β
Bunda,
engkau adalah puisi abadi
yang tak pernah kutemukan dalam buku...
β
β
Abdurahman Faiz (Untuk Bunda dan Dunia)
β
JARAK
dan Adam turun di hutan-hutan
mengabur dalam dongengan
dan kita tiba-tiba di sini
tengadah ke langit; kosong sepi
β
β
Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni)
β
Dan bibirnya adalah sepotong puisi yang belum selesai. Aku yakin, hanya bibirku yang bisa menyelesaikannya menjadi sebuah puisi yang lengkap.
β
β
Leila S. Chudori (Pulang)
β
Tuhan, di dunia dan akhirat
aku ingin mengabdi
pada api Islam abadi
pimpin aku!
berkati perjuanganku!
Tuhan, aku ingin maju
menerjang rintangan engkar
di dadaku biar menggema
Allahu Akbar!
Allahu Akbar!
β
β
Hamka (Cermin Penghidupan)
β
Buku yang kubaca
selalu memberi sayap-sayap baru.
Membawaku terbang ke taman-taman pengetahuan paling menawan,
melintasi waktu dan peristiwa,
berbagi cerita cinta, menyapa semua tokoh yang ingin kujumpai, sambil bermain di lengkung pelangi.
β
β
Abdurahman Faiz (Aku Ini Puisi Cinta)
β
ke Lethe, murung penuh hantu memandang
bintang dan neraka
menjemur mereka dan aku.
β
β
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β
Yang indah memang bisa menghibur selama-lamanya, membubuhkan luka selama-lamanya, meskipun puisi dan benda seni bisa lenyap. Ia seakan-akan roh yang hadir dan pergi ketika kata dilupakan dan benda jadi aus.
Tapi apa arti roh tanpa tubuh yang buncah dan terbelah? Keindahan tak bisa jadi total. Ketika ia merangkum total, ia abstrak, dan manusia dan dunia tak akan saling menyapa lagi.
β
β
Goenawan Mohamad (Tuhan & Hal-Hal yang Tak Selesai)
β
Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah, dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin.
β
β
Goenawan Mohamad (CATATAN PINGGIR 3)
β
Waktu berjalan ke Barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang.
Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan.
Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang,
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan.
β
β
Sapardi Djoko Damono
β
Kenapa selama ini orang praktis terlupa akan burung gereja, daun asam, harum tanah: benda-benda nyata yang, meskipun sepele, memberi getar pada hidup dengan tanpa cincong? Tidakkah itu juga sederet rahmat, sebuah bahan yang sah untuk percakapan, untuk pemikiran, untuk puisiβseperti kenyataan tentang cinta dan mati?
β
β
Goenawan Mohamad (CATATAN PINGGIR 2)
β
Kau hampir tak pernah menghubungiku via ponsel, tapi setiap saat aku selalu saja melihat ponsel itu berkali-kali. Berharap ia berbunyi dan namamu yang tertera di sana. Lalu dengan agak menggigil aku berusaha melawan keinginanku sendiri, menyusun rencana-rencana tak selesai... untuk menjawab sapamu sedingin mungkin. Tapi tak ada bunyi. Tak. Kemudian pandanganku beralih pada blackberry dan lagi-lagi berharap kau pecahkan resah dalam sekali bip, padahal kau tak ada dalam kontak-ku. Maka bersama angin aku menggiring jeri, menyekap batin sendiri, memilin-milinnya menjadi puisi yang paling setia pada sunyi.
β
β
Helvy Tiana Rosa
β
Setelah punya rumah, apa cita-citamu? Kecil saja: Ingin sampai rumah saat senja, supaya saya dan senja sempat minum teh bersama di depan jendela.
β
β
Joko Pinurbo (Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan)
β
Betapa pukimak hidup itu! Tuhan-tuhan
timbul-tenggelam mirip popok bayi di sampah,
dan cinta, bila terlalu hanyut kau, maka bisa
membunuh!
β
β
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β
Seseorang pernah mengatakan, guna puisi adalah dengan hadir tanpa guna. Ia tak bisa dijual. Ia menegaskan tak semua bisa dijual.
