Cuma Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Cuma. Here they are! All 100 of them:

β€œ
Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?
”
”
Pramoedya Ananta Toer
β€œ
Semua pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban. Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan cuma waktu
”
”
Dee Lestari (Partikel)
β€œ
kenangan itu cuma hantu di sudut pikir. selama kita diam dan ngga berbuat apa-apa, selamanya dia tetap jadi hantu, ngga akan pernah jadi kenyataan.
”
”
Dee Lestari
β€œ
Aku baca buku karena aku suka, bukan karena aku mengharap suatu penilaian dari orang-orang di sekitar aku. Bukan karena aku ingin dianggap hebat atau pintar atau berpendidikan atau beradab cuma karena udah baca sebuah karya sastra.
”
”
Windhy Puspitadewi
β€œ
Kamu hanya perlu menerima. Menolak, menyangkal, cuma bikin kamu lelah'.
”
”
Dee Lestari (Rectoverso)
β€œ
Kita tak tahu dan tak pernah pasti tahu hingga semuanya berlalu. Benar atau salah, dituruti atau tidak dituruti, pada akhirnya yang bisa membuktikan cuma waktu.
”
”
Dee Lestari (Rectoverso)
β€œ
Jangan menunda. Jangan habiskan separuh hidupmu untuk menunggu waktu yang tepat. Seringnya, saat kau sadar, waktu yang tepat itu sudah lewat. Kalau sudah begitu, kau cuma bisa menyesal.
”
”
Windry Ramadhina (London: Angel)
β€œ
Emang, batas antara genius dan gila cuma setipis kertas!
”
”
Windhy Puspitadewi (Let Go)
β€œ
Semua orang tahu mereka mungkin saja bisa mati besok, tapi nggak ada yang cuma diam menunggu kematiannya.
”
”
Orizuka (The Truth about Forever: Kebencian Membuatmu Kesepian)
β€œ
Buat apa ia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair?
”
”
Dee Lestari (Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade)
β€œ
Kita gak bisa memaksakan perasaan seseorang untuk menyukai kita. Yang bisa kita lakukan cuma merelakan, berharap supaya dia bahagia
”
”
Winna Efendi (Refrain)
β€œ
Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa mendoakan. Mereka cuma bisa mendoakan, setelah capek berharap, pengharapan yang ada dari dulu, yang tumbuh dari mulai kecil sekali, hingga makin lama makin besar, lalu semakin lama semakin jauh. Orang yang jatuh cinta diam-diam pada akhirnya menerima. Orang yang jatuh cinta diam-diam paham bahwa kenyataan terkadang berbeda dengan apa yang kita inginkan. Terkadang yang kita inginkan bisa jadi yang tidak kita sesungguhnya butuhkan. Dan sebenarnya, yang kita butuhkan hanyalah merelakan. Orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa, seperti yang mereka selalu lakukan, jatuh cinta sendirian.
”
”
Raditya Dika (Marmut Merah Jambu)
β€œ
Dulu kalau aku tak begitu, kini bagaimana aku? Dulu kalau aku tak di situ, kini di mana aku? Kini kalau aku begini, kelak bagaimana aku? Kini kalau aku di sini, kelak di mana aku? Tak tahu kelak ataupun dulu Cuma tahu kini aku begini Cuma tahu kini aku di sini Dan kini aku melihatmu
”
”
Ilana Tan
β€œ
Di sekolah, anak-anak belajar bahasa Indonesia, tetapi mereka tak pernah diajar berpidato, berdebat, menulis puisi tentang alam ataupun reportase tentang kehidupan. Mereka cuma disuruh menghafal : menghafal apa itu bunyi diftong, menghafal definisi tata bahasa, menghafal nama-nama penyair yang sajaknya tak pernah mereka baca.
”
”
Goenawan Mohamad (CATATAN PINGGIR 3)
β€œ
Kenangan itu cuma hantu di sudut pikiran. Selama kita cuma diam dan nggak berbuat apa-apa, selamanya dia akan tetap jadi hantu. Nggak akan pernah jadi kenyataan.
”
”
Dee Lestari (Perahu Kertas)
β€œ
Orang yang baca banyak buku kayak kamu dan menguasai sejarah nggak mungkin bodoh. Kamu cuma sial karena hidup di tempat dan waktu yang salah. Tempat dan waktu ketika kamu dianggap bodoh kalau kamu nggak pintar dalam hal yang namanya sains.
”
”
Windhy Puspitadewi
β€œ
Mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kamu mau kejar, biarkan ia menggantung, mengambang 5 centimeter di depan kening kamu. Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apa pun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan itu dan kamu nggak bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apapun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri.. Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter mengambang di depan kening kamu. Dan… sehabis itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa.. Keep our dreams alive, and we will survive.. [5cm]
”
”
Donny Dhirgantoro
β€œ
para pemeluk agama pasti marah jika tahu aku mengatakan hal itu, karena mereka hanya memeluk agama, cuma meluk jadi cenggur. beda dengan penyetubuh/pengencuk agama yang paham dengan agamanya hingga bisa klimaks dengan Tuhan. Met pacaran ma Tuhan Cuuk!!
”
”
Sujiwo Tejo (Ngawur Karena Benar)
β€œ
Tidak ada perasaan yang bertahan selamanya. Aku belajar itu dari Papa. Cepat atau lambat, sesuatu yang kita miliki akan hilang dan yang tertinggal kemudian cuma rasa benci.
”
”
Windry Ramadhina (Memori)
β€œ
Banyak hal dengan mudah terlupakan, seperti kita sama sekali lupa kenapa kita tidak bisa mengingatnya lagi. Sesuatu bisa begitu saja hilang dari ingatan, seperti arwah, seperti mimpi. Kita cuma bisa merasakan jejaknya pada diri kita tanpa bisa mengenalinya lagi. Kita tinggal benci, kita tinggal marah, tinggal takut, tinggal cinta. Kita tak tahu kenapa.
”
”
Ayu Utami (Saman)
β€œ
cuma manusia pengecut atau curang yang tiada ingin melakukan pekerjaan yang berat, tetapi bermanfaat buat masyarakat sekarang dan dihari kemudian itu
”
”
Tan Malaka (Islam dalam Tinjauan Madilog: Materialisme Dialektika Logika)
β€œ
Biar cuma perasaan, tapi ini kan perasaan.. (Kabut Sutra Ungu, 1979)
”
”
Sjuman Djaya
β€œ
Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa. -Hanya Isyarat, Rectoverso - Dee-
”
”
Dee Lestari
β€œ
cintaku, ke mana lagi pencarian menemukan yang hakiki bila kata-kata cuma kopong tahi dilindas sandal imam sombong yang maha pengecut
”
”
Bagus Dwi Hananto (Dinosaurus Malam Hari)
β€œ
Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.
”
”
Pramoedya Ananta Toer (Gadis Pantai)
β€œ
Kenangan itu cuma hantu disusut pikir. Selama kita cuma diam dan nggak berbuat apa-apa, selamanya dia tetap jadi hantu. nggak akan pernah jadi kenyataan.
”
”
Dee Lestari
β€œ
Andai minta maaf itu mudah, tentu dunia ni sepi daripada segala sengketa. Andai lafaz maaf itu murah, tentu peperangan tak wujud. Maaf memang mudah. Juga tidak perlu apa-apa kos untuk diluahkan. Cuma kadang-kadang manusia sahaja yang menganggapnya begitu.
