Kebenaran Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Kebenaran. Here they are! All 100 of them:

β€œ
Pergilah, jelajahilah dunia, lihatlah dan carilah kebenaran dan rahasia - rahasia hidup ; niscaya jalan apa pun yang kaupilih akan mengantarkanku menuju titik awal
”
”
Hanum Salsabiela Rais (99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa)
β€œ
Jangan hanya ya-ya-ya. Tuan terpelajar, bukan yes-man. Kalau tidak sependapat, katakan. Belum tentu kebenaran ada pada pihakku ...
”
”
Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia)
β€œ
Cuaca demi cuaca melalui kami, dan kebenaran akan semakin dipojokkan. Sampai akhirnya nanti, badai meletus dan menyisakan kejujuran yang bersinar. Entah menghangatkan, atau menghanguskan.
”
”
Dee Lestari (Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade)
β€œ
Banyak orang yang takut hidup menghadapi kebenaran, dan hanya sedikit orang yang merasa tak dapat hidup tanpa kebenaran dalam hidupnya.
”
”
Mochtar Lubis (Harimau! Harimau!)
β€œ
Seorang novelis sebaiknya menciptakan β€œsebuah wilayah di mana tak seorang pun memiliki kebenaran...tapi di mana setiap orang punya hak untuk dimengerti
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 3)
β€œ
Kita semua bukan baik. Kita semua ada sejarah hitam masing-masing. Sejarah mencari Tuhan. Sejarah mencari kebenaran
”
”
Hilal Asyraf (Hero)
β€œ
Kebenaran hanya ada di langit dan dunia hanyalah palsu dan palsu.
”
”
Soe Hok Gie (Catatan Seorang Demonstran)
β€œ
...kuketahui bahwa pemandangan yang tertatap oleh mata bisa sangat mengecoh pemikiran dalam kepala: bahwa kita merasa menatap sesuatu yang benar, padahal kebenaran itu terbatasi sudut pandang dan kemampuan mata kita sendiri.
”
”
Seno Gumira Ajidarma (Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk)
β€œ
belajarlah dalam kesabaran Ayub berjalanlah bersama keberanian Ibrahim bacalah semesta melalui kecerdasan Sulaiman taklukkan angkuh dunia dengan ketangguhan Musa himpunlah semua kebijaksanaan Yakub katakanlah kebenaran semerdu suara Daud kasihilah sesama sepenuh cinta Isa lalu masukilah kebeningan dirimu bersama ketakwaan Muhammad
”
”
Fahd Pahdepie (Perjalanan Rasa)
β€œ
Ketika Hitler mulai membuas maka kelompok Inge School berkata tidak. Mereka (pemuda-pemuda Jerman ini) punya keberanian untuk berkata "tidak". Mereka, walaupun masih muda, telah berani menentang pemimpin-pemimpin gang-gang bajingan, rezim Nazi yang semua identik. Bahwa mereka mati, bagiku bukan soal. Mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir. Tidak ada indahnya (dalam arti romantik) penghukuman mereka, tetapi apa yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran.
”
”
Soe Hok Gie (Catatan Seorang Demonstran)
β€œ
Kadang berbagai peristiwa, juga kenangan terasa kejam, tapi tugas pengarang adalah mengemas kisah-kisah itu dalam keterharuan, kebenaran dan keindahan yang padu...
”
”
Helvy Tiana Rosa
β€œ
Kawan, di kampung kami kebenaran harganya hanya seribu lima ratus perak. Warnanya hitam, bergenang di dalam gelas, saban pagi.
”
”
Andrea Hirata
β€œ
Orang yang menjadikan kebenaran tergantung kepada salah seorang ahli ilmu saja, maka orang itu lebih dekat kepada pertentangan.
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 2)
β€œ
....Kebenaran tidak perlu di iklankan...
”
”
Fidel Castro
β€œ
Kebenaran paling agung dalam Islam--setelah syahadat--adalah shalat. Siapa yang tidak shalat dia pengkhianat. Dan pemerintahan seorang pengkhianat itu ditolak! (Said Nursi, hal.425)
”
”
Habiburrahman El-Shirazy (Api Tauhid)
β€œ
Kebodohan adalah penyakit, obatnya ilmu dan petunjuk. Kesesatan adalah penyakit, obatnya kebenaran.
”
”
Ψ§Ψ¨Ω† Ω‚ΩŠΩ… Ψ§Ω„Ψ¬ΩˆΨ²ΩŠΨ©
β€œ
Tidak semua kebenaran dan kenyataan perlu dikatan pada seseorang atau pada siapapun.
”
”
Pramoedya Ananta Toer (Arok dedes)
β€œ
Jika masyarakat sudah dibuat tidak meyakini kebenaran ajaran agama, maka yang akan dijadikan pegangan adalah akal manusia semata atau hawa nafsu mereka. Tidak ada standar kebenaran. Pada ketika itulah masyarakat akan terseret ke dalam arus nilai yang serba relatif dan temporal. Kebenaran tergantung pada kesepakatan. Agama tidak diberi hak untuk campur tangan untuk menentukan baik dan buruk di tengah masyarakat. (Hal.17)
”
”
Adian Husaini (Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal)
β€œ
Dan beranikanlah dirimu membuktikan kebenaran yang kau benci!
”
”
Bram Stoker (Dracula)
β€œ
Aku memang jahat Elena. Aku... aku tidak pernah bermaksud membohongimu. Aku .... aku hanya takut mengungkapkan semua kebenaran kepadamu, takut kau akan membenciku." ~Rafael Alexander
”
”
Santhy Agatha (Unforgiven Hero)
β€œ
Jika ada seribu orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada seratus orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada sepuluh orang pembela kebenaran, aku tetap ada di barisan itu. Dan jika hanya ada satu orang yang tetap membela kebenaran, maka akulah orangnya.” - Umar bin khattab ra
”
”
futuh
β€œ
manusia yang sering memiliki pertanyaan-pertanyaan tidak mungkin memiliki sebuah jawapan yang tepat melainkan keraguan yang tercipta daripada akal (Perjalanan 22)
”
”
S.M. Zakir (Perjalanan Sang Zaman)
β€œ
Bagi sebagian orang kebenaran itu penting, sebab mereka dapat menerimanya. Mereka dapat menghadapi kebenaran dengan tabah - ketabahan yang hanya dimiliki orang-orang yang mengharapkan kehidupan yang cerah.
”
”
Agatha Christie (Elephants Can Remember (Hercule Poirot, #42))
β€œ
Kedudukan apakah di dunia Allah ini yang lebih rendah daripada kedudukan orang yang menganggap terhormat meninggalkan kebenaran yang diterima secara autoriti tetapi lalu segera menerima pembohongan secara taklid tanpa didukung penelitian yang saksama?
”
”
Abu Hamid al-Ghazali (Tahafut Al-Falasifah: Kekacauan Para Filsuf)
β€œ
Yang penting adalah percakapan dengan kebebasan. Juga kemerdekaan untuk mencari sendiri apa yang benar dan yang adil - dengan sikap ingin tahu, ragu, juga gigih.
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 7)
β€œ
Kalau kausingkirkan semua yang mustahil, apa pun yang tersisa, betapapun mustahilnya, adalah kebenaran.
”
”
Arthur Conan Doyle (The Sign of Four (Sherlock Holmes, #2))
β€œ
Saya akan lebih mendulukan kebenaran-kebenaran universal, bukan hutang budi, bukan kewajiban moral dan bukan juga pengabdian buta.
”
”
Putu Wijaya (Gres)
β€œ
Yang logis belum tentu yang benar. Untuk memahami ini cukup baca Agatha Christie.
”
”
Goenawan Mohamad (Pagi dan Hal-Hal yang Dipungut Kembali)
β€œ
Cinta itu hebat, bahkan lebih hebat dari dunia perkawinan itu. Doa adalah bagian penuturan cinta pada sebuah cita-cita yang belum kita capai. Dia bukan urusan Tuhan, melainkan urusan manusia. Dan Tuhan ada pada seberapa besar rasa cinta kita akan kebenaran itu. Nah, berdoalah dengan cinta, tapi jangan berdoa untuk cinta... Cinta itu dalam dirinya mengandung sebagian kecil rasionalitas, tapi penuh dengan benih rasa yang tidak perlu dihitung secara matematik mengapa dia ada.
