Wibawa Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Wibawa. Here they are! All 5 of them:

Kalau begitu mengapa dia tidak dikurung lama berselang?” “Karena dia memakai topeng?” “Apa maksud anda, Dokter?” “Kita semua memakai topeng, Angeli. Sejak kita meninggalkan masa kanak-kanak, kita sudah diajar untuk menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya. Kita sudah diajar untuk menutup-nutupi kebencian dan ketakutan kita. “ Suara Judd penuh wibawa. “Tapi di bawah tekanan, Don Vinton akan menjatuhkan topeng dan memperlihatkan wajahnya yang telanjang.
Sidney Sheldon (The Naked Face)
Seorang diktaktor memiliki suatu partai di belakangnya yang selalu siap mengambil kekuasaan. Sukarno tidak punya. Sukarno tidak memiliki organisasi yang mendukungnya. Seorang diktaktor memerintah dari tahtanya. Soekarno tidak berada di tengah rakyat. Sukarno adalah rakyat. Tidak, kawan, aku bukan Hitler. Jika benar bahwa seorang pemimpin yang dikaruniai daya tarik dan wibawa untuk menggerakkan orang banyak itu seorang diktaktor, biarlah dikatakan aku seorang diktaktor yang berbuat kebajikan.
Cindy Adams (Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia)
Ia merasa dirinya sebagai raja yang ingin menaklukkan nafsunya sendiri. Menelisik setiap susunan bidak bidak yang berdiri di hadapannya. Algoritma rumit yang menimbang setiap langkah yang terlintas dalam benak seorang Grandmaster. Adakah sebuah varian istimewa yang bisa mewakili siasat yang ingin ia mainkan? Menentukan strategi pembukaan yang akan memastikan sebuah kemenangan berada di dalam genggaman tangannya. Menetapkan langkah, apakah ia mesti maju menyerang atau justru mundur bertahan? Pertaruhan martabat memaksanya berpikir keras, kemana pion pion hitam itu harus beranjak? Demi menegakkan wibawa yang menyerupai sebuah batu penjuru. Hasrat yang menunggu pintu gerbang terbuka untuk membuka jalan menuju kastilnya sendiri. Istana nan megah dengan halaman luas berupa taman yang tertata indah persis seperti di dalam mimpi Raja Nushirvan. Demikianlah ia melihat Xiangqi terlahir di China, berkelana ke India sebagai Chaturanga dan lalu hijrah ke Persia sebagai Shatranj. Petak petak hitam putih di atas papan yang kemudian menjelma menjadi lingkaran ouroboros. Bala tentara Maharaja Gupta mulai bergerak serentak melewati setiap tatahan batu dan undak undakan tangga melewati lebih dari lima belas abad perjalanan waktu yang tak tahu kapan bakal berhenti. Ialah titisan Sang Chandragupta, memberi aba aba kepada segenap prajuritnya dengan suara lantang. Langkah kakinya tegap dan mantap. Walau tidak seperti dulu, ia masih sanggup tegak berdiri, melihat dirinya sendiri di dalam pantulan cermin. Anggun dan memesona seperti seekor kuda bangsawan. Elok seperti Akhal Teke dan rupawan bagai Friesian. Dengan tubuh yang liat, kaki yang kuat, mata yang ekspresif dengan lengan berotot dan kejantanan yang tak ingin ia sembunyikan di balik benteng pikiran seekor gajah yang keras kepala dan keangkuhan hati seorang menteri yang bersikeras ingin diakui. Itulah sebab mengapa ia tak akan pernah mengibarkan bendera putih. Walau ia tahu, setiap langkah punya arti untuk menang atau ditaklukkan. Ia tak akan menyerah tanpa melakukan perlawanan. Pada sisa waktu yang berdetak kian lambat dan perlahan memojokkan dirinya hingga sudut terjauh dari pertahanan papan caturnya sendiri. Setiap petak hitam putih adalah pertaruhan antara hidup dan mati. Jengkal tanah yang mesti ia bela mati matian. Sepenuhnya tahu, di atas permukaan papan yang seakan tenang dan hening itu, ada pertempuran dahsyat dan berdarah darah. Perang yang telanjur mengubur semua ingatan atas waktu yang seolah tak pernah berubah. Masih seperti dulu. Waktu yang masih bisa menertawakan kenaifannya akan dunia. Waktu yang mengajarkannya memahami absurditas hidup. Waktu yang secara ironis justru ingin menghancurkannya. Memaksa ia mencermati setiap langkah melewati  jebakan tarian tango sang ratu yang akan mengantarkannya menjemput ajal. Maut yang setia mengintai di setiap sudut dan tak akan pernah berhenti memaksanya untuk menyerah.
Titon Rahmawan
Mengapa hanya kekerasan, kemarahan, dan kejudesan yang pantas diungkapkan oleh seorang guru? Karena semua itu yang dapat menegakkan wibawa?
Mira W.
Jika kita tidak memahami sesuatu perkara, jangan dusta: Sehingga menolak kefahaman lebih afdhal, lagi wibawa Sehingga memfitnah mereka yang lebih aula lagi mulia Sehingga kita terus tergelincir ke lembah gelap dan hina Terperangkap dalam lumpur hasad, ghulat dan pra-sangka.
Wan Mohd Nor Wan Daud (Mutiara Taman Adabi : Sebuah Puisi Mengenai Agama, Filsafat dan Masyarakat)