Wolfgang Iser Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Wolfgang Iser. Here they are! All 4 of them:

β€œ
This is why, when we have been particularly impressed by a book, we feel the need to talk about it; we do not want to get away from it by talking about itβ€”we simply want to understand more clearly what it is in which we have been entangled. We have undergone an experience, and now we want to know consciously what we have experienced. Perhaps this is the prime usefulness of literary criticismβ€”it helps to make conscious those aspects of the text which would otherwise remain concealed in the subconscious; it satisfies (or helps to satisfy) our desire to talk about what we have read.
”
”
Wolfgang Iser
β€œ
When, for instance, we say that a literary work is good or bad, we are making a value judgment (...) Objective evidence for subjective preferences does not makes the value judgment itself objective, but merely objectifies the preference.
”
”
Wolfgang Iser (The Act of Reading: A Theory of Aesthetic Response)
β€œ
As the German literary scholar Wolfgang Iser wrote, 'with reading there is no face-to face situation'; we have the luxury of getting rid of our faces too. Wed don't have to be ourselves, with all the logistical, financial and emotional complications that our lives entail. We don't really have to be anyone at all. And while we might never lose ourselves completely because we are, after all, the organism that brings the story to life at the moment, we can unclasp quite a lot of the inhibitions and worries that buckle us into who we are. Paradoxically, at the same time as being able to be more self indulgent by escaping into a world where no one can reasonably expect us to do anything, we have the luxury of putting ourselves and our needs, wants, and fears aside for a while; by being more selfish in a book we become less self-ish.
”
”
Ann Morgan
β€œ
Figur di Dalam Karpet : Wolfgang Iser Surgakah itu yang menggeliat dalam celanamu? Sekalipun engkau tahu aku tak sekadar mencomotnya dari sebuah buku yang kau temukan di pasar loak. Tapi rupa-rupanya di sanalah engkau selama ini Menyembunyikan rahasia dari segala asrar: Guru segala ilmu, juru segala kunci, empu segala seni, makam para wali, pohon segala hayat dan bahkan dewa yang serba tahu. Barangkali laparlah itu yang bersemayam di kelangkangmu. Bukan sekadar buah kelakar mimpi, tautan areola sunyi atau benih selingkar nutfah tersaput air ludah. Bukankah hujan yang telah menamatkan seluruh pencarianmu? Tapi mengapa muasal angin, muara samudra dan ihwal semesta masih saja engkau sembunyikan di balik daster warna-warni milik istrimu? Atau jangan-jangan, itu adalah materi leluconmu yang paling mutakhir dan yang bakal mengantarkan dirimu menembus waktu ke masa depan? Sedang warnamu telanjur mengorak sempurna di atas pelaminan, di dalam lipatan selimut, di gelegak darah atau di kandung mimpi. Tapi apakah itu noda yang menempel di janggutmu, benci atau rindu? Sedang apa yang sengaja kau tutupi di balik piama sutra atau yang kau sembunyikan di dalam saku celana adalah dirimu yang sesungguhnya? Bukankah itu mawar hitam sebalik topeng, atau duri ceronggah sebalik wajah? Sedang jantungmu adalah tiruan sempurna dari apa yang tak aku mengerti dari seluruh petuah yang kau ucapkan dalam kitab lengkara. Saat engkau memberinya nama, jadilah ia secuil daging di telapak tanganmu. Saat engkau memberinya hati, jadilah ia kekasih gelapmu. Padanya engkau memberi segala yang mungkin: Segala sedih, segala gembira, segala remuk, segala racun ular berbisa. Seperti sungai yang mengalir dari matamu, bukankah itu ironi dari sungging seulas senyum? Sementara aku masih rajin menjelajahi otakmu, menambang pelupukmu, menggali kupingmu, melubangi ubun-ubunmu. Demi mencoba menemu mana yang sarang lebah, mana yang busut semut? Dan barangkali, menyigi wajahmu di langit-langit kamarku akan membantuku menemukan kira-kira di mana surgu sejati si kayu jati? (Januari 2014)
”
”
Titon Rahmawan