”
”
Munir (Keberanian Bernama Munir)
β€œ
Aku telah menerobos setiap celah yang gelap, aku telah menyerang setiap persoalan, aku telah menyelam ke dalam setiap lautan, aku telah meneliti akidah semua sekte, aku telah menelanjangi semua doktrin rahasia setiap komunitas. Semua ini kulakukan agar aku dapat membedakan antara kebenaran dan kesesatan, antara tradisi yang sahih dan pembaruan yang bid'ah
”
”
Abu Hamid al-Ghazali
β€œ
... kehidupan tak lain adalah sebuah pengabdian. Pengabdian pada janjinya, pada keluarga, pada kerabat, pada kebenaran yang dipegangnya, pada kehidupan, dan pada Sang Pencipta.
”
”
Pitoyo Amrih (Perjalanan Sunyi Bisma Dewabrata (versi Buku))
β€œ
Kebenaran mungkin memang bisa disembunyi-belok-salahkan. Tapi kebenaran, selamanya tak kan pernah bisa dikalahkan.
”
”
Lenang Manggala (Negara 100 Kata)
β€œ
Bagaimana engkau akan menemukan hikmah dari balik sebuah musibah , bila engkau selalu berkecil hati saat menghadapi kesulitan? Sebab hanya mereka yang menaruh harapan, yang akan menemukan berkat dan karunia kebenaran.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kebenaran indah. Kepalsuan juga didendangkan indah. Maka, kebenaran itu palsu?" Memang – kebenaran memiliki imam tersendiri kecuali ketika engkau melihat makmum di belakang terkial-kial mengikutinya lalu bermufaraqah.
”
”
Tuah Sujana (Perjalanan Teluki)
β€œ
Banyak kebenaran yang baru kita sadari maknanya setelah kita alami sendiri.
”
”
John Stuart Mill
β€œ
Mengejek adalah cara yang sangat tidak menyenangkan untuk menyatakan kebenaran.
”
”
Lillian Hellman
β€œ
Sebenarnya aku berusaha menjadi pengecut karena pilihan lainnya, alasan sebenarnya aku melarikan diri, adalah karena Assef mengatakan kebenaran: Tak ada yang gratis di dunia ini.
”
”
Khaled Hosseini (The Kite Runner)
β€œ
Tentu saja demokrasi, seperti teater, sebenarnya bukanlah proses untuk menemukan kebenaran, melainkan untuk menghadapi kesalahan, dan mengatasinya, terkadang dengan sedih, terkadang dengan tawa.
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 7)
β€œ
Ada saat ketika aku berjalan sendirian di tengah jalan yang sunyi senyap. Ada saatnya aku berpikir, bagaimana aku dapat keluar dari masalah yang berat ini? Ada saat di mana aku bahkan tak tahu pada apa yang bakal terjadi atas hidupku sendiri. Namun justru dalam situasi serupa itu, aku dapat melihat Wajah Kebenaran menyambut diriku di ujung jalan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Bagaimana mungkin engkau dapat melihat hakekat kebenaran sejati kalau saat Ia menatap wajahmu engkau memalingkan muka, dan saat Ia mendatangimu engkau menolaknya? Betapa selama ini engkau mengeraskan hati dan membiarkan matamu terselubung oleh segala amarah, kebencian dan kedegilan.
”
”
Titon Rahmawan (Turquoise)
β€œ
Kawanku yang Muslim itu menerangkan ajaran Muhammad terkait dengan hal ini. Dia mengatakan, hubungan Islam dan Kristen seharusnya didasarkan pada dua unsur penting: ketulusan dan kerendahan hati. Sementara interaksi Muslim dengan berbagai tradisi spiritual lain termasuk Kristiani didasarkan pada tiga syarat: berusaha mengenal satu sama lain, tetap bersikap tulus dan jujur selama bertemu dan berdebat, dan berusaha rendah hati menyangkut klaim kebenaran masing-masing. Aku belum tahu sejauh mana praktiknya. Hanya, seperti itulah ajaran moral nabi dari Arab itu yang kutahu.
”
”
Tasaro G.K. (Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan)
β€œ
Sesungguhnya Muhammad adalah tokoh pembaru dan seorang rasul yang telah mengabdi dengan pengabdian mulia, menunjuki umat kepada cahaya kebenaran. Dan orang yang sepertinya pantas diberikan penghormatan dan penghargaan
”
”
Leo Tolstoy
β€œ
Akal itu neutral sifatnya; manusia yang menggunakan akal dengan dasar kebenaran memperoleh faedah yang besar sementara manusia yang menggunakan akal dengan tidak memahami kebenaran semakin jauh daripada keadaan fitrahnya.
”
”
Awang Sariyan (Catatan Ringkas Sejarah Kebudayaan Melayu)
β€œ
Bukan aku yang menentukan keberadaanku, melainkan kebenaran yang ada di luar diriku. Aku berasal darinya dan bukan sebaliknya. Dialah yang menyatakan dirinya di dalam keberadaanku. Baginya, aku hanyalah sekadar obyek dari keberadaan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Ketika orang tertidur kau terbangun, itulah susahnya. Ketika orang merampas kau membagi, itulah peliknya. Ketika orang menikmati kau menciptakan, itulah rumitnya. Ketika orang mengadu kau bertanggungjawab, itulah repotnya. Oleh karena itu, tidak banyak orang bersamamu di sini, mendirikan imperium kebenaran.” - Ustadz Rahmat Abdullah
”
”
futuh
β€œ
Apabila ramai yang datang untuk belajar denganmu dan suka kepadamu, ketahuilah kamu ketika itu sebenarnya tidak menyampaikan kebenaran tetapi sebaliknya menyampaikan mengikut apa yang disukai orang ramai. Apabila hanya sedikit yang datang kepadamu, janganlah kamu berputus asa kerana kebenaran hanya akan disenangi oleh sedikit manusia.
”
”
Abdul Rahman Mohamed
β€œ
Jika anda mampu berkepala dingin saat sekeliling anda kehilangan akal dan menyalahkan anda, Jika anda bisa percaya diri saat orang lain meragukan anda, tetapi memperhatikan juga keraguan mereka, Jika anda bisa menunggu tanpa jemu dan tidak membalas kebohongan dengan kebohongan, atau kebencian dengan kebencian, Jika anda bisa tahan mendengar kebenaran yang anda katakan diplintir oleh orang licik untk mempengaruhi orang-orang bodoh, atau melihat jerih payah anda dihancurkan, tapi gigih bertahan membangunnya kembali dengan peralatan yang morat marit, Jika anda bisa bergaul dengan rakyat jelata tanpa menjadi kampungan, dan dengan raja-raja tanpa menjadi sombong, Jika lawan mau pun kawan tidak bisa merusakkan anda, maka anda adalah sungguh manusia sejati.
”
”
Rudyard Kipling
β€œ
...ingatan tak selalu apa adanya bahkan lebih sering berbeda dari kenyataan. Ingatan sering liar sendiri, mengalir ke tempat yang ia suka, mencari-cari kenyamanan dan menghindari kepedihan. Ingatan sepertinya bukan diciptakan untuk kebenaran sebab ia tak bisa menjamin ketepatan catatan dan pengkodean rangkaian peristiwa." .cover belakang.
”
”
Bagus Takwin (Rhapsody Ingatan: Kumpulan Cerita)
β€œ
Punya mata, tapi tidak melihat keindahan; punya telinga, tapi tidak mendengar musik; punya pikiran, tapi tidak memahami kebenaran; punya hati tapi hati itu tak pernah tergerak dan karena itu tidak pernah terbakar. Itulah hal-hal yang harus ditakuti, kata Kepala Sekolah.
