Ada Apa Dengan Cinta Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Ada Apa Dengan Cinta. Here they are! All 45 of them:

β€œ
Aku ingin pacaran dengan orang yang dia tahu hal yang aku sukai tanpa perlu kuberitahu, yang membuktikan kepadaku bahwa cinta itu ada tetapi bukan oleh apa yang dikatakannya melainkan oleh sikap dan perbuatannya.
”
”
Pidi Baiq (Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 (Dilan, #1))
β€œ
Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa mendoakan. Mereka cuma bisa mendoakan, setelah capek berharap, pengharapan yang ada dari dulu, yang tumbuh dari mulai kecil sekali, hingga makin lama makin besar, lalu semakin lama semakin jauh. Orang yang jatuh cinta diam-diam pada akhirnya menerima. Orang yang jatuh cinta diam-diam paham bahwa kenyataan terkadang berbeda dengan apa yang kita inginkan. Terkadang yang kita inginkan bisa jadi yang tidak kita sesungguhnya butuhkan. Dan sebenarnya, yang kita butuhkan hanyalah merelakan. Orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa, seperti yang mereka selalu lakukan, jatuh cinta sendirian.
”
”
Raditya Dika (Marmut Merah Jambu)
β€œ
Kelak, kalau kau jatuh cinta pada seorang laki-laki, kau harus mengumpulkan beratus-ratus pertanyaan yang harus kausimpan. Jangan pernah ada orang lain tahu bahwa kau sedang menguji dirimu apakah kau memilki cinta yang sesungguhnya atau sebaliknya. Bila kau bisa menjawab beratus-ratus pertanyaan itu, kau mulai memasuki tahap berikutnya. Apa untungnya laki-laki itu untukmu? Kau harus berani menjawabnya. Kau harus yakin dengan kesimpulan-kesimpulan yang kaumunculkan sendiri. Setelah itu, endapkan! Biarkan jawaban-jawaban dari ratusan pertanyaanmu itu menguasai otakmu. Jangan pernah menikah hanya karena kebutuhan atau dipaksa oleh sistem. Menikahlah kau dengan laki-laki yang mampu memberimu ketenangan, cinta, dan kasih. Yakinkan dirimu bahwa kau memang memerlukan laki-laki itu dalam hidupmu. Kalau kau tak yakin, jangan coba-coba mengambil risiko.
”
”
Oka Rusmini (Tarian Bumi)
β€œ
Kita hidup bukan untuk memuaskan kehendak kita, tapi untuk cari reda Allah. Kalau kita betul cinta pada Allah, kita buat sajalah apa yang Allah suruh. Kalau ada apa-apa suruhan Allah itu bertentangan dengan kehendak kita, anggaplah sebagai bukti pengorbanan saja. Mana ada cinta yang tak perlukan pengorbanan. Cinta dengan pengorbanan ini lebih manis.Cinta yang telah teruji.
”
”
Imaen (Blues Retro)
β€œ
Untuk setiap belati yang aku torehkan tidak ada yang bisa aku gugat selain diriku sendiri. Hanya dengan menjadi abu sebatang arang bisa mengetahui mengapa ia hadir dan diciptakan. Pikiran mencideraiku, seperti luka yang membusuk dan tak kunjung sembuh. Jari jarinya meraba dalam kegelapan dan ia tidak menemukan apa apa selain kehampaan. Aku tak pernah mengerti, mengapa cinta bisa jadi serumit itu. Seperti benang kusut yang tak kutemukan ujung pangkalnya. Ia tak mampu melukiskan diriku sebagaimana diriku yang sesungguhnya. Ia hanyalah diriku yang lain di dalam pikiran orang orang lain pula. Kita tak akan pernah bisa membuat penafsiran atas perasaan perasaan orang lain. Kita hanya bisa peduli atau tidak peduli. Orang bisa jadi makhluk yang sangat mengerikan. Aku tak ingin menjadi seperti itu. Aku hanya ingin menjadikan diriku sendiri berbeda. Kita tidak ingin berjalan menuju ke satu titik hanya untuk menyatakan bahwa kita pantas untuk diterima, atau atas dasar alasan alasan lain yang dibuat buat. Apakah salah untuk menjadi berbeda, meskipun itu hanya di dalam pikiran kita sendiri? Keseragaman tidak selalu membuat segala sesuatu menjadi lebih baik. Sebagaimana air mata selalu punya muara kesedihannya sendiri sendiri. Ini seperti hidup di dalam mimpi yang hanya punya dua warna. Aku tidak ingin menjadi orang orang semacam itu. Aku tak ingin hidup dari mimpi mimpi orang lain.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Jika ada yang ingin kuberikan untukmu, itu hanyalah sekotak Crayon. . . Untuk mewarnai langitmu yang kelabu. Dipagi hari. . .kamu bisa mewarnainya dengan merah muda yah langit dengan matahari terbit memang indah. Disiang hari buatlah banyak cahaya matahari dengan kuning keemasan dan campurkan juga biru yang menenangkan. Namun jika kau ingin cuaca sejuk segar, kau boleh gunakan warna perak dan putih untuk cahaya kilat dan hujan yang lebat. Ada apa dibalik hujan? kutemukan jawaban. . .mari gunakan semua warna yang kau punya, ciptakan Pelangi. Pita indah warna-warni. Biarkan harimu berseri. Dan senja datang. . . ayo gunakan sang Jingga yang jelita, ucapkan selamat tinggal pada bola cahaya raksasa. Hari menggelap?belum! mari kita torehkan Ungu dengan titik-titik cahaya . . .selanjutnya kau boleh menghitamkannya, biarkan gelap menemani mimpimu tapi jangan lupa simpan sebuah bintang dΓ­bawah bantal, bersama dengan kotak warnamu . . . Esok warnai lagi langitmu dengan warna apapun yang kau mau. . . Berjanjilah jangan biarkan langitmu kelabu!
”
”
Citra Rizcha Maya
β€œ
Seorang laki-laki tak kuasa bertanya mengapa perempuan ada Siapa itu yang berdiri dalam keanggunan tanpa perlu mengucap apa-apa Ialah puisi yang merajut cinta dengan bumi dan rahasia Hingga semua jiwa bergetar saat pulang ke pelukannya
”
”
Dee Lestari
β€œ
Tidak ada yang pasti dalam hidup ini, Maura. Apalagi soal cinta. Tapi cinta sejati akan teruji dengan waktu. Siapa yang tetap bertahan berada di sampingmu sesulit apa pun hidupmu. Menerimamu walaupun mungkin kelak kamu berubah, itulah cinta sejatimu. saat kamu baru memulainya, tak ada yang bisa memastikan, cinta itu berakhir indah atau sebaliknya.
”
”
Arumi E. (Love in Sydney)
β€œ
Jangan beri aku apapun Meski itu perhatianmu Meski itu kasih sayangmu Meski itu air matamu Jangan beri aku kesedihanmu Jangan beri aku amarahmu Jangan beri aku dahagamu Jangan kau beri aku apapun Sebab masih kuorak langit demi menemukan seluruh jejak petilasanmu Bunda." Tapi Nak, bagaimana engkau bisa berucap serupa itu? Bukankah sudah aku beri engkau bunga? Sudah aku beri engkau matahari. Sudah aku beri engkau rumput dan dedaunan. Sudah aku beri engkau laut dan pasir pantai. Mengapa masih? Tak cukupkah kau cucup air susu dari sepiku? Kau kecap nyeri dari lukaku, sebagaimana dulu kau terakan kebahagiaan di bawah perutku serupa goresan pisau yang menyambut kehadiranmu. Betapa semuanya masih. Aku berikan lagi engkau api, aku berikan lagi engkau pagi, aku berikan lagi engkau nyanyi tualang dari hatiku yang engkau tahu menyimpan sejuta kekhawatiran. Bagaimana engkau masih berucap serupa itu? Aku masih berikan engkau suar hingga separuh umurku. Aku berikan engkau tawa dari separuh mautku. Aku berikan engkau kekal ingatan dan sekaligus mimpi abadi. Aku beri semuanya, walau itu cuma sekotak bekal sederhana yang semoga engkau terima untuk mengganjal rasa laparmu. Betapa aku selalu ingin ada untukmu, Nak. Sebab cuma satu permintaanku tak lebih. Ijinkan aku jadi teman seperjalananmu, sahabat di waktu gundahmu, pembawa kegembiraan di kala senggangmu. Sebagaimana dulu kutimang dirimu dan kunina bobokkan engkau di pangkuanku. Ijinkan aku jadi roti yang mengenyangkan laparmu, pelipur hati di kala sesakmu, panasea ketika kau sakit. Bukankah aku ada ketika kau belajar berdiri dan aku di sana saat kau jatuh? Aku setia menungguimu saat kau berlari mengejar bulan dan matahari. Dan sekalipun waktu merambatiku dengan galur usia, hingga mungkin aku tak lagi mampu berdiri tegap seperti dulu. Aku tak akan pernah menyerah padamu Nak. Tidak, Bunda tak akan pernah menyerah. Sebab bagiku, cukuplah dirimu sebatas dirimu saja. Akan tetapi, sanggupkah kau cukupkan dirimu dengan semua kebanggaan? Cukupkan dirimu dengan apa yang engkau punya. Cukupkan dirimu dengan semua doa doa yang tak henti kutitikkan dari sudut hatiku yang semoga jadi asa yang paling surga. Surgamu Nak. Walau kutahu itu akan mengusik nyenyak tidurmu. Walau itu akan menambah resah waktu kerjamu. Sebab kutahu seberapa keras engkau berjuang. Pada setiap tetes keringat yang engkau cucurkan mana kala engkau harus berlari mengejar bus yang datang menjemput. Manakala pikiranmu tak bisa lepas dari layar lap topmu yang tak henti berkedip. Manakala pagi datang dan sibuk pekerjaan hadir serupa hujan tak kunjung usai mendera. Cukupkan dirimu dengan cinta Bunda Nak. Sekalipun nanti, tak ada lagi ucapan nyinyir bergulir dari bibir Bunda yang mulai keriput ini. Yakinlah, pintu rumah hati Bunda akan selalu terbuka buatmu, kapan pun engkau ingin pulang.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kalau kau tidak percaya pada dunia itu, dan jika tidak ada cinta di dalamnya, maka segalanya kepalsuan belaka. Di dunia manapun, atau di dunia macam apa pun, garis batas antara hipotesis dan fakta biasanya tak kasatmata. Garis itu harus dilihat dengan mata hati.
