Jujur Pada Diri Sendiri Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Jujur Pada Diri Sendiri. Here they are! All 3 of them:

Dan, jujur saja, hidup sendirian membuatku semakin sinting—bicara pada diri sendiri, membaca buku keras-keras di dalam kamar mandi, dan memutar film tanpa menontonnya hanya agar ruangan nggak terasa terlalu sunyi. Aku sudah sampai pada titik di mana aku bosan mendengar suara sendiri. Kalau ada stalker yang ingin bicara kepadaku, aku siap menerimanya, asal dia mengeluarkan suara yang berbeda dariku.
Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (Jakarta Sebelum Pagi)
Menulis berarti menciptakan duniamu sendiri.” Stephen King “Menulis itu pekerjaan orang kesepian. Punya seseorang yang memercayaimu dapat membuat perbedaan besar. Hanya percaya saja biasanya sudah cukup.” Stephen King “Menulis fiksi seperti memasak.” Donatus A. Nugroho "Menulis itu gampang." Arswendo Atmowiloto “Tulislah apa yang kau ketahui seluas dan sedalam mungkin.” Stephen King “Sedapat mungkin aku tidak melakukan keduanya, yaitu membuat alur cerita dan berbohong. Cerita itu terjadi dengan sendirinya, tugas penulis adalah membiarkan cerita itu berkembang.” Stephen King “Engkau harus berkata jujur, jika ingin dialogmu punya gema dan realistis.” Stephen King “Semua novel pada dasarnya adalah surat-surat yang ditujukan kepada seseorang.” Anonim/Stephen King “Aku menulis setiap hari, termasuk hari libur. Aku termasuk pecandu kerja.” Stephen King “Membaca adalah pusat kreatif kehidupan seorang penulis. Aku membawa buku ke mana pun aku pergi dan menemukan peluang untuk menenggelamkan diri dalam bacaan.” Stephen King “Kalau engkau ingin menjadi penulis, ada dua hal yang harus kau lakukan, banyak membaca dan menulis. Setahuku, tidak ada jalan lain selain dua hal ini. Dan tidak ada jalan pintas.” Stephen King "Menulis fiksi seperti permainan Roller Coaster." RL Stine “Aku akan menulis (terus) sekalipun belum tahu akan diterbitkan atau tidak.” JK Rowling “Aku ingin menulis, bukan harus menulis.” Anonim “Seseorang yang menuliskan suatu kisah, terlalu tertarik pada kisah itu sendiri sehingga tidak bisa duduk tenang dan memerhatikan (cara teknik) bagaimana ia menuliskannya.” CS Lewis “Aku menulis untuk diri sendiri, aku rasa tak seorang pun akan menikmati buku ini lebih dari yang kurasakan saat membacanya.” JK Rowling “Menulis novel harus berbekal sesuatu yang Anda yakini agar Anda tetap bertahan.” JK Rowling “Selalu ada ruang untuk sebuah cerita yang dapat memindahkan pembaca ke tempat lain.” JK Rowling “Aku takut kalau tak dapat menemukan alasan untuk melanjutkan menulis.” JK Rowling “Bila aku tidak menulis, aku merasa hidupku tidak normal.” JK Rowling “Beberapa hal memang lebih baik tinggal menjadi imajinasi belaka.” JK Rowling “Harry tak pernah menyerah terus berjuang menggunakan kombinasi antara intuisi, ketegangan syaraf dan sedikit keberuntungan.” JK Rowling “Kamu mungkin tidak akan bisa membuat karyamu diterbitkan di penerbit manapun.” Marion D. Bauer “Kebanyakan para penulis, bahkan karya penulis dewasa, tidak akan diterbitkan. Selamanya. Namun, mereka tetap saja menulis karena ini menyenangkan.” Marion D. Bauer “Bagi semua penulis, profesional maupun amatir imbalan yang terbesar terletak dalam proses penulisan, bukan dalam sesuatu yang terjadi sesudahnya. Mengumpulkan ide dan melihatnya menjadi hidup dalam kertas sudah cukup menggembirakan.” Marion D. Bauer “Kabar buruk: Sangat sulit untuk membuat bukumu diterbitkan. Jika tulisanmu berhasil diterbitkan, kamu mungkin tidak akan menjadi terkenal, kamu tidak akan menjadi kaya. Seorang penulis harus belajar sendiri dan bekerja sendiri. Kabar baik: Membuat tulisanmu diterbitkan akan menjadi lebih mudah setelah kamu berhasil menapakkan kaki di pintu penerbitan. Kamu bahkan mungkin bisa menjadi terkenal, atau mungkin saja kamu lebih memilih kehidupan yang sederhana. Beberapa penulis menjadi kaya. Bekerja sendirian mungkin bukan masalah bagimu. Kamu bisa menjadi penguasa bagi kehidupan kerjamu sendiri. Yang terpenting dari segalanya kamu bisa melakukan pekerjaan yang kamu cintai.” Marion D. Bauer “Aku akan terus menulis meski tulisanku tidak menghasilkan uang sesen pun, bahkan jika tidak ada orang yang mau membacanya. Aku merasa sangat beruntung bisa merintis karir di bidang penulisan.” Marion D. Bauer "Menulis dapat membuat orang bisa menjadi lebih baik karena dia melihat pantulan dirinya." Asma Nadia