”
”
Tetsuko Kuroyanagi (Totto-chan: The Little Girl at the Window)
β€œ
Kebenaran tetap akan menjadi kebenaran. Kebohongan akan habis masanya dipercaya.
”
”
Danu Saputra
β€œ
Kebohongan bukan cuma berlawanan dengan kebenaran, tetapi juga sering saling bertentangan di antara mereka sendiri.
”
”
Daniel Webster
β€œ
satu-satunya yang wajib-dalam hidup dan seni-adalah menyatakan kebenaran
”
”
Leo Tolstoy
β€œ
Bila engkau hanya menyerahkan 'setengah hati'mu untuk cinta dan kebenaran, bagaimana mungkin engkau akan mendapatkan sempurnanya kebahagiaan.
”
”
Imam Sibawaih El-Hasany (Matahatiku Matahariku)
β€œ
Kita tak boleh jatuh, tak boleh tenggelam, dan sama sekali tak boleh terempas karena peristiwa ini. Kebenaran ada di tangan mereka yang memihak rakyat. Bram
”
”
Leila S. Chudori (Laut Bercerita)
β€œ
Strike teringat kata Adler, "Kebohongan tidak akan masuk akal, kecuali kebenaran mengandung bahaya yang setara.
”
”
Robert Galbraith (The Cuckoo's Calling (Cormoran Strike, #1))
β€œ
Aku mencari guru yang mursyid tetapi yang kutemui ulama fasik. Mereka mengajar tentang kebenaran tetapi mereka melakukan hal yang sebaliknya. (Mazmur V)
”
”
Sutung Umar RS (Puisi: Nyanyian Mazmur)
β€œ
Perang hanyalah klaim kebenaran sepihak. Sementara masing-masing dari mereka, menamai dirinya kebenaran.
”
”
Ilham Gunawan
β€œ
Seperti pernah aku katakan, apa yang sebenarnya kita pahami dari hidup ini? Kebenaran tak berasal dari dirimu. Namun, ia menyentuhmu dengan semacam cahaya. Yang tak akan kau mengerti sebegitu rupa, sebelum engkau sadari, ada kebebalan dalam diri yang mesti engkau tanggalkan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kalau kau membunuh seorang pria kau mencuri kehidupannya. Kau mencuri seorang suami dari istrinya, merampok seorang ayah dari anak-anaknya. Kalau kau menipu, kau mencuri hak seseorang untuk mendapatkan kebenaran. Kalau kau berbuat curang, kau mencuri hak seseorang untuk mendapatkan keadilan.
”
”
Khaled Hosseini (The Kite Runner)
β€œ
Ken Sa Faak adalah salah satu ajaran adat yang menjadi kunci terciptanya perdamaian di Kepulauan Kei. Ken Sa Faak memiliki makna pengakuan atas kesalahan sendiri serta pengakuan terhadap kebenaran pada pihak lainnya.
”
”
Roem Topatimasang (Ken Sa Faak: Benih-benih Perdamaian dari Kepulauan Kei)
β€œ
Iya, hidup itu memang pilihan. Lurus ataupun berliku. Baik ataupun buruk. Berdiri ataupun duduk. Hitam ataupun putih. Merangkak ataupun berlari. Diam atau beraksi. Semua berhak memilih jalan hidupnya yang dianggap benar ataupun sekedar pantas. Namun seberliku apapun itu, bagaimanapun itu, selalu berharap langkahku mengarah kepada kebenaran.
”
”
Isyana G.
β€œ
Selalu kelilingi diri Anda dengan teman-teman yang memiliki banyak cahaya di dalamnya. Dengan begitu, Anda akan selalu memiliki lilin di sekitar Anda saat hari gelap.
”
”
Suzy Kassem (Rise Up and Salute the Sun: The Writings of Suzy Kassem)
β€œ
Diskusi-diskusi itu perlu agar kami semua bisa belajar dengan kritis. Kita tak bisa hanya menelan informasi yang dilontarkan pemerintah. Mereka bisa bikin sejarah sendiri, kami mencari tahu kebenaran. Kita tak bisa diam saja hanya karena ingin aman.
”
”
Leila S. Chudori (Laut Bercerita)
β€œ
Seorang guru; penjelajah kehidupan. Yang menyimpan kata kata bijak dalam mulutnya, seperti minyak yang menghidupkan pelita. Ia lah detak jantung yang menggerakkan kehidupan. Seorang pemikir sejati, yang tak menafikan keringat dan air mata. Sang pengumpul embun di pagi hari, penjala ikan di sungai, dan penakluk samudra raya. Dialah kavi yang menciptakan kata kata penghiburan, pelantun tembang suka cita. Seorang penabur benih kebajikan dan penggarap ladang yang tekun. Tapi ia juga penuai yang rajin dan pengganda talenta yang mahir. Setiap ucapannya adalah obat yang manjur dan penyembuh duka lara. Namun, di luar semua itu, ia lah sang juru kunci pembuka jalan pengetahuan dan penunjuk arah pada kebenaran.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Bukanlah suatu kesalahan apabila seseorang itu mengatakan kepada orang lain bahawa ia berada di jalan yang salah, jika keadaan memerlukannya untuk berterus terang, meskipun hal ini perlu dielakkan jika keadaan tidak menuntutnya berbuat demikian. Malahan adalah sesuatu yang tidak jujur untuk mengatakan kepada orang lain bahawa ia berada di jalan yang benar hanya untuk mengambil hatinya, esdang ia meyakini sebaliknya. Kerana dengan demikian ia telah menzalimi dirinya dan diri orang lain tersebut.
”
”
Khalif Muammar (Islam dan Pluralisme Agama: Memperkukuh Tawhid di Zaman Kekeliruan)
β€œ
Sekularisme bukan hanya sebagai suatu faham yang memberi tumpuan kepada aspek-aspek keduniaan (kehidupan duniawi atau worldly life) tetapi sebagai program falsafah suatu aliran pemikiran yang cuba mentafsirkan realiti dan kebenaran hanya berdasarkan rasionalisme murni. Para ahli falsafah Barat yang sekular sejak zaman pencerahan (enlightenment) telah melakukan pensekularan manusia, alam dan agama sehingga hakikat, makna dan peranan manusia, alam dan agama telah berubah dari faham yang berasaskan pada agama kepada faham yang berasaskan kepada akal rasional semata-mata.
”
”
Khalif Muammar (Islam dan Pluralisme Agama: Memperkukuh Tawhid di Zaman Kekeliruan)
β€œ
Apakah seorang bajingan dilarang berpikir tentang kebenaran? Apakah seorang sundal dilarang menginsyafi harkat dan keberadaannya sendiri? Bagiku, keinsyafan itu bukanlah jalan seperti yang dipikirkan banyak orang. Ia bukanlah sebuah pendakian ke langit. Ia tidak mungkin berjalan naik untuk menemukan pencerahan. Ia hanya mungkin turun ke bawah. Turun sebagai sebuah pemberian. Sebuah karunia. Seperti batu yang hendak dipakai orang untuk merajam tubuh Maryam dari Migdal. Seperti terang yang membutakan mata Saulus dari Tarsus dalam perjalanannya ke Damaskus. Bagaimana aku dapat mengalami metanoia dan memperbaiki diriku sendiri tanpa pertolongan dari atas? Bagaimana aku dapat menentukan jalan yang terbaik pada saat aku sedang tersesat? Bagaimana seorang Ahimsaka, sang pembunuh sembilan ratus sembilan puluh sembilan manusia bisa berubah menjadi Angulimala Thera?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kebathilan selama bila pun (abadan abada) tidak boleh dianggap benar kerana ukuran ramainya yang menyokong - atau sudah diarus perdanakan. Dan kebenaran pula - dalam apa jua zaman dan ruang masa pun - tidak boleh diinjak mati dan dilenyap punah hanya semata dititipkan rohnya oleh sebatang pena dan selembar kertas.