”
”
Haruki Murakami (1Q84 (1Q84, #2))
β€œ
Telah kukirim warna warni pelangi itu bersama salam dari adikmu. Ternyata ia juga rindu berkelakar denganmu. Jadi baik baiklah engkau melihat dunia, Nak. Mungkin ia tak seindah taman bunga yang pernah Bunda ceritakan. Ada teman yang akan menyambutmu dengan senyum dan jabat tangan. Tapi mungkin, ada mata yang akan menatapmu dengan curiga. "Apa yang akan engkau perbuat di sini? Jangan kau curi apa yang aku punya!" Pandai pandailah engkau menyalin baris baris ingatan dari semua petuahku dulu. Seberapa penting dan bernilainya itu bagimu kini. Sebab, hanya cinta Bunda yang akan mengatarkanmu melewati hari hari hujan. Hari hari tanpa mimpi. Keras suara guntur dan kilat berkelebat. Tapi kau tak perlu takut Nak. Karena kau tak pernah sendirian. Ada Bunda yang akan membimbingmu melewati jalan kelok berliku. Jalan yang penuh tikungan dan tanjakan yang tersembunyi. Jalan yang mungkin tak selamanya lurus. Jalan yang akan membuatmu letih. Awalnya mungkin engkau akan mengeluh. Mungkin engkau akan menangis sesekali. Mungkin engkau akan merasa jengkel dan bahkan marah. Tapi biarlah perasaan perasaan itu mengalir seperti sungai. Karena akan selalu ada laut di hati Ibu, di hati Bundamu ini. Luas samudra yang akan menampung semua keluh kesahmu. Ada pesan pesan pendek yang akan menyapamu setiap pagi. Jadikan itu roti dan selai choco crunchy sarapan kegemaranmu. Akan ada bunga yang wangi semerbak yang di kirim dari kantor ayah untuk menceriakan pagi harimu. Ia mungkin tak banyak bicara menyuarakan perasaannya, tapi ketahuilah Nak, bahkan di tengah kesibukannya ia tak pernah berhenti memikirkanmu. Sesekali ia berhenti mengajar, hanya untuk mengirim pesan padaku, "Adakah kabar dari putri kesayangannya hari ini?" Bahkan ia tak sabar menunggu datangnya akhir pekan, agar ia leluasa berbicara denganmu dari hati ke hati. Sebab ia tahu, betapa harimu kadang mendung kadang hujan. Dan ketika mati lampu, matanya seperti menerawang di dalam gelap. Dengan setengah berbisik ia bicara kepada Bunda, seandainya saja ia bisa jadi pelita yang menyala untukmu sepanjang hari. Saat malam datang mengendap dan adikmu lelaki telah lama mendengkur, Bunda acap mendengar suara ayahmu seperti mendesah di dalam mimpi. Ia menangis terbata menyebut nyebut namamu. Bunda tak hendak membuatnya terjaga. Sebab tangis itu seperti juga doa. Seperti kerinduan laut yang tak bertepi. Seperti cerah langit merah jelang subuh dini hari. Kamu bisa menyebutnya sebagai cinta. Itulah cinta yang menambatkan hati bunda ke pelukan ayahmu. Ia seperti senyap pawana yang menyelinap di malam buta dan berusaha masuk lewat jendela kamarmu. Ia mungkin tak akan berucap sepatah kata pun. Ia hanya akan menatapmu sejenak. Memastikan engkau tidur terlelap. Ia mungkin cuma ingin tahu, apakah selimut yang kamu pakai cukup tebal dan hangat membungkus tubuhmu. Apakah AC di kamarmu menyala terlalu dingin? Apakah senyum manis menghias wajahmu dan membawamu bermimpi tentang surga? Ketahuilah Nak, itu adalah kerinduan kami dan perasaan perasaan lain yang tak terlukiskan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Hidupku selalu berdasarkan dengan apa yang aku butuhkan Bukan apa yang aku impikan Tapi sejak kamu ada di hidup aku, sejak aku mulai tau menikmati tawa seseorang dan tanganku yang kasar ngerasa ada yang beda di saat aku ngapus air mata kamu, aku sadar cinta lebih dari sekedar lima huruf
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Dia tahu, menjadi lakon di atas panggung hidup ini tidak ada yang gratis! Apa yang diambil harus dibayar. Yang datang pasti akan pergi. Yang hidup pasti akan mati! Cinta akan bertemu benci. Begitu hukum kehidupan ini. Tetapi mengapa hidup hanya merenggut semua miliknya, tanpa mau membayar kepadanya? Bahkan ratusan doa yang dia panjatkan dalam satu jam selama puluhan tahun belum dia rasakan. Kalau hidup berlaku tidak adil padanya, pada siapa dia harus mengadu? Protes dan marah? Ke mana doa-doa yang telah dipanjatkan mengalir? Jika sungai bertemu dengan laut. Ke mana larinya doa-doanya?
”
”
Oka Rusmini
β€œ
Sekalipun pertemuan itu bukanlah sebuah kesengajaan, tapi bagaimanapun telah menjadi sebuah peristiwa yang berkesan bagi diriku. Dan terlebih lagi, setelah kemudian aku tahu, bahwa ia adalah seorang penulis. Dengan diam diam pula aku mencari tahu apa saja yang sudah ditulisnya. Namun tidak sebatas mencari tahu, aku pun terpanggil untuk mengoleksi karya karyanya, membaca puisi puisinya dan mengkaji cerpen cerpennya. Melahap semua tulisannya yang sudah termuat di media massa, maupun juga yang telah ia himpun di dalam blog pribadinya. Termasuk pula di dalamnya ada kumpulan esay dan juga novel novelnya yang telah terbit. Meskipun semua itu harus aku lakukan dengan susah payah. Aku tahu, aku telah menjadi fansnya yang nomor satu. Aku rasa, apa yang ia suarakan lewat tulisan tulisannya itu tidak saja merefleksikan buah pemikirannya namun juga kepribadiannya. Menurutku ia adalah seorang yang baik, dan lebih daripada itu ia adalah seorang yang hebat, dan diam diam aku telah jatuh cinta padanya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku tak suka menunggu, aku tak mau kehilangan kesempatan. Mereka yang berhasil adalah mereka yang berani mengambil resiko dan bertanggung jawab atas segala konsekuensinya. Selain hubby mungkin tak ada orang yang bisa memahami kegelisahanku, dan oleh karena itu pulalah aku tak ingin dimengerti. Aku tahu, aku harus memberi makan anjing anjing di dalam diriku, karena bila tidak maka mereka akan pergi atau bahkan mungkin mati. Ini akan selalu menjadi sebuah dilema besar bagi diriku. Aku tidak akan pernah mengikhlaskan kepergian mereka dan terlebih lagi, aku tak akan membiarkan mereka mati. Betapa besar arti mereka bagi hidupku. Mereka sudah demikian setia mendampingiku, selalu menjaga dan mencintaiku. Tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang sedemikian perhatian dan penuh pengorbanan sebagaimana apa yang telah ditunjukkan oleh Scott dan kawan kawannya itu padaku. Aku tidak bisa hidup tanpa mereka dan sedemikian pula sebaliknya. Jadi demikianlah, kami harus menjalani karma ini bukan sebagai sebuah kutukan melainkan sebagai sebuah berkat. Bagaimana aku bisa memisahkan diriku dari nafsu dan juga cinta? Mereka adalah bagian dari darah dan dagingku. Anak anak yang telah aku lahirkan dan harus terus kupelihara. Bilapun ada pertentangan antara kebaikan dan keburukan. Aku tak bisa mencintai yang satu dan mengabaikan yang lain. Mereka adalah perwujudan dari kebaikan dalam diriku dan hasrat yang tak pernah ingin berhenti, rasa lapar yang demikian menggigit. Rasa haus yang kian lama kian mencekik. Mengapa aku harus melawan diriku sendiri? Aku tidak diciptakan untuk mengingkari harkat kemanusiaanku. Aku tidak membutuhkan pembenaran untuk apa yang memang seharusnya aku lakukan. Aku, demikianlah diriku yang sesungguhnya. Makhluk yang leta dan fana ini. Kemana aku akan pergi, kemana langkah harus kutuju? Sementara, tak ada orang yang peduli selain daripada mereka yang dengan tulus murni mencintaiku tanpa pamrih. Mereka yang senantiasa hadir saat aku tengah berada dalam kesulitan. Mereka yang rela mengorbankan segalanya bagi diriku. Jangankan harga diri dan kehormatan. Sekiranya keadaan menuntut agar mereka mesti mengorbankan nyawa mereka bagiku, maka itulah yang akan mereka perbuat. Jadi mengapa aku harus larut di dalam penderitaan yang merongrong jiwaku sendiri? Mengapa mulutku harus berkeluh kesah? Tak ada satu pun yang akan menjamin keselamatanku di dunia ini. Juga mungkin di dunia yang akan datang. Dan oleh karena itu, maka biarlah aku berserah diri pada nasib dan sekaligus takdir yang semestinya harus aku jalani.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kami adalah anak manusia biasa, sangat biasa, campuran antara jahat dan baik, seperti jutaan anak yang lain. Boleh jadi pada saat ini dalam diri kami terdapat lebih banyak yang baik daripada yang jahat, tetapi sebabnya tidak perlu dicari lebih jauh. Orang yang hidup dalam lingkungan yang sederhana, tidak sukar untuk menjadi baik; seolah-olah dengan sendirinya dia akan menjadi baik. Sama sekali bukan hikmat, bukan suatu jasa untuk tidak berbuat jahat; apabila tidak terbuka kesempatan bagi kita untuk berbuat demikian. Kelak apabila kami telah meninggalkan sarang orang tua yang hangat dan aman; berdiri dalam kehidupan manusia sepenuhnya; di situ tidak ada lagi tangan orang tua yang setia memeluk kami. Jika di sekeliling hidup kami angin ribut mengamuk dengan garang, tidak ada tangan yang penuh cinta menopang dan memegang kami. Jika kaki kami goyang, barulah pertama-tama akan nyata, apa sebenarnya kami ini.