β
β
Goenawan Mohamad (Pagi dan Hal-Hal yang Dipungut Kembali)
β
Dan akhir adalah permulaan
kau aku tak pernah menapaki mula
juga mungkin tak pernah sampai
pada selesai
seperti puisi yang kutanam
di kuntum hatimu
β
β
Helvy Tiana Rosa (Mata Ketiga Cinta)
β
Mencintai itu anugerah, meski tak berbalas. Lewat rasa itu kau bahkan bisa membangun istana megahmu sendiri dari kepingkeping puisi dan prosa.
β
β
Helvy Tiana Rosa
β
sejarah menjadikan orang bijaksana, puisi menjadikan orang fasih lidah, matematika menjadikan orang cerdik, filsafat menyebabkan orang berpikir dalam, moral menjadikan orang bersikap sungguh-sungguh, logika dan ilmu berpidato menjadikan orang berani mengeluarkan pendapat.
β
β
Francis Bacon
β
Senja melarutkanku di batas waktu
Ketika ada dan tiada sejenak menyatu
Ada yang beringsut menjauh
Ada yang perlahan merengkuh
Bayanganku mengais sisa terang
Sebelum terkubur malam panjang
β
β
Sam Haidy (Nocturnal Journal (Kumpulan Sajak yang Terserak, 2004-2014))
β
Kau membuatku percaya bahwa keajaiban itu ada. Kau membuatku merasa bahwa tidak ada salahnya menulis puisi cinta dan menyimpannya dalam botol kaca. Aku datang hanya untuk mengatakan itu. Karena selanjutnya, aku akan selalu membencimu di sisa hidupku.
β
β
Devania Annesya (X: Kenangan yang Berpulang)
β
Mereka yang terbiasa dengan kekuasaan dan aturan memang umumnya sulit memahami puisi.
β
β
Goenawan Mohamad (CATATAN PINGGIR 3)
β
Memang sulit menulis puisi. Dan untuk apa mempersulit diri sendiri.
β
β
Danarto (Berhala: Kumpulan Cerita Pendek)
β
penawar
daripada
segala penawar
hanya hidayah
dan makrifat-Mu
menjadi penyembuh
kepada sekalian
penyakit
denyut zikrullah
berdetaklah di pembuluh
jantung hatiku.
(Jantung Hati)
β
β
Rahimidin Zahari (Kumpulan Puisi: Sehelai Daun Kenangan)
β
Di baris ke tujuh sebelah kiri, empat kursi dari
ujung, Tuhan duduk dan menangis. Di
tangannya tergenggam sebuah dadu. Pada
semua sisinya tertulis: dosa.
β
β
Avianti Armand (Perempuan Yang Dihapus Namanya)
β
Misi yang dimaksud adalah ketika kalian melakukan sesuatu hal positif dengan kualitas sangat tinggi dan di saat yang sama menikmati prosesnya. Bila kalian merasakan sangat baik melakukan suatu hal dengan usaha yang minimum, mungkin itu adalah misi hidup yang diberikan Tuhan. Carilah misi kalian masing-masing. Mungkin misi kalian adalah belajar Al-Quran, mungkin menjadi orator, mungkin membaca puisi, mungkin menulis, mungkin apa saja. Temukan dan semoga kalian menjadi orang yang berbahagia.
β
β
Ahmad Fuadi (Negeri 5 Menara)
β
PERCAKAPAN DUA RANTING
kalau pernah kamu bertemu dulu, apa yang
kau inginkan nanti? sepi. kalau nanti kau
dapatkan cinta, bagaimana kau tempatkan
waktu? sendiri. bila hari tak lagi berani
munculkan diri, dan kau tinggal untuk
menanti? cari. andai bumi sembunyi saat
kau berlari? mimpi. lalu malam menyer-
gapmu dalam pandang tiada tepi? hati.
baik...aku tak lagi memberimu mungkin?
kecuali. baik..baik, aku hanya akan menya-
pamu tanpa kecuali? mungkin. dan jika
tetap seperti itu, embun takkan jatuh dari
kalbumu? sampai. akankah kau patahkan
tubuhmu hingga musim tiada berganti?
mari. lalu kau tumbuhkan bunga tanpa
kelopak tanpa daun berhelai-helai? kemari.
juga kau benamkan yang lain dalam jurang
di matamu? aku. katakan bahwa kau mene-
rimamu seperti aku memberimu?...
kau? ya. kau?...aku.
Besancon, oktober sebelas 1997.