”
”
Hafiz Fandani
β€œ
Singkatnya: rasa terima kasihmu harus diwujudkan ke dalam suatu niat yang konkret. 299 Kristus wafat bagimu. Engkau apa yang harus kaulakukan bagi Kristus? 300 Pengalaman pribadimu—kekesalan, kegelisah¬an, kepahitan itu—mengajarkanmu suatu kebenaran sabda Kristus: Tidak seorang pun dapat mengabdi kepada dua majikan.
”
”
JosemarΓ­a EscrivΓ‘
β€œ
Pesta Yunani, pesta kaum demokrat yang membuktikan betapa filsafat dan kegembiraan murni benar-benar adalah saudara sekandung, karena kedua-duanya lahir dari rahim keindahan, yang tiada lain ialah cahaya cerlang keteraturan dan kebenaran, yang telah dibuahi oleh benih segala yang baik, baik melulu, baik murni, baik manusiawi.
”
”
Y.B. Mangunwijaya (Burung-Burung Rantau)
β€œ
Tidak ada yang lebih berpengaruh daripada sebuah kebangkitan yang berdiri di atas kebenaran (hak); tidak ada yang lebih abadi daripada sebuah peradaban yang kebijaksanaan (hikmah) bertindak selaku ketuanya; dan tidak ada yang lebih bertahan daripada bangsa yang dibangunkan di atas kebersihan jiwa dan hubungan kepada Penciptanya.
”
”
Rohimuddin Nawawi Al-Bantani (Beragama Itu Akhlak Utama)
β€œ
Untuk menjadi penulis yang serius kita harus sungguh-sungguh hidup dari pikiran-pikiran kita sendiri yang paling sublim, serta dari pengalaman-pengalaman puitik yang paling menyentuh hati, serta dari perasaan-perasaan terdalam yang paling otentik. Dan kesemua gagasan itu harus berdiri di atas sebuah kebenaran yang sifatnya universal. Bahwa dengan segenap bekal berharga serupa itu kita berharap dapat menuangkan gagasan-gagasan yang orisinal, yang lebih bermakna dan sekaligus lebih berkualitas.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Ada satu waktu di mana orang berjalan bermil mil untuk mendapatkan air. Sedang yang lain mesti menggali berkilo meter dalamnya untuk menemukan sumbernya. Tapi, bukankah ada mata air di dalam setiap hati, dan telaga jernih di dalam setiap pikiran? Mereka yang bijak tahu bagaimana mereka bisa minum tanpa harus membuang energi dengan percuma dan sia-sia. Mereka yang bijak tahu di mana letak samudra kebenaran yang sesungguhnya. Bukan jauh di luar sana, melainkan dekat di dalam diri mereka sendiri.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Pada prinsipnya kita bersetuju bahawa pandangan manusia, dan oleh kerananya ilmu-ilmu yang dibangunkan olehnya, dalam bidang apapun tidak boleh dikultuskan dan dianggap absolut. Hanya ilmu Tuhan yang mutlak (absolute). Menyedari keterbatasan ilmu manusia ini maka kita harus bersifat terbuka dalam menerima kepelbagaian pandangan, dan pada tahap ini kita bersetuju dengan idea pluralisme. Namun apabila kita berbicara mengenai konteks yang lebih besar iaitu tentang kebenaran dan realiti, dan bukan sebatas kebenaran dan realiti yang ditayangkan oleh akal fikiran manusia semata, tetapi suatu yang ditayangkan oleh pandangan alam Islam maka kita harus berhati-hari kerana ia melibatkan bukan hanya ilmu manusia tetapi juga ilmu Tuhan yang telah disampaikan kepada manusia melalui para nabi dan rasulNya. Oleh kerana itu dalam konteks Islam tiada pluralisme agama kerana di sini kita berbicara tentang wahyu dan makna-makna yang dibangun oleh al-Qur’an itu sendiri, dan bukan semata-mata hasil budaya dan produk sejarah manusia.
”
”
Khalif Muammar (Islam dan Pluralisme Agama: Memperkukuh Tawhid di Zaman Kekeliruan)
β€œ
Setelah sekian lama, suatu kebenaran akan menjadi hal yang menggelikan dan tidak lagi dipercaya.
”
”
Danu Saputra
β€œ
Lagi pula, siapa yang dapat memutuskan bahwa seorang pendosa tidak dapat menyampaikan kebenaran sama sekali?
”
”
Nadia Hana Abraham (Burning Truth (Tainted, #2))
β€œ
–Kebenaran abadi, juga kenyamanan yang ditemukan dalam gagasan bahwa walau manusia menua dan mati, alam semesta kekal dan tak berubah.
”
”
Stephen Hawking (A Brief History of Time)
β€œ
Ada keganjilan dalam kebenaran yang tak pahit.
”
”
Toba Beta (Master of Stupidity)
β€œ
apa gunanya bahwa saya terbukti benar? saya berada di sisi kebenaran?--dan dia yang tertawa pertamakali hari ini, juga akan tertawa yang terakhir
”
”
Friedrich Nietzsche (Twilight of the Idols)
β€œ
Begitulah keadaan orang yang cerdas. Cerdik tangkas dan ucapan yang pedas. Selamanya mereka lantunkan kebenaran. Perkataan mereka tidak buat kagum orang sesat. Tetapi disukai dan dihargai orang-orang hebat.
”
”
Ω…Ψ­Ω…Ψ― Ψ§Ω„ΨΊΨ²Ψ§Ω„ΩŠ (Ψ¬Ψ―Ψ― حياΨͺΩƒ)
β€œ
Apa yang bisa membawa kita pada kesesatan adalah kecenderungan bahwa semua manusia akan bersiteguh pada apa yang mereka yakini. Tak ada manusia yang mau dianggap sesat meskipun mereka sebenarnya sesat di mata orang lain. Tapi bagaimana aku bisa menganggap orang lain sesat bila aku sendiri tidak memahami apa makna kebenaran yang sesungguhnya? Sementara manusia akan selalu melihat pada keyakinannya sendiri, dan tentu saja mereka akan mengingkari pandangan orang lain. Tidak ada setitik pun keraguan dalam kebenaran itu. Sebagaimana selalu ada kebenaran dalam hal hal besar, maka akan selalu ada kebenaran dalam hal hal yang kecil. Kebenaran itu meliputi segalanya. Dan itulah yang memaksaku untuk berpikir. Aku ada di dalamnya. Dia bukanlah obyek dari pengamatanku. Sebaliknya, aku adalah jasad renik yang terperangkap di dalam preparat di bawah mikroskop mata Sang Kebenaran. Aku tidak mengetahui apapun tentang dirinya, sementara dia mengetahui segala sesuatu tentang diriku. Apakah aku harus merasa malu dan menutup diri atas ketelanjanganku yang demikian kotor dan daif? Bahkan untuk memikirkannya pun aku tidak merasa pantas. Bahkan hanya untuk sekadar berpikir tentang keberadaanku sendiri aku merasa tak layak. Dalam hal ini, aku bergantung sepenuhnya pada kebaikan dan kemurahan hati-Nya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Manusia sentiasa ada yang degil, keras kepala, dan keras hati. Mereka ini ialah kelompok manusia yang tidak akan dapat dipuaskan hanya dengan mau`izah dan hikmah tetapi perlukan mujadalah, yakni perdebatan yang bersifat meruntuhkan kebatilan dan membina kebenaran. Runtuhkan yang salah dengan hujah. Ranapkan yang batil dengan bukti rasional dan logik. Patahkan kedegilan dengan cara yang paling signifikan. Paparkan nilai-nilai saintifik, estetik, dan autentik dalam pendekatan dakwah.
”
”
Pahrol Mohamad Juoi (Angguk Geleng: Himpunan Kisah Dakwah Satira)
β€œ
Faktor utama dalam penjanaan pemikirannya (umat Islam) bukan semata-mata hal-hal yang berhubung dengan mantik saja. Sebaliknya ia juga merupakan usaha untuk mencari kebenaran dan menegakkan keadilan dengan penuh adab dan akhlak yang mulia kerana memenuhi tuntutan Islam itu sendiri. Pemikiran mantik dan rasional bukanlah matlamat terakhir, tetapi hanyalah wahana untuk mencapai matlamat terakhir, yakni mencari kebenaran dan menegakkan keadilan tanpa mengabaikan aspek keinsanan manusia.