”
”
Sulastin Sutrisno (Surat-Surat Kartini: Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya)
β€œ
ketika seorang wanita yang dulu mencintaimu dan berkata tidak lagi ada perasaan dengan mu walaupun kamu tetap berusaha mempertahankan nya , selalu peduli dan sayang dengan nya.Apakah hal baik seperti itu di bilang menggangu ? bodoh ? egois ? atau.... ? jika seorang lelaki yang selalu berusaha menjaga dan menopang seorang wanita yang di sayang , apakah dia menganggap wanita itu lemah ? lelaki kadang suka berbuat hal bodoh , susah mengerti apa yang di pikir oleh pasangan nya apa perasaan yang dirasakan pasangan nya.Tapi mereka selalu mencoba , dan tidak putus asa buat orang yang di cintainya . Terlihat cuek seolah tak peduli tapi memperhatikan , kadang suka melupakan hal penting tapi tak pernah melupakan pasangan nya . Selalu ada untuk pasangan nya walaupun tidak di harapkan. Pedih ? iya ? tapi bahagia jika melihat pasangan nya bahagia , sedih jika pasangan nya terluka dan jatuh tidak kuat menghadapi masalah . untuk kekasih yang masih ku anggap walau putus dan kau anggap ku bukan siapa - siapa tapi ku tetap setia.
”
”
Galliano MS
β€œ
Kalau ada yang aku inginkan selain membahagiakan dirimu, itu adalah menata kembali perasaanku dari banyak peristiwa yang ingin aku lupakan. Tapi perasaan bukanlah pikiran yang bisa aku ajak kompromi. Ia seringkali berbicara dengan caranya sendiri. Seperti menata taman yang berantakan di halaman. Membersihkan belukar dan rumput rumput liar atau sekedar mengecat pagar agar bisa kembali indah seperti dulu. Menambahkan sesuatu pada yang tak ada atau tak pernah hadir dalam hubungan kita. Seperti mengharap yang hampa dari sebuah kekosongan yang tanpa makna. Betapa banyak sudah kebohongan yang kita reka-reka agar kita tak saling menyakiti. Bukankah kita pernah menjadi begitu dekat dan jauh sekaligus dalam kesempatan yang sama? Bukankah kita pernah saling mencintai? Tapi waktu seperti melupakan perannya dalam kehidupan. Ia seperti tak pernah memihak kepada kita. Ia seperti kendaraan yang berjalan sendiri tanpa orientasi. Tak tahu mau apa atau kemana. Aku hanya ingin berhenti memelihara rasa sakit dari ingatan akan cinta yang tak mau pergi. Sebagaimana aku merasa, betapa sia-sia menunggumu untuk mengisi gelas kosong di dalam hatiku lagi. Hanya bisa menduga-duga, apakah kau masih akan menungguku untuk membawamu pulang? Ternyata, teramat susah menjaga dan memelihara perasaan. Lalu, apa yang masih bisa kita ingat dari percakapan yang hanya hidup dalam imajinasi? Raut wajahmu, senyummu atau hangat ciuman bibirmu adalah kesedihan yang bersikeras tak mau pergi. Tapi sudahlah, kita sudahi saja semuanya. Sebab aku hanya ingin berhenti. Aku tak ingin lagi tinggal dalam rumah yang hanya mendatangkan rasa sakit dan kepedihan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Tak ada yang perlu disesali dari apa yang pernah hadir di dalam hidup. Awan kelabu, hujan dan airmata. Ia yang kautafsir sebagai rindu dan mungkin cinta. Semua kata-kata yang terangkum dari seluruh perjalanan waktu. Seluruh kisah yang menamatkan semua momen dan peristiwa. Yang sedih ataupun yang gembira. Yang mendatangkan tangis haru dan juga tawa. Semua perasaan yang menggugah hati dan lalu kita abadikan jadi puisi. Semua impresi, kesan, memori, kenangan atau apa pun yang menghubungkan kita dengan seseorang. Ingatan yang tak pernah pergi. Bagaimana kita sematkan arti kebahagiaan pada hati yang masih menaruh harapan. Sekecil apapun itu. Ia tak pernah sia-sia.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
10 Pertanyaan Tentang Cinta Kepada Kay Masih ingin kubertanya untuk apa yang tak sanggup aku mengerti - dari sebotol bir yang kautuang ke dalam gelas - hanya untuk membuatmu melupakan dunia dan barangkali diri sendiri; Apakah kepedihan serupa itu yang hendak kautanggalkan dari tubuhmu? Seperti sepotong lingerie yang mesti kau lepas di depan layar laptop yang kaubenci setiap hari. Bukankah ragamu adalah ceruk rahasia yang menyimpan semua cinta dan harapan dan kebahagiaan dan sekaligus juga kebohongan? Toh semua yang semu cuma akan menertawakanmu. Apakah dengan cara serupa itu engkau akan sungguh sungguh bahagia, sehingga kaubisa melupakan diri sendiri dari kepenatan yang sia sia? Ya barangkali saja itu akan membuat jeda sejenak dari ritual yang mesti kauulang dari awal mula lagi. Sekiranya ada jalan, apakah kau masih akan setia pada lorong buntu yang menyesatkanmu? Seperti vas porselen yang melupakan bunga yang diciptakannya dari ketiadaan dan lalu membiarkan dirinya layu tergerus waktu. Lalu bukankah meja, almari dan juga pintu itu bahkan sudah tak lagi peduli pada apartemen baru yang kini engkau tinggali? Bahkan sofa merah jambu itu masih meninggalkan jejak ludah dan air kencingmu sendiri di sana. Apakah kehidupan serupa itu yang ingin kauabadikan dalam ponselmu, Kay? Setiap menit yang gerah memaksa dirimu menanggalkan gaunmu lagi dan lagi dan lagi, hingga sampai kehitungan yang entah ke berapa kali. Sampai pada kematian atau bahkan hidup yang tak lagi mempertanyakan kepada siapa engkau akan pergi? Kemana engkau akan tinggal? Dan kapan engkau akan kembali? Mungkin waktu dan juga hasrat dan juga pikiran sudah tak akan peduli; siapa dirimu yang sesungguhnya?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Perasaan-Perasaan yang Telah Menyusun Dirinya Sendiri Ketika ia dan aku telah menjadi kita: "Aku akan melakukan apa saja untuk membuat kita bahagia," begitu katanya kepadaku, seperti ia berkata kepada dirinya sendiri. Aku tersenyum bahagia mendengar pernyataannya: "Aku pun demikian. Aku akan melakukan apa saja untuk membuat kita bahagia," jawabku kemudian sambil menggenggam tangannya, sebagaimana aku menggenggam tanganku sendiri. Lalu, ia dan aku saling berpelukan sebagai kami. Begitulah awal mula kisah bagaimana kami menikah. Setelah itu tak ada lagi ia atau aku, seterusnya hanya ada kami atau kita. Beranak pinak dan berbagi cinta dalam segala hal. Semua perasaan telah menyatu, menyusun dirinya sendiri sebagai sebuah kebersamaan yang tak lagi terpisahkan satu dengan yang lain. Begitulah akhir kisah bagaimana kami tetap hidup berbahagia sampai hari ini.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Burung tak sempat bertanya Apakah dirinya merdu Apa itu yang bernyanyi menembus awan Dan mengantar hujan Ia hanya terbang, merajut cinta dengan daun dan musim Hingga semua telinga terjaga oleh kebenaran suaranya Kupu-kupu tak dapat bertanya Apakah dirinya indah Apa itu yang membentang megah Menggoda hutan untuk menawan cahaya bintang Ia hanya hinggap, merajut cinta dengan dengan embun dan bunga Hingga semua mata terpesona akan kecantikan sayapnya Bunga tak sanggup bertanya Apakah dirinya wangi Apa itu yang meruap, memenuhi udara dan Melahirkan kehidupan Ia hanya tumbuh, merajut cinta dengan liur dan madu Hingga alam raya terselimuti harum dan warna Yang tak pernah diduganya Seorang laki-laki tak kuasa bertanya Mengapa perempuan ada Siapa itu yang berdiam dalam keanggunan Tanpa perlu mengucap apa-apa Ialah puisi yang merajut cinta dengan bumi dan rahasia Hingga semua jiwa bergetar saat pulang ke pelukannya
”
”
Dee Lestari (Madre: Kumpulan Cerita)
β€œ