β
β
Radhar Panca Dahana (Lalu Batu: Antologi Puisi)
β
tapi, anakku, hidup senantiasa mengembara
β
β
Usman Awang (Duri Dan Api)
β
tetapi kali ini
maaflah ya,
pintu 40 yang kututup
tak akan kubukakan
kembali
tidak,
untuk sesiapa pun
tidak juga untukmu.
(pintu 40)
β
β
Rahimidin Zahari (Kulukiskan Engkau Biru Dan Engkau Bertanya Kenapa Tidak Merah Jambu Seperti Warna Kesukaanku?)
β
Ini jelas puisi kehidupan. Menyedihkan. Di bumi kita ini, yang kaya memang semakin kenyang dan yang miskin makin tenggelam.
β
β
Gola Gong (Balada Si Roy 1: Joe)
β
Kopi dan perempuan, mereka saudara kembar. Dua-duanya keras kepala perihal rasa.
β
β
Ilham Gunawan
β
Waktu kecil saya sering berpikir tentang sesuatu yang bisa melestarikan kenangan. Begitulah mulanya saya mengakrabi musik, aroma dan puisi.
β
β
Helvy Tiana Rosa
β
mistikus pernah berkata begini pada seluruh
patung yang tak bisa diraba:
βdi kehidupan sebenarnya, sesuatu yang kau
torehkan ini hanyalah fana!β
tapi makhluk imajiner apa yang merangkak
dan memiliki tempat-tempat luas seakan
sabana Afrika telah muntah garingnya demi
menangkup ia yang tak berjenis apa-apa.
ia yang dinomori sebagai sang satu. yang
penuh totem warna-warni di sekujur
dagingnya. menebarkan piuh dingin yang amis
dan luka terjerat kekosongan tanda sebelum
bukit pasir menghisap tubuhnya atau warna
pasir yang menggerus tubuhnya?
β
β
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β
Ada yang perlahan binasa setiap kali puisi tercipta.
Ia selalu meminta nyawa dari kenangan atau impianmu.
Ia tak segan merampas tidurmu dan meretas bangunmu.
Kelak, ia akan terus bersuara dari dalam kuburmu....
β
β
Sam Haidy (Malaikat Cacat)
β
Kita adalah sepasang resah yang menyembunyikan hati ke dalam pasrah
Mengoleksi kenangan dan meyelundupkan diri dibalik ingatan
Mengapa kita terus meratapi keadaan dan mengoreksi Tuhan?
Tidak ada cara merevisi takdir jika keterpisahan adalah ketetapan
11/10/2017
β
β
firman nofeki
β
Jangan salahkan hujan saat ia turun dan membuatmu pilu sebab rindu. Hujan sudah menanggung rindu yang lebih berat dan banyaknya melebihi rintiknya sendiri.
β
β
Alfin Rizal
β
Aku di sini kamu di sana, tapi kita tetap bisa berpelukan dalam doa dan puisi.
β
β
Helvy Tiana Rosa
β
Sebuah puisi adalah suatu pengalaman kehidupan yang terungkap - betapapun sukar dalam kesakitan; dan dalam kesempatan.
β
β
Leo AWS (Gelombang Cengkerama dan Tsunami)
β
Seribu slogan dan sebuah puisi: manakah yang lebih perlu? Kedua-duanya. Tapi apabila kita sadari bahwa yang menjadi tujuan bukanlah sekadar kebersamaan yang dipergunakan untuk kekuasaan, puisi akan lebih berarti. Karena puisi memungkinkan percakapan yang bebas, ia memustahilkan kekompakan yang munafik. Seorang tiran atau seorang Hitler setiap hari bisa saja membuat seribu slogan, tapi ia tidak akan sanggup membuat sajak yang sejati.
β
β
Goenawan Mohamad
β
Puisi yang ditulis dengan hati tak pernah mati, puisi yang ditulis dengan peristiwa kelak jadi kenangan atau bahkan hilang dari ingatan, puisi yang ditulis dengan cinta ia akan mencipta, tercipta dan juga menjadi kata-kata yang tak lapuk dimakan usia~~
β
β
Arif Saifudin Yudistira
β
merdekakan jiwa
merdekakan pikiran
dari penjajahan pribadi yang kita buat sendiri-sendiri
dari amarah dan dendam
maafkan, maafkan, maafkan
lalu mungkin lupakan
β
β
Ahmad Fuadi (Anak Rantau)
β
kepada sisa kata mu yang masih bungkam, dan dilema pada ujung pena mu, lirih saja berbisik ; tundukkan segala riuh perkara hati mu
~andra dobing
β
β
andra dobing
β
ditembakkan dari pelir barracuda yang lolos
api, tubuhnya penuh runcing seperti penggaris
16 centi ke atas terus ke atas melewati loronglorong
rusak yang pengap akan tetesan air
amis. terbuka menganga, lurus terus maju
tanpa mundur memasuki sorga yang hilang di
Bermuda kecil warna-warni logo bungabungaan
yang diracuni bensin dan mungkin
sundutan rokok tengik. owalah...rambutrambut
keriting siapa ini disepahkan mulut
lebar ikan lonte di danau sebelah utara?
