Hidup Itu Pilihan Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Hidup Itu Pilihan. Here they are! All 18 of them:

β€œ
dalam diriku mengalir sungai panjang, darah namanya; dalam diriku menggenang telaga darah, sukma namanya; dalam diriku meriak gelombang sukma, hidup namanya; dan karena hidup itu indah, aku menangis sepuas-puasnya
”
”
Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni)
β€œ
...hidup seringkali dipenuhi dengan orang-orang yang berjalan dalam tidur, yang sebenarnya sudah tak menginginkan hidup itu lagi, namun mereka tidak tahu pilihan yang lain.
”
”
Soe Tjen Marching (Mati, Bertahun yang Lalu)
β€œ
Tidak ada pilihan hidup yang lebih berharga selain untuk menjadi bahagia. Oleh karena itu, kejarlah apa yang akan menjadi sumber kebahagiaanmu, sebab hidup terlalu singkat dan terlalu berharga untuk disia-siakan begitu saja.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Bukan dunia di luar dirimu yang bisa membuat hidupmu bahagia, melainkan penerimaan dan sikapmu pada dirimu sendiri. Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan dirimu menanggung penderitaan dan kesusahan. Dan demikian pula, tidak ada orang lain yang bertanggung jawab atas kebahagianmu selain dari dirimu sendiri. Sebab surga atau neraka itu hadir bukan sekedar sebagai sebuah ganjaran, melainkan sebagai konsekuensi dari pilihan hidup kita sendiri.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Iya, hidup itu memang pilihan. Lurus ataupun berliku. Baik ataupun buruk. Berdiri ataupun duduk. Hitam ataupun putih. Merangkak ataupun berlari. Diam atau beraksi. Semua berhak memilih jalan hidupnya yang dianggap benar ataupun sekedar pantas. Namun seberliku apapun itu, bagaimanapun itu, selalu berharap langkahku mengarah kepada kebenaran.
”
”
Isyana G.
β€œ
Bukankah hidup itu pilihan, kawan? Memilih untuk dikendalikan atau mengendalikan. Dikendalikan keadaan atau mengendalikan keadaan. Dikendalikan pikiran atau mengendalikan pikiran. Dikendalikan perasaan atau mengendalikan perasaan. Dikendalikan kebebasan atau malah sebaliknya.
”
”
Nailal Fahmi (Badung Kesarung: Santri Badung Tanpa Sarung)
β€œ
Apakah sesungguhnya kita benar benar punya pilihan? Apakah pintu takdir akan menuntun kita menemukan jalan hidup kita sendiri? Ataukah jalan itu sudah digariskan bagi kita sebagai sebuah kepastian yang mutlak dan absolut? Seberapa besar kebebasan yang kita punya untuk menentukan arah dan tujuan hidup kita sendiri? Seberapa banyak kita diuji dalam perjalanan menuju hakekat sesungguhnya dari kebenaran kehidupan itu? Berapa banyak kita mesti terbentur dan berapa kali pula kita harus jatuh? Apakah aku akan tetap terkapar dan tak mampu untuk bangkit kembali? Apakah aku harus menyangkal keberadaanku sendiri? Jalan mana yang harus ditempuh oleh orang orang sesat macam diriku ini? Bagaimana aku dapat menemukan jawaban dari pertanyaan yang bahkan aku sendiri tidak mengerti di manakah letak ujung dan pangkalnya? Bagiku ini akan selalu jadi sebuah dialog yang tidak berkesudahan. Seberapa pun banyak buku yang aku baca. Seberapa pun banyak ilmu yang aku gali. Aku masih saja merasa tersesat. Pencarianku selalu berujung pada ketidak pahamanku atas realitas diriku sendiri. Antara tesis dan anti tesis. Antara kebebasan berpikir dan kehendak yang selalu terbentur pada realitas di luar diriku. Pada aturan, norma, agama, tatanan sosial, hukum, dogma dan moralitas. Aku tidak melihat Centhini atau Pariyem sebagai sosok yang berbeda dengan diriku. Tidak juga dalam kisah Paprika, Miranda atau Monella dalam film film besutan