Menuju Kamu Saat nama indah mu disebut-sebut mentari pun meredup rembulan pun menunduk alunan nama mu umpama ritma dengan bait-bait keindahan seakan ada tangan-tangan yang menjemput siapa pun yang mendengarkan terkumat-kamit menyanyi-nyanyi meliuk-lentok menari-nari bertemasya aku dengan nama mu biar kamu tak aku temukan namun kamu yang aku rasakan biar kamu tak mereka pedulikan namun kamu yang aku bicarakan kerana ini barangkali bukti mengerti kerana ini barangkali erti memahami masih berbicara tentang mu semilir angin menyinggahi waktu menyapa bahuku dingin dan nyaman ini umpama ilusi sayangku umpama titis embun yang terlihatkan di padang pasir yang bosan dan menghampakan umpama bintang timur yang bergemerlapan di langit hitam yang hujan dan mengecewakan apa ilusi-ilusi ini hadiah aku kerana bekerja keras menuju kamu? dan semestinya ilusi yang paling menenangkan adalah menemui kamu lantas terus jatuh cinta yang paling dalam hingga kedalaman muka bumi aku ragukan jatuh cinta yang paling besar hingga besarnya alam ini aku bimbangkan Aku yakini yang mencari lantas menemui hingga akhir nanti tetap sahaja dengan nama mu menyanyi aku menari aku deria-deria lantas bertumbuh melawan aras mencari cinta yang paling deras; Kamu pancaindera pantas bercambah lebih tegal menuju rindu yang paling tebal; Tetap Kamu, Penciptaku Rumah Gapena, 4 April 2015
”
”
Nuratiqah Jani
β€œ
Jkt 20/12/2012 Bulan ini bulan desember,spt juga desember thn2 sebelumnya pada bulan ini umat kristiani mempunyai hari besar semacam tradisi tahunan yaitu yg di sebut "Natal" atau Natale (italia) atau Christmas,dan sebagai penganut kirstiani sejak lahir saya selalu menikmati bulan2 desember spt ini tiap tiap tahunnya,saya selalu menikmatinya didalam hati saya,apalagi saat saya masih kanak kanak dulu,karena natal identik dengan hadiah untuk anak2,desember adalah menjadi bulan yg paling saya tunggu2 karena pada bulan itu akan ada sebuah kado yang menunggu saya pd bulan itu,akan ada gemerlap cahaya lampu pohon dan hiasan hiasan natal lainnya,saya akan memakai baju baru juga saya akan tampil dipanggung gereja memainkan fragmen dan drama natal bersama anak2 lainnya yang juga memakai baju baru yg menambah kesan natal semakin saya tunggu, Saya lahir di Indonesia saya tinggal di Indonesia saya bersekolah di Indonesia,negara yg mempunyai beragam agama yg mana agama2 itupun mempunyai Hari besar nya masing2,sejak masih kanak2 saya selalu terharu ketika melihat org lain berdoa entah dengan memakai tata cara agama apa mereka berdoa yg jelas saya selalu merasa ada suatu hal yg berbeda dlm hati saya ketika melihat org berdoa itu,saya bersahabat dgn beberapa teman saya orang2 keturunan yg beragama Budha,sy juga punya beberapa sahabat org Bali dan keturunan India yg beragama Hindu,walaupun jumlah mereka tidak sebanyak sahabat2 saya dari kaum Muslim,Muslim adalah mayoritas di negri ini otomatis muslimlah yg hampir 90% dari mereka setiap harinya berinteraksi dengan saya, lebih dalam lagi saya pun mempunyai banyak family sedarah dari kakek saya yg beragama muslim,tidak heran kalau sy pun menikmati hari raya Idul fitri,dan tidak jauh berbeda dengan natal momen Lebaran adalah menjadi hari yg saya tunggu2 juga, karena setiap tahunnya saya akan berkumpul dgn sanak family dan kerabat merasakan ketupat lebaran dan opor ayamnya juga saya bisa meminta maaf dan bersalaman dengan orang yg pernah bertengkar dengan saya dengan ucapan minal aidin walfaidzin,luar biasa hubungan batin saya dengan muslim sepertinya suatu hal yg tidak bisa terpisahkan,tetapi diluar daripada itu semua terjadi dilema dalam hidup saya ketika saya menyaksikan hal2 lain yg "mengusik mesranya hubungan saya dengan muslim,di saat yg sama berita di media masa sebegitu hebatnya memberitakan hal yang menumbuhkan opini2 perpecahan yang semakin hari semakin jauh dari kata "damai" dimana pandangan yg berbeda tentang Tuhan adalah menjadi alasan untuk pendidikan perang! sehingga seolah olah memaksa manusia siaga satu dan siap untuk membenci saat ada kaum yg berbeda dengan mereka,saya muak dengan ini, Keperdulian saya dgn keharmonisan keduanya Membuat saya tertarik utk "mencari tau tentang isi dari kedua agama ini,dgn hati yg bertanya tanya ada apa sebenarnya yg terjadi di dalamnya?,dengan segala keterbatasan saya bertahun tahun saya mencoba mencari titik temu antara perbedaan dan persamaan antara kristen dan islam,rasa ingin tau saya yg membuat saya sedikit demi sedikit menggali keduanya mulai dari sisi sejarah,segi terminologi,sisi tafsir2 atau doktrin (aqidah) nya,dgn mencari sumber2 yg akurat atau dengan cara bertanya,berdiskusi dll,sy tidak terlalu tau apa tujuan dan visi saya tapi yg jelas saya tertarik untuk mengetahuinya dan kadang saya lelah!saya merasa terlalu jauh memikirkan ini semua,saya merasa agama yg seharusnya memproduksi kedamaian dan cinta thd sesama malah membuat saya pusing dan muak karna saya koq malah pusing memikirkan konflik2 dan benturan2 yg justru disebabkan oleh agama itu sendiri Seiring berjalannya waktu pemahaman saya terhadap natal dan bulan desember itupun mulai terpisah,saya sudah mempunyai pemahaman sendiri mengenai natal,Desember hanyalah salah satu bulan dari 12 bulan yg ada,tetapi damai natal itu sendiri harus berada dalam sanubari dan jiwa dan roh saya setiap hari, "Selamat Natal Damai Selalu Beserta Kita Semua" Amien.........
”
”
Louis Ray Michael
β€œ
Pada keramaian pasar pagi itu aku menemukan sepasang sepatu yang mewakili kegembiraanmu. Bagaimana dirimu bermalih malih rupa dan berganti ganti warna seolah hendak mengubahΒ  dunia. Membagi bagi berkat di atas semua barang dagangan yang tergelar di atas trotoar. Semua tak terkecuali, pada angkot kuning yang melintas di jalan, atau pada penjaja mainan yang mengharap iba darimu. Tetapi engkau bahkan memberi lebih dari apa yang mereka pinta. Sebab pada bendera putih yang engkau kibarkan mereka telanjur jatuh cinta. Di sanalah engkau menunjukkan arti kata murah hati, entah untuk yang ke berapa kali. Memulas kuning biru pada anting yang kausematkan di telingamu. Melukis bunga melati pada jaket merah yang engkau kenakan, dan memberi sebuah ciuman pada bangku warna pelangi yang engkau duduki. Semua seperti menemukan arti baru yang bisa menerjemahkan fungsi kata dalam cara yang berbeda. Sebagaimana aku temukan serundai pada nasi liwet yang kausantap dengan nikmatnya. Dan naim pada segelas teh hangat yang kauminum. Menjadikan hari Ini tidaklah lazim seperti hari minggu yang lainnya. Ada kegembiraan kausematkan di hatimu dan senyum ceria kauoleskan di bibirmu. Sempat kudengar kau mengucap kata atau barangkali doa, yang terdengar menyerupai mantra yang dibacakan para pendeta ketika penobatan sang raja. Tapi sungguh, baru kali ini kulihat kaubersenang senang seperti bakal tak ada hari yang lain lagi. Walau sebenarnya, pada bendera segitiga yang tak kausembunyikan dari semua mata yang memerhatikanmu itulah hati kami tertambat. Pada warna putih yang membuatnya kian istimewa. Putih metah yang gampang diingat dan tak akan mudah dilupakan. Seolah kaupercaya, warna itu adalah warna yang akan disukai oleh banyak orang.Β  Seperti awan yang kepadanya kita menggantungkan harap, bahwa hari itu akan menjadi hari yang cerah senantiasa. Tiada hujan yang akan mengubah momen momen yang menyenangkan. Tak juga sengat mentari, akan mengurangi kebahagiaan yang sudah kautebar sepanjang hari.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
... Tapi memang perlu dibedakan, meskipun sukar, antara biologi dan budaya, apa pun penjelasan cinta-biologi dengan gamblang menyodorkan bahwa penerusan jenis manusia tidak mungkin tanpa naluri untuk senggama, dengan bonus kenikmatannya yang belum tentu sama untuk pria dan wanita: ada lagu dari Perancis, yang dikenal unggul soal cinta: 'plaisir d'amour ne dure qu'un moment chagrin d'amour dure toute la vie.' yang berarti nikmat cinta hanya sesaat, derita cinta sepanjang hayat.
