
β
β
Ahmad Wahib
β
kalau suatu hari kamu bersedih dan hatimu merasa bagai terluka, mungkin aku belum bisa menjadi penghibur sempurna bagimu. kesedihan pasti akan tetap berada di hati dan bergerak mempengaruhi otakmu. dan kalau kamu mengungkapkan bahwa diriku penyebab kesedihanmu, entah bagaimana aku akan meminta maaf padamu. barangkali aku akan memarahi diriku sendiri hingga separuh diriku ikut membenciku. dengan begitu aku berharap kamu bisa melihat betapa penyesalanku telah melukaimu harus kubayar dengan membenci diri sendiri. seandainya hatimu belum menerima penawar itu, aku tahu harus melakukan apa untuk berusaha menyembuhkan hatimu dan mengembalikannya seutuh selayaknya hati bahagia. mintalah apa yang tak bisa aku lakukan, itu akan aku lakukan dengan segala nurani. malam akan aku tantang untuk berhenti mengutari bumi dan matahari aku tahan dari edarannya.
kalau kamu sedang sendiri, katakan di mana kamu ingin aku menjemputmu supaya kita bisa berjalan berdua dan menggiring jarum jam melaju lebih kencang. tunjuklah titik kecil di langit malam, aku akan mendekati malaikat dan merayunya agar rela mengantarku mengambilnya dan memberikannya padamu agar menemanimu dan kesepian menjauhimu. kalau kamu sedang sendirian di dekat jendela kamarmu sambil menungguku, lihatlah ke arah utara, angin gunung mengantarkan rinduku buatmu. kalau hari ini kamu adalah diriku, cintailah dengan hatimu
β
β
wasiman waz
β
Saat rintik-rintik itu datang, aku tahu...
akan ada hujan yang hadir di antara bening kristal
yang menetes perlahan di matanya...
Belumkah cukupkah gumpalan awan mendung tinggal di dalam rumah hatiku?
Lalu, dari mana sang matahari akan bangun
dari lelap tidurnya?
Andai aku bisa mengejar kunang-kunang
sang pemburu waktu...
akan kukunci sisa-sisa hidupku bersama nyanyian hujan.
Bahagiaku terbawa angin bersama
kumpulan debu menyedihkan.
Hancur... tak tersisa sedikitpun tawa
yang mengembang di bibir.
Sebab tawa itu telah meramu emosi menjadi desakan luka.
"Aku pun menyadari ada hidupku yang bias....
Namun, hujan dan kamu adalah cinta!"
#NyanyianHujan - @sintiaastarina(less)
β
β
Sintia Astarina
β
Oh Kay kau seperti kunci yang membuka pintu hatiku. Pesonamu meremukkanku.
Seperti golok yang berdencing mengiris ngiris dagingku memotong tipis jantungku. Biar kau tetak leherku dengan rindu yang kau ciptakan tanpa iba dan belas kasihan.
Kay oh Kay tak ada yang menyerupaimu di dunia ini.
Sebab bagimu, aku adalah bocah nakal yang boleh menangis demi sebuah boneka mainan. Kemana kau berlagu, irama musik kan menyertaimu. Dan biarkan lantai dansa mendatangimu, memutar dan meninggikanmu dalam tarian yang membuat semua orang tergila-gila.
Kay oh Kay kau gobang pedang parang celuritku. Kau belati yang menikam nikam, kau rajam aku dengan jarum manis lugu senyumanmu. Kau mulut manis yang mendesah yang mengerang yang tertawa yang membuat jiwaku resah gelisah.
Kau Kay oh Kay. Ludahmu yang manis menetes bagai madu yang paling gula di benakku yang kehausan. Kuhasratkan engkau dari sarang yang paling mesum, jalan yang paling ingkar dan pikiran yang paling lancung. Kuingin kecap nektar bungamu yang paling nikmat.
Oh betapa kau nodai aku dengan apimu. Kau jerat aku dengan kepolosanmu. Dengan ketelanjanganmu yang membuatku sesat. Betapa kau memberi asa yang tak kumiliki. Kau menangkan hati yang tak kuperjuangkan.
Kay oh Kay engkau satu satunya jawaban yang tak pernah kupertanyakan. Tujuan yang tak pernah aku duga tapi menyambutku dengan riang gembira. Kaulah kenyataan yang tak pernah aku mimpikan namun terwujud dengan sendirinya.
Bagaimana aku menerimamu sebagaimana engkau menerimaku dengan segenap pesona kegilaanmu. Kay oh Kay rembulan matahariku. Kaulah sungai sekaligus lautku. Hanya padamu mataku tertuju, hanya padamu hatiku tergetar.
Kau biarkan aku menjadi kunci yang memasuki lobang jiwamu yang paling gelap. Bukan dalam keagunganmu anganku mengembara, melainkan dalam kemolekanmu yang memabukkan. Kau telah memenjara jiwaku yang paling celaka.
Oh Kay kau pisau dapurku, kapakku, gergajiku, palu obengku. Kau perbudak aku dalam nafsu tak terlerai ini. Padamu aku menghamba bagai seorang pelayan yang bodoh. Kambing tuli dan buta yang cuma mengabdi pada satu tuan. Kaulah majikan dari semua hasrat dan kedegilan ini.
Semua yang aku ketahui tentangmu adalah palsu. Bagaimana engkau berkenan mengijinkan aku mencintai orang lain selain dirimu? Kay oh Kay bila sungguh memujamu akan memberiku makna hakiki sebuah puisi, lalu bagaimana engkau bisa memberiku cinta sejati yang tak pernah engkau miliki?
