“
Satu tahun tanpa kehadiranmu aku percaya bahwa, suatu saat nanti kamu akan kembali kepadaku. Dua tahun tanpa kehadiranmu, aku masih setia menunggu kabar darimu. Tiga tahun tanpa kehadiranmu aku mulai merasa ragu. Lalu, di tahun keempat aku memutuskan untuk benar-benar melepaskan dan mengikhlaskanmu.
Tidak mudah bagiku memilih jalan ini. Sejujurnya, di sudut hatiku yang paling dalam, aku masih sangat mengharapkanmu kembali. Akan tetapi, tekadku untuk mencoba keluar dari zona nyaman yang menyakitkan ini sudah bulat. Aku terlalu lama menunggu, perasaanku selalu cemas, dan pikiran ku kalut. Aku butuh kepastian. Jika aku terlalu nyaman, perasaan ini bisa membunuhku secara perlahan.
Aku mencoba mencari berbagai solusi yang terbaik untuk diriku sendiri, dan pilihanku jatuh pada opsi terakhir, yaitu mengikhlaskanmu.
Bertahun-tahun aku menunggumu, berharap pada hal fana agar tetap tinggal. Namun, pada akhirnya aku memilih bertekuk lutut, mengaku kalah pada keadaan, dan menyerah pada takdir.
”
”
Hilmira.