”
”
Toeti Heraty (Calon arang: Kisah perempuan korban patriarki : prosa lirik)
β€œ
Ada perasaan yang kadang tak sanggup diungkapkan melebihi perasaan perasaanku. Apa yang bahkan tak mampu aku utarakan kepada seorang ibu. Bagaimana aku menyimpan semuanya sendiri, juga tentang mimpi mimpi yang tak pernah aku ceritakan kepada siapapun termasuk kepada ayahku. Demikian aku belajar untuk mengenali diriku sendiri. Ibuku memiliki sebuah taman kecil yang tersembunyi di samping rumah. Taman yang ia sebut sebagai sanctuary. Tempat di mana ia menanam segala macam perasaan yang ia sebut sebagai kebahagiaan. Kebahagiaan yang tumbuh dari hal hal fana yang tidak aku kenal dan mungkin juga tidak sepenuhnya aku mengerti. Seperti tangan yang mengusik lelap tidurku dan berusaha menciptakan sebuah karya seni yang indah. Ibu adalah sebuah lukisan yangΒ  memenuhi seluruh pikiranku. Ia lebih menakjubkan dari lukisan lukisan karya Rembrandt, Gustav Klimt, Claude Monet, Auguste Renoir atau bahkan Van Gogh sekalipun. Jeli matanya adalah kegairahan musim semi yang menumbuhkan rupa rupa tanaman di dalam taman itu. Ulas senyumnya dan lembut bibirnya adalah kehangatan ciuman matahari yang membuat bunga bunga bermekaran. Dan sentuhan tangannya adalah sihir, belaian sejuk angin yang membuat setiap pohon berbuah. Dan setiap kali aku dapati ia menari. Ia menari dengan seluruh tawa riangnya. Sekujur tubuhnya menari bersama celoteh burung dan goyangan daun daun. Tangannya bergerak gemulai serupa awan berarak setiap kali ia menyebar benih, mencabut rumput, mematahkan ranting kering, atau memangkas daun daun yang menguning. Ada lompatan perasaan yang tak terlukiskan setiap kali ia melakukan hal itu, seperti seolah ia sedang jatuh cinta lagi. Bukan kepada ayahku melainkan kepada dirinya sendiri. Sebab, di dalam diri ayahku aku temukan bayang bayang lain yang seakan tak mau pergi. Bayang bayang yang tak mampu meninggalkan dirinya bahkan di tengah kegelapan malam. Ayah adalah sebuah patung kayu yang usang dan berdebu. Ia menyembunyikan segala sesuatu dan menjadikannya rahasia yang ia simpan sendiri. Seperti sebuah pintu yang terkunci dan anak kuncinya hilang entah kemana. Tapi ia tak pernah bertengkar dengan ibu. Mereka juga tak pernah beradu mulut atau menunjukkan amarah antara satu dengan yang lain. Sepanjang yang mampu aku ingat, mereka adalah pasangan yang harmonis. Walau tak pernah sungguh berdekatan dalam artian yang sebenarnya. Setelah bertahun tahun lamanya, mereka masing masing tenggelam dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri. Sejak kanak kanak, aku tak berani masuk ke dalam sanctuary ibuku. Aku hanya berani mengintip dari balik keranjang cucian dan tumpukan pakaian yang hendak dijemur. Dari balik ranting dan juga rimbun dedaunan yang tumbuh di dalam pot pot besar berwarna hitam yang menyembunyikan tubuh telanjang ibuku yang berkilauan ditempa matahari. Pernah sebelumnya aku menangkap sebuah isyarat dari tarian hujan yang ia ciptakan, ketika merdu tawanya berderai di antara dengung suara pompa dan guyuran air yang turun tiba tiba dari langit. Suara hujan itu keras berdentang di atas genteng galvalum dan menimbulkan suara berisik. Dan ragaΒ  ibu yang berpendar kehijauan seolah terbang ke langit menyambut suara guntur dan halilintar. Kadang kadang aku menangkap bayangan tubuh ibuku berjalan hilir mudik di dalam sanctuary itu entah dengan siapa. Acap aku dengar ia tertawa tergelak gelak. Suaranya bergema seperti di dalam gua. Aku selalu mengira ia tak pernah sendirian, selalu ada orang orang yang datang menemaninya entah darimana. Sering kulihat ia menjelma menjadi burung dengan warna bulu yang memesona atau menjadi bidadari yang cantik dengan sepasang sayap berwarna jingga keemasan. Dan dari balik perdu yang merayap di dinding, aku dapat melihat senyumnya yang sangat menawan, seperti menyentil kesadaranku dan membuatku terbangun dari mimpi.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku membayangkan dirimu berbaring di atas sofa seperti sebuah novel yang belum selesai aku baca. Kutemukan sebuah luka yang selama ini engkau tutup-tutupi. Sebuah luka parut di bawah perutmu yang baru kemudian aku ketahui ternyata menyiratkan begitu banyak kebahagiaan. Telah bertahun tahun lamanya aku ingin mengungkap apa yang sebenarnya engkau pikirkan. Tapi engkau bukanlah sebuah cerita yang mudah untuk dimengerti. Aku memasang kamera pengintai jarak jauh hanya untuk memperbesar wujudmu dan mengenali karaktermu. Menelisik detail dari sidik jarimu atau mengintai apakah engkau akan menyingkap rok abu abu yang engkau kenakan itu dengan sepenuh harap. Tapi pada wajahmulah aku menemukan apa yang selama ini aku cari-cari. Bukan pada sepasang bola matamu yang kecoklatan dan seolah mengantuk itu, melainkan pada terakota bibirmu yang merona seperti daun peperomia. Pesona sebentuk kerinduan atas sebuah akhir cerita yang sama sekali tak terduga. Baru aku sadari, bahwa kebahagiaan itu hanyalah sebagian saja dari apa yang aku rasakan, penggalan dari sebagian bab yang sudah aku tamatkan sebelumnya. Aku tak pernah mendapati riwayat yang lebih menggugah dari kisahmu. Cerita yang memaksaku berpikir, hanya untuk melihat betapa beruntungnya diriku bisa merasakan mirakel-mirakel kecil yang engkau ciptakan lewat sentuhan jari tanganmu. Bagaimana kau hadirkan pagi dan kehangatan mentari pada sebuah gelas yang engkau minum, atau temaram rembulan pada kasur yang engkau tiduri. Lewat mimpi kau membagikan cinta untuk semua orang. Dan di setiap lembaran baru yang aku baca aku selalu menemukan keajaiban baru yang tak pernah aku temukan dalam hikayat manapun. Meskipun aku tak habis mengerti, bagaimana engkau bisa menghadirkan kisah yang menakjubkan serupa itu? Seperti tak letih melahirkan makna-makna baru bagi kehidupan. Seperti mengajak orang untuk menjadi bahagia. Dari bibirmulah aku mengerti bagaimana mengucap kata-kata cerdas yang akan mengubah hidup orang lain. Seperti seolah memanipulasi pikiran orang demi untuk menuruti apa yang engkau inginkan. Di atas sofa itu engkau berbaring. Seperti seorang putri raja yang tengah tertidur dalam keabadian, dan menunggu kehadiran seorang pangeran untuk membangunkan dirimu dengan sebuah ciuman di bibir. Seperti seekor putri duyung yang menangis di atas sebuah batu karang menunggu kekasih hatinya yang tak kunjung tiba. Demikianlah engkau menyihir diriku dengan rangkaian peristiwa dalam sebuah prosa liris, tak mengharap kisah tragis serupa Cleopatra - Mark Antony atau Salim - Anarkali. Seperti membaca sebuah dongeng yang tak ada habisnya, sebab setiap paragraf bisa setiap waktu berubah dan kau reka ulang beribu bahkan berjuta kali. Sedang aku hanya bisa menduga-duga bagaimana kisah itu akan berakhir.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Jangan bicara tentang kesucian padaku, sebagaimana cinta yang kauelu-elukan bakal abadi. Sebab tak ada cinta yang serupa itu di sini, di atas papan pertempuran ini. Sang raja tak menitahkan sang menteri untuk takluk melainkan sembunyi dari rasa jerinya sendiri. Sebab, pion-pion itu terlalu tergesa untuk mengejar sebuah kemenangan. Di atas papan inilah kita beradu, antara kau dan aku, serta sejuta varian pembukaan yang akan menuntaskan seluruh rindu dendammu padaku. Aku tak akan menyerah begitu saja, meski gelar grandmaster telah kausandang sejak seabad yang lalu. Adalah pada dua kuda hitam aku menggantungkan pertahananku untuk merobohkan angkuh benteng putih kesombonganmu. Sekalipun bertubi-tubi kaumantrai aku dengan tembang yang ujarmu kaukutip dari serat tantrayana. Di mana kaukenalkan aku pada enam langkah suci untuk mewujudkan kebahagiaan sejati. Pada langkah pertama, kaulantunkan Asmaranala, yang bermakna kedua insan yang bercinta sebaiknya dilandasi rasa cinta kasih dari lubuk hati masing-masing. Engkau berhujah, bahwa kumbang tak sekadar menyalurkan hasrat birahi pada kembang yang ia incar, melainkan bagaimana ia merendahkan dirinya untuk melayani demi penyatuan dua hati yang saling menghormati. Kemudian pada Asmaratura-lah, engkau menyuratkan maksudmu. Melukis rembulan pada mataku dan bias cahayanya engkau sapukan pada permukaan bibirku. Hingga aku akan mengerti, bahwa cinta harus menumbuhkan rasa saling memiliki sebagai kebanggaan di dalam hati masing masing. Bukan semata pada kejantananmu hatiku tertambat, dan bukan pada kemolekan tubuhku hatimu takluk. Melainkan pada penghargaan atas apa yang kita berikan sebagai persembahan yang tulus dan dengan demikian maka kita akan saling memahami. Suratan tanganmu telah kau goreskan di permukaan kulitku dan kecupanmu telah kau terakan di puncak dadaku. Maka pada Asmaraturida aku merasa tersanjung oleh kegigihan dan kesabaranmu untuk menguasai ranjang pertempuran ini. Gairah yang mengisyaratkan, bahwa sekalipun kita bukan pasangan yang ditakdirkan untuk menyatu dalam kehidupan di masa lampau, kini dan masa depan. Namun itu tak mengurangi kegembiraan yang kita ciptakan di antara piring sukacita. Saat kautuang emosi ke dalam gelas canda dan gelak tawa yang mengiringi perebutan kekuasaan di antara terjangan pisau dan tusukan garpu yang berkelebat di depan mata.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