”
”
Mohd Yusof Hj. Othman (Pembangunan Sains dan Teknologi Dari Perspektif Islam)
β€œ
Paradigma sekular dan liberal yang mencirikan peradaban Barat hari ini telah meruntuhkan semua kebenaran mutlak. Setiap dakwaan kebenaran telah menjadi relatif dari segi masa (historicization of truth); relatif dari segi geografi, budaya dan status sosial (sociology of knowledge); relatif dari segi sifat bahasa manusia yang terbatas (the limits of language); relatif dilihat dari perspektif hermeneutika kerana setiap pemerhati adalah juga pentafsir. Oleh yang demikian, dilihat dari sudut yang pelbagai itu, pemaknaan tentang sesuatu perkara selamanya bersifat sementara, terbatas, maka untuk mengatasi keterbatasan ini perspektif yang lain harus diambil kira. Di sinilah faham pluralisme dianggap penting untuk menghalang manusia dari kecenderungan mengabsolutkan yang relatif.
”
”
Khalif Muammar (Islam dan Pluralisme Agama: Memperkukuh Tawhid di Zaman Kekeliruan)
β€œ
Kami meyakini kebenaran-kebenaran ini sebagai nyata tak terbantahkan, bahwa semua manusia diciptakan setara, bahwa mereka dikaruniai oleh Pencipta mereka hak-hak tertentu yang tidak bisa dicabut yang antara lain mencakup kehidupan, kemerdekaan, dan pencarian kebahagiaan.
”
”
Yuval Noah Harari (Sapiens: A Brief History of Humankind)
β€œ
Ibaratnya, sejarah adalah orang tua yang mulia, bijak, berpengalaman dan memiliki ingatan kuat yang tidak pernah gentar kecuali terhadap β€˜pemiliknya’, Yang Maha Tinggi dan Perkasa. Ia selalu mengungkapkan fakta kebenaran dan tidak takut menghadapi celaan apa pun meski banyak pihak yang berupaya memanipulasi atau mengaburkannya dengan berbagai macam cara. Sejarah tidak akan pernah takluk kepada mereka, tidak akan pernah bergeming dari posisinya, dan tidak akan pernah berdusta, sebab ia pasti akan mengungkapkan segala kebeanran dari pihak mana pun.
”
”
Yusri Abdul Ghani Abdullah (Historiografi Islam: Dari Klasik Hingga Modern)
β€œ
Guru yang bijak bahkan tidak menilai dan tidak menghukum. Karena nilai hanya bisa diperoleh dari sebuah kesadaran atas pencapaian murid itu sendiri. Apa artinya nilai, kalau tidak didapatkan dengan cara cara yang baik dan dari perjuangan yang tidak kenal lelah. Guru yang bijak mengajarkan, bahwa tidak ada hasil tanpa sebuah proses. Tidak ada kesuksesan yang sifatnya instan. Dan nilai bukanlah satu satunya tujuan. Dengan demikian, setiap murid menghargai perjuangannya sendiri dan mereka tidak merasa dikecilkan oleh pencapaian nilai yang buruk sepanjang mereka sudah menjalani prosesnya dengan sungguh sungguh. Belajar bukan untuk sekedar meraih nilai yang baik, melainkan belajar untuk mendapatkan pemahaman yang benar. Guru dihargai dari tauladan tauladan kebenaran dan kebajikan yang ia berikan untuk murid muridnya. Dan murid dihargai bukan atas dasar nilai ulangan atau ujian semata, melainkan berdasar atas kerja kerasnya. Sejauh mana, ia menjalani proses belajar untuk meraih pemahaman sejati. Dengan demikian, tidak ada lagi anak anak yang bodoh. Yang ada hanyalah, murid murid yang belum paham yang masih butuh bimbingan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Descartes begitu mengagungkan rasio, katanya Cogito ergo sum maksudnya "Aku berfikir, jadi aku ada." dengan itu ia bermaksud, bahawa akal budi pemikir (cogitare), adalah sumber, khalik, ukuran serta norma dari segala kebenaran tentang Allah, manusia dan dunia. Ia yakin bahawa rasio manusia itu, apabila mengikuti hukum-hukum logiknya sendiri, sanggup memberi jawapan terhadap pertanyaan sukar tentang Allah, manusia dan dunia. Rasio ditempatkan pada tempat yang tertinggi, dan menjadikannya berdaulat. Ia lupa, bahawa kita seharusnya mengatakan Deus est, ergo sum bererti "Tuhan itu ada, jadi aku ada.
”
”
Endang Saifuddin Anshari (Sains Falsafah dan Agama)
β€œ
Situasi ketidakpastian itulah yang membuat kita gentar. Membuat nyali kita ciut. Bagaimana kita bisa berasa yakin atas segala apa yang telah kita lakukan sebagai sebuah kesementaraan yang kemudian kita jadikan sebagai dasar bagi sesuatu yang sifatnya abadi? Bagaimana kita bisa menilai diri kita sendiri dari apa yang telah kita lakukan di masa lampau demi sesuatu yang sempurna namun berada di luar batas kemanusiaan kita? Bagaimana kita menjadi layak untuk itu? Untuk menggapai kesempurnaan surgawi yang kekal dari ketidak sempurnaan duniawi kita yang banal dan bersifat sementara. Apakah ada hukum untuk meluruskannya? Aturan aturan yang menjadikan hidup manusia menjadi lebih baik. Inikah tangga untuk naik ke atas menuju pada kesempurnaan itu? Sementara dunia ini dipenuhi dengan begitu banyak tipu daya. Kepalsuan dan kemunafikan. Tidak ada satu hal pun yang benar benar murni sebagai sebuah sumber asali yang serba pasti. Selalu ada keragu raguan yang mengganjal di setiap benak. Sementara, kebenaran tidak memberi kita sedikit pun ruang untuk berdebat, beradu argumentasi atau berdialektika. Untuk membuka sebuah dialog atau wacana yang akan mempertemukan kita dengan keelokan dari wajah kesempurnaan itu. Hasrat manusia, pikiran pikiran rendahnya, nafsu dan egoismenya. Semua itu telah menjadi penghalang bagi dirinya sendiri. Sebuah upaya pencarian hanya akan membenturkan pikiran manusia pada kedangkalan hasratnya sendiri. Kebebasan berkehendak yang kemudian justru akan menjadi keterkungkungan. Dan apa yang kita yakini justru akan menjadi jalan yang menjerumuskan kita pada kesesatan. Yang tak lain dan tak bukan hanyalah sebuah kesia siaan. Selama manusia masih tergantung pada akal budinya dia tidak akan mampu menyentuh esensi dari kebenaran itu. Jangankan menyentuh, untuk sampai pada kulit permukaannya sekali pun itu hampir merupakan sebuah kemustahilan. Bisa jadi, ini adalah sebuah pemikiran yang terasa sangat pesimistis. Segala upaya manusia pada kenyataannya tidak mengantarkan dirinya kepada rahasia kehidupan sejati. Ironisnya justru sebaliknya, semua daya upaya manusia pada akhirnya hanya akan berujung pada kematiannya sendiri.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Semakin bersedia seseorang untuk menilai sesuatu dari sudut pandang orang lain yang berbeda, maka semakin beragamlah perspektifnya terhadap sesuatu tersebut. Semakin beragam perspektifnya terhadap sesuatu tersebut, maka semakin dekatlah persepsinya dengan kebenaran utuh dan apa adanya akan sesuatu tersebut. Inilah proses pembentukan sikap objektif dalam diri manusia.
”
”
Toba Beta (Master of Stupidity)
β€œ
Sufastaiyyah membunuh hujah sendiri Bila menolak mutlak ilmu milik insani Merosak akal, aqidah, agama, sekalian hikmat anugerah Ilahi Bila mereka berteriak-gila: "ilmu manusia semuanya nisbi" "Hanya Allah yang mutlaq dan Ilmu-Nya yang kekal abadi." Sungguh bebal sufastaiyyah ini: ilmu yaqini nur minal-Lahi Walaupun bertempat diakal insani, sumbernya tetap di Alam Suci.