Ahmad Sufiatur Rahman
Pahit Secangkir Kopi Aneh, betapa banyak manusia sibuk mencari musuh, seakan hidup ini adalah medan perang di mana setiap tatapan harus dicurigai, setiap senyum harus dicatat sebagai strategi, dan setiap kata adalah panah yang siap melukai. Padahal, hidup sudah cukup keras tanpa kita menambah lawan di dalamnya. Ironi ini nyata: kita sering lebih mudah membenci daripada menghargai. Orang membenci karena merasa kita terlalu tinggi atau terlalu rendah, terlalu pintar atau terlalu bodoh, terlalu kaya atau terlalu miskin. Benci, rupanya, tidak butuh alasan yang masuk akal—ia hanya butuh cermin untuk menampilkan kekurangan diri pada wajah orang lain. Tapi, bukankah pertemanan jauh lebih berharga daripada permusuhan? Skill bisa dipelajari, ilmu bisa dicari, uang bisa dicetak, tapi relasi—ia adalah emas cair yang mengalir di dalam nadi kehidupan. Sejenius apapun dirimu, selalu ada alasan untuk gagal jika berdiri sendirian. Sebab kepercayaan hanya tumbuh dari mereka yang mengenalmu, bukan sekadar dari kecerdasanmu. Keahlianmu menjadi sia-sia bila tidak ada yang tahu keberadaanmu. Sementara ada pintu-pintu rahasia di dunia ini yang hanya bisa dibuka oleh pemegang kunci—dan mereka itu adalah relasi, pertemanan, jaringan yang kau jalin dengan tangan dan hatimu sendiri. Circle-mu adalah cermin yang memantulkan bayanganmu. Siapa yang ada di sekelilingmu menentukan bagaimana dunia menilai keberadaanmu. Kerap kali kita kalah bukan karena kurang pintar, kurang terampil atau kurang beruntung, melainkan karena terlalu kaku berjalan sendirian. Sementara mereka yang biasa saja, yang ilmunya seadanya, justru melesat jauh karena pandai bergaul, merawat jaringan pertemanan, menyulam simpul-simpul koneksi, dan menabur benih simpati. Pertemanan adalah investasi jangka panjang. Ia membentuk mata air yang suatu hari akan mengalir balik kepadamu. Teman yang tulus akan menjadi tiang penopang di saat badai datang, menjadi pilar penyangga di saat engkau jatuh, dan menjadi cermin yang memantulkan wajahmu apa adanya. Namun berhati-hatilah: tidak semua tangan yang terulur adalah tangan yang ingin menolong. Ada pertemanan yang sejatinya racun, circle beracun yang menyeretmu ke jurang lebih dalam. Bijaklah memilih siapa yang akan duduk di mejamu, siapa yang akan mendengar ceritamu, siapa yang akan bersorak ketika engkau menang, bukan hanya bersorak ketika engkau kalah. Membangun pertemanan bukan soal berapa banyak nama di daftar kontakmu, melainkan berapa banyak hati yang benar-benar bisa kau sentuh. Bukan tentang siapa yang datang saat pesta, tapi siapa yang bertahan saat petaka. Pada akhirnya, membenci itu murah—cukup dengan asumsi, cukup dengan prasangka. Tapi berteman itu mahal—ia butuh kepercayaan, kesetiaan, dan keberanian untuk meruntuhkan ego, untuk berkorban, untuk menahan diri. Maka pilihlah, engkau ingin dikenang sebagai pembuat tembok atau sebagai pembangun jembatan? Karena dunia ini tak pernah kekurangan musuh, tapi selalu haus akan jabat tangan sahabat. Seribu tangan yang saling menggenggam tak sebanding dengan satu tangan yang menusuk dari belakang. Seribu senyum sahabat mampu menyembuhkan, tetapi satu rasa dengki di hati bisa meracuni. Sahabat adalah jembatan, musuh adalah jurang—dan pilihan kita menentukan, apakah kita akan menyeberang dengan selamat atau justru akan terperosok di dalamnya? Segelas kopi mungkin terasa pahit, tetapi ketika kita duduk bersama, tawa dan cerita menjadikannya lebih manis daripada gula. Kopi tanpa gula pun tetap bisa dinikmati, sebab persahabatanlah yang menambah rasa. Persahabatan sejati ibarat kopi hitam: sederhana, jujur, kadang pahit—namun selalu membuat kita ingin kembali. Di meja yang sama, segelas kopi menyatukan perbedaan, menjembatani jarak, dan menghangatkan hati. Sebab manisnya gula tak ada artinya bila diminum sendiri; bahkan pahitnya kopi pun terasa nikmat bila diteguk bersama sahabat sejati. Semarang, September 2025
Titon Rahmawan