”
”
Syud (Tentang... Dhiya)
β€œ
Ramai orang berpandangan, Kita perlu bercinta untuk mengenal pasangan, Tanpa perkenalan, mustahil cinta bertandang, Tanpa percintaan, mustahil keserasian dikesan, Mereka sebenarnya terlepas pandang, Dalam Islam ada taaruf dalam tempoh RISIK dan bertunang, Yang melibatkan mahram bukan berdua-duaan, Taaruf itulah mendedahkan keserasian, Cuma takrif 'taaruf' dan 'serasi' dalam fikiran manusia berlainan, Islam mengajar manusia taaruf yang ada sempadan, Terpelihara dan terjaga dari kemaksiatan, Bukan taaruf melalui bercinta sakan, Islam mengajar serasi dengan ajaran Tuhan, Bukan serasi dengan kehendak pasangan, Cinta al-Rahman menjana kebahagiaan, Lantaran itulah, batasan-Nya tidak boleh dipermainkan. -Monolog Asiah Yusra-
”
”
Fatimah Syarha Mohd. Noordin (Tautan Hati)
β€œ
Ternyata hidup tidak membiarkan satu orang pun lolos untuk cuma jadi penonton. Semua harus mencicipi ombak.
”
”
Dee Lestari (Supernova: Petir)
β€œ
Keprihatinan, seperti halnya kebanggaan, juga kecemasan, seperti halnya optimismeβ€”semua itu adalah pertanda rasa ikut memiliki. Atau rasa terpanggil. Barangkali karena tanah air memang bukan cuma sepotong geografi dan selintas sejarah. Barangkali karena tanah air adalah juga sebuah panggilan
”
”
Goenawan Mohamad
β€œ
Suatu pengembaraan dianggap gagal kalau kita tidak mendapat apa-apa yang kita cari. Tetapi itu tanggapan yang salah. Tidak ada pengembaraan yang sia-sia. Cuma kau tidak faham, bahawa sesuatu yang kaujumpa dalam perjalananmu. Ada kalanya lebih baik daripada apa yang kaucari.
”
”
Arena Wati (Panrita)
β€œ
Mencintaimu itu seperti hujan. Kadang deras, kadang cuma rintik-rintik, kadang bahkan tidak turun sama sekali. Jadi, hujan seperti apa yang kau inginkan?
”
”
Gin Teguh (Cerita Hujan)
β€œ
Harusnya kesabaran itu seperti keinginan, tak ada batasnya. Yang bertapal batas cuma kebutuhanl
”
”
Sujiwo Tejo (Ngawur Karena Benar)
β€œ
...bahasaku yang cuma rasa susah melekat pada kata...
”
”
Dee Lestari (Rectoverso)
β€œ
Kamu nggak akan pernah bisa mengukur cinta. Kamu cuma bisa merasakannya, menggerogoti dirimu dari hari ke hari. Seperti monster yang tidak pernah terpuaskan. Menyakitimu karena rindu.
”
”
Kireina Enno (Barcelona, Te Amo: Masih Ada Sketsa Rindu Untukmu)
β€œ
I saw with my own eyes the Sibyl of Cumae hanging in a jar, and when the boys said to her, Sibyl, what do you want? she replied I want to die.
”
”
Petronius (The Satyricon and The Apocolocyntosis of the Divine Claudius)
β€œ
Baru-baru ini seorang OKD (Organisasi Keamanan Desa) memukul tukang becak. Kita kasihan pada OKD yang penakut itu. Mereka, untuk menutupi kekecilan-nya (cuma OKD) berlagak seperti jendral. Sebenarnya mereka adalah seorang yang penakut. Orang yang berani karena bersenjata adalah pengecut. Sabtu, 12 Desember 1959
”
”
Soe Hok Gie (Catatan Seorang Demonstran)
β€œ
Jika Tuhan memang menciptakan kita untuk bersatu, nggak ada yang perlu lo takuti. Kita cuma butuh waktu yang tepat.
”
”
Alvi Syahrin
β€œ
Asmara. Tidak bisa dipahami, cuma bisa dirasakan akibatnya.
”
”
Dee Lestari (Aroma Karsa)
β€œ
Jeruk sebagai benda, lembu sebagai benda, bumi dan bintang sebagai benda, ya, "engkau" sebagai benda, tak ada buat saya. Yang ada cuma ide, pikiran, pengertian, gambaran dari jeruk, lembu, bumi, bintang dan engkau. "Engkau",kata hume, cuma "ide" buat saya. Dengan begitu Hume yang membatalkan benda dan mengaku ide saja, membatalkan adanya diri sendiri, mengakui, bahwa sebetulnya dia sendiri tak ada. (bab 2 filsafat - page 35)
”
”
Tan Malaka (Madilog)
β€œ
Tapi aku nggak sempurna. Aku cuma manusia biasa. Banyak banget kekurangan-kekurangan aku yang kamu nggak tahu," ujar Mawar. Aku menatapnya sambil tersenyum. "I'll take risk, then.
”
”
Moemoe Rizal (Fly to the Sky)
β€œ
Terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka. Dan, kebersamaan cuma memperbanyak ruang tertutup
”
”
Wulan Dewatra
β€œ
Cuma orang sakti yang bisa bertahan hidup di Jakarta.
”
”
Ratih Kumala (Wesel Pos)
β€œ
Abah bicara isi kitab suci! Kamu bicara tulisan orang yang sudah gila!" "Setidaknya yang gila itu usaha sendiri. Bukan seperti Abah, bisanya cuma menadah sejarah. Cuma karena ada jutaan orang lain lagi yang punya kepercayaan sama seperti Abah, bukan berarti Abah jadi yang paling benar, kan?
”
”
Dee Lestari (Partikel)
β€œ
Kamu pasti tahu dari buku-buku di perpustakaanmu bahwa orang kalau sudah beragama secara benar, menjadikan Tuhan sebagai kekasihnya, maka cintanya kepada kekasih di dunia ini hanya sekunder!!! Siang dan malam cuma ia ingin mencebur dalam Samudra Tuhan! Cintanya kepada sesama manusia cuma dalam rangka cintanya kepada Tuhan yang menciptakan manusia!
”
”
Sujiwo Tejo
β€œ
quote Quotable Quote β€œMimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kamu mau kejar, biarkan ia menggantung, mengambang 5 centimeter di depan kening kamu. Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apa pun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan itu dan kamu nggak bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apapun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri.. Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter mengambang di depan kening kamu. Dan… sehabis itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa.. Keep our dreams alive, and we will survive..
”
”
Donny Dhirgantoro (5 cm)
β€œ
Dia mencintai tidak cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta. Dia cinta kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya.
”
”
Dee Lestari (Rectoverso)
β€œ
Aku cuma pengin kami terus seperti ini, hidup bahagia, bareng-bareng, selamanya
”
”
Orizuka (The Chronicles of Audy: 4/4)
β€œ
Patriotisme itu taik. Perang itu goblok. Media massa apalagi. Mereka cuma butuh uang. Nggak cuma di sini, tapi di seluruh dunia. Semua ini barang dagangan, man.
”
”
Dee Lestari (Supernova: Akar)
β€œ
Kenangan itu adalah hantu di sudut pikir. Selama kita cuma diam dan nggak berbuat apa-apa, selamanya dia tetap jadi hantu.