sineas Italia Tinto Brass. Mereka tidak terbebani oleh moralitas. Mereka tidak butuh pasemon, mereka bisa jadi diri sendiri. Dalam hal ini aku merasa beruntung, karena aku bisa membaca dan belajar dari kisah mereka. Dari sudut pandang yang lebih kekinian, aku bisa belajar dari kisah kisah Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Bagaimana orang bisa menafikan butir butir mutiara pemikiran yang cemerlang dari kisah semacam Fanny Hill karya John Cleland, Lolita milik Vladimir Nabokov atau bahkan mungkin pula dari kisah Tiongkok kuno semacam Jin Ping Mei? Sebagaimana aku menemukan sebuah perenungan yang mendalam justru dalam dialog mesum antara Suster Agnes dan Suster Angelica dalam "Venus in the Cloister" karya penulis Perancis AbbΓ© du Prat, yang dianggap orang sebagai sebuah dialog antar para pelacur. Dalam karya karya itu aku mendapati sebuah realitas, betapa sebuah tindakan yang represif dari sebuah institusi yang dengan ketat menerapkan sebuah aturan justru akan memancing reaksi yang sebaliknya dan menciptakan ekses yang bisa mengumbar dan mengeksplorasi kebebasan itu sebagai sebuah wujud pemberontakan. Batu permata akan tetaplah sebuah batu permata walau keluar dari mulut seekor anjing, kira kira begitulah analoginya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Namun demikian, fakta ironisnya adalah tidak ada satu pun budaya dan tradisi di dunia ini yang mengajarkan orang untuk menghargai keberadaan seorang pelacur atau seorang sundal. Dalam strata kehidupan masyarakat sejak era primordial hingga saat ini, orang orang semacam mereka cuma layak menempati tempat yang paling rendah dan kasta yang paling hina. Kita tidak pernah diajarkan orang tua kita untuk menghargai sampah masyarakat serupa itu, walau pun keberadaan mereka tetap saja dibutuhkan. Kita tak bisa menyangkal keberadaan mereka, namun di sisi lain kita sekaligus ingin menafikannya. Sebuah pandangan stereotype bahwa eksistensi mereka itu semata mata hadir karena dalam kehidupan manusia dibutuhkan sebuah peran antagonis. Hidup yang keras ini membutuhkan kehadiran seekor kambing hitam. Bahwa hakekat kehidupan selalu diwarnai oleh dikotomi hitam dan putih. Bila ada kebaikan harus ada kebusukan sebagai kontra indikasinya. Dan para pelacur serta sundal itu dibutuhkan untuk mengukuhkan eksistensi dan keberadaan moral di dalam masyarakat. Moral tidak mungkin eksis tanpa keberadaan para pelacur. Sebagaimana tubuh tidak eksis tanpa kehadiran ruh. Tapi apakah keberadaan tubuh hanya untuk mengukuhkan keberadaan ruh sebagai sumber kehidupan? Sebagaimana anggapan bahwa mereka para pelacur dan sundal itu adalah sebuah antitesis dari kesucian dan moral kebaikan para santa? Bukankah penebusan Kristus tidak akan pernah terjadi tanpa pengkhianatan Judas? Namun pertanyaan yang sering menggelayuti benakku adalah, siapa yang semestinya layak kita sebut sebagai pahlawan dan siapa pula yang harus jadi pecundang. Bagaimana nasib Judas Iscariot dibandingkan dengan Titus, seorang perampok yang beruntung karena disalibkan bersama Kristus? Apakah Judas adalah seorang yang terkutuk dan harus menjalani siksa api neraka karena pengkhianatannya? Sementara itu, Titus adalah orang yang beruntung dan terberkati karena setelah kematiannya ia akan langsung diterima di dalam surga? Aku tak hendak mempermasalahkan kemalangan dan keberuntungan orang lain. Ataupun pilihan pilihan hidup mereka, seandainya saja mereka memang masih punya pilihan. Alangkah baiknya bila kita bisa menanyakan hal itu kepada setiap dari mereka itu. Apakah sedari kecil