“
Cinta seperti penyair berdarah dingin
Yang pandai menorehkan luka.
Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya.
”
”
Joko Pinurbo (Kekasihku)
“
Tuhan yang merdu,
terimalah kicau burung
dalam kepalaku.
”
”
Joko Pinurbo (Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan)
“
Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja: Ingin sampai rumah saat senja, supaya saya dan senja sempat minum teh bersama di depan jendela.
”
”
Joko Pinurbo (Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan)
“
Anda boleh menulis puisi
untuk atau kepada siapa saja
asal jangan sampai lupa
menulis untuk atau kepada saya.
Siapakan saya? Saya adalah Kata.
”
”
Joko Pinurbo (Kepada Cium)
“
Suatu saat kau akan jadi kenangan
bagi tukang bencimu. Ia membencimu
dengan lebih untuk menunjukkan
bahwa ia mencintai dirinya sendiri dengan kurang.
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)
“
Hidup ini memang asu, anakku.
Kau harus sekeras dan sedingin batu.
Mengenang Asu
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Musuh utama lupa ialah kapan. Teman terbaik lupa
ialah kapan-kapan. Kapan dan kapan-kapan ternyata
sering kompak juga.
Lupa
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Eh agamamu apa?" Kepala saya tuing tuing.
Saya berpikir apakah kopi tokcer dan kue enak
yang membahagiakan itu mengandung agama.
Sambil buru-buru undur diri, saya menimpal,
"Tuhan saja tidak pernah bertanya apa agamaku.
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)
“
Pekerjaan yang paling mudah dilakukan adalah lupa.
Tidak butuh kecerdasan. Tidak perlu pendidikan.
Hanya perlu sedikit berpikir. Itulah sebabnya, banyak
orang tidak suka kalender, jam , dan tulisan.
Menghambat lupa. Padahal lupa itu enak.
Membebaskan. Sementara.
Lupa
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Uang, berilah aku rumah yang murah saja,
yang cukup nyaman buat berteduh
senja-senjaku, yang jendelanya
hijau menganga seperti jendela mataku.
Sabar ya, aku harus menabung dulu.
Menabung laparmu, menabung mimpimu.
Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu.
Uang, berilah aku ranjang yang lugu saja,
yang cukup hangat buat merawat
encok-encokku, yang kakinya
lentur dan liat seperti kaki masa kecilku.
Kepada Uang
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Tubuhku kenangan yang sedang
menyembuhkan lukanya sendiri.
”
”
Joko Pinurbo (Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan)
“
Aku tak tahu apakah itu yang namanya cinta monyet. Sedikit cintanya, lebih banyak nyometnya, dan akhirnya hanya tinggal nyemotnya.
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Lupa: mata waktu yang tidur sementara.
Lupa
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Misal Aku datang ke rumahmu
dan kau sedang khusyuk berdoa,
akankah kau keluar dari doamu
dan membukakan pintu untukKu?
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)
“
Jika nanti air mataku terbit di matamu
dan air matamu terbenam di mataku,
maaf selesai dan cinta kembali mulai.
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)
“
Selamat ulang tahun, buku. Makin lama
kau makin keren saja. Tambah cerdas pula.
Aku saja yang tambah payah
dan sekarang mulai pelupa.
Maaf, aku tak bisa kasih hadiah apa-apa
selain sejumlah ralat dan catatan
yang aku tak tahu akan kutaruh di mana
sebab kau sudah pandai meralat
dan menceritakan dirimu sendiri.
Kau bahkan sudah tak seperti dulu
ketika aku berdarah-darah menulismu.
Jangan-jangan kau pangling denganku.
Selamat ulang tahun, buku. Anggap saja
aku kekasih atau pacar malangmu.
Selamat panjang umur, cetak ulang selalu.
Selamat Ulang Tahun, Buku
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
bahwa sumber segala kisah adalah kasih;
bahwa ingin berawal dari angan;
bahwa ibu tak pernah kehilangan iba;
bahwa segala yang baik akan berbiak;
bahwa orang ramah tidak mudah marah;
bahwa seorang bintang harus tahan banting;
bahwa untuk menjadi gagah kau harus gigih;
bahwa terlampau paham bisa berakibat hampa;
bahwa orang lebih takut kepada hantu
ketimbang kepada tuhan;
bahwa pemurung tidak pernah merasa
gembira, sedangkan pemulung
tidak pelnah melasa gembila;
bahwa lidah memang pandai berdalih;
bahwa cinta membuat dera berangsur reda;
bahwa orang putus asa suka memanggil asu;
bahwa amin yang terbuat dari iman
menjadikan kau merasa aman.
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)
“
Tuhan memelukku dan berkata,
"Pergilah dan wartakanlah pelukanKu.
Agama sedang kedinginan dan kesepian.
Dia merindukan pelukanmu
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)
“
Suatu hari aku dan Ibu pasti tak bisa lagi bersama."
"Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?"
"Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma.
”
”
Joko Pinurbo (Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan)
“
Mengapa kau tinggalkan aku sebelum sempat
kurapikan lagi waktu? Betapa lekas cium
menjadi bekas. Betapa curangnya rindu.
Awas, akan kupeluk habis kau esok hari.
”
”
Joko Pinurbo (Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan)
“
Ah, cita-cita. Makin hari kesibukan
makin bertumpuk, uang makin banyak
maunya, jalanan macet, akhirnya
pulang terlambat. Seperti turis lokal saja,
singgah menginap di rumah sendiri
buat sekedar melepas penat.
Cita-cita
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Kasih saja saya beragam bacaan, yang serius
maupun yang ringan. Jangan bawakan saya
rencana-rencana besar masa depan.
Jangan bawakan saya kecemasan.
Surat Malam untuk Paska
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Bukankah wajah kita pun cuma topeng yang tak pernah
sempurna mengungkapkan kehendak penciptanya?
Topeng Bayi untuk Zela
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Mereka sangat sibuk
dicari uang dan hanya sesekali pulang.
Kalaupun pulang, belum tentu mereka sempat tidur
di rumah karena repot mencari ini itu, termasuk
mencari utang buat ongkos pulang ke perantauan.
Penumpang Terakhir
”
”
Joko Pinurbo (Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan)
“
Bahasa Indonesiaku yang gundah membawaku
ke sebuah paragraf yang menguarkan
bau tubuhmu. Malam merangkai kita
menjadi kalimat majemuk bertingkat
yang hangat di mana kau induk kalimat dan aku
anak kalimat. Ketika induk kalimat bilang pulang,
anak kalimat paham bahwa pulang adalah masuk
ke dalam palung. Ruang penuh raung.
Segala kenang tertidur di dalam kening.
Ketika akhirnya matamu mati, kita sudah
menjadi kalimat tunggal yang ingin tetap
tinggal dan berharap tak ada yang bakal tanggal.
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)
“
Hujan melahirkan pelukan-pelukan yang berbahaya.
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)
“
Tidur: alamat pulang paling pasti
ketika kata-kata kehabisan isi dan tak tahu lagi
ke mana akan membawamu pergi.
”
”
Joko Pinurbo (Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi)