β
Simurgh
Kita tak akan mampu melihat refleksi cinta yang sesungguhnya tanpa bantuan cahaya. Kita tak pernah tahu apa yang tersembunyi dalam setiap hati atau apa yang tersirat dalam pikiran.
Ketika cinta berbisik dengan suara yang dalam dan lembut, "Aku mencintaimu. Apakah engkau merasakan getarannya?"
"Tatkala kau membutuhkan diriku, aku akan selalu ada untukmu."
Seperti itulah kita membayangkannya. Seperti gumpalan awan putih di langit. Seperti hembus sepoi angin di bawah naungan pohon yang rindang. Atau gerak sekawanan ikan yang bebas berenang di dalam sungai yang jernih.
Terkadang saat cinta itu datang, kita pikir telah mendapatkan segalanya. Apakah kita akan sengaja mengikatkan diri, ataukah sebaliknya kita akan membiarkannya pergi?
Seperti sebuah garis yang berusaha membentuk sebuah lingkaran bulat sempurna. Ia akan kembali dan kembali lagi pada titik awal mulanya.
Perasaan yang tak akan mampu kita tepiskan atau tolak kehadirannya. Ia akan menjadi bagian dari diri kita. Seperti tak mampu membedakan panas api dari cahaya.
Akan tetapi, ketika kau tak lagi mampu mengendalikannya, ia akan menguasaimu. Mencengkerammu seperti seekor kelinci dalam cakar tajam burung rajawali.
Manakala, perasaan itu berubah menjadi hambar, asing, terbuang, hingga tak tertanggungkan lagi. Engkau akan dihancurkannya.
Pada akhirnya, satu-satunya hal yang akan selamanya kita miliki adalah apa yang justru kita ikhlaskan.
Tak ada cinta tanpa kehadiran perasaan yang lain. Cinta adalah sublimasi dari semua yang kita rasakan. Sebagaimana puisi yang terangkum dari kesedihan dan penderitaan manusia.
Siapa yang hendak menyangkal getar sanubari? Adakah cara untuk sampai kepada Simurgh selain dengan mengorbankan diri? Bagaimana seseorang bisa terlahir kembali, kalau ia tak pernah mengalami kematian?
β
β