mereka memang berkeinginan dan bercita cita jadi pelacur, pembegal, pencoleng, perampok atau bahkan pengkhianat? Apakah setelah dewasa mereka sengaja menyundalkan diri dan menyesatkan diri sendiri? Sekiranya orang diselamatkan atas dasar apa yang mereka imani, lalu apakah mereka juga akan menerima hukuman atas apa yang mereka perbuat kemudian? Semoga terberkatilah mereka yang malang dan terkutuk, karena mereka harus mengambil peran sebagai orang orang yang tidak beruntung dan terpaksa harus menjalani apa yang sesungguhnya tidak ingin mereka jalani. Sebagaimana aku pernah membaca sebuah kutipan yang hingga hari ini aku merasa betapa aku sungguh beruntung karena pernah membacanya. Bahwa dialektika itu bukanlah hitam atau putih, dan bukan pula terang atau gelap. Karena surga dan neraka bukanlah milik kita. Saat segalanya berakhir, cuma suara Sang Pencinta yang masih bergema dalam keheningan rimba raya, beriak di atas permukaan danau, "Duhai Kekasih, bagaimana aku hendak memberikan jantungku hanya untukmu?" Suara itulah yang sedari dulu bergema di tengah padang gurun. Suara yang mengetuk pintu di malam buta. Dialah desau suara angin. Dialah tangisan burung bul bul. Mengapa hujan turun tergesa? Mengapa matahari lari bergegas? Mengapa manusia masih juga bertengkar, memperebutkan kebenaran yang sesungguhnyalah bukan miliknya?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Tuhan, lindungilah keraguan-keraguan kami, sebab Keraguan pun sebentuk doa. Keraguan-lah yang membuat kami bertumbuh dan memaksa kami untuk tak takut melihat sekian banyak jawaban yang tersedia untuk satu pertanyaan. Kabulkanlah doa kami… Tuhan, lindungilah keputusan-keputusan kami, sebab membuat Keputusan pun sebentuk doa. Setelah bergulat dengan keraguan, beri kami keberanian untuk memilih antara satu jalan dengan jalan lainnya. Biarlah kiranya pilihan YA tetap YA dan pilihan TIDAK tetap TIDAK. Setelah kami memilih jalan kami, kiranya kami tidak pernah menoleh lagi atau membiarkan jiwa kami digerogoti penyesalan. Kabulkanlah doa kami… Tuhan, lindungilah tindakan-tindakan kami, sebab Tindakan pun sebentuk doa. Kiranya makanan kami sehari-hari menjadi buah dari segala yang terbaik dalam diri kami. Kiranya kami bisa berbagi walau sedikit saja dari Kasih yang kami terima, melalui karya dan perbuatan. Kabulkanlah doa kami… Tuhan, lindungilah impian-impian kami, sebab Bermimpi pun sebentuk doa. Kiranya usia maupun keadaan-keadaan tidak menghalangi kami untuk tetap mempertahankan nyala api harapan dan kegigihan yang suci itu di dalam hati kami. Kabulkanlah doa kami… Tuhan, berikanlah antusiasme kepada kami, sebab Antusiasme pun sebentuk doa. Antusiasme-lah yang memberitahu kami bahwa hasrat-hasrat kami penting dan layak diperjuangkan semaksimal mungkin. Antusiasme-lah yang mengukuhkan kepada kami bahwa segala sesuatu tidaklah mustahil asalkan kami sepenuhnya berkomitmen pada apa yang kami lakukan. Kabulkanlah doa kami… Tuhan, lindungilah kami, sebab Hidup ini adalah satu-satunya cara bagi kami untuk mengejawantahkan kuasa keajaibanMu. Kiranya bumi tetap mengolah benih menjadi gandum, kiranya kami bisa tetap mengubah gandum menjadi roti. Dan semua ini hanya dimungkinkan apabila kami memiliki Kasih; karenanya, janganlah kami ditinggalkan seorang diri. Biarlah selalu ada Engkau di sisi kami, dan ada orang-orang lainβ€”laki-laki dan perempuan-perempuanβ€”yang menyimpan keraguan-keraguan, yang bertindak dan bermimpi dan merasakan antusiasme, yang menjalani setiap hari dengan sepenuhnya membaktikannya kepada kemuliaanMu. Amin.