β
β
Titon Rahmawan
β
Bagaimana ia bisa mencintai diriku sebegitu rupa. Bukan atas apa yang orang lihat pada diriku. Pada rupa pesona kecantikan yang lugu, polos dan sederhana ini. Pada kecerdasan yang alami, atau kebaikan hati, atau keceriaan yang tidak pernah dibuat buat. Tapi, bagaimana ia bisa merasakannya? Seperti sejuk embun yang mengecup keningnya di waktu subuh. Kehangatan mentari yang bersinar menembus punggung bukit, rimbun dedaunan, dan menembus kisi kisi jendela. Ditingkah riuh suara burung dan kokok ayam jantan menyambut pagi. Perasaan yang barangkali hanya dia yang tahu. Serupa rasa haus yang hanya mungkin terobati oleh kehadiran senyum yang tulus. Yang tidak menjanjikan apa apa, selain daripada cinta dan mungkin juga keabadian. Itulah yang kemudian dinyatakannya padaku lewat sebuah puisi, "Sekiranya kau ijinkan aku mencintai empat orang sekaligus, maka orang itu adalah dirimu, dirimu, dirimu dan dirimu.
β
β
Titon Rahmawan
β
Apa yang bisa membawa kita pada kesesatan adalah kecenderungan bahwa semua manusia akan bersiteguh pada apa yang mereka yakini. Tak ada manusia yang mau dianggap sesat meskipun mereka sebenarnya sesat di mata orang lain. Tapi bagaimana aku bisa menganggap orang lain sesat bila aku sendiri tidak memahami apa makna kebenaran yang sesungguhnya? Sementara manusia akan selalu melihat pada keyakinannya sendiri, dan tentu saja mereka akan mengingkari pandangan orang lain. Tidak ada setitik pun keraguan dalam kebenaran itu. Sebagaimana selalu ada kebenaran dalam hal hal besar, maka akan selalu ada kebenaran dalam hal hal yang kecil.
Kebenaran itu meliputi segalanya. Dan itulah yang memaksaku untuk berpikir. Aku ada di dalamnya. Dia bukanlah obyek dari pengamatanku. Sebaliknya, aku adalah jasad renik yang terperangkap di dalam preparat di bawah mikroskop mata Sang Kebenaran. Aku tidak mengetahui apapun tentang dirinya, sementara dia mengetahui segala sesuatu tentang diriku. Apakah aku harus merasa malu dan menutup diri atas ketelanjanganku yang demikian kotor dan daif? Bahkan untuk memikirkannya pun aku tidak merasa pantas. Bahkan hanya untuk sekadar berpikir tentang keberadaanku sendiri aku merasa tak layak. Dalam hal ini, aku bergantung sepenuhnya pada kebaikan dan kemurahan hati-Nya.
β
β
Titon Rahmawan
β
Apakah arti relasi dengan orang terdekat atau teman hidup? Sebagian orang mengartikannya sebagai pendamping hidup dalam melewati suka dan duka, membina satu hubungan rumahtangga yang harmonis, bersama-sama meraih kesejahteraan keluarga. Aku pun demikian. Namun lebih jauh lagi, teman hidup bagiku adalah partner perjuangan. Sebuah relasi bisa saling memberi ruang bagi semangat positif masing-masing. Sejak berpacaran dengan Alva, dan memiliki niat serius untuk masuk ke jenjang pernikahan, aku tahu permulaan apa yang harus kami buat. Yang harus kami bina adalah melatih diri kami untuk menjadi "pembentuk" sukses satu sama lain. Dan pada akhirnya, menjadi sukses bersama. Relasi kami jangan saling mengubur potensi masing-masing, atau lebih parah lagi melumpuhkan hasrat untuk berkembang.
β
β
Alberthiene Endah (Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar)
β
Ibu tak pernah menangis seperti itu. Sepanjang yang aku ingat. Tangisnya serupa guci keramik di rumah Yangkung yang tak sengaja aku pecahkan. Jatuh dan lalu hancur berkeping keping. Ia tak pernah kembali utuh seperti semula.
Kita tak bisa hidup dengan kenangan kenangan buruk seperti itu. Sejak kapan perasaan ibu lebih penting dari perasaanku sendiri? Tapi aku tahu, aku semestinya menggugat mengapa pikiran serupa itu berkelebat di dalam benakku?
Ibu bukanlah simbol yang harus diterjemahkan dengan kata kata. Ia adalah representasi dari hidup dan sekaligus kehidupan. Semestinya ia adalah perwujudan dari hidup itu sendiri. Betapa pun, aku tak bisa memikirkan makna kehidupan tanpa mengindahkan kehadiran ibu dalam hidupku.
Tapi mengapa ibu tak selalu mewakili apa yang aku pikirkan? Ia tak selalu cantik, lembut dan penuh kasih sayang. Matanya terlihat sayu, sembab dan menanggung terlalu banyak kepedihan. Terlalu banyak mutiara yang tertumpah dari matanya. Seperti doa doa yang tak putus ia panjatkan. Apakah hanya dengan kesedihan kita bisa memaknai arti kebahagiaan yang sesungguhnya? Apakah orang mesti jatuh agar ia bisa tegak berdiri?
Dan ibu mungkin teladan yang tak selalu bisa kita mengerti. Sebab dia membesarkan kita anak anaknya, lebih banyak justru dengan penderitaan penderitaannya sendiri.