”
”
Wan Mohd Nor Wan Daud (Mutiara Taman Adabi : Sebuah Puisi Mengenai Agama, Filsafat dan Masyarakat)
β€œ
Apakah sesungguhnya kita benar benar punya pilihan? Apakah pintu takdir akan menuntun kita menemukan jalan hidup kita sendiri? Ataukah jalan itu sudah digariskan bagi kita sebagai sebuah kepastian yang mutlak dan absolut? Seberapa besar kebebasan yang kita punya untuk menentukan arah dan tujuan hidup kita sendiri? Seberapa banyak kita diuji dalam perjalanan menuju hakekat sesungguhnya dari kebenaran kehidupan itu? Berapa banyak kita mesti terbentur dan berapa kali pula kita harus jatuh? Apakah aku akan tetap terkapar dan tak mampu untuk bangkit kembali? Apakah aku harus menyangkal keberadaanku sendiri? Jalan mana yang harus ditempuh oleh orang orang sesat macam diriku ini? Bagaimana aku dapat menemukan jawaban dari pertanyaan yang bahkan aku sendiri tidak mengerti di manakah letak ujung dan pangkalnya? Bagiku ini akan selalu jadi sebuah dialog yang tidak berkesudahan. Seberapa pun banyak buku yang aku baca. Seberapa pun banyak ilmu yang aku gali. Aku masih saja merasa tersesat. Pencarianku selalu berujung pada ketidak pahamanku atas realitas diriku sendiri. Antara tesis dan anti tesis. Antara kebebasan berpikir dan kehendak yang selalu terbentur pada realitas di luar diriku. Pada aturan, norma, agama, tatanan sosial, hukum, dogma dan moralitas. Aku tidak melihat Centhini atau Pariyem sebagai sosok yang berbeda dengan diriku. Tidak juga dalam kisah Paprika, Miranda atau Monella dalam film film besutan sineas Italia Tinto Brass. Mereka tidak terbebani oleh moralitas. Mereka tidak butuh pasemon, mereka bisa jadi diri sendiri. Dalam hal ini aku merasa beruntung, karena aku bisa membaca dan belajar dari kisah mereka. Dari sudut pandang yang lebih kekinian, aku bisa belajar dari kisah kisah Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Bagaimana orang bisa menafikan butir butir mutiara pemikiran yang cemerlang dari kisah semacam Fanny Hill karya John Cleland, Lolita milik Vladimir Nabokov atau bahkan mungkin pula dari kisah Tiongkok kuno semacam Jin Ping Mei? Sebagaimana aku menemukan sebuah perenungan yang mendalam justru dalam dialog mesum antara Suster Agnes dan Suster Angelica dalam "Venus in the Cloister" karya penulis Perancis AbbΓ© du Prat, yang dianggap orang sebagai sebuah dialog antar para pelacur. Dalam karya karya itu aku mendapati sebuah realitas, betapa sebuah tindakan yang represif dari sebuah institusi yang dengan ketat menerapkan sebuah aturan justru akan memancing reaksi yang sebaliknya dan menciptakan ekses yang bisa mengumbar dan mengeksplorasi kebebasan itu sebagai sebuah wujud pemberontakan. Batu permata akan tetaplah sebuah batu permata walau keluar dari mulut seekor anjing, kira kira begitulah analoginya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Segala hal yang dikatakan Komandan mengenai Orde adalah kebenaran yang tidak dilebih-lebihkan. Orde memang bersinonim dengan kebaikan. Orde menghargai kemajuan. Orde mencintai kehidupan. Orde bahkan mengajarkan pertobatan. Semua yang dijabarkan di dalam Kitab pada dasarnya akan berakhir pada kebahagiaan, pun setelah kematian. Akan tetapi Orde dan Kitab adalah takdir. Yang tidak dapat dibantah dan harus diterima semua orang dengan pasrah. Sama seperti penglihatanku, Orde tidak memberikan pilihan.
”
”
Fredrik Nael (Fantasy Fiesta 2010: Antologi Cerita Fantasi Terbaik 2010)
β€œ
Namun demikian, fakta ironisnya adalah tidak ada satu pun budaya dan tradisi di dunia ini yang mengajarkan orang untuk menghargai keberadaan seorang pelacur atau seorang sundal. Dalam strata kehidupan masyarakat sejak era primordial hingga saat ini, orang orang semacam mereka cuma layak menempati tempat yang paling rendah dan kasta yang paling hina. Kita tidak pernah diajarkan orang tua kita untuk menghargai sampah masyarakat serupa itu, walau pun keberadaan mereka tetap saja dibutuhkan. Kita tak bisa menyangkal keberadaan mereka, namun di sisi lain kita sekaligus ingin menafikannya. Sebuah pandangan stereotype bahwa eksistensi mereka itu semata mata hadir karena dalam kehidupan manusia dibutuhkan sebuah peran antagonis. Hidup yang keras ini membutuhkan kehadiran seekor kambing hitam. Bahwa hakekat kehidupan selalu diwarnai oleh dikotomi hitam dan putih. Bila ada kebaikan harus ada kebusukan sebagai kontra indikasinya. Dan para pelacur serta sundal itu dibutuhkan untuk mengukuhkan eksistensi dan keberadaan moral di dalam masyarakat. Moral tidak mungkin eksis tanpa keberadaan para pelacur. Sebagaimana tubuh tidak eksis tanpa kehadiran ruh. Tapi apakah keberadaan tubuh hanya untuk mengukuhkan keberadaan ruh sebagai sumber kehidupan? Sebagaimana anggapan bahwa mereka para pelacur dan sundal itu adalah sebuah antitesis dari kesucian dan moral kebaikan para santa? Bukankah penebusan Kristus tidak akan pernah terjadi tanpa pengkhianatan Judas? Namun pertanyaan yang sering menggelayuti benakku adalah, siapa yang semestinya layak kita sebut sebagai pahlawan dan siapa pula yang harus jadi pecundang. Bagaimana nasib Judas Iscariot dibandingkan dengan Titus, seorang perampok yang beruntung karena disalibkan bersama Kristus? Apakah Judas adalah seorang yang terkutuk dan harus menjalani siksa api neraka karena pengkhianatannya? Sementara itu, Titus adalah orang yang beruntung dan terberkati karena setelah kematiannya ia akan langsung diterima di dalam surga? Aku tak hendak mempermasalahkan kemalangan dan keberuntungan orang lain. Ataupun pilihan pilihan hidup mereka, seandainya saja mereka memang masih punya pilihan. Alangkah baiknya bila kita bisa menanyakan hal itu kepada setiap dari mereka itu. Apakah sedari kecil mereka memang berkeinginan dan bercita cita jadi pelacur, pembegal, pencoleng, perampok atau bahkan pengkhianat? Apakah setelah dewasa mereka sengaja menyundalkan diri dan menyesatkan diri sendiri? Sekiranya orang diselamatkan atas dasar apa yang mereka imani, lalu apakah mereka juga akan menerima hukuman atas apa yang mereka perbuat kemudian? Semoga terberkatilah mereka yang malang dan terkutuk, karena mereka harus mengambil peran sebagai orang orang yang tidak beruntung dan terpaksa harus menjalani apa yang sesungguhnya tidak ingin mereka jalani. Sebagaimana aku pernah membaca sebuah kutipan yang hingga hari ini aku merasa betapa aku sungguh beruntung karena pernah membacanya. Bahwa dialektika itu bukanlah hitam atau putih, dan bukan pula terang atau gelap. Karena surga dan neraka bukanlah milik kita. Saat segalanya berakhir, cuma suara Sang Pencinta yang masih bergema dalam keheningan rimba raya, beriak di atas permukaan danau, "Duhai Kekasih, bagaimana aku hendak memberikan jantungku hanya untukmu?" Suara itulah yang sedari dulu bergema di tengah padang gurun. Suara yang mengetuk pintu di malam buta. Dialah desau suara angin. Dialah tangisan burung bul bul. Mengapa hujan turun tergesa? Mengapa matahari lari bergegas? Mengapa manusia masih juga bertengkar, memperebutkan kebenaran yang sesungguhnyalah bukan miliknya?