”
”
Dee Lestari
β€œ
We are defined by what we believe in. Identity is shaped by what we believe is right. Culture is cultured, pun intended; by what we believe is right.' Kita diertikan dengan apa yang kita percaya sebagai benda betul. Dan budaya serta nilai itu sendiri, memang dibentuk dengan benda yang sama juga, apa yang kita percaya sebagai benda yang betul baik. Cuma yang membezakan antara manusia tu ialah apa yang difahami sebagai benda yang betul dan benda yang baik. Contoh, 'Westerners' percaya minum wain merah baik untuk kesihatan jantung. Tapi kalau untuk orang Islam, sah la benda tu haram. Contoh lain, 'Englishmen are all about tea, and Americans are all about coffee.
”
”
Hlovate (Anthem)
β€œ
Aku sudah diperalat oleh seseorang yang merasa punya segala-galanya, menjebakku dalam tantangan bodoh yang cuma jadi pemuas egonya saja, dan aku sendiri terperangkap dalam kesempurnaan palsu, artifisial! serunya gemas, "Aku malu kepada diriku sendiri, kepada semua orang yang sudah kujejali dengan kegomalan Ben's Perfecto." Gombal? Aku positif tidak mengerti. "Dan kamu tahu apa kehebatan kopi tiwus itu?" katanya dengan tatapan kosong, "Pak Seno bilang, kopi itu mampu menghasilkan reaksi macam-macam. Dan dia benar. Kopi tiwus telah membuatku sadar, bahwa aku ini barista terburuk. Bukan cuma sok tahu, mencoba membuat filosofi dari kopi lalu memperdagangkannya, tapi yang paling parah, aku sudah merasa membuat kopi paling sempurna di dunia. Bodoh! Bodoooh!" Filosofi Kopi
”
”
Dee Lestari (Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade)
β€œ
Lalu bapakmu akan berkata, bintang tak pernah secantik tampakannya, tak sedekat yang kita duga. Ia cuma penghias panas malam para pemimpi. Tapi aku mau terbang. Aku mau menyentuh bintang. Jika ujung jariku melepuh, akan kubelah lima. Dan pulang dengan sepasang tangan berjari lima puluh.
”
”
Nukila Amal (Cala Ibi)
β€œ
Rindu itu sunyi, cuma kamu yang bisa meramaikannya. Rindu itu api, cuma kamu yang mampu memadamkannya. Rindu itu semena-mena, begitu terantuk di matamu, tak mau lari kemana-mana.
”
”
Moammar Emka
β€œ
Cintamu padaku tak pernah kusangsikan, Tapi cinta cuma nomor dua. Nomor satu carilah keselamatan.
”
”
W.S. Rendra (Blues untuk Bonnie)
β€œ
Hadapilah hari ini! Inilah saatnya untuk menuntut hidup yang nyata, Dalam rentang waktu yang pendek ini, kita mendapat kesempatan untuk: Berkembang dengan gembira, bertindak dengan mulia. Menciptakan keindahan yang mempesona, Karena hari kemarin cuma mimpi dan hari esok cuma bayang-bayang. Tapi bila hari ini kita jalani dengan baik, setiap hari kemarin akan menjadi mimpi yang indah. Dan setiap hari esok menjadi bayang-bayang harapan. Jadi manfaatkanlah hari ini sebaik-baiknya.
”
”
Kālidāsa
β€œ
kamu yang menjauh cuma mendekatkan aku pada kesepian. aku, selalu disini. di persimpangan jalan ini dan ketika kamu dengannya menemui akhir, kembalilah. aku masih melambaikan tangan dingin ini kepada kamu, yang telah lama pergi.
”
”
Oka @landakgaul
β€œ
Aku mencintaimu seperti televisi tua di gudang nenekmu yang terbakar. Cuma satu kanal dan tidak pakai remote kontrol
”
”
Aan Mansyur (@hurufkecil)
β€œ
Terkadang, saat kita nggak bisa jelaskan dengan logika gimana caranya untuk menyelamatkan seseorang yang kita hargai dan sayangi, kita cuma perlu percaya.
”
”
Diego Christian
β€œ
Jadi sebenarnya apalah arti kehormatan, kalau ia tak lain dan tak bukan cuma setipis selaput dara?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Ia bermimpi melewati rumput-rumput besar dan di sekitarnya cuma ada koloni semut. Ketika sampai di tubir cekungan air, baginya adalah sungai, ia mampu mengenali diri: seekor semut yang mengaca dan terkejut untuk kali pertama. Ia menengok untuk mencari seseorang yang bisa menjawab pertanyaannya: mengapa dirinya berubah jadi semut. Dan saat itulah dia terbangun dari tidur; seekor semut hitam.
”
”
Bagus Dwi Hananto (Metamorfosis)
β€œ
Kalau anda dalam keadaan terjepit dan semua serasa memusuhi anda, sampai anda merasa tidak mampu lagi bertahan walau pun cuma semenit, jangan menyerah, sebab di tempat itu dan pada saat itu air pasang akan surut.
”
”
Harriet Beecher Stowe
β€œ
Tidak menanti untuk dicinta. Ada yang tak terucap di bibir, cuma separuh nyeri di dada. Demikianlah; awan mendung sarat hujan, kilat menyambar di kejauhan, kabut lindap di malam sunyi.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Taruh mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yg kamu mau kejar… Kamu taruh di sini… jangan menempel di kening. Biarkan… dia… menggantung… mengambang… 5 centimeter… di depan kening kamu… Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apa pun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan itu dan kamu NGGAK BISA menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apa pun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri… Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan… sehabis itu yang kamu perlu… Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, lapisan tekad yg seribu kali lebih keras dari baja… Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya… Serta mulut yang akan selalu berdoa
”
”
Donny Dhirgantoro
β€œ
Revolusi Indonesia, bukanlah Revolusi Nasional SEMATA-MATA, seperti diciptakan beberapa gelitir orang Indonesia, yang maksudnya cuma membela atau merebut kursi buat dirinya saja, dan bersiap sedia menyerahkan semua sumber pencaharian yang terpenting kepada SEMUANYA bangsa Asing, baik MUSUH atau sahabat. Revolusi Indonesia, mau tak mau terpaksa mengambil tindakan ekonomi dan sosial serentak dengan tindakan merebut dan membela kemerdekaan 100%. Revolusi kemerdekaan Indonesia tidak bisa diselesaikan dengan dibungkusi dengan revolusi-nasional saja. Perang kemerdekaan Indonesia harus DI-ISI dengan jaminan sosial dan ekonomi sekaligus.
”
”
Tan Malaka (Gerpolek: Gerilya-Politik-Ekonomi)
β€œ
... Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan... sehabis itu yang kamu perlu... cuma..." ~ 5 cm
”
”
Donny Dhirgantoro
β€œ
I myself have seen with my own eyes the sybil hanging in a bottle at Cumae. And when the little boys asked her "Sybil, what do you want?" she said, "I want to die.
”
”
Petronius
β€œ
Ini cuma sebuah laku bacalah, bukan bacakanlah. Bacalah adalah serupa bisikan, serupa gerimis hujan, desir angin, desir lokan, atau gemerisik dedaunan. Bacakanlah bagai teriakan, berpengeras suara bergema kemana-mana. Sebab bisikan lebih menggoda lebih menjamah lebih menggugah daripada teriakan. Sebab bisikan selalu jatuh lembut di telinga, tak seperti teriak yang menghantam pekak. Hanya membaca. Sebuah laku pribadi, hening sendiri, hanya dalam hati, sunyi tanpa bunyi. Ketika hanya ada satu benak yang menari dengan benak lain (malaikat jatuh, malaikat patuh, betapa tipisnya, keduanya hanya membuat manusia teramat manusia). Aku tak peduli, benak mana yang akan berbisik. Aku tak peduli, ada atau tiada makna, terserah saja.
”
”
Nukila Amal (Cala Ibi)
β€œ
Ah, kau, rama, titisan dewa, Dewa bisa sempurna. Tapi, kau tak sempurna. Kau cuma manusia. Mengapa kau tak berbahagia menjadi manusia dengan segala ketidaksempurnaanmu seperti juga ketidaksempurnaanku..?
”
”
Sujiwo Tejo (Rahvayana 2: Ada yang Tiada)
β€œ
Ketahuilah, cinta tidak cuma melihat pada apa yang indah. Mengalami apa yang baik dan menyenangkan. Cinta tidak selalu seperti itu. Justru ia diuji ketika segala sesuatu tidak lagi terlihat indah, tidak lagi terasa baik dan menyenangkan. Pada saat serupa itulah, kita akan menangkap dan memahami hakekat cinta yang sesungguhnya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Pengalaman cuma akan didapat pada langkah pertama.
”
”
Arena Wati (Warna Sukma Usia Muda)
β€œ
Wanita cuma mencintai orang yang tidak mereka kenal
”
”
Mikhail Lermontov (A Hero of Our Time)
β€œ
Orang-orang tidak bisa membelikan aku apapun yang aku mau, karena yang aku mau cuma kebebasan.
”
”
Ayu Welirang
β€œ
kau bukan gula-gula kapas, yang bagiku cuma lembut, kau terlahir sebagai popkon, yang rangup dan manis, yang aku nikmati dalam gelap, menghadap pelbagai genre, dilayar panggung.
”
”
Salleh Razak (Popkon)
β€œ
Semua yang indah, sia-sia kalau cuma 'pernah'.
”
”
Dara Prayoga (Analogi Cinta Berdua)
β€œ
Buku bukan cuma jendela dunia, buku adalah pintu ke dalam hati dan pikiran manusia.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Bicara soal kekuatan Tarjdo, tidak gampang kalau rakyatmu miskin. Rakyatmu harus punya makan yang cukup dulu, punya pakaian, dan yang paling penting bebas buta huruf. Ini yang membedakan manusia dengan binatang. Sebab, kalau cuma makan, binatang juga bisa makan. Lantas, kalau cuma pakaian, binatang juga punya bulu. Buku, bisa membaca, itulah yang membuktikan manusia punya kebanggaan, punya kebudayaan, punya peradaban.
”
”
Remy Sylado (Ca-bau-kan: Hanya sebuah dosa)
β€œ
Di angkringan malam itu, kita tak duduk berhadapan tapi bersisian. Kau bilang tak ingin difoto, karena merasa lagi jelek. Namun bagiku, kau selalu memesona seperti biasa. Meskipun langit sedikit mendung, meskipun cuma cahaya lampu senthir yang remang remang menerangi wajahmu. Malam mulai beranjak tua dan ada gurat usia yang makin menebal di wajah kita. Namun aku merasa, selalu ada cinta yang sama untukmu, yang aku tahu tidak akan pernah berubah.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kau ialah betina, kalau kau cuma tahu soal makan, tidur, bersolek dan kawin. Banyaklah belajar, berpikirlah besar, rancanglah masa depan dan pandai-pandailah menempatkan diri, maka kau boleh disebut wanita. Tapi, untuk menjadi perempuan, kau juga harus memiliki kesadaran, ketulusan dan bisa menjadi tempat untuk berpulang, serta kuat tuk dijadikan pijakan.
”
”
Lenang Manggala (Perempuan Dalam Hujan)
β€œ
Salah satu bentuk ketidakjelasan berkomunikasi yang paling sering terjadi adalah penggunaan kata pengondisian, seperti β€œmungkin”, β€œcukup”, atau β€œlumayan.” Apakah β€œcukup bagus” berarti β€œbagus” atau β€œjelek”? Bagaimana juga dengan β€œcukup lumayan”? Saat pikiran tidak bisa memahami apa yang diucapkan, ucapan cuma sekadar suara
”
”
Rene Suhardono
β€œ
Kalau ada orang yang datang kepadamu dan bilang dia akan membuatmu jadi lebih kaya, bantingkan saja pintu di depan hidungnya. Tapi kalau orang itu bilang ia akan membuatmu lebih pintar dan maju, suruh dia masuk. Kita boleh menolak uang karena bisa saja ada setan yang bersembunyi di situ. Namun hanya orang bodoh yang menolak diberi ilmu cuma-cuma. Ilmu itu jauh lebih berharga daripada uang, Nak. Ingat itu
”
”
Anindita S. Thayf
β€œ
Namun, tiada kiranya kata pemborosan terhadap waktu bagi orang-orang yang mencari hakekat kasih. Bahwa di dalam kasih, tumbuh di sana perdamaian dan bukan juga cuma pertikaian, melainkan berbaur keduanya dalam suatu kesepadanan yang tulen
”
”
Remy Sylado (Ca-bau-kan: Hanya sebuah dosa)
β€œ
Tapi tawar-menawar membutuhkan kekuatan tertentu, uang sogok tertentu, hubungan famili tertentu. Yang tak punya kekuatan, uang, atau keluarga pejabat akan tak mampu merundingkan nasibnya. Disinilah yang disebut β€œketimpangan sosial” bukan cuma beda kaya dan miskin, melainkan beda status: β€œbisa dikorbankan” atau β€œtidak bisa dikorbankan”.
”
”
Goenawan Mohamad (Catatan Pinggir 5)
β€œ
Tak ada hal yang paling ganjil dari realitas bahwa aku tidak memiliki diriku sendiri. Aku cuma sebatas apa yang orang lain pikirkan. Ini bukan sekedar kata kata yang terselip di dalam benak setiap orang, ini fakta yang ingin kita kubur dalam dalam. Aku tidak sedang berfilsafah tentang makna hidupku sendiri. Aku sedang mengorek luka yang berkecamuk di dalam benak semua orang. Kita pernah menjadi zombie sekali. Dan kita akan menjadi zombie di kesempatan yang lain. Zombie zombie bangkit dari kubur tidak sebagai orang mati. Tidak juga sebagai yang hidup. Mereka adalah perwujudan dari ketidakberdayaan manusia. Mereka menjelma jadi serigala yang lapar dan ingin menghisap darah dari kehidupan. Mereka tak sanggup hidup dalam arti hidup yang sesungguhnya. Mereka mati dalam kehinaan dan kesia siaan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Auntie Phyl's last months in the care home were extra pieces. Age is unnecessary. Some of us, like my mother, are fortunate enough to die swiftly and suddenly, in full possession of our faculties and our fate, but more and more of us will be condemned to linger, at the mercy of anxious or indifferent relatives, careless strangers, unwanted medical interventions, increasing debility, incontinence, memory loss. We live too long, but, like the sibyl hanging in her basket in the cave at Cumae, we find it hard to die.