β
β
Titon Rahmawan
β
Kesedihan telah memaksaku berdiri di ambang kehancuran. Seperti jurang menganga yang setiap hari menelan kemarahanku. Namun aku tidak sedang mengetuk pintu rumah orang hanya untuk meminta belas kasihan. Seperti ibu, aku telah jadi sebatang pohon yang keras kepala. Aku merasa memiliki batang yang kuat dan akar yang kokoh.
Walau terkadang, aku masih tergiur untuk menjadi sesuatu yang lain; seperti menara gereja, atau mungkin gapura di pinggir jalan. Ini bukan analogi dari apa yang orang lihat. Karena, tak semua orang bisa memahami kesendirian dan kesedihan orang lain. Walau mungkin orang bisa saja merasakan kehadiran Tuhan saat mereka melihat menara gereja.
Dalam sebuah gapura aku melihat gerbang menuju pintu rumah ibu. Ia adalah kerinduan yang tak henti hentinya mengalir. Seperti tetesan hujan yang menitik dari atap yang bocor. Tidak ada satu hal pun yang berubah, kecuali barangkali diriku sendiri.
Demikianlah, aku masih berkutat dengan keresahanku sendiri. Memimpikan laki laki perkasa itu terbang ke bulan, menunggangi seekor kuda yang tak lain adalah egonya sendiri. Aku tahu, kesedihan hanya akan memaksaku menjadi orang yang akan aku sesali. Hidup tidak selalu menawarkan kemewahan atau kebahagiaan. Aku hanya ditakdirkan untuk memilih. Dan semoga Tuhan hadir dalam diriku, walau cuma serupa sebatang lilin, dengan kerdip cahaya yang lemah.
β
β
Titon Rahmawan
β
Ada begitu banyak kemalangan, namun dari semua itu kebodohanlah yang tinggal menetap. Orang-orang bodoh melihat, mendengar dan merasakan seperti orang-orang lain, akan tetapi mereka sama sekali tidak memiliki pemahaman atas diri sendiri dan keadaan di sekelilingnya.
Berusaha memahami si bodoh adalah suatu tindakan yang sia-sia, pada akhirnya tanggapan mereka hanya akan membangkitkan amarah dan kejengkelan.
Kebodohan serupa botol yang memiliki lubang di dasarnya, Seberapa pun banyaknya kebaikan dan pengetahuan yang kita tuang ke dalamnya ia akan berlalu dengan sia-sia.
Mereka yang termasuk ke dalam golongan orang-orang bebal adalah mereka yang menukar sahabatnya dengan uang, dan menggantikan saudaranya dengan kilau emas dan permata.
Hati orang bodoh ada dalam lidahnya dan dengan hal itu ia menggembar-gemborkan kelebihannya yang tak lain adalah sebuah omong-kosong. Sebaliknya, lidah orang bijak ada adalam hatinya dan ia memeliharanya dengan sangat hati-hati agar tidak mengucapkan hal-hal yang tidak perlu.
Dan bahkan, hidup orang bebal jauh lebih buruk dari kematian. Orang-orang bebal dan dungu hanya akan menjadi beban bagi kehidupan, karena seumur hidup mereka tak pernah mau belajar.
Kebodohan adalah batu pejal yang dibuang orang ke dalam sungai karena menghalangi orang yang akan lewat.
Kebodohan punya banyak nama dan mereka menunjukkan wajahnya dalam berbagai wujud. Aku dapat menyebutkan sejumlah di antaranya, yaitu: egoisme dan keras-kepala, bebal dan degil, sikap anarkhi yang membabi buta, sikap acuh-tak acuh dan ketidak-pedulian, pembenaran diri sendiri, tak mau mendengar nasehat, dan kecerobahan yang tak terobati.
β
β
Titon Rahmawan
β
Aku tidak suka ide tentang perang. Ketidaksukaanku itu sudah melewati batas benci. Aku pikir, dengan ikut perang artinya secara tidak langsung aku menyetujui ide itu sekalipun tujuannya hanya untuk membela diri.' Kek Su kelihatan bersungguh-sungguh dengan ucapannya. 'Waktu itu aku masih muda. Perang benar-benar menyebalkan, tidak ada yang menyenangkan ketika kau melihat orang tertembak di kepala, atau melihat tumpukan mayat berserakan seperti bangkai tikus. Sama sekali tidak menyenangkan. Aku memilih tidak peduli, aku tidak peduli siapa menang siapa kalah, tidak peduli pada akhirnya siapa menjajah siapa, aku bahkan tidak peduli ada atau tidak adanya negara. Selama aku merasa tidak dijajah siapa pun, maka aku bebas. Bagiku yang penting saat itu adalah perang segera berakhir. Kira-kira seperti itu. Wangi nyawa manusia tercium di setiap sudut kota, dan ketololan itu nampaknya tidak akan lekas berakhir. Aku benar-benar merasa sendirian.
β
β
Sabda Armandio (Kamu: Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya)
β
Kesedihan seperti telaga yang hening di dinding ibu. Dinding yang terisak dan mengukir lagi masa kecilku. Seberapa sepinya aku saat itu? Sungguh. Aku tak mengerti, mengapa kubuat dinding itu menangis? Ia sudah seperti rumah bagiku. Tempat aku tidur dan terlelap di malam hari. Tempat aku bermain dengan kesendirianku. Lalu, mengapa aku buat ia menangis?
Ada hal hal yang ingin kulupa dari waktu kecilku sendiri. Detik detik yang tidak berarti. Kemarahan yang perlahan hangus dan lalu mengabu dalam hatiku. Walau kini, ia sudah bukan lagi api. Ia sudah menjadi dingin. Tapi, mengapa luka itu masih saja ada di sana?