SEPERTI SEBUAH PERCAKAPAN DALAM DIAM Kesunyian mungkin tak pernah menjadi seperih ini. Akan tetapi, kalau ia sungguh hadir bagaimana hendak kutolak? Sekiranya aku temukan airmata pada luka yang terlanjur kutorehkan sendiri, bagaimana hendak kutuntaskan hari hariku dalam kesendirian serupa itu? Senyap angin yang menggigilkan hati. Perahu karam dan ombak yang menyerpih di antara karang dan bebatuan. Seperti temaram yang turun selepas mendung yang menutupi wajah matahari. Amarah yang menjelma jadi seekor naga, bayangan hitam menyapu pelangi yang mengambang di atas laut. Apa yang menahan hujan meninggalkan kenangan di balik kabut? Lalu datanglah esok hari. Tapi mengapa pagi tak selalu seperti angan yang kita rindukan? Seperti juga sisa malam yang senantiasa bermuram durja, terlihat lusuh dan terlalu bersahaja. Ia lebih serupa jelaga yang mengotori pikiran pikiran kita dengan syak wasangka. Siapa di sana bakal menemu wajah sang kekasih? Aku ataukah dirimu? Mengapa bukan kita? Mengapa hanya cuma keluh kesah? Cuma sekedar angan yang tinggal. Pada hari hari kelabu dan seolah tanpa harapan. Siapa yang akan memberi kita semua cinta dan perhatian yang mungkin? Kecuali kita sama sama telah lelah dan terpaksa berhenti di titik ini. Saat ketika kita sudah tak lagi bertegur sapa. Ketika kita menjadi terlalu sibuk dengan pikiran masing masing. Menumpuk kedengkian dan semakin banyak jerat di benak. Semua sisa kenangan yang sempat datang dan pergi. Tak lagi menyisakan percakapan antara dua hati yang mendadak saling membenci. Antara dua perasaan yang kian berkecamuk. Benih cinta yang dulu sempat ada. Yang pernah hadir... Dan lalu pergi entah kemana?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Cinta Dari Rutinitas Sehari Hari II. Tentu saja, kita tak sempat bercengkerama karena aku harus segera berangkat kerja dan membiarkan sisanya tenggelam dalam kesibukan memintal kesendirian. Menunggu jarum jam bergerak malas dari delapan ke angka sembilan. Mungkin saat itu kau akan sedikit mencintaiku kurang dari bagaimana aku mencintaimu. Berharap sisa perjalanan akan menjadi sebuah perayaan kerinduan. Tanpa pernah merasa bosan, jenuh atau apapun itu. Hanya pada saat waktu bergerak memanjang ke pukul sepuluh siang, kau akan tertidur sejenak tanpa memikirkanku. Tanpa mimpi tentangku atau tanpa perasaan apa pun yang mengingatkanmu pada diriku. Dengkurmu akan cukup keras untuk membuat tetangga sebelah rumah menjadi tuli dan memaksa mereka melupakan mimpi-mimpi yang menakutkan atau tidak menyenangkan. Tetapi ketika waktu perlahan bergulir ke angka sebelas, cukuplah dirimu beristirahat dari segala macam kepenatan yang akan dengan segera membuatmu lupa pada diri sendiri. Merintang panas, memangkas daun-daun aglaonema kering di teras. Menyiapkan makan siang dan menikmatinya sendiri saja tanpa mengingat siapa yang pernah kaucintai atau diam-diam mencintaimu. Tapi kau akan dengan mudah jatuh cinta lagi pada dirimu sendiri pada jam dua belas. Tanpa harus bersusah-payah meyakinkan bukan siapa-siapa bahwa penantianmu tak akan pernah sia-sia. Setelah puas menyemaikan daun-daun sirih belanda kesayanganmu pada pukul satu. Kau bongkar semua ingatan dari satu pot dan memindahkannya ke dalam pot yang lain tanpa pernah merasa jemu. Tahu-tahu waktu mengetuk pintu keras keras mengabarkan sore tiba pada jam tiga. Dan kerinduan akan datang lagi berhamburan sebagai orang orang yang pernah pergi. Mereka yang sekejap singgah entah kemana, namun pada akhirnya akan kembali pulang ke rumah. Itulah waktu untuk berbenah, membuang semua sampah dan kekotoran. Memandikan kecemasan dan mengelupas kekhawatiran dari daster lusuh yang kau kenakan, lalu menyulapnya menjadi sedikit pesta kegembiraan; Mencuci sendok dan garpu melipat kertas tisu, mengelap piring dan gelas, mengeluarkan semua isi kulkas lalu menatanya rapi di atas meja tanpa alas. Kau isi setiap gelas dengan perasaan cinta yang meluap luap. Membagikan hati, perasaan dan pikiranmu di atas piring yang terbuka buat makan malam kita berdua. Sejenak mengabaikan rasa letih demi mendambakan sedikit ciuman yang akan mendarat di pipi atau keningmu dan barbagi pelukan hangat yang akan mengantarmu ke peraduan. Lalu setelah itu, kita akan melupakan semua ritual yang mesti kita ulang setiap hari dari permulaan lagi. Meskipun sesungguhnya kita tidak pernah tahu dari mana garis start keberangkatannya dan di mana ia akan berakhir. Karena semua mimpi akan berubah menjadi taman bunga yang memekarkan lagi warna- warni kelopak cintanya di malam hari. Dan seribu kunang kunang akan menyinari rumah yang telah kita tinggali lebih dari sepuluh tahun ini. Kebahagiaanmu sesungguhnya tak pernah beranjak jauh-jauh dari rumah. Setiap hari selalu memberi warna abu abu muda yang sama. Kecuali pada saat di mana aku datang membawa segepok keberuntungan di akhir bulan. Itu barangkali adalah hari paling berwarna yang kau tunggu-tunggu. Tapi meskipun begitu, aku selamanya mencintaimu. Sebagaimana aku mencintaimu seperti hari yang sudah-sudah tanpa pernah berubah. Kau tetap akan jadi perempuan dalam hidupku satu satunya. Dan kukira engkau pun merasa demikian selamanya. Waktu boleh datang dan pergi sesukanya. Tapi ada kalanya kerinduan mesti kita simpan rapi dalam lemari menunggu saat yang tepat untuk dikenakan lagi. Dan cinta mesti mengisi lagi baterenya, terutama pada saat-saat yang paling menjemukan.Tentu saja, kita hanya perlu sedikit mempersoleknya agar ia tetap senantiasa wangi, bersih dan segar saat kita nanti membutuhkan lagi kehadirannya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Apakah aku akan melupakanmu, sebelum tuntas engkau memata-matai rembulan? Betapa sulitnya menyusun kata-kata untuk menggambarkan dirimu yang sebenarnya. Bila hidup adalah mimpi, maka kantuk adalah hantu yang bergentayangan. Seberapa lama kita sanggup bertahan dari godaannya? Padang itu seperti laut pasang, kapal-kapal saling menjauh. Bintang-bintang berjatuhan dari pusat edarnya. Aku tak pernah melihat malam sekejam dan sekelam itu. Ilalang setinggi perut mengaburkan bayang kematian yang datang menjemput. Apa yang lebih menakutkan dari kehilangan cinta? Di mana dapat kutemukan cinta, di tengah lanskap sesunyi ini? Kau masuk ke rumah tak berpenghuni, memecahkan kaca jendela seperti pencuri. Menebarkan ruap beracun ke mana-mana, di atas meja, di dalam almari, di balik selimut di malam hari. Membiarkannya menguap menunggu pagi. Bagaimana kematian mengelabui dirimu sekali lagi? Tak ada biara, tak ada huma di atas perbukitan itu. Bahkan pekuburan yang dulu engkau kenali di mana jasad kekasihmu disemayamkan telah tak ada lagi. Tinggal onggokan daun-daun kering, rumput yang lebih tinggi dari kepalamu dan mayat saudara perempuanmu yang mati tercekik tinggal tulang belulang. Bocah kecil yang kau besarkan sendiri dengan sepenuh hati, hilang direnggut maut. Tapi benarkah, realitas tak lebih dari ilusi. Dan fatamorgana adalah nafas hidup kita sehari-hari. Tak kita temukan kebenaran di jalan menuju pulang. Karena pada akhirnya, kita hanyalah obyek dari kedunguan dan kebebalan diri sendiri.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku akan abadikan (paste) di sini saja :) ; penganut agama mana dalam sejarah tak pernah lakukan keganasan? kenapa Islam saja yg kau nampak jahat? orang yang menilai agama melalui pengikutnya semata2 bagi aku adalah org yg sangat bodoh! kau murtad pun tanpa disiplin ada hati nak kutuk agama orang?? atheis burit kau kalau kau tak reti respek hak org lain nak beragama bila org yg beragama kutuk kau yg tak beragama kemudian kau pun kutuk dia balik so apa beza bodoh kau dengan dia?? kau dengar cerita2 dari side buruk tentang muhammad cerita yg kau dengar tu jelas ke?? hati penuh sifat hitam tak ada cinta macam mana org nak respek pendirian kau?? kalau kau murtad sebab disiplin ilmu kau takkan jadi bodoh utk mengeji agama dan aku sangat respek org yg berpendirian kerana ilmunya mudah sangat nak baca org bodoh ni sifat kemanusiaan terhadap ibu bapa dan org sekeliling kau pun kau tak peduli ada hati nak mengaku atheis jangan buat malu atheis yg berdisiplin lah!! kalau kau betul berani anggap tuhan tu tak ada... buat apa kau jadi baik??? rugi lah! bukan ada hari pembalasan pun hidup ni bukan lama pergilah rogol org,rompak etc kau tak berani...kalau kau sembang pasal kemanusiaan dalam hati kau kau kena cari mana datang sifat kemanusiaan tu dan utk apa baru jelas pegangan kau bosan lah babi tgok satu manusia kerja nak menyalahkan agama ni...