”
”
Margaret Drabble (The Pattern in the Carpet: A Personal History with Jigsaws)
β€œ
Lo percaya sama Tuhan, nggak?" Dia Tertawa. "Siapasih Tuhan buat lo? Paling juga Tuhan cuma orang asing buat lo, kayak orang lain. Yangngelakuin ritual ini itu tapi nggak ngerti juga mereka nyembah siapa. Yang nggak ngerasa nyaman sama Tuhannya, cuma ngerasa Tuhan itu orang asing yang kerjaannya hukum-hukumin orang.
”
”
Farida Susanty (Karena Kita Tidak Kenal)
β€œ
Mengapa kau tanam mawar itu di pinggir jalan Kay? Apakah sengaja, agar semua orang bisa memungut atau pura pura mencintainya? Tapi bukankah kau tahu, tak ada rasa kagum semurah itu?Β  Seperti semua harapan palsu yang kau tabur di atas ranjangmu. Bunga mawar merah jambu yang mekar sejenak sebelum kemudian layu dibakar waktu. Masih banyak cinta yang sesungguhnya tak kau mengerti, Kay. Apakah cuma itu satu satunya cara untuk membunuh kesendirian dan rasa sepi? Luka parut di dada dan jantung yang perlahan hilang detaknya. Sudah berapa lama engkau merasa jemu dengan rutinitas yang itu itu juga, Kay?Β  Seperti juga pikiran pikiran dangkal yang akan terus menghantui kita dengan potongan potongan kata dusta. Apakah kesedihan semacam ini yang ingin engkau abadikan? Dari satu frame ke frame yang lain. Dari satu video ke video berikutnya. Cuma untuk menampilkan ingatan yang sudah kau hafal di luar kepala dan senyum getir yang susah payah kau sembunyikan dari dunia. Atau barangkali, itulah caramu untuk mengejek dan mencemooh kami, karena terlanjur terjebak dalam ritual yang menghinakan ini. Ritual memuja ego dan menipu diri sendiri. Sebab harus kami akui, sesungguhnya cuma engkau yang paling murni di antara kita. Cuma engkau satu satunya yang telanjang dan tidak menutup diri dengan topeng kemunafikan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kesedihan telah memaksaku berdiri di ambang kehancuran. Seperti jurang menganga yang setiap hari menelan kemarahanku. Namun aku tidak sedang mengetuk pintu rumah orang hanya untuk meminta belas kasihan. Seperti ibu, aku telah jadi sebatang pohon yang keras kepala. Aku merasa memiliki batang yang kuat dan akar yang kokoh. Walau terkadang, aku masih tergiur untuk menjadi sesuatu yang lain; seperti menara gereja, atau mungkin gapura di pinggir jalan. Ini bukan analogi dari apa yang orang lihat. Karena, tak semua orang bisa memahami kesendirian dan kesedihan orang lain. Walau mungkin orang bisa saja merasakan kehadiran Tuhan saat mereka melihat menara gereja. Dalam sebuah gapura aku melihat gerbang menuju pintu rumah ibu. Ia adalah kerinduan yang tak henti hentinya mengalir. Seperti tetesan hujan yang menitik dari atap yang bocor. Tidak ada satu hal pun yang berubah, kecuali barangkali diriku sendiri. Demikianlah, aku masih berkutat dengan keresahanku sendiri. Memimpikan laki laki perkasa itu terbang ke bulan, menunggangi seekor kuda yang tak lain adalah egonya sendiri. Aku tahu, kesedihan hanya akan memaksaku menjadi orang yang akan aku sesali. Hidup tidak selalu menawarkan kemewahan atau kebahagiaan. Aku hanya ditakdirkan untuk memilih. Dan semoga Tuhan hadir dalam diriku, walau cuma serupa sebatang lilin, dengan kerdip cahaya yang lemah.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Oh Kay kau seperti kunci yang membuka pintu hatiku. Pesonamu meremukkanku. Seperti golok yang berdencing mengiris ngiris dagingku memotong tipis jantungku. Biar kau tetak leherku dengan rindu yang kau ciptakan tanpa iba dan belas kasihan. Kay oh Kay tak ada yang menyerupaimu di dunia ini. Sebab bagimu, aku adalah bocah nakal yang boleh menangis demi sebuah boneka mainan. Kemana kau berlagu, irama musik kan menyertaimu. Dan biarkan lantai dansa mendatangimu, memutar dan meninggikanmu dalam tarian yang membuat semua orang tergila-gila. Kay oh Kay kau gobang pedang parang celuritku. Kau belati yang menikam nikam, kau rajam aku dengan jarum manis lugu senyumanmu. Kau mulut manis yang mendesah yang mengerang yang tertawa yang membuat jiwaku resah gelisah. Kau Kay oh Kay. Ludahmu yang manis menetes bagai madu yang paling gula di benakku yang kehausan. Kuhasratkan engkau dari sarang yang paling mesum, jalan yang paling ingkar dan pikiran yang paling lancung. Kuingin kecap nektar bungamu yang paling nikmat. Oh betapa kau nodai aku dengan apimu. Kau jerat aku dengan kepolosanmu. Dengan ketelanjanganmu yang membuatku sesat. Betapa kau memberi asa yang tak kumiliki. Kau menangkan hati yang tak kuperjuangkan. Kay oh Kay engkau satu satunya jawaban yang tak pernah kupertanyakan. Tujuan yang tak pernah aku duga tapi menyambutku dengan riang gembira. Kaulah kenyataan yang tak pernah aku mimpikan namun terwujud dengan sendirinya. Bagaimana aku menerimamu sebagaimana engkau menerimaku dengan segenap pesona kegilaanmu. Kay oh Kay rembulan matahariku. Kaulah sungai sekaligus lautku. Hanya padamu mataku tertuju, hanya padamu hatiku tergetar. Kau biarkan aku menjadi kunci yang memasuki lobang jiwamu yang paling gelap. Bukan dalam keagunganmu anganku mengembara, melainkan dalam kemolekanmu yang memabukkan. Kau telah memenjara jiwaku yang paling celaka. Oh Kay kau pisau dapurku, kapakku, gergajiku, palu obengku. Kau perbudak aku dalam nafsu tak terlerai ini. Padamu aku menghamba bagai seorang pelayan yang bodoh. Kambing tuli dan buta yang cuma mengabdi pada satu tuan. Kaulah majikan dari semua hasrat dan kedegilan ini. Semua yang aku ketahui tentangmu adalah palsu. Bagaimana engkau berkenan mengijinkan aku mencintai orang lain selain dirimu? Kay oh Kay bila sungguh memujamu akan memberiku makna hakiki sebuah puisi, lalu bagaimana engkau bisa memberiku cinta sejati yang tak pernah engkau miliki?