Bukankah aku laki laki yang dibesarkan oleh dinding ibuku? Lalu, mengapa aku berpaling daripadanya? Mengapa aku kenakan topeng itu, hanya untuk melihat ia tersenyum? Aku sudah menjadi lelaki yang lain. Lelaki yang bukan kanak kanak yang ia besarkan dulu. Ada banyak topeng yang kini aku kenakan. Salah satunya adalah kesendirian, yang lain adalah amarah.
Aku tahu, aku telah membuatnya bersedih. Dinding itu telah lama menjelma jadi sebatang pohon dengan kulit yang renta, mengelupas di banyak tempat. Rantingnya mulai merapuh dan daun daunnya yang gugur, berserakan di mana mana. Ia bukan lagi pohon yang dulu biasa aku panjat. Bukan, ia tidak sedang menjadi pohon yang lain. Melainkan diriku. Akulah yang kini berubah. Seperti langit biru yang mendadak kelam. Seperti mendung yang menaungi hati yang tak hentinya menangis.
Apakah untuk menjadi seorang lelaki, aku harus mengorbankan perasaan perasaanku sendiri? Apakah untuk menjadi seorang lelaki aku harus meninggalkan masa kecilku hanya untuk mendengarkan suara suara orang lain; hardikan, umpatan, cemoohan dan teguran teguran yang seringkali menyakitkan hati.
Aku sudah lama sekali tenggelam, mungkin sejak terakhir kali aku terlelap di bawah pohon ibu. Pohon di mana dulu jadi tempatku bernaung. Pohon itu masih ada di sana, sunyi dan sendiri. Berasa jauh tapi pun dekat. Aku terkadang ingin menyentuhnya, seperti aku menyentuh dinding ibu untuk pertama kali. Tapi aku tahu, aku sudah bukan yang dulu lagi. Dan ibu seperti rumah yang merindukan kehadiranku. Ia ingin aku pulang padanya. Tapi entahlah, apakah besok masih cukup ada waktu untukku untuk menjadi diriku sendiri?
β
β
Titon Rahmawan
β
Mengapa pengemis direndahkan? Aku yakin alasannya sangat sederhana, yaitu karena mereka gagal hidup layak. Dalam prakteknya, orang tidak peduli apakah suatu pekerjaan itu berguna atau tidak, produktif atau bersifat parasit; satu-satunya hal yang penting adalah bahwa pekerjaan itu harus menguntungkan. Dalam semua perbincangan modern tentang efisiensi, pelayanan sosial dan lain-lain, adakah makna lain selain 'Dapatkan uang, bikin jadi legal, dan dapatkan banyak-banyak'? Uang sudah menjadi alat ukur utama moralitas. Dengan ukuran ini pengemis gagal, dan karenanya mereka direndahkan. Kalau orang bisa berpendapatan sepuluh pound seminggu sebagai pengemis, profesi ini akan segera menduduki posisi terhormat. Seorang pengemis, dilihat secara realistis, adalah sekedar seorang pengusaha yang mencoba bertahan hidup, seperti halnya pengusaha lain, dengan cara menggunakan tangannya. Dia tidak pernah menjual kehormatannya, lebih dari kebanyakan orang modern; dia hanya berbuat kesalahan dengan memilih usaha yang tidak memberinya kemungkinan untuk jadi kaya (hal. 268)
β
β
George Orwell (Down and Out in Paris and London)
β
Telah kukirim warna warni pelangi itu bersama salam dari adikmu. Ternyata ia juga rindu berkelakar denganmu. Jadi baik baiklah engkau melihat dunia, Nak. Mungkin ia tak seindah taman bunga yang pernah Bunda ceritakan. Ada teman yang akan menyambutmu dengan senyum dan jabat tangan. Tapi mungkin, ada mata yang akan menatapmu dengan curiga. "Apa yang akan engkau perbuat di sini? Jangan kau curi apa yang aku punya!"
Pandai pandailah engkau menyalin baris baris ingatan dari semua petuahku dulu. Seberapa penting dan bernilainya itu bagimu kini. Sebab, hanya cinta Bunda yang akan mengatarkanmu melewati hari hari hujan. Hari hari tanpa mimpi. Keras suara guntur dan kilat berkelebat. Tapi kau tak perlu takut Nak. Karena kau tak pernah sendirian. Ada Bunda yang akan membimbingmu melewati jalan kelok berliku. Jalan yang penuh tikungan dan tanjakan yang tersembunyi. Jalan yang mungkin tak selamanya lurus. Jalan yang akan membuatmu letih.
Awalnya mungkin engkau akan mengeluh. Mungkin engkau akan menangis sesekali. Mungkin engkau akan merasa jengkel dan bahkan marah. Tapi biarlah perasaan perasaan itu mengalir seperti sungai. Karena akan selalu ada laut di hati Ibu, di hati Bundamu ini. Luas samudra yang akan menampung semua keluh kesahmu.
Ada pesan pesan pendek yang akan menyapamu setiap pagi. Jadikan itu roti dan selai choco crunchy sarapan kegemaranmu. Akan ada bunga yang wangi semerbak yang di kirim dari kantor ayah untuk menceriakan pagi harimu. Ia mungkin tak banyak bicara menyuarakan perasaannya, tapi ketahuilah Nak, bahkan di tengah kesibukannya ia tak pernah berhenti memikirkanmu.