”
”
Paulo Coelho (Like the Flowing River)
β€œ
Perjuangan Remaja Bontang Menggapai 12 menit sebagai Sejarah. Melihat judul buku 12 menit. Tentu kita sudah dibawa pertanyaan, apakah maksud dari 12 menit itu. Tentu banyak arti dengan 12 menit ini. Tapi dalam novel ini digambarkan 12 menit harus diraih dengan syarat yang tidak mudah, melalui pengorbanan yang tidak sedikit. Perjuangan keras para generasi remaja bontang untuk meraih kesuksean. Bisa dibilang, 12 menit ini awal dari sejarah besar untuk kota kecil di Kalimantan Timur. Sebuah novel fiksi yang syarat dengan makna, yang patut di miliki oleh semua golongan usia. Novel karya Oka Aorora dengan tebal 343 halaman menggambarkan bagaimana sebuah kesuksesan tidak dapat diraih dengan instan, tetapi harus dengan perjuangan yang sangat keras. Apapun resiko yang dihadapi, menyulutkan semangat baja yang tidak mengenal rasa takut, lelah, dan tekat harus terus di pupuk agar lebih subur. Cara pengarang mendiskripsikan tokoh dalam cerita ini sungguh unik. Terdapat 4 tokoh yang digambarkan dalam novel ini. Seperti Rene, pelatih alumni sebuah universitas di Amerika memiliki karakter yang sangat kuat, disiplin tinggi, keras, tapi juga lembut hatinya, ini digambarkan bagaimana dia mempertahankan satu persatu tim nya yang mengalami down dan masalah pelik dalam latihan. Dia juga tidak segan-segan meminta maaf kepada anak dididiknya ketika dia merasa bersalah. Tokoh kedua adalah Elaine. Putri semata wayang dari bos besar sebuah perusahaan yang dikenal sangat cerdas, berbakat dan dianugrahi perawakan yang elok. Dia mempunyai sifat ramah, yang pada akhirnya bagaimana dia harus bisa meyakinkan ayahnya untuk ikut menyutujui pilihan hidupnya. Tara gadis berjilbab yang pawai bermain drum ini memiliki keterbatasan pada pendengarannya. Sehingga untuk mendengar diperlukan alat bantu khusus. Bagaimana perjuangannya untuk bisa bangkit dari trauma masa lalu saat terjadi kecelakaan yang mengakibatkan ayah yang dicintainya pergi untuk selamanya, selain itu akibat lain dia harus kehilangan 80% dari pendengarannya. Lahang, seorang pemuda dari pesisir pantai yang berusaha mewujudkan mimipi almh. Ibunya untuk bisa melihat monas, tetapi dia dihadapakan pada pilihan paling sulit antara mimpinya atau menemani ayahnya yang sakit kanker otak stadium lanjut. Semua tokoh dalam novel ini dikemas dengan sangat apik dan ringan, sehingga ketika kita membacanya, pembaca seolah-olah ikut merasakan beban dan sulitnya hidup yang dialami oleh tokoh-tokoh tersebut. Bahasa yang digunakan pun sangat sederhana, dan mudah di pahami oleh pembaca, tidak njilmet, tetapi bisa memberi kobaran api yang menyala besar. Kelebihan dalam novel ini ke 4 tokoh memiliki karakter yang sama, yaitu keinginan yang kuat untuk membawa marching band bontang pupuk Kalimantan timur menjadi juara umum di GMPB. Terwujudkah mimpi anak negeri terpencil itu?Dreaming is believing. Meski harus dilalui dengan jerih payah tim yang luar biasa. Perbedaan masalah setiap tokoh membawa mereka pada jalan keberhasilan, penulis menggambarkan bagaimana seorang rene yang tidak hanya menjadi pelatih di lapangan. Tetapi dia bisa sebagai sahabat, saudara untuk tempat bercerita. Semisal ketika dia membantu Elaine mengalami dilema diantara dua pilhan antara mengikuti olimpiade fisika, atau terus berjuang dimarching band, dan perjuangannya menghadapi larangan keras dari ayahnya. Tara seorang gadis pendiam yang hampir berputus asa dan sempat keluar dari tim inti. Tetapi rene sebagai pelatih tidak tinggal diam, di semangati tara dan dibantu kakek neneknya, akhirnya membawa tara kembali dan meraih keberhasilan. Lahang pemuda dengan persolan pelik, ayahnya menderita sakit yang parah. Rene sempat menawarkan bantuan tetapi ditolaknya, ketika perjuangan tinggal selangkah lagi dia hampir putus asa karena ayahnya telah pergi ke Rahmatulloh. Kata-kata dari Rene meyakinkan lahang utnuk terus berjuang meski peri
”
”
oka aorora
β€œ
Hidup itu selalu tentang pilihan.