β
β
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β
Aku tak ingin seperti hujan
Hanya dirindukan pada waktu tertentu
Dan selebihnya mengganggu
Aku tak ingin seperti matahari
Hanya disukai saat datang dan pergi
Sedang tengah hari disumpah-serapahi
Aku ingin seperti bulan
Penuh atau separuh tetap dicintai
β
β
Sam Haidy (Malaikat Cacat)
β
kau bukan gula-gula kapas,
yang bagiku cuma lembut,
kau terlahir sebagai popkon,
yang rangup dan manis,
yang aku nikmati dalam gelap,
menghadap pelbagai genre,
dilayar panggung.
β
β
Salleh Razak (Popkon)
β
Aku tertawan
Tanpa gerak
Lalu tertawa
Tanpa gelak
Aku dan sepi
Seredup semati
β
β
Sam Haidy (Nocturnal Journal (Kumpulan Sajak yang Terserak, 2004-2014))
β
Jangan cari aku
Jika aku pergi ke hutan
Dan lama tak kembali
Aku tak tersesat
Tapi menemukan Diri
β
β
Sam Haidy
β
Berdosakah aku menjadi penyair
kalau yang aku dambakan
adalah hikmah berduri mawar
dan bijaksana berbuah takwa.
β
β
Shamsudin Othman (Kumpulan Puisi Taman Maknawi)
β
anjing-anjing buta melolong menangisi
lobang-lobang di tembok. melodi, tak lebih
dari dalih kesunyian dan cinta. erangan yang
memuakkan. percakapan itu terkesan mewah:
penyair yang lupa membawa topinya, dan
lintingan lisong yang tak mungkin mengerti
puisi bila disandingnya bukanlah kopi. oh,
betapa luka 300.213 centi itu melebar makin
timur, menorehkan nganga tempat nanah
menggembung dengan lapisan perih dan bau
amis.
mobil pikap tua, penuh kangkung dan ibu yang
tidur di atasnya, setenang Buddha. jalan terus
ke kiri, menyempil di antara truk-truk besar
yang tak mau kalah, tetap ngotot meski makin
di pojok. masih saja setenang Buddha: tidur
yang penuh rahma
β
β
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β
Kamu menulis: "Kita sudah mengatakan A, maka kita harus menyebutkan seluruh huruf." Namun masalah itu sekarang sudah sedemikian luar biasa hingga aku menjadi ragu. Maka, kukutipkan puisi singkat dari Jan Erik Vold mengenai hal itu:
"Siapa yang mengatakan A
Telah mengatakan A"
Kamu mengerti yang kumaksud, kan? Kalau kamu telah mengatakan A, maka kamu telah mengatakan A dan harus menjalani segala resiko yang mengikutinya. Tapi, itu tak berarti bahwa kamu juga harus mengatakan B.
β
β
Jostein Gaarder (Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken)
β
Rindu adalah perkara ruh, bukan perkara jasad. Merindukanmu barangkali omong kosong yang masuk akal. Sedangkan, perpisahan hanyalah perkara mata dan ingatan, sama sekali tak berlaku pada hati dan jiwa.
β
β
Ilham Gunawan
β
Rindu tidak tersusun dari batas peta. Tetapi, dari seberapa luas kau mengingatnya.
Rindu tidak diciptakan oleh jarak. Ia lahir sebab keberadaan. Sedekat apapun jarak kalian, selama tidak pernah tinggal di hati dan ingatan, rindu tidak akan pernah ada.