Sesekali ia berhenti mengajar, hanya untuk mengirim pesan padaku, "Adakah kabar dari putri kesayangannya hari ini?" Bahkan ia tak sabar menunggu datangnya akhir pekan, agar ia leluasa berbicara denganmu dari hati ke hati. Sebab ia tahu, betapa harimu kadang mendung kadang hujan. Dan ketika mati lampu, matanya seperti menerawang di dalam gelap. Dengan setengah berbisik ia bicara kepada Bunda, seandainya saja ia bisa jadi pelita yang menyala untukmu sepanjang hari.
Saat malam datang mengendap dan adikmu lelaki telah lama mendengkur, Bunda acap mendengar suara ayahmu seperti mendesah di dalam mimpi. Ia menangis terbata menyebut nyebut namamu. Bunda tak hendak membuatnya terjaga. Sebab tangis itu seperti juga doa. Seperti kerinduan laut yang tak bertepi. Seperti cerah langit merah jelang subuh dini hari. Kamu bisa menyebutnya sebagai cinta. Itulah cinta yang menambatkan hati bunda ke pelukan ayahmu.
Ia seperti senyap pawana yang menyelinap di malam buta dan berusaha masuk lewat jendela kamarmu. Ia mungkin tak akan berucap sepatah kata pun. Ia hanya akan menatapmu sejenak. Memastikan engkau tidur terlelap. Ia mungkin cuma ingin tahu, apakah selimut yang kamu pakai cukup tebal dan hangat membungkus tubuhmu. Apakah AC di kamarmu menyala terlalu dingin? Apakah senyum manis menghias wajahmu dan membawamu bermimpi tentang surga? Ketahuilah Nak, itu adalah kerinduan kami dan perasaan perasaan lain yang tak terlukiskan.
β
β
Titon Rahmawan
β
Tahukah kamu, ada momen di mana tak ada kata kata yang dapat mewakili apa yang kita rasakan? Bahkan ketika perasaan itu hadir berusaha menyapa keseharian kita, dan masih saja belum kita temukan kata kata yang tepat.Β Kalaupun hari ini aku ingin menyapamu lewat cerah matahari pagi, dan derum kesibukan di jalan yang bakal menunggumu sebentar lagi, atau celoteh tetangga sebelah yang lagi asyik ngobrol di depan rumah meningkah suara pompa air yang tak putus putusnya.
Ingatkah kamu, mata hati kecintaanku, kalau semestinya hari ini adalah hari yang istimewa bagimu? dan aku ingin memberimu sebuah ciuman. Tentu saja kalau engkau tak keberatan. Walau, aku masih saja belum menemukan satu kata yang tepat. Tapi biarlah tanda mata ini cukup untuk mengenang hari di mana dulu engkau hadir ke dunia ini dan aku masih mengingat, betapa bahagianya diriku saat itu. Bayi mungil tampan, yang tak puas puas aku cium dengan gemas. Dan kemudian waktu jalan bergegas meninggalkan jejak masa lalu di belakang kita.
Lihatlah kini, kita telah sama sama beranjak menua. Aku mungkin, tapi engkau tidak. Engkau masih saja seperti bocah kecil itu dulu yang kugendong dan kubawa kemana mana. Karena aku tak pernah mampu menepis apa yang aku rasa kepadamu. Walau aku tak kunjung jua menemukan sebuah ungkapan yang tepat. Tapi biarlah ini cukup untuk melipur lara di hatiku, karena aku tahu entah bagaimana engkau akan mengerti. Betapa aku sungguh menyayangimu. Sekiranya ada satu hal yang bisa aku beri, di hari yang sungguh teristimewa ini, maka katakanlah. Katakan apa saja yang engkau mau. Karena itu akan jadi doaku, betapa aku ingin melihatmu selalu sehat, senantiasa tersenyum dan berbahagia. Lebih dari apapun. Lebih dari apa yang dapat engkau mengerti.
β
β
Titon Rahmawan
β
282 Paradoks: Kesucian itu lebih mudah dicapai daripada ilmu pengetahuan, tetapi lebih mudah menjadi orang terpelajar daripada menjadi orang kudus.
283 Hiburan sekadar untuk mengalihkan perhati-an: Engkau memerlukannya! Buka matamu lebar-lebar sehingga gambaran-gambaran segala benda masuk, atau tutuplah matamu sebagai akibat dari kepicikanmu.
Tutuplah matamu terhadap segala hall Miliki ke-hidupan batin dan engkau akan melihat keajaiban dari dunia yang lebih baik, dunia baru dengan segala warna dan perspektif yang tak pernah terbayangkan sebelumnya dan engkau akan mengenal Allah. Engkau akan dapat merasakan kelemahan-kelemahan¬mu, dan engkau akan lebih menyerupaimu Allah ... dengan keilahian yang akan membuatmu lebih me¬rupakan saudara-saudaramu sesama manusia, ketika engkau menjadi lebih dekat dengan Allah Bapamu.
284 Cita-cita: supaya aku menjadi balk, dan agar orang-orang lain menjadi lebih balk dari diriku.
285 Pertobatan adalah suatu usaha sekejap. Penyucian adalah suatu usaha untuk seumur hidup.
286 Tak ada sesuatu yang lebih baik di dunia ini, selain daripada hidup dalam rahmat Allah.
287 Kemurnian dalam niat: engkau akan selalu memilikinya, bila engkau selalu dan di dalam segala hal berusaha untuk menyenangkan Allah.
288 Masuklah ke dalam luka-luka Kristus yang tersalib. Di situ engkau akan belajar menjaga indramu, engkau akan memiliki kehidupan batin dan dengan tak henti-hentinya engkau mempersembahkan kepada Bapa penderitaan Allah kita Yesus Kristus dan pen¬deritaan Bunda Maria, untuk menebus dosamu dan dosa semua manusia.