”
”
Ocha 2014.
β€œ
Para filsuf boleh saja mengatakan bahwa apa kata dunia tentang kita tidaklah penting, yang penting adalah siapa kita apa adanya. Tetapi para filsuf itu tidak tahu apa-apa. Selama kita masih hidup bersama orang lain, kita hanyalah apa yang dianggap orang lain. Memikirkan bagaimana orang lain memandang kita dan berusaha membuat citra kita semenarik mungkin dianggap sebagai semacam pemalsuan atau kecurangan. Tatapi adakah jenis kontak langsung lain antara diriku dan diri mereka selain lewat perantara mata? Mungkinkah ada cinta tanpa diikuti kecemasan terhadap citra kita dalam benak orang yang dicintai? Ketika kita tidak lagi berkepentingan dengan bagaimana kita dipandang oleh orang yang kita cintai, sebetulnya kita sudah tidak cinta.
”
”
Milan Kundera (Immortality)
β€œ
Simurgh Kita tak akan mampu melihat refleksi cinta yang sesungguhnya tanpa bantuan cahaya. Kita tak pernah tahu apa yang tersembunyi dalam setiap hati atau apa yang tersirat dalam pikiran. Ketika cinta berbisik dengan suara yang dalam dan lembut, "Aku mencintaimu. Apakah engkau merasakan getarannya?" "Tatkala kau membutuhkan diriku, aku akan selalu ada untukmu." Seperti itulah kita membayangkannya. Seperti gumpalan awan putih di langit. Seperti hembus sepoi angin di bawah naungan pohon yang rindang. Atau gerak sekawanan ikan yang bebas berenang di dalam sungai yang jernih. Terkadang saat cinta itu datang, kita pikir telah mendapatkan segalanya. Apakah kita akan sengaja mengikatkan diri, ataukah sebaliknya kita akan membiarkannya pergi? Seperti sebuah garis yang berusaha membentuk sebuah lingkaran bulat sempurna. Ia akan kembali dan kembali lagi pada titik awal mulanya. Perasaan yang tak akan mampu kita tepiskan atau tolak kehadirannya. Ia akan menjadi bagian dari diri kita. Seperti tak mampu membedakan panas api dari cahaya. Akan tetapi, ketika kau tak lagi mampu mengendalikannya, ia akan menguasaimu. Mencengkerammu seperti seekor kelinci dalam cakar tajam burung rajawali. Manakala, perasaan itu berubah menjadi hambar, asing, terbuang, hingga tak tertanggungkan lagi. Engkau akan dihancurkannya. Pada akhirnya, satu-satunya hal yang akan selamanya kita miliki adalah apa yang justru kita ikhlaskan. Tak ada cinta tanpa kehadiran perasaan yang lain. Cinta adalah sublimasi dari semua yang kita rasakan. Sebagaimana puisi yang terangkum dari kesedihan dan penderitaan manusia. Siapa yang hendak menyangkal getar sanubari? Adakah cara untuk sampai kepada Simurgh selain dengan mengorbankan diri? Bagaimana seseorang bisa terlahir kembali, kalau ia tak pernah mengalami kematian?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Perempuan dan Seekor Ular Tidak ada orang yang akan menghubungkan perasaanmu dengan apa yang mereka lihat, Jen. Tak seorang pun peduli! Semua hanyalah pengingkaran dari kata-kata rayuan yang terselip dari lidahmu. Mereka hanya melihat seekor ular berbisa dan bukan bunga mawar liar yang mekar di tengah hutan belantara, atau buah yang kepadanya kau jatuh cinta. Dunia ini terlalu jalang untuk kau nikahi. Ia terlanjur terkutuk sejak pertama kali Adam menjejakkan kakinya ke bumi. Jadi tak ada lagi yang perlu kau tangisi selain nasibmu sendiri. Sudah terlalu lama kau mengasah pisau nafsumu di atas batang leher yang telanjang itu. Tidakkah kau dengar dengus nafasnya saat mereka sekarat? Tidakkah kau dengar suara ajal meronta-ronta minta dikasihani?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Apa yang Bisa Dilakukan Puisi (Sebuah Surat untuk Hati yang Bersedih) Sungguh sangat disayangkan bila tak ada seorang pun yang menunjukkan kepadamu, bahwa kehadiranmu di sini jauh lebih berharga dari apa yang sanggup kamu pikirkan. Barangkali, masalah yang engkau hadapi terlalu berat untuk kau tanggung sendiri. Dan tak ada seorang pun yang datang untuk mendengarkanmu. Sekiranya saja saat itu engkau mengijinkan diriku hadir. Aku akan mengajakmu duduk sejenak. Akan kuminta engkau mengambil selembar kertas dan lalu aku ajari kamu menulis sebuah puisi. Kau bisa memulai dengan memikirkan atau membayangkan sesuatu, bahwa aku adalah temanmu. Aku akan jadi pendengarmu yang setia, pelipur duka laramu. Aku ada untuk membantumu, untuk meringankan bebanmu. Aku adalah sahabatmu yang terbaik, karena aku tidak akan pernah menyalahkanmu atau menghakimi dirimu. Kau tak akan pernah lagi merasa sendirian, sebab aku selalu ada saat engkau membutuhkan. Saat kau letih aku akan jadi penghiburanmu. Saat kau suntuk aku akan menemanimu melepas penat. Alangkah baiknya bila kita bisa jalan-jalan sejenak ke pantai. Di sana kau bisa puas berteriak melawan keras suara ombak. Atau akan kutemani dirimu mendaki perbukitan. Menghitung langkah demi langkah sampai kau merasa lelah. Tapi saat kau tiba di puncak, kau bisa melepas semua beban. Kau bisa melihat dunia dalam perspektif yang sepenuhnya berbeda. Segalanya mengecil di bawah telapak kakimu dan matahari ada di dalam genggaman tanganmu. Adakah kau bisa merasakan sayap-sayap angin tumbuh di punggungmu dan kau terbang bebas menyentuh awan-awan? Tidak lagi dalam balut aura kesedihan, melainkan dengan rasa syukur bahwa semuanya masih bisa engkau nikmati. Namun bila lukamu masih berasa perih sekarang dan hatimu ingin menjerit, maka menjeritlah biar semesta mendengar. Kalau kau ingin menangis maka menangislah biar dunia mengerti. Tak ada yang salah untuk menumpahkan rasa sedih dan kekecewaan. Kadang kita memang tak harus menahan semua lara sendirian. Bila saja kau merasa bahwa dunia bersikap tak adil pada dirimu, coba ingatlah mereka yang tak lebih beruntung daripadamu. Mereka, para pengungsi di Palestina dan Ukraina yang kehilangan semua yang mereka miliki. Yang saudara- saudaranya mati tertembak di jalan. Yang rumahnya di bom hancur berantakan. Jangan berpikir bahwa engkau tak bernasib baik atau bahwa celaka adalah takdirmu. Jangan pernah pedulikan apa kata orang yang buruk tentang dirimu, toh mereka juga tak hendak peduli padamu. Jangan acuhkan dunia kalau mereka juga bersikap tak acuh pada dirimu. Untuk menjadi kuat yang engkau butuhkan hanyalah keyakinan, bahwa kau jauh lebih besar dari masalah yang kau hadapi. Hidup terlalu berharga untuk engkau sia-siakan. Kau bisa memulai darimana terserah pada apa yang kau inginkan. Kalau matamu bengkak habis menangis semalaman, setelah itu semestinya kini kau merasa lega. Bangunlah di pagi hari dan katakan pada dunia, bahwa hari ini adalah milikmu. Tak akan ada lagi yang bisa melukaimu. Tak ada lagi yang bisa membuatmu menderita. Tak ada lagi yang bisa membuatmu bersedih. Karena semua berpulang pada dirimu sendiri. Sebab mulai hari ini kau telah jadi orang yang sepenuhnya berbeda. Karena Tuhan ada bersamamu sekarang. Ada lebih banyak cinta di sekelilingmu. Ada lebih banyak kebahagiaan untuk kau miliki.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kalau Kamu Kalau kamu pernah buat aku bersedih, itu karena keberadaanmu punya arti bagiku. Dan sedih itu adalah pertanda bahwa aku kehilangan dirimu. Kalau kamu pernah buat aku kecewa, itu karena kehadiranmu senantiasa aku butuhkan. Dan kecewa itu adalah perasaan yang lahir saat engkau menolak hadir. Kalau kamu pernah bikin aku bahagia, itu karena kamu telah membuat aku merasa berharga. Dan aku tak perlu menjelaskan kenapa bahagia itu ada. Kalau kamu pernah bikin aku rindu, itu karena aku tak dapat menghalau pikiranku dari bayang-bayangmu. Dan sedahsyat apapun rindu aku berusaha untuk menangungnya. Kalau kamu pernah bikin aku jatuh cinta, itu karena kamu memang pantas untuk dicintai. Dan sayang sekali bila kemudian kepantasan itu sirna begitu saja. Kalau kamu pernah bikin aku menangis, itu karena kamu mengajari aku untuk menjadi kuat. Dan untuk menjadi kuat itu ternyata sulit sekali rasanya. Walaupun demikian, aku merasa bersyukur telah mengenal dirimu. Darimu aku belajar menerima kekurangan dan berdamai dengan diri sendiri. Belajar memberi lebih banyak perhatian walau kadang diacuhkan. Belajar untuk tetap mencintai walau pada akhirnya dikecewakan. Terimakasih untuk segala apa yang pernah kamu lakukan dalam hidupku. Semoga kau di sana bahagia dan baik-baik saja.