β
β
Ilham Gunawan
β
Cinta didapat dengan perjuangan,dipertahankan dengan perjuangan.selama proses itu,mungkin akan ada pertengkaran,teriakan satu sama lain,tangisan dan hati yang terluka,tetapi kemudian ketika mendapatkan kekuatan untuk berdiri lagi,mungkin kamu akan tahu,mengapa syair cinta,puisi cinta,lagu cinta atau cerita dibuat.
A Perfect Love
β
β
Yuchita Erayani
β
Namun cinta tak pernah hilang harapan
Akan datang lengkung pelangi setelah hujan
Menghubungkan rasa kehilangan dan sakitnya perpisahan.
β
β
Lee Risar (Kata: Antologi Puisi)
β
Kau;
Sebuah kota yang hanya dapat kukunjungi di malam-malam seperti ini,
Rambutmu lampu-lampu,
dan wajahmu adalah lukisan yang akan memaksaku untuk selalu kembali.
β
β
Sobih Adnan (Lamar)
β
Aku ingin berhenti menuliskanmu.
Bosan aku dengan pena, dan enyah saja kau kertas!
Seperti mengerami mimpi yang tak kunjung menetas...
β
β
Sam Haidy
β
Remukkan aku, Tuhan
remukkanlah aku;
hingga taat tanpa tapi
dan patuh tanpa nanti.
β
β
Stebby Julionatan (Di Kota Tuhan Aku Adalah Daging yang Kau Pecah-pecah: Sekumpulan Puisi)
β
ayat-ayat suci adalah jeram yang dingin
mengalir dan menempuh hutan liar
hutan liar adalah diriku
ayat-ayat suci adalah jeram yang bening
aku bercermin membasuh hatiku
(Di Depan Rehal)
β
β
T. Alias Taib (Opera)
β
Aku adalah dongeng sebelum tidur
yang setia mendaur diri
meski selalu terpenggal
oleh gilotin matamu
Aku adalah kisah tak tuntas
yang berulang kali kau tebas
hanya untuk kembali
bertunas dan bertunas lagi
β
β
Sam Haidy (K(a)redo(k) Puisi Jaman Now)
β
jalan pulang berada djauh di belakang waktu
yang lama telah engkau tinggalkan. tiada
esak tangis dan kepiluan untuk engkau luahkan
di pintu angan kerana segala yang bermula
telah pun berakhir.
(Pintu Angan)
β
β
Rahimidin Zahari (Kumpulan Puisi: Sehelai Daun Kenangan)
β
Dan pancaran matamu adalah syair ribuan hari yang menyihir airmata jadi kuntumkuntum asa. Tubuh kita menjelma rumahrumah pasi di dada jalan yang selalu setia menampung sejarah, kenangan atas perjumpaan dan perpisahan berkali kali
β
β
Helvy Tiana Rosa
β
Duhai Pemilik waktu
dari arusMu usiaku terlahir dan mengalir
pada muara mautMu aku berakhir dan menyerah''
Engkaulah dermaga
tempat ikrar perjalananku melunasi batas
rantau pulang kala jiwa tersesat di pintu dunia
Engkaulah samudera
tempat senjaku membenamkan usia
melarungkan maut yang membadai di pantai jiwa
Tuhan....
jagalah hati dan jiwa ini
seperti telah Engkau jaga planet-planet yang beredar pada tiap galaksi
menurut keteraturannya
biar tiada berbenturan akhiratku dengan dunia
sebelum akhir masa nyaris menyelesaikan lahat
sebelum aku dan waktu menyeduh pamit dari secangkir hayat
di perahu sepi
kuamini gelombang maghfirahMu
Di kedalaman sujudku
kuselami putihnya do'a
menghanyutkan dosa yang mnghitami muara ruhku
di rimba raka'atku, ada rindu yang merimbun sebagai Kamu
Engkau geriap hujan di kemarau tubuhku
akulah kegersangan angin yang memanjati tebing-tebing grimisMu
Tuhan...
di hujan ampunan tak henti kuburu gemuruhMu
kupaku telinga di pintuMu
moga kudengar Kau mengetuk
bertamu ke bilik sepi sunyiku
β
β
firman nofeki
β
inilah gua segiempatku:
tingkap yang sentiasa menadah udara,
langsir yang menapis cahaya,
meja yang dikepung buku
dan dinding yang menampung
empat lima keping harapan
masa tuaku.
inilah dunia resahku
aku hidup di cahaya separuh terang
mengetam dan melicinkan puisiku
pada kertas yang berselerak.