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Jangan beri aku apapun Meski itu perhatianmu Meski itu kasih sayangmu Meski itu air matamu Jangan beri aku kesedihanmu Jangan beri aku amarahmu Jangan beri aku dahagamu Jangan kau beri aku apapun Sebab masih kuorak langit demi menemukan seluruh jejak petilasanmu Bunda." Tapi Nak, bagaimana engkau bisa berucap serupa itu? Bukankah sudah aku beri engkau bunga? Sudah aku beri engkau matahari. Sudah aku beri engkau rumput dan dedaunan. Sudah aku beri engkau laut dan pasir pantai. Mengapa masih? Tak cukupkah kau cucup air susu dari sepiku? Kau kecap nyeri dari lukaku, sebagaimana dulu kau terakan kebahagiaan di bawah perutku serupa goresan pisau yang menyambut kehadiranmu. Betapa semuanya masih. Aku berikan lagi engkau api, aku berikan lagi engkau pagi, aku berikan lagi engkau nyanyi tualang dari hatiku yang engkau tahu menyimpan sejuta kekhawatiran. Bagaimana engkau masih berucap serupa itu? Aku masih berikan engkau suar hingga separuh umurku. Aku berikan engkau tawa dari separuh mautku. Aku berikan engkau kekal ingatan dan sekaligus mimpi abadi. Aku beri semuanya, walau itu cuma sekotak bekal sederhana yang semoga engkau terima untuk mengganjal rasa laparmu. Betapa aku selalu ingin ada untukmu, Nak. Sebab cuma satu permintaanku tak lebih. Ijinkan aku jadi teman seperjalananmu, sahabat di waktu gundahmu, pembawa kegembiraan di kala senggangmu. Sebagaimana dulu kutimang dirimu dan kunina bobokkan engkau di pangkuanku. Ijinkan aku jadi roti yang mengenyangkan laparmu, pelipur hati di kala sesakmu, panasea ketika kau sakit. Bukankah aku ada ketika kau belajar berdiri dan aku di sana saat kau jatuh? Aku setia menungguimu saat kau berlari mengejar bulan dan matahari. Dan sekalipun waktu merambatiku dengan galur usia, hingga mungkin aku tak lagi mampu berdiri tegap seperti dulu. Aku tak akan pernah menyerah padamu Nak. Tidak, Bunda tak akan pernah menyerah. Sebab bagiku, cukuplah dirimu sebatas dirimu saja. Akan tetapi, sanggupkah kau cukupkan dirimu dengan semua kebanggaan? Cukupkan dirimu dengan apa yang engkau punya. Cukupkan dirimu dengan semua doa doa yang tak henti kutitikkan dari sudut hatiku yang semoga jadi asa yang paling surga. Surgamu Nak. Walau kutahu itu akan mengusik nyenyak tidurmu. Walau itu akan menambah resah waktu kerjamu. Sebab kutahu seberapa keras engkau berjuang. Pada setiap tetes keringat yang engkau cucurkan mana kala engkau harus berlari mengejar bus yang datang menjemput. Manakala pikiranmu tak bisa lepas dari layar lap topmu yang tak henti berkedip. Manakala pagi datang dan sibuk pekerjaan hadir serupa hujan tak kunjung usai mendera. Cukupkan dirimu dengan cinta Bunda Nak. Sekalipun nanti, tak ada lagi ucapan nyinyir bergulir dari bibir Bunda yang mulai keriput ini. Yakinlah, pintu rumah hati Bunda akan selalu terbuka buatmu, kapan pun engkau ingin pulang.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Apa yang kau lihat di layar yang berpendar ini, Kay? Serupa senja yang tumbuh dari sebatang pohon di sebuah tempat yang kau bayangkan seperti surga. Cahaya lampu itu menyapu wajahmu dengan warna lembayung dan berkilau seperti sayap kupukupu. Tapi tak ada apapun yang kutemukan pada seri wajahmu selain nafsu yang tertahan dan seulas senyum kemesuman. Persis di puncak penantian dari segala perhatian yang tertuju pada dirimu. Mata yang tak pernah menyadari, bahwa mereka tengah tersesat dalam raga belia yang entah milik siapa. Pada aura kemudaan yang berasa sia sia. Benarkah, telah kau reguk semua kebahagiaan dari wajah wajah tolol yang ditunggangi oleh nafsu alter egonya? Atau barangkali, telah habis kau hirup wangi dari kelopak mawar hitam yang tumbuh di ranjangmu setiap pagi? Sudah lama sekali rasanya waktu berlalu. Seperti ketika kau masih suka nongkrong di cafe sambil meneguk cappucino dari cangkir yang perlahan mulai retak. Sementara laju usia terus mengalir dari tenggorakanmu yang bening bagai pualam. Waktu meninggalkan jejak buta di dalam hand phonemu. Menyisakan tatap mata orang orang yang tak lagi mampu memahami atau menafsirkan apa yang tengah engkau lakukan. Bukankah, mereka tak lagi melihatmu sebagaimana adanya dirimu saat ini atau sepuluh tahun dari sekarang. Tak satu pun dari mereka yang percaya, bahwa saat itu usiamu masih belum lewat dua puluh tahun. Mereka hanya mendamba merah muda anggur kirmizi yang tumbuh di dadamu. Tetapi tak ada satu pun telinga yang sanggup melawan sihir dari gelak tawamu yang terdengar getir. Mata mata bodoh yang tak sanggup melupakan bayangan pisang yang dengan brutal kau kunyah sebagai kudapan di tengah jeda pertunjukan. Benarlah, hidup tak seperti kecipak ikan di dalam aquarium transparan yang tertanam di dinding. Atau air kolam di pekarangan yang seakan menjelma jadi bayangan jemari yang tak henti menggapai gapai. Menjadi gelembung gelembung kekhawatiran yang seakan tak sanggup memahami makna puisi yang sengaja ditulis untuk mengabadikan namamu. Ketauilah Kay, taman yang kau bayangkan itu bukanlah surga yang sesungguhnya. Di sana tak ada sungai keabadian atau pangeran tampan yang sengaja menunggu kehadiranmu. Yang ada cuma kelebat kilat dan hujan airmata hitam. Mengucur seperti lendir laknat yang mengalir dari hidungmu saat kau meradang karena influensa. Di sana tak ada satu hal pun yang menyenangkan, Kay. Hanya sedikit saja tersisa hal hal yang busuk dan menjijikkan, sebagai satu satunya bahan obrolan untuk perintang waktu.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Tapi aku kira di situlah letak dari kontradiksinya. Perempuan mati - matian merawat tubuh dan wajah agar tampil cantik dan menawan. Biar kulit jadi putih glowing kata mereka. Dan tentu saja, itu mereka lakukan bukan sekedar untuk menyenangkan diri sendiri. Apa lagi kalau bukan untuk memuaskan mata kita laki-laki. Cantik butuh modal katanya. Jadi jangan salahkan perempuan kalau ngomong demikian. Tapi jangan juga salahkan laki laki, kalau kita coba - coba ambil kesempatan. Sebab ini cara paling gampang untuk membuat perempuan senang; bilang saja mereka cantik! Walau semua tahu, itu cuma pujian semu. Kalau kulit mereka putih, cukup bilang kalau mereka punya kulit idaman para lelaki. Kalau agak gelap kecoklatan, tinggal bilang saja betapa eksotisnya tampilan mereka hahaha... Dan gobloknya, masih banyak wanita yang termakan oleh tipuan buaya serupa itu. Seolah segala nilai dan harga diri mesti dipertaruhkan demi persepsi atau pandangan kita para lelaki atas penampilannya. Padahal ada begitu banyak arti untuk memaknai kecantikan, ada banyak tafsir untuk mengartikan keindahan. Bukankah demikian, Kawan?