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Perasaan yang tak Pernah Terusik oleh Waktu "Maafkan aku karena tak selalu ada untukmu," itulah kata-kata yang diucapkan gemercik air sungai pada bebatuan yang dicintainya. Karena Kemarau telah mengandaskan semua harapan yang ia alirkan sejak dari hulu. Tempat di mana ia mula-mula memberi nama pada apa yang ia rasakan untuk ia sampaikan pada muara. Ketika Mata air diam-diam membiarkan getar perasaan itu terbit di hatinya. Begitu dalam yang ia rasakan hingga mendorong hasratnya jauh melesap ke dalam tanah hanya demi menemukan jalan untuk menuju cintanya. Tetapi Matahari yang senantiasa hadir sepanjang musim merebut seluruh perhatian dari semua pikiran yang tak mungkin ia sembunyikan. Dijarahnya semua simpati dengan kehangatan yang tak ia miliki. Namun Ia ingin membuktikan, bahwa mencintai adalah sebuah anugerah. Demikianlah, sepanjang kelok aliran sungai itu ditumbuhkannya bunga-bunga di antara sela-sela perasaan yang tak pernah terusik oleh waktu.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Tragedi Apa yang mengilhami para penulis dan penyair besar? Apakah hanya melulu tragedi? Kisah romansa sepasang kekasih yang memilukan hati Mengapa tak ada kisah yang lembut dan berakhir bahagia? Apakah kisah cinta ditulis hanya untuk memperolok dunia? Sebab tak ada cerita yang lebih menawan hati kecuali yang berakhir dengan petaka dan kesedihan. Apa sulitnya membayangkan sepasang kekasih yang saling bergandeng tangan? Dua pasang mata yang saling menatap dan seakan tak mau dilepaskan. Walau jarak merintang jalan. Sungguh ironi untuk mengakui, bahwa penderitaan cinta yang terbesar adalah saat kita menyadari, betapa berat mesti melupakan seseorang yang sejatinya tak mungkin kita miliki.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Perasaan-Perasaan yang Tak Kau Sadari Sudah lama engkau bersembunyi dari rasa sakitmu sendiri. Bentang langit luas yang susah-payah kau simpan ke dalam gelas. Engkau tidak sedang menyusun riwayat dari perasaan-perasaan yang tak engkau sadari. Sebuah manifestasi; perwujudan kebencian kepada matahari dan ketidakpedulian kepada dunia. Bagaimana sikap diammu bisa menjawab semua pertanyaan itu? Coba katakan padaku, berapa lama sudah engkau menutup diri dari sekelilingmu? Dari orang-orang yang selama ini peduli dan mengindahkan dirimu. Sebaliknya, engkau melihat mereka hanya melulu lewat tajam pisau curiga yang bisa sewaktu-waktu menikam punggungmu. Seperti paku yang tak menghiraukan palu yang mengetuknya ke dinding. Mereka yang datang hendak mengobati rasa sakitmu, menghalau gundahmu, atau sekadar untuk menanyakan kabar. Bukankah burung gereja itu sengaja mengetuk jendela dengan paruhnya hanya untuk mengucap salam? Dan kucing-kucing liar itu menyentuh kakimu dengan bulunya sebagai pernyataan kasih sayang. Mereka tak datang untuk mempertanyakan amarah dan rasa kecewa yang terlanjur engkau sembunyikan. Tak pernah ada halangan buat semesta untuk menerima hadirmu kembali. Semudah mereka memberikan perhatian dan menyatakan rasa cintanya kepadamu lewat hal-hal yang bersahaja; desau angin, gemercik air, hangat mentari, gersik pasir atau guyuran hujan yang kepagian. Akan tetapi, jawaban apa yang engkau beri? Apakah engkau selalu menyambut pagi dengan sepenuh hati? Dan menerima uluran tangan rembulan dengan sebuah senyuman? Mungkin saja, bagimu hidup memang tak sesederhana itu. Kau tak menganggap hari-hari yang kau jalani sebagai rangkaian pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Hidup tak menghadirkan sesuatu yang wajib kau pahami. Sudah terlalu lama engkau berhenti untuk merasa peduli. Sudah lama engkau bahkan tak memikirkan hal lain selain dirimu sendiri. Seperti dendam yang terlanjur membutakan matamu. Aku tak tahu lagi, bagaimana mesti menerangi kegelapan yang mengungkung jiwamu? Membiarkan dirimu dirundung perasaan yang tak kunjung bisa aku mengerti. Menyia-nyiakan waktu dan semua perhatian yang membuat duniamu mengabur dalam khayalan. Dunia yang tercipta dari ilusi rasa takutmu sendiri.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Perasaan-Perasaan yang Tak Tertanggungkan Aku tahu, engkau tak sedang ingin berbagi dengan cermin yang telah kaupecahkan itu. Ada luka yang sengaja kau torehkan pada sudut bibirmu dan kedua bola matamu agar cahaya tak membuatmu buta. Aku hanya bisa menduga-duga, entah sudah berapa lama kau mulai membenci matahari? Aku juga tahu, engkau tak ingin diganggu dengan segala ocehan-ocehan nyinyir yang cuma akan menyakitkan gendang telingamu. Sudah lama pula kutahu, bila engkau membenci hujan dengan suara berisik yang dibuatnya. Yang tak yakin aku ketahui adalah, barangkali tak ada yang kaucintai di dunia ini selain dirimu sendiri. Sekalipun mungkin, kau tak menyadari bila perasaan-perasaan yang sering kausembunyikan dariku itu jauh lebih menyakitkan dari pikiran bahwa waktu seakan tak pernah hadir di antara kita. Entah karena engkau memang tak menganggap diriku ada. Atau mungkin karena, aku hanyalah orang asing yang sekejap singgah dalam kamar kesendirianmu yang senantiasa terkunci itu. Aku cuma bisa mengintip dari sebuah lubang kecil di pintu hanya untuk mengetahui, bahwa engkau masih ada di dalam sana dan tidak sedang melukai dirimu sendiri. Namun, hanya dari jendela layar ponselmu yang masih berdetak itu sajalah aku bisa merasakan kesepianmu. Bukan sebagai seorang remaja yang sudah lama tak kukenal lagi, melainkan sebagai bayi yang dulu aku kandung dan susah-payah aku lahirkan. Sekiranya saja kau tahu, bagaimana sesungguhnya perasaan seorang ibu? Seandainya saja kau tahu, betapa aku hanya ingin menyapamu walau sekadar untuk menanyakan: apa kabarmu, hari ini?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
HIDUP Ia hadir dari kekosongan. Bagaimana suatu ketika kamarnya menjadi terang benderang, dan perpustakaannya menjadi penuh dengan buku-buku yang semuanya ia tulis sendiri. Tidak dengan huruf, rangkaian kata atau kalimat. Kita tidak akan menemukan satu abjad pun di sana. Tapi kita bisa menangkap makna dari apa yang ia kisahkan, memahami alur yang ia buat, karakter-karakter tokoh yang ia ciptakan, dan konflik yang melingkupi kisah petualangannya. Bagaimana ia bergerak dan melesat di dalam pikiran. Ia adalah buku yang mewakili diri kita dan orang-orang lain juga. Orang-orang yang berpikir dan tidak berpikir. Orang-orang yang membuat perubahan dan keajaiban. Orang-orang yang apatis dan tidak berbuat apa apa. Ia adalah peristiwa yang klimak dan anti klimak. Realitas yang aneh, ganjil dan juga absurd. Tapi juga mewakili yang biasa-biasa saja. Seperti keseharian yang banyak dialami oleh hampir semua orang. Ia adalah tokoh protagonis dan sekaligus antagonis. Ia waras dan sekaligus edan. Yang menaruh kebaikan sebagai panggilan hidup, tapi bisa melakukan apa saja demi untuk mencapai tujuan. Ada kalanya ceritanya seru dan mengasyikkan, tapi tak kurang pula yang terasa datar dan membosankan. Ada kalanya ia manis, penyayang, baik hati dan penuh cinta. Tapi tak sekali dua ia menjadi buas, ganas, liar, keji, bengis dan juga beringas. Ia adalah tesis dan sekaligus antitesis. Ia paradok dan sekaligus keteraturan. Kontradiksi dan sekaligus konsistensi. Ia adalah cermin dua arah di mana kita bisa memandang diri sendiri dan orang-orang lain yang menatap kita juga. Ia adalah sosok yang memiliki banyak wajah dan tak berwajah sekaligus. Ia makhluk dengan seribu identitas tapi sekaligus yang awanama.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Dia membuka mulutnya dan menekankan lidahnya masuk ke mulut Jean-Marc, penuh semangat menjilat apa pun yang ditemukannya di dalam situ. Kegigihan lidah-lidah mereka ini bukan kebutuhan sensual melainkan desakan kebutuhan untuk saling mengabarkan bahwa keduanya siap main cinta, segera, saat itu juga, tuntas dan liar tanpa kehilangan waktu sedetik pun saja. Lidah-lidah mereka tidak ada kaitannya dengan nafsu atau kesenangan, lidah-lidah itu adalah bentara, wartawan-wartawati. Kedua orang itu tidak ada yang punya keberanian untuk mengucapkan dengan lugas dan keras, "Aku ingin bersetubuh denganmu, sekarang juga, tanpa ditunda," maka mereka suruh lidah-lidah mereka jadi juru bicara.
”
”
Milan Kundera (Identity)
β€œ
Tidak ada angka yang buruk atau baik. Angka besar tidak selalu baik, begitupun angka kecil tidak selalu buruk. Tergantung berapa kotak yang ada di hadapan. Apakah langkah akan berhenti di ular atau tangga. Hidup itu menarik, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Bahkan ketika sesuatu seperti dekat dalam jangkauan, tidak menjamin bisa diraih dengan mudah. Semua hal bisa pergi, hanya masalah waktu.
”
”
Nailal Fahmi (Mutiara: Suatu Ketika Pada Sebuah Cinta)