(Gua)
β
β
T. Alias Taib (Petang Condong)
β
Selalu saja ada sosok yang dituju
di setiap kata "Engkau" dalam sajakmu.
Selalu saja ada satu nama,
yang disamarkan dengan kopi, malam, senja, dan hujan.
Selalu saja ada sosok palsu,
dalam setiap ungkapan majasmu itu.
Selalu ada sesuatu dibalik kisah pilumu, ketika engkau berurusan dengan rindu.
Ceritanya akan tetap seperti itu,
hingga engkau tutup buku,
kecuali jika kau memutuskan untuk berhenti mengurusi rindu.
β
β
Robi Aulia Abdi (@aksarataksa)
β
dari tembok tua dan rumah bisu penuh anggota
keluarga: ayah, ibu, kakek,nenek, bayi-bayi
menggelantung kera dengan bau dupa yang
lapar. Dari sorga yang tak mungkin dicapai
kecuali kau Buddha Gautama. Dari Yesus
yang tangannya terkulai dipasak dan menangis
merasa ditinggalkan bapaknya. Dari
Muhammad yang kedinginan menggigil dalam
selimut di goa sunyi berharap ada laba-laba
membikin pintu bagi rumah barunya. Dari
cintaku padamu yang tak pernah renta. Dari itu
semuaβ
kata-kata terus terumbar, jauh melayang
melewati pasar modern jam 5 pagi.
β
β
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β
Kebahagiaan Abadi
Entah siapa dirimu...
Saat kurangkai kata-kata ini, jantungku berlarian..
Air mataku tak dapat kubendung..
Aku hanya dapat melihat bayanganmu melalui layar laptop
Hasil upacara sakralmu yang kau upload ke situs jejaring sosial
Hakikatnya ku sangat merindukan sosokmu untuk menjadi pendampingku..
Biarlah mereka menganggapku melow
Semuanya terasa sangat singkat...
Dengan mata yang berkaca-kaca ku ungkap tabir cakrawala
Semoga bahagia..
dan Aku dengan sejuta bintang
menembus atmosfer untuk mencari ..
Kebahagiaan Abadi...
Dalam Naungan Rabb..
β
β
Hilaludin Wahid
β
Kekasihku
Kami bertemu lagi di taman.
Dulu ia bilang ia yang menciptakan langit biru,
tukang susu yang setiap pagi lewat depan rumahku,
tukang pos yang tak pernah mampir,
anak-anak kecil yang bermain burung dara bersama senja,
suara anjing hansip di tengah malam sunyi.
Semuanya dari tiada.
βKenapa kita harus melalui hidup ini sendirian?β tanyaku.
Ia diam. Padahal biasanya langsung
berbicara panjang lebar.
βKamu dan aku. Begini parah kita kesepian.β
Aku ingat ceritanya tentang cinta yang tak berbalas,
yang ia tanggung selama beribu-ribu tahun.
Tentang pengirim pesan yang ditimpuki batu,
dan ia yang kesepian di atas gunung.
Kakiku mulai kesemutan, dan ia tak juga bicara.
βDi gunung, kamu menulis untuk siapa?β
Ia tak juga bicara.
Langit biru agak berawan hari ini.
β
β
Norman Erikson Pasaribu (Sergius Mencari Bacchus: 33 Puisi)
β
Gadis Peminta-minta
Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
β
β
Toto Sudarto Bachtiar
β
HIKAYAT ADAM
Sebab bagiku kau masih serupa ibu yang melahirkanku yang menuntunku berjalan dan mengajariku berlari. Namun mengapa tak juga lepas dahagaku daripadamu? Meski telah kureguk engkau hingga tumpas tandas.
Hingga kempis payudaramu hingga perlahan surut laut dan air matamu. Hingga padam langit dan seluruh jagat raya.
Hingga kalam sang malaikat diam-diam merenggut segenap kejahatan dan dosa-dosaku. Meski kutahu belaka, betapa sia-sia seluruh perjalanan ini.
Bukankah engkau sendiri yang waktu itu menghalangi diriku memakan buah yang ranum dari perbendaharaanmu yang sengaja tak kausembunyikan?
Buah syajarah yang kautanam di taman purbawi. Kebun yang telah berabad jadi rumahku tapi tak pernah sungguh-sungguh aku miliki.