289 Ketidaksabaranmu yang mulia untuk meng-abdi Allah tidak mengecewakan-Nya. Akan tetapi, ketidak-sabaran itu akan menjadi sia-sia bila tidak disertai dengan penyempurnaan yang efektif dalam tingkah lakumu sehari-hari.
290 Memperbaiki diri. Sedikit demi sedikit setiap hari. Itulah yang harus menjadi usahamu yang tetap jika engkau benar-benar ingin menjadi orang kudus.
β
β
JosemarΓa EscrivΓ‘
β
Aku tak suka menunggu, aku tak mau kehilangan kesempatan. Mereka yang berhasil adalah mereka yang berani mengambil resiko dan bertanggung jawab atas segala konsekuensinya. Selain hubby mungkin tak ada orang yang bisa memahami kegelisahanku, dan oleh karena itu pulalah aku tak ingin dimengerti. Aku tahu, aku harus memberi makan anjing anjing di dalam diriku, karena bila tidak maka mereka akan pergi atau bahkan mungkin mati. Ini akan selalu menjadi sebuah dilema besar bagi diriku. Aku tidak akan pernah mengikhlaskan kepergian mereka dan terlebih lagi, aku tak akan membiarkan mereka mati.
Betapa besar arti mereka bagi hidupku. Mereka sudah demikian setia mendampingiku, selalu menjaga dan mencintaiku. Tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang sedemikian perhatian dan penuh pengorbanan sebagaimana apa yang telah ditunjukkan oleh Scott dan kawan kawannya itu padaku. Aku tidak bisa hidup tanpa mereka dan sedemikian pula sebaliknya. Jadi demikianlah, kami harus menjalani karma ini bukan sebagai sebuah kutukan melainkan sebagai sebuah berkat.
Bagaimana aku bisa memisahkan diriku dari nafsu dan juga cinta? Mereka adalah bagian dari darah dan dagingku. Anak anak yang telah aku lahirkan dan harus terus kupelihara. Bilapun ada pertentangan antara kebaikan dan keburukan. Aku tak bisa mencintai yang satu dan mengabaikan yang lain. Mereka adalah perwujudan dari kebaikan dalam diriku dan hasrat yang tak pernah ingin berhenti, rasa lapar yang demikian menggigit. Rasa haus yang kian lama kian mencekik. Mengapa aku harus melawan diriku sendiri? Aku tidak diciptakan untuk mengingkari harkat kemanusiaanku. Aku tidak membutuhkan pembenaran untuk apa yang memang seharusnya aku lakukan.
Aku, demikianlah diriku yang sesungguhnya. Makhluk yang leta dan fana ini. Kemana aku akan pergi, kemana langkah harus kutuju? Sementara, tak ada orang yang peduli selain daripada mereka yang dengan tulus murni mencintaiku tanpa pamrih. Mereka yang senantiasa hadir saat aku tengah berada dalam kesulitan. Mereka yang rela mengorbankan segalanya bagi diriku. Jangankan harga diri dan kehormatan. Sekiranya keadaan menuntut agar mereka mesti mengorbankan nyawa mereka bagiku, maka itulah yang akan mereka perbuat. Jadi mengapa aku harus larut di dalam penderitaan yang merongrong jiwaku sendiri? Mengapa mulutku harus berkeluh kesah? Tak ada satu pun yang akan menjamin keselamatanku di dunia ini. Juga mungkin di dunia yang akan datang. Dan oleh karena itu, maka biarlah aku berserah diri pada nasib dan sekaligus takdir yang semestinya harus aku jalani.
β
β
Titon Rahmawan
β
POHON HAYAT
Demikianlah, ia melekapkan bunga pada malainya, putik pada tangkainya, daun pada rantingnya dan buah-buah berwarna kuning cerah pada setiap cabang dari dahan pohon pengetahuan itu. Sebagaimana ia melekatkan putih yang semenjana pada paras wajah perempuan yang ia ciptakan dari tulang rusukku.
Sedemikian rupa, ia pulaskan secebis rona apel merah pada keluk bibirnya untuk menyenangkan hatiku. Lalu ia gabungkan kilau cahaya Sirius, Canopus dan Arcturus pada bening biji matanya agar aku dapat berkaca di kedalamannya yang hijau lumut.
Dan kemudian, dibuatnya sepasang lengkung alis mata dari iring-iringan semut gajah agar menjadi taman tempat aku bermain-main. Sementara pada gerai rambutnya dibalutkannya hitam yang berombak seperti laut yang di dalamnya aku bisa bersembunyi.
Tapi melampaui semua itu, dibuhulnya rimbun semerbak semak lantana tepat pada pangkal pahanya, yang padanya aku akan jatuh berahi. Dan lalu dipahatnyalah sepasang tempurung pembangkit nafsi yang kenyal mengkal, serupa tatahan sempurna ranum buah mangga pada busung dadanya. Tak lupa ditambahkannya puting anggur kirmizi pada puncak susu perempuan itu, agar nanti ia bisa menjelma sempurna menjadi ibu dari anak-anakku.
Namun aku sengaja tak memberinya nama, sampai semua yang lain selesai aku beri sebutan. Pada yang hijau aku beri nama hujan. Pada yang biru aku beri nama langit. Pada yang kelam aku beri nama malam. Pada yang terang aku beri nama siang.
Demikian pun pada mereka yang mengeriap. Pada mereka yang berjalan dengan empat kaki. Pada mereka yang melata dengan perutnya. Pada mereka yang terbang di langit. Pada mereka yang berenang di dalam air serta pada segala yang berkilauan di angkasa raya. Bahkan pada semua jenis kerikil dan batu-batu, aku menyematkan nama mereka satu persatu.