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Adalah garis panjang di mana kita terbiasa menghitung hari. Bagaimana sebatang buluh bertambah panjang dari waktu ke waktu dan ia jadi semakin bertambah tinggi. Saat hari berganti, umurnya kian bertambah. Tanpa ia sadari ia pun semakin menua. Demikianlah, kita menemukan betapa berharganya hidup sebagai sebuah paradoks. Ia seperti sebatang lilin yang kita nyalakan di atas sepiring kue, kian memendek sebelum akhirnya padam. Sebab hidup bukan cuma sebatas cerita sukacita atau kisah roman yang membahagiakan. Ia kadang tak punya makna apa apa. Seperti rutinitas yang kita jalani sehari hari dan tak menjadikannya istimewa. Lalu Nak, apa yang bisa kau pelajari dari hidupmu? Dari hari hari yang telah engkau lalui? Tak selamanya akan kau temukan pohon rindang yang teduh, atau tempat singgah yang menyenangkan. Tak akan kau temukan teman teman yang baik dan ramah atau rengkuh tangan Bunda yang akan selalu menghangatkan tubuhmu. Jadi janganlah engkau sia siakan waktu, hanya untuk membuang buang waktumu dengan percuma. Sibuk menghitung hariΒ  hanya demi untukΒ  mengulang ragu dan juga kejemuan. Sebab kebahagiaan tidak datang dari tempat yang jauh, ia tidak bersembunyi di tempat yang engkau cari. Ia ada di dalam lipatan sakumu. Ia ada di dalam genggaman tanganmu. Ia ada di dalam dirimu sendiri. Tepatnya di dalam hatimu. Karena itu, jadikanlah dirimu bahagia karena kau tahu bagaimana memberi arti pada hari hari yang engkau lewati. Buatlah hidupmu bermakna, karena kau meniatkannya demikian. Sebab kita tidak dilahirkan untuk melihat waktu berlalu. Masa hidup kita terlalu singkat kalau cuma untuk disesali. Sekiranya kau diberi kesempatan untuk mendapat sebuah penilaian, mungkin kau akan cukup beruntung mendapat nilai 70. Tapi bila kau tahu arti kata bersyukur, maka mungkin saja kau akan dapat 80 atau bahkan 90. Tapi kebanggaan apa yang engkau peroleh setelah lewat semua penderitaan dan kesulitan? Bukankah pada ujungnya semuanya akan berakhir, dan pada waktunya nanti, kita semua akan berpulang?
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
HIKAYAT ADAM Sebab bagiku kau masih serupa ibu yang melahirkanku yang menuntunku berjalan dan mengajariku berlari. Namun mengapa tak juga lepas dahagaku daripadamu? Meski telah kureguk engkau hingga tumpas tandas. Hingga kempis payudaramu hingga perlahan surut laut dan air matamu. Hingga padam langit dan seluruh jagat raya. Hingga kalam sang malaikat diam-diam merenggut segenap kejahatan dan dosa-dosaku. Meski kutahu belaka, betapa sia-sia seluruh perjalanan ini. Bukankah engkau sendiri yang waktu itu menghalangi diriku memakan buah yang ranum dari perbendaharaanmu yang sengaja tak kausembunyikan? Buah syajarah yang kautanam di taman purbawi. Kebun yang telah berabad jadi rumahku tapi tak pernah sungguh-sungguh aku miliki. Mengapa kaularang aku memetik khuldi yang kausediakan bagiku di taman itu? Apakah demi menguji kesetiaanku pada dirimu? Sementara kauijinkan sabasani itu tumbuh menjulang tinggi dan berbuah lebat. Sekalipun engkau masih menerimaku sebagai buah kandung yang engkau lahirkan sendiri dengan kedua tanganmu. Dan tidaklah aku engkau turunkan dari patuk taring si ular beludak. Ia yang telah membuatku terusir dari rumah. Sepetak tanah yang memang kauperuntukkan bagi diriku sejak mula pertama kauhadirkan aku ke dunia ini. Sungguhpun harus kuarungi samudra duri ini sekali lagi, sebagai si alif dari golongan yang paling daif. Sebagaimana perempuan penerbit nafsi itu kaucuri dari tulang rusukku saat aku lelap tertidur. Sepanjang pasrah kasrah telah mengubah rambut di kepalaku menjadi setumpukan uban. Sepanjang kematian demi kematian sengaja kau timpakan di atas kepala anak cucuku. Adakah sempat kaudengar aku berkeluh-kesah? Meski aku mahfum belaka, ya bila karena semua itu aku tak akan pernah kau perkenankan singgah ke rumahmu lagi. Kecuali kau biarkan aku datang sebagai perempuan lecah, jaharu yang paling hina atau fakir papa yang kelaparan. Sekalipun telah letih jiwaku meretas sepi, hingga percik lelatu itu menitik sekali lagi dari ujung jarimu. Bukan sebagai yang garib, yang gaib atau yang hatif. Melainkan karena semata-mata semesta cinta. Cinta yang sekalipun tak akan pernah mengubah diriku menjadi zaim, zahid atau zakiah. Namun sungguh, cuma itu satu-satunya cinta yang berani menentang tajam mata pisau sang mair.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku nggak pernah tau berapa banyak sesungguhnya jumlah bintang yang menghiasi langit... Hingga terangnya masih belum mampu mengalahkan satu matahari pagi Aku nggak pernah mampu menghitung berapa banyaknya tetes hujan yang jatuh tapi hal itu nggak mampu menghapus harapanku melihat tujuh warna pelangi setelah hujan itu berhenti... Aku nggak Pernah tahu... Bagaimana mungkin satu hati yang kamu miliki mampu menciptakan jutaan tawa dalam hidupku... Sekaligus menghentikan jutaan tangis dan menghapus rapuhku.... Dan bagiku, satu kali kehilanganmu mampu meninggalkan bekas luka yang nggak akan hilang seumur hidupku... Jika malam ini bintang nggak lagi bersinar buatku atau esok pagi nafas ini nggak lagi mampu kuhembus tapi aku tahu, hati ini punya ruang abadi yang akan selalu menyimpannya Bintang, Matahari, Hujan dan Pelangi Cuma sekedar hiasan langit dibanding arti kamu dalam hidupku
”
”
LoveinParisSeason2
β€œ