Mengapa kaularang aku memetik khuldi yang kausediakan bagiku di taman itu? Apakah demi menguji kesetiaanku pada dirimu? Sementara kauijinkan sabasani itu tumbuh menjulang tinggi dan berbuah lebat.
Sekalipun engkau masih menerimaku sebagai buah kandung yang engkau lahirkan sendiri dengan kedua tanganmu.
Dan tidaklah aku engkau turunkan dari patuk taring si ular beludak. Ia yang telah membuatku terusir dari rumah. Sepetak tanah yang memang kauperuntukkan bagi diriku sejak mula pertama kauhadirkan aku ke dunia ini.
Sungguhpun harus kuarungi samudra duri ini sekali lagi, sebagai si alif dari golongan yang paling daif. Sebagaimana perempuan penerbit nafsi itu kaucuri dari tulang rusukku saat aku lelap tertidur.
Sepanjang pasrah kasrah telah mengubah rambut di kepalaku menjadi setumpukan uban. Sepanjang kematian demi kematian sengaja kau timpakan di atas kepala anak cucuku. Adakah sempat kaudengar aku berkeluh-kesah?
Meski aku mahfum belaka, ya bila karena semua itu aku tak akan pernah kau perkenankan singgah ke rumahmu lagi. Kecuali kau biarkan aku datang sebagai perempuan lecah, jaharu yang paling hina atau fakir papa yang kelaparan.
Sekalipun telah letih jiwaku meretas sepi, hingga percik lelatu itu menitik sekali lagi dari ujung jarimu. Bukan sebagai yang garib, yang gaib atau yang hatif. Melainkan karena semata-mata semesta cinta.
Cinta yang sekalipun tak akan pernah mengubah diriku menjadi zaim, zahid atau zakiah. Namun sungguh, cuma itu satu-satunya cinta yang berani menentang tajam mata pisau sang mair.
β
β
Titon Rahmawan
β
Kau terhenti.
Tergagu kau bertanya.
Mungkin pada diri sendiri, mungkin kepadaku.
βSiapaβ¦ kamu?β
Namaku Bumi, ketika langitmu perlu wadah untuk menangis.
Namaku Bulan, saat kau terlelap, kujaga duniamu dalam gelap.
Namaku Telaga, kan kubasuh lusuh di sekujur tubuhmu itu.
βUntuk apa?β
Untuk partikel udara yang kau hirup dengan cuma-cuma.
Untuk desau angin yang bisiknya kau halau dengan daun pintu.
Untuk kepul terakhir secangkir kopi yang kau hirup sebelum mendingin.
Kau kembali berjalan.
Aku kembali diam.
Kita tak lagi berbincang.
Aku tetap menjadi bumi, bulan, dan telagamu.
Kau masih menghirup udara, menghalau angin, dan menyeduh kopi.
Kita masih melakukan hal yang sama, masih di tempat yang terpisah.
Dan tak pernah kau pertanyakan lagi keberadaanku.
Sebab bagimu aku selalu ada.
β
β
Devania Annesya (Elipsis)
β
Ia dan Pohon
Siang itu ia meminta maaf kepada satu-satunya pohon
di tepi lahan parkir kantornya, yang memayungi mobilnya
dari terik. Ia minta maaf untuk kakeknya yang adalah
pengusaha kebun sawit, untuk keluarga mereka yang
turun-temurun meyakini seorang tukang kayu sebagai anak tuhan.
Pohon itu meratap, teringat dengan kawannya
yang dicabut dari tanah ketika mereka kanak-kanak,
dengan alasan βterlalu dekat dengan bangunanβ. Dari kejauhan
mereka biasa saling tatap dan berkedip, dan berpikir ketika
dewasa kelak dan burung atau kupu-kupu mulai hinggap sebentar
pada cabang serta pucuk mereka, mereka bisa saling menitipkan pesan.
Pohon itu menyesali tak sempatnya ia mengatakan
ia mencintai kawannya itu; ia ingin membawa kawannya itu
ke gereja, dan di depan altar mereka bisa dipersatukan di
hadapan tuhan yang bercabang tigaβseperti pohonβ
dan anak-anak mereka bisa memenuhi lahan parkir itu,
sepetak demi petak, hingga kelak orang-orang lewat
mengira ada hutan di tengah kota. Pria itu pun memeluk pohon itu,
dan pohon itu memeluknya.
β
β
Norman Erikson Pasaribu (Sergius Mencari Bacchus: 33 Puisi)