Begitulah, segala sesuatu memperoleh nama dan sebutannya masing-masing. Supaya kepada setiap nama itu aku dapat memanggil dan di dalam nama itu mereka dapat dikenal. Akan tetapi, khusus bagi perempuan itu (sebab ia adalah satu-satunya yang tercipta dari tulang rusukku) maka aku hendak memberinya nama yang teristimewa. Sebuah nama yang paling indah dari semua nama yang telah aku berikan.
Akan tetapi, aku tak kunjung menemukan nama yang sesuai bagi dirinya. Sampai kemudian, tepat di mana bertemu empat buah sungai, kulihat ia sedang memintal air matanya hanya sepuluh langkah dari pohon pengetahuan itu.
Aku mendapati perempuan itu tengah duduk bersimpuh mengaduk-aduk tanah dan membuat adonan lempung dengan air matanya.
"Apa yang sedang engkau perbuat, wahai Perempuan?" Tanyaku pada dirinya.
"Aku sedang membuat ramuan cinta, untuk membuhul ikatan abadi di antara kita berdua..." demikian ia menjawab pertanyaanku.
Dan pada saat itulah aku mendapatkan sebuah nama yang tepat untuk dirinya. Eva, itulah nama yang kemudian aku berikan padanya. Sebab ia adalah ibu dari semua kehendak alam dalam diriku. Aku persembahkan baginya nama yang paling indah, tepat di muara pertemuan empat buah sungai; Gihon, Pison, Eufrat dan Tigris.
Jadilah ia lelai akar untuk menyempurnakan suratan tangan kami. Ia adalah telur kesunyian di mana aku akan menyemai seribu benih. Semenjak pertama kali aku menatap wajahnya saat aku terjaga dari tidur yang panjang dan mendapati dirinya berbaring telanjang di sebelahku. Aku tahu, ia telah ditakdirkan untuk menjadi pohon kehidupan. Ibu dari semua ibu yang akan melahirkan anak cucu keturunanku.
β
β
Titon Rahmawan
β
Menulis berarti menciptakan duniamu sendiri.β Stephen King
βMenulis itu pekerjaan orang kesepian. Punya seseorang yang memercayaimu dapat membuat perbedaan besar. Hanya percaya saja biasanya sudah cukup.β Stephen King
βMenulis fiksi seperti memasak.β Donatus A. Nugroho
"Menulis itu gampang." Arswendo Atmowiloto
βTulislah apa yang kau ketahui seluas dan sedalam mungkin.β Stephen King
βSedapat mungkin aku tidak melakukan keduanya, yaitu membuat alur cerita dan berbohong. Cerita itu terjadi dengan sendirinya, tugas penulis adalah membiarkan cerita itu berkembang.β Stephen King
βEngkau harus berkata jujur, jika ingin dialogmu punya gema dan realistis.β Stephen King
βSemua novel pada dasarnya adalah surat-surat yang ditujukan kepada seseorang.β Anonim/Stephen King
βAku menulis setiap hari, termasuk hari libur. Aku termasuk pecandu kerja.β Stephen King
βMembaca adalah pusat kreatif kehidupan seorang penulis. Aku membawa buku ke mana pun aku pergi dan menemukan peluang untuk menenggelamkan diri dalam bacaan.β Stephen King
βKalau engkau ingin menjadi penulis, ada dua hal yang harus kau lakukan, banyak membaca dan menulis. Setahuku, tidak ada jalan lain selain dua hal ini. Dan tidak ada jalan pintas.β Stephen King
"Menulis fiksi seperti permainan Roller Coaster." RL Stine
βAku akan menulis (terus) sekalipun belum tahu akan diterbitkan atau tidak.β JK Rowling
βAku ingin menulis, bukan harus menulis.β Anonim
βSeseorang yang menuliskan suatu kisah, terlalu tertarik pada kisah itu sendiri sehingga tidak bisa duduk tenang dan memerhatikan (cara teknik) bagaimana ia menuliskannya.β CS Lewis
βAku menulis untuk diri sendiri, aku rasa tak seorang pun akan menikmati buku ini lebih dari yang kurasakan saat membacanya.β JK Rowling
βMenulis novel harus berbekal sesuatu yang Anda yakini agar Anda tetap bertahan.β JK Rowling
βSelalu ada ruang untuk sebuah cerita yang dapat memindahkan pembaca ke tempat lain.β JK Rowling
βAku takut kalau tak dapat menemukan alasan untuk melanjutkan menulis.β JK Rowling
βBila aku tidak menulis, aku merasa hidupku tidak normal.β JK Rowling
βBeberapa hal memang lebih baik tinggal menjadi imajinasi belaka.β JK Rowling
βHarry tak pernah menyerah terus berjuang menggunakan kombinasi antara intuisi, ketegangan syaraf dan sedikit keberuntungan.β JK Rowling
βKamu mungkin tidak akan bisa membuat karyamu diterbitkan di penerbit manapun.β Marion D. Bauer
βKebanyakan para penulis, bahkan karya penulis dewasa, tidak akan diterbitkan. Selamanya. Namun, mereka tetap saja menulis karena ini menyenangkan.β Marion D. Bauer
βBagi semua penulis, profesional maupun amatir imbalan yang terbesar terletak dalam proses penulisan, bukan dalam sesuatu yang terjadi sesudahnya. Mengumpulkan ide dan melihatnya menjadi hidup dalam kertas sudah cukup menggembirakan.β Marion D. Bauer
βKabar buruk: Sangat sulit untuk membuat bukumu diterbitkan. Jika tulisanmu berhasil diterbitkan, kamu mungkin tidak akan menjadi terkenal, kamu tidak akan menjadi kaya. Seorang penulis harus belajar sendiri dan bekerja sendiri.