Telah kukirim warna warni pelangi itu bersama salam dari adikmu. Ternyata ia juga rindu berkelakar denganmu. Jadi baik baiklah engkau melihat dunia, Nak. Mungkin ia tak seindah taman bunga yang pernah Bunda ceritakan. Ada teman yang akan menyambutmu dengan senyum dan jabat tangan. Tapi mungkin, ada mata yang akan menatapmu dengan curiga. "Apa yang akan engkau perbuat di sini? Jangan kau curi apa yang aku punya!" Pandai pandailah engkau menyalin baris baris ingatan dari semua petuahku dulu. Seberapa penting dan bernilainya itu bagimu kini. Sebab, hanya cinta Bunda yang akan mengatarkanmu melewati hari hari hujan. Hari hari tanpa mimpi. Keras suara guntur dan kilat berkelebat. Tapi kau tak perlu takut Nak. Karena kau tak pernah sendirian. Ada Bunda yang akan membimbingmu melewati jalan kelok berliku. Jalan yang penuh tikungan dan tanjakan yang tersembunyi. Jalan yang mungkin tak selamanya lurus. Jalan yang akan membuatmu letih. Awalnya mungkin engkau akan mengeluh. Mungkin engkau akan menangis sesekali. Mungkin engkau akan merasa jengkel dan bahkan marah. Tapi biarlah perasaan perasaan itu mengalir seperti sungai. Karena akan selalu ada laut di hati Ibu, di hati Bundamu ini. Luas samudra yang akan menampung semua keluh kesahmu. Ada pesan pesan pendek yang akan menyapamu setiap pagi. Jadikan itu roti dan selai choco crunchy sarapan kegemaranmu. Akan ada bunga yang wangi semerbak yang di kirim dari kantor ayah untuk menceriakan pagi harimu. Ia mungkin tak banyak bicara menyuarakan perasaannya, tapi ketahuilah Nak, bahkan di tengah kesibukannya ia tak pernah berhenti memikirkanmu. Sesekali ia berhenti mengajar, hanya untuk mengirim pesan padaku, "Adakah kabar dari putri kesayangannya hari ini?" Bahkan ia tak sabar menunggu datangnya akhir pekan, agar ia leluasa berbicara denganmu dari hati ke hati. Sebab ia tahu, betapa harimu kadang mendung kadang hujan. Dan ketika mati lampu, matanya seperti menerawang di dalam gelap. Dengan setengah berbisik ia bicara kepada Bunda, seandainya saja ia bisa jadi pelita yang menyala untukmu sepanjang hari. Saat malam datang mengendap dan adikmu lelaki telah lama mendengkur, Bunda acap mendengar suara ayahmu seperti mendesah di dalam mimpi. Ia menangis terbata menyebut nyebut namamu. Bunda tak hendak membuatnya terjaga. Sebab tangis itu seperti juga doa. Seperti kerinduan laut yang tak bertepi. Seperti cerah langit merah jelang subuh dini hari. Kamu bisa menyebutnya sebagai cinta. Itulah cinta yang menambatkan hati bunda ke pelukan ayahmu. Ia seperti senyap pawana yang menyelinap di malam buta dan berusaha masuk lewat jendela kamarmu. Ia mungkin tak akan berucap sepatah kata pun. Ia hanya akan menatapmu sejenak. Memastikan engkau tidur terlelap. Ia mungkin cuma ingin tahu, apakah selimut yang kamu pakai cukup tebal dan hangat membungkus tubuhmu. Apakah AC di kamarmu menyala terlalu dingin? Apakah senyum manis menghias wajahmu dan membawamu bermimpi tentang surga? Ketahuilah Nak, itu adalah kerinduan kami dan perasaan perasaan lain yang tak terlukiskan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, Telah meninggal dunia ibu, oma, nenek kami tercinta.... Requiescat in pace et in amore, Telah dipanggil ke rumah Bapa di surga, anak, cucu kami terkasih.... Dalam sehari, Bunda menerima dua kabar (duka cita / suka cita) sekaligus. Apakah kesedihan serupa cucuran air hujan yang jatuh dan mengusik keheningan kolam? Apakah kebahagiaan seperti sebuah syair yang mesti dipertanyakan mengapa ia digubah? Bagaimana kita mesti menjawab pertanyaan tentang kematian orang orang terdekat? Mengapa mereka pergi? Kemana mereka akan pergi? Memento mori, serupa nyala api dan ngengat yang terbakar. Seperti juga lilin yang padam, bunga yang layu, ranting yang kering, pohon yang meranggas. Mereka hanyalah sebuah pertanda, bahwa semua yang hidup pasti akan mati. Agar kita senantiasa teringat pada tempus fugit, bahwa waktu yang berlaluΒ  tak akan pernah kembali. Ketika Bunda masih muda, sesungguhnya Bunda sudah tidak lagi muda, tak akan pernah bertambah muda, tak akan kembali muda. Waktu telah merenggut kemudaan kita pelan pelan. Ketuaan adalah sebuah keniscayaan, dan kematian adalah sebuah kepastian. Tak ada sesuatu pun yang abadi, Anakku. Ingatan tentang mati semestinya memberi kita pelajaran berharga. Jangan pernah menyia nyiakan waktu. Jangan hilang niat untuk bangkit dari ranjang. Jangan terlalu malas untuk bekerja. Jangan terlalu letih untuk menuntaskan hari. Jangan pernah lupa untuk berdoa. Jangan lalai untuk bersyukur. Jadikan hari ini sebagai milikmu. Ketika semua perkara seakan menggiring langkahmu pada kesulitan, kegagalan, ketidakpastian dan rasa sakit. Pikirkanlah siapa yang akan jadi malaikat pelindung dan penolongmu? Bagaimana engkau akan menemukan eudaimonia? Bagaimana engkau hendak memaknai hidup? Dalam sekejap mata hidup bisa berubah. Waktu berlalu dan ia tak akan pernah kembali. Gunakan kesempatan untuk bercermin pada permukaan air yang jernih. Tatap langsung kedalaman telaga yang balik menatap kepada dirimu. Abaikan rasa sakit dan penderitaan, sebab puncak gunung sudah membayang di depan mata dan terbit matahari akan menghangatkan kalbumu. Cuma dirimu yang punya kendali atas pikiran, hasrat dan nafsu, perasaan dan kesadaran inderawi, persepsi, naluri dan semua tindakanmu sendiri. Ketika kita mengingat kematian, kita tidak akan lagi merasa gentar. Sebab ia lembut, ia tak lagi menakutkan. Ia justru menuntaskan segala rasa sakit dan penderitaan. Ia pengejawantahan waktu yang berharga, kecantikan yang abadi, indahnya rasa syukur, dan kemuliaan di balik setiap ucapan terima kasih. Ia mengajarkan kita bagaimana menghargai kehidupan yang sesungguhnya. Ia membimbing kita menemukan pintu takdir kita sendiri. Apapun perubahan yang menghampiri dirimu. Ia adalah pintu rahasia yang menjanjikan kejutan yang tak akan pernah kamu sangka sangka. Yang terbaik adalah menerimanya sebagai berkat. Apa yang ada dalam dirimu adalah kekuatanmu. Engkau akan membuatnya berarti. Bagi mereka yang paham, takdir dan kematian adalah sebuah karunia, seperti juga kehidupan. Sesungguhnyalah kita ini milik Allah dan kepada-Nyalah kita akan kembali.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Aku menghayati seksualitas sebagai bagian hakiki dari kehidupan, bukan semata sebagai sebuah kebutuhan, melainkan sebagai sebuah hal yang naluriah, lebih kepada sesuatu yang instingtif. Tapi bukankah demikian sifat dasar manusia? Bagiku kodrat manusia tak ubahnya dengan binatang, lebih tepatnya seekor mamalia. Binatang yang menyusui. Payudara adalah bukti konkret yang menghubungkan kodrat naluriah kita bahwa sesungguhnya sebagai wanita aku memiliki kesamaan dengan kera, kucing, babi atau anjing. Perbedaannya adalah, kita manusia ini adalah mamalia yang berpikir. Namun selalu ada sisi kebinatangan dalam diri kita. Dan hanya orang orang bebal yang mengingkari kenyataan itu. Sisi kebinatangan itulah yang membuat manusia tetap survive dan mampu bertahan hidup. Tanpa