”
”
Puji Eka Lestari (Dear Ellie)
β€œ
Saya sangat gembira hari ini bersama keluarga saya. Nama saya Angela, tinggal di Amerika Syarikat, Suami saya meninggalkan saya selama satu tahun, dan saya sangat menyayanginya, saya telah mencari jalan untuk mendapatkannya kembali sejak itu. Saya telah mencuba banyak pilihan tetapi tidak berjaya sehinggalah saya berjumpa dengan seorang rakan yang memperkenalkan saya kepada Dr UDAMA, seorang tukang sihir yang membantu saya membawa balik suami saya selepas 2 hari. Saya dan suami hidup bahagia bersama hari ini kerana mengikut arahan Dr UDAMA yang hebat. Lelaki itu hebat, anda boleh menghubunginya melalui Email : (udamaada@gmail.com). dan nombor hubungan terus dan whatsappnya ialah ( +27658978226 ) Sekarang saya akan menasihati mana-mana orang yang serius yang mendapati diri mereka dalam masalah seperti ini untuk menghubunginya sekarang penyelesaian yang cepat tanpa tekanan..
”
”
Tere Liye
β€œ
Hidup selalu punya pilihan, jika ternyata pilihanmu itu salah, kau bisa memulainya dari awal dengan pilihan yang lain.
”
”
Abengkris
β€œ
Hidup itu pilihan. Dan takdir adalah ketika Engkau tak memiliki pilihan atau tak bisa menghindar dari suatu pilihan.
”
”
Agus Fitriandi (CIA (Catatan Insinyur Angus) dari ITB)
β€œ
Ada yang lebih penting dari menentukan pilihan dalam hidup, yaitu tentang menjadi pilihan itu sendiri.
”
”
Khabib Bima Setiyawan
β€œ
Lelaki yang paling saya benci ialah mereka yang berusaha menasihati atau yang berkata kepada saya bahwa mereka ingin menyelamatkan saya dari kehidupan yang saya jalani. Biasanya saya lebih membencinya dari yang lain karena mereka berfikir bahwa mereka itu lebih baik dari pada saya dan dapat menolong saya mengubah kehidupan saya. Mereka merasa diri sendiri dalam semacam peranan pahlawan β€”semacam sebuah peranan yang gagal mereka mainkan dalam keadaan-keadaan lainnya. Mereka ingin merasakan diri sebagai seseorang yang mulia dan mengingatkan saya pada kenyataan bahwa saya adalah orang rendahan. Mereka sedang berkata kepada diri mereka sendiri, "Lihatlah, betapa baiknya saya ini. Saya sedang berusaha untuk mengangkatnya keluar dari lumpur sebelum terlambat, perempuan pelacur itu." Kenyataan bahwa saya menolak usaha mereka yang mulia untuk menyelamatkan saya dari keyakinan untuk bertahan sebagai seorang pelacur, telah membuktikan kepada saya, bahwa ini adalah pilihan saya dan bahwa saya memiliki sedikit kebebasan paling tidak kebebasan untuk hidup dalam keadaan yang lebih baik daripada kehidupan perempuan lainnya.
”
”
Nawal El Saadawi (Woman at Point Zero)
β€œ
Jadi single itu bukan keterpaksaan. Jadi single itu juga bukan aib. Jadi single itu adalah pilihan hidup saat kamu memutuskan untuk membahagiakan diri sendiri dan keluarga. Enjoy it!
”
”
Hanny Dewanti (Jangan Nikah Dulu)
β€œ
Bukan hidup itu sendiri yang diinginkan oleh beberapa orang, tapi adanya kepastian akan pilihan-walau pilihan ini kemudian diberangus dan dihujat oleh yang lain.
”
”
Soe Tjen Marching