Kabar baik: Membuat tulisanmu diterbitkan akan menjadi lebih mudah setelah kamu berhasil menapakkan kaki di pintu penerbitan. Kamu bahkan mungkin bisa menjadi terkenal, atau mungkin saja kamu lebih memilih kehidupan yang sederhana. Beberapa penulis menjadi kaya. Bekerja sendirian mungkin bukan masalah bagimu. Kamu bisa menjadi penguasa bagi kehidupan kerjamu sendiri. Yang terpenting dari segalanya kamu bisa melakukan pekerjaan yang kamu cintai.β Marion D. Bauer
βAku akan terus menulis meski tulisanku tidak menghasilkan uang sesen pun, bahkan jika tidak ada orang yang mau membacanya. Aku merasa sangat beruntung bisa merintis karir di bidang penulisan.β Marion D. Bauer
"Menulis dapat membuat orang bisa menjadi lebih baik karena dia melihat pantulan dirinya." Asma Nadia
β
β
Ahmad Sufiatur Rahman
β
Namun demikian, fakta ironisnya adalah tidak ada satu pun budaya dan tradisi di dunia ini yang mengajarkan orang untuk menghargai keberadaan seorang pelacur atau seorang sundal. Dalam strata kehidupan masyarakat sejak era primordial hingga saat ini, orang orang semacam mereka cuma layak menempati tempat yang paling rendah dan kasta yang paling hina. Kita tidak pernah diajarkan orang tua kita untuk menghargai sampah masyarakat serupa itu, walau pun keberadaan mereka tetap saja dibutuhkan. Kita tak bisa menyangkal keberadaan mereka, namun di sisi lain kita sekaligus ingin menafikannya. Sebuah pandangan stereotype bahwa eksistensi mereka itu semata mata hadir karena dalam kehidupan manusia dibutuhkan sebuah peran antagonis.
Hidup yang keras ini membutuhkan kehadiran seekor kambing hitam. Bahwa hakekat kehidupan selalu diwarnai oleh dikotomi hitam dan putih. Bila ada kebaikan harus ada kebusukan sebagai kontra indikasinya. Dan para pelacur serta sundal itu dibutuhkan untuk mengukuhkan eksistensi dan keberadaan moral di dalam masyarakat. Moral tidak mungkin eksis tanpa keberadaan para pelacur. Sebagaimana tubuh tidak eksis tanpa kehadiran ruh. Tapi apakah keberadaan tubuh hanya untuk mengukuhkan keberadaan ruh sebagai sumber kehidupan? Sebagaimana anggapan bahwa mereka para pelacur dan sundal itu adalah sebuah antitesis dari kesucian dan moral kebaikan para santa? Bukankah penebusan Kristus tidak akan pernah terjadi tanpa pengkhianatan Judas? Namun pertanyaan yang sering menggelayuti benakku adalah, siapa yang semestinya layak kita sebut sebagai pahlawan dan siapa pula yang harus jadi pecundang. Bagaimana nasib Judas Iscariot dibandingkan dengan Titus, seorang perampok yang beruntung karena disalibkan bersama Kristus? Apakah Judas adalah seorang yang terkutuk dan harus menjalani siksa api neraka karena pengkhianatannya? Sementara itu, Titus adalah orang yang beruntung dan terberkati karena setelah kematiannya ia akan langsung diterima di dalam surga?
Aku tak hendak mempermasalahkan kemalangan dan keberuntungan orang lain. Ataupun pilihan pilihan hidup mereka, seandainya saja mereka memang masih punya pilihan. Alangkah baiknya bila kita bisa menanyakan hal itu kepada setiap dari mereka itu. Apakah sedari kecil mereka memang berkeinginan dan bercita cita jadi pelacur, pembegal, pencoleng, perampok atau bahkan pengkhianat? Apakah setelah dewasa mereka sengaja menyundalkan diri dan menyesatkan diri sendiri? Sekiranya orang diselamatkan atas dasar apa yang mereka imani, lalu apakah mereka juga akan menerima hukuman atas apa yang mereka perbuat kemudian? Semoga terberkatilah mereka yang malang dan terkutuk, karena mereka harus mengambil peran sebagai orang orang yang tidak beruntung dan terpaksa harus menjalani apa yang sesungguhnya tidak ingin mereka jalani. Sebagaimana aku pernah membaca sebuah kutipan yang hingga hari ini aku merasa betapa aku sungguh beruntung karena pernah membacanya. Bahwa dialektika itu bukanlah hitam atau putih, dan bukan pula terang atau gelap. Karena surga dan neraka bukanlah milik kita. Saat segalanya berakhir, cuma suara Sang Pencinta yang masih bergema dalam keheningan rimba raya, beriak di atas permukaan danau, "Duhai Kekasih, bagaimana aku hendak memberikan jantungku hanya untukmu?"
Suara itulah yang sedari dulu bergema di tengah padang gurun. Suara yang mengetuk pintu di malam buta. Dialah desau suara angin. Dialah tangisan burung bul bul. Mengapa hujan turun tergesa? Mengapa matahari lari bergegas? Mengapa manusia masih juga bertengkar, memperebutkan kebenaran yang sesungguhnyalah bukan miliknya?
β
β
Titon Rahmawan