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Burung tak sempat bertanya Apakah dirinya merdu Apa itu yang bernyanyi menembus awan Dan mengantar hujan Ia hanya terbang, merajut cinta dengan daun dan musim Hingga semua telinga terjaga oleh kebenaran suaranya Kupu-kupu tak dapat bertanya Apakah dirinya indah Apa itu yang membentang megah Menggoda hutan untuk menawan cahaya bintang Ia hanya hinggap, merajut cinta dengan dengan embun dan bunga Hingga semua mata terpesona akan kecantikan sayapnya Bunga tak sanggup bertanya Apakah dirinya wangi Apa itu yang meruap, memenuhi udara dan Melahirkan kehidupan Ia hanya tumbuh, merajut cinta dengan liur dan madu Hingga alam raya terselimuti harum dan warna Yang tak pernah diduganya Seorang laki-laki tak kuasa bertanya Mengapa perempuan ada Siapa itu yang berdiam dalam keanggunan Tanpa perlu mengucap apa-apa Ialah puisi yang merajut cinta dengan bumi dan rahasia Hingga semua jiwa bergetar saat pulang ke pelukannya
”
”
Dee Lestari (Madre: Kumpulan Cerita)
β€œ
mimpi yang datang dari revolusi untuk membunuh para raja dan bangsawan dan mendirikan sebuah kerajaan rakyat tidak pernah mempunyai kata-kata yang mampu melahirkan sebuah puisi tetapi cuma keinginan dan hasrat untuk berkata-kata dengan laungan yang menggegarkan bumi tetapi setelah menang mereka dengan segera kembali menggantikan raja-raja dan para bangsawan melakukan penindasan dan perhambaan yang sama terhadap semua rakyat yang terpukau oleh sihir (Perjalanan 10)
”
”
S.M. Zakir (Perjalanan Sang Zaman)
β€œ
Dua tanda mata di pipi kanannya menyiratkan air mata yang tak pernah dititikkannya. Sebab luka itu seperti candu yang membuat niatnya hijrah tak kesampaian. Sesungguhnya, ia tak ingin pergi kemana mana selain ke surga. Oleh sebab itulah, mengapa ia membuat sebuah tangga menuju ke langit. Yang tak ia ketahui adalah, bahwa sebenarnya tak ada surga di sana. Lalu, kenapa ia melepas hijab itu hanya untuk memunggungi dunia? Ataukah demi mengingkari masa lalu yang terlanjur gagal memberinya kebahagiaan? Aku tak pernah tahu siapa nama gadis itu yang sesungguhnya. Ia mungkin saja bernama Lisa, Manda atau pun Maia. Aku hanya mengenalnya sebagai perempuan bermata abu abu muda seperti bulan badar yang berpendar di kegelapan malam. Tetapi orang orang menyebut dirinya sebagai Arunika, yang dalam bahasa Hindi berarti jingga seperti cahaya terbitnya matahari. Yang tak aku mengerti, mengapa ia mendudukkan dirinya sendiri dengan cara seperti itu? Membuat pikiran orang lain silau dan mabuk oleh candu yang ia tuangkan ke dalam gelas gelas kosong yang kesepian. Mereka tak lagi mampu melihat kepolosan wajahnya sebagai pantulan cermin yang menyejukkan. Sebab ia bukanlah Godiva, yang berkuda telanjang keliling kota untuk menemukan kebenaran yang ia cari. Wanita mulia yang menyingkap kebejatan dunia lewat tatapan mata semua orang. Sebaliknya, ia adalah perwujudan pikiran yang absurd dan carut marut. Ia telah menjadi kontradiksi yang tidak bisa dimengerti. Akan tetapi, ia tidak mewakili siapa pun selain dirinya sendiri. Karena kukira, ia telah mencemooh dunia ini dengan cara yang membuat orang takjub. Dunia yang sepertinya akrab, tapi tak sungguh sungguh kita pahami. Ia dikenal sebagai Arunika, tetapi di lain kesempatan ia bisa saja menjelma sebagai Lisa, Manda ataupun Maia. Dan sekalipun ia bercadar, kita akan selalu bisa mengenalinya lewat abu abu muda matanya yang berpendar seperti bulan badar di kegelapan malam.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Baiklah anakku, marilah coba kita berpikir. Bagaimana mungkin kamu menolak dan menyangkal dirimu sendiri? Rasa lapar itu, hasrat dan keinginan itu. Bagaimana kamu hendak menafikannya, atau berpura pura menganggapnya tak ada? Bagaimana kamu bisa menolak kesenangan dan kepuasan serta menganggapnya sebagai bagian yang terpisah dari nilai nilai kemanusiaan itu sendiri? Tak bisa kita pungkiri, bahwa bersenang senang adalah kodrat naluriah manusia. Di mana segala sesuatu yang hadir di dunia ini diciptakan dengan sebuah tujuan. Sebab, bila kesenangan itu hadir bukan sebagai buah dari kebaikan Hati Tuhan, lalu bagaimana kita tahu, bahwaΒ  penderitaan seorang petarak, kesengsaraan para pelaku asketis, perjuangan mengatasi rasa lapar bagi orang orang yang berpuasa adalah juga buah dari kebaikan hati Tuhan? Bagaimana para praktisi asketisme dalam berbagai keyakinan ini bisa dengan sengaja menampik kenikmatan duniawi? Membiarkan hidupnya dikuasai penderitaan lahiriah dengan menjalani gaya hidup berpantang, berpuasa tanpa kenal waktu, bahkan ada yang menyiksa dirinya sendiri demi mengejarΒ penebusan dosa,Β keselamatan akhirat dan sekaligus pencapaian rohani. Kalaupun para pelaku asketisme ini meyakini, bahwa tindakan mereka itu didasari oleh sebuah pandangan; penderitaan adalah wujud perjalanan menuju transformasi rohani. Di mana rasa lapar itulah kenyang yang sesungguhnya, kesederhanaan adalah tanda berkecukupan, kebahagiaan sejati ada dan tinggal di dalam diri, dan berkekurangan adalah bentuk nyata dari berkelimpahan yang sebenarnya. Lalu, bagaimana kesenangan dan kenikmatan bisa dijadikan batu uji untuk menilai keimanan seseorang? Apakah kesenangan surgawi harus dibayar dengan penderitaan atas dunia? Dan sebaliknya, apakah kesenangan dunia akan menjadi antitesis bagi kesenangan surgawi? Bila kesenangan surgawi itu setara dengan lautan susu dan madu, serta kehadiran para bidadari nan cantik sebagai sumber kesenangan dan kebahagiaan kita. Lalu apa bedanya kesenangan duniawi dan kesenangan surgawi? Bukankah surga itu tempat yang konon penuh dengan kenikmatan dan kesenangan? Jadi, bagaimana laku tirakat bisa dijadikan cerminan bentuk ketaatan kita kepada Tuhan, sementara hati manusia masih terikat pada dunia? Sementara di dalam hatinya, manusia masih saja menyimpan benih benih kecacatan di dalam dirinya sendiri. Mengapa orang harus berpura pura saleh dan seolah wajib menjaga tindak-tanduknya di muka umum demi nilai nilai kebenaran dan kemuliaan yang ia yakini? Namun di sisi lain, ia tidak dapat menepiskan hasrat kecemaran di dalam pikirannya?Β  Bagaimana manusia dapat membuang yang satu untuk mendapatkan yang lain? Bagaimana yang palsu adalah juga yang asli, dan kepura-puraan jadi kebenaran yang hakiki? Bukankah itu sebuah hal yang kontradiktif dan saling bertolak belakang? Bagiku, ini bukan semata-mata soal kesenangan. Bagaimana kita bisa menolak anugerah yang seindah ini? Salah satu puncak dari kepuasan ragawi yang pantas kita syukuri adalah karena Tuhan memberikan kita anugerah untuk bisa merasakan semua itu. Mengapa Tuhan bersusah payah memberi manusia kesenangan hanya untuk menjadikan itu sebagai batu ujian atas keimanannya? Bukankah rencana Tuhan selalu baik dan indah? Bukankah rencana Tuhan selalu menyenangkan? Dan hanya kitalah yang tidak tahu apa artinya bersyukur. Tuhan ingin manusia menyenangkan diri. Sebab percayalah, tak ada satu hal pun yang tercipta tanpa melekat suatu maksud di dalamnya. Dan semestinyalah kita manusia menerima hal itu dengan penuh rasaΒ  syukur, terlebih atas semua nikmat yang teramat sangat luar biasa ini. Karena keindahan semestinya mendatangkan kegembiraan, dan kegembiraan mendatangkan rasa syukur. Jadi bagaimana kita bisa mendustakan kenikmatan serupa itu?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Jangan ceritakan pada dunia tentang aib yang telah aku buat. Sebagaimana cangkang telur yang pecah dan menguarkan kebusukan yang tak bisa aku tutupi. Tapi semestinya aku bersyukur atas telur yang telah menetas itu. Bagaimana hendak kusembunyikan sebuah rahasia di balik puisi muram dan berdebu ini? Bagaimana hendak aku tutupi kendi yang sudah terlanjur retak? Aku sama sekali tak berniat melewati pintu berliku dan labirin yang membingungkan. Bukan pula menyembunyikan kebenaran di dalam balutan frasa dan metafora yang pada akhirnya akan tersingkap dengan sendirinya. Melainkan dalam cangkang telur yang getas dan bakal pecah sewaktu waktu. Telur yang rapuh itu menggelinding kesana kemari dan mengacaukan perasaanku. Diam diam aku berusaha menanam rumpun semak berduri di tempat yang tersembunyi agar orang tak mencuri lihat petaka yang dihasilkannya. Namun ia bukanlah cemar melainkan kebaikan. Jemari kecil yang menyentuh naluri seorang ibu. Ia bukan lagi sebuah misteri yang mesti disembunyikan dari dunia. Ia tidak hadir sebagai aib, cela atau kenistaan. Ia adalah berkah, ia adalah rasa syukur. Ia adalah curahan rahmat yang menjadikan dirinya utuh sebagai seorang manusia. Ia tidak terlahir untuk aku tangisi. Tidak juga hadir untuk aku sesali. Sebab ia adalah amanah yang Tuhan titipkan kepada diriku. Jadi bukan jalan itu yang mengantarku menjemput tali pertalian nasib. Antara diriku dan jabang bayi yang bersemayam dalam perutku. Melainkan pintu yang sengaja dibukakan Sang Takdir bagiku. Pintu yang tak seharusnya aku tolak. Pintu yang tak semestinya aku tutup kembali. Di usiaku yang belia ini aku mesti belajar lagi arti tawadhu, aku mesti merendahkan diriku tak lebih dari sebutir debu. Meletakkan keangkuhan dan kesombonganku sebagai zarah di bawah telapak kaki kebenaran. Peta di mana telah kuterakan jalan yang seharusnya aku tempuh. Jalan kerikil berbatu yang telah aku pilih sendiri. Aku tahu kakiku akan berdarah-darah nanti saat melewatinya. Namun demikianlah, aku tiada dikurangkan namun justru dengan kehadiran bayi itu, ditambahkannya sebuah nikmat karunia yang sungguh tiada terperi. Tiada lagi yang harus aku ingkari. Tiada satu pun yang mesti aku sia siakan. Aku bahkan tak bisa undur dari jalan yang seharusnya kutempuh. Aku mesti belajar memetik hikmah dari kesalahanku sendiri. Siap atau pun tidak. Aku tak bisa kembali memutari jalan yang sama. Jalan yang seakan gelap tanpa lampu penerang. Namun itulah jalan satu satunya, agar aku bisa memantaskan diriku untuk menjadi seorang ibu.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Selalu ada cara lain untuk menafsirkan kebahagiaan," begitu katamu. Seperti mengisi kanvas yang kosong dengan kepenuhan imajinasi, dan membiarkan khayalan bergerak serupa gambar yang hidup di dalam pikiran. Seperti menemukan sebuah kata yang tepat untuk mengawali sebuah puisi. Selalu ada euforia serupa itu yang ingin kau ciptakan dari gairah dan riuh rendah suara bising yang terdengar di dalam benak semua orang. Sudah lama aku curiga, kau bisa menebak apa yang orang lain inginkan hanya dengan membaca gelagat dan ekspresi wajah mereka. Mencoba membuktikan, bahwa waktu tidak cuma menciptakan kekacauan dan kegaduhan. Ia bisa juga menghadirkan semacam kegembiraan walau mungkin semu. Seperti kisah tentang bunga mawar yang tumbuh di tepi jalan yang pernah aku ceritakan kepadamu. Tapi tak semua orang mau menerima realitas seperti itu. Mereka selalu menemukan cara untuk menilai orang lain dengan caranya sendiri. Kebanyakan orang terlalu sibuk dengan kerumitan pikiran yang hilir mudik setiap hari. Mereka tak menghiraukan hal lain selain kepuasan diri. Mereka tak pernah mau mengerti, bahwa kegembiraan kecil tidak selalu harus dimulai dari diri sendiri. Ini seperti melihat dunia dengan sebuah kaca pembesar. Dunia yang retak dan jauh dari kata sempurna. Dunia yang sering absurd dan kadang membingungkan. Tapi kita tidak punya hak untuk mencemooh orang lain dengan cara konyol seperti itu. Dunia yang kita kenal sudah terlampau sering membiarkan orang membuat penilaian lewat satu satunya pandangan dari apa yang ingin mereka percayai. Tak bisa membedakan api dari asap, panas, nyala dan cahaya yang dihasilkannya. Bukankah satu satunya hal yang bisa kita yakini di dunia yang centang perenang ini adalah sebuah kemustahilan? Akan tetapi, bagaimana kita bisa melihat dunia dengan kacamata ambiguitas? Ketika kita menyadari, bahwa realitas tak lebih dari sebuah fatamorgana. Dan ilusi, adalah kenyataan hidup kita sehari hari. Bagaimana kita bisa menyandarkan diri pada sebuah asumsi untuk mampu mencerna apa yang sesungguhnya tidak kita ketahui? Bagaimana kita bisa memastikan, apa yang tidak pernah kita pahami sebagai buah dari pohon pengetahuan? Bahwa kebaikan dan keburukan adalah hasrat yang terlahir dari rasa ingin tahu manusia. Hanya saja, pikiran kita ingin menelan semuanya sendirian. Kerakusan yang membuat manusia kerasukan oleh ego dan ambisi yang membutakan dirinya sendiri. Kerasukan yang pada akhirnya . menciptakan kerusakan. Apa yang bisa memenuhi diri kita dengan pengetahuan yang serba sedikit tentang makna kebenaran yang kita cari selama ini? Bagaimana kita mampu mengidentifikasi kebenaran yang tidak pernah kita kenal? Bukankah tuhan tak mungkin hadir dalam setitik keraguanmu? Apa yang tidak engkau pahami sebagai sebuah paradoks, tidak punya nilai apa pun dibanding dengan kegamangan dan kebodohan dirimu sendiri. Sementara kita masih saja jumawa, dengan kepala dipenuhi oleh hasrat dan juga kesombongan. Dan terus menerus melahirkan ilusi ilusi semu dari pikiran pikiran hampa yang hanya akan mengelabui manusia dengan kepalsuan sejarah. Sejarah yang diam diam kita rekayasa sendiri. Sejarah yang tidak pernah mengenal makna kesejatian. Sejarah yang mengubur peradaban manusia dengan semacam orgasme palsu, yang anehnya terlanjur kita dewa dewakan sebagai satu satunya kebenaran.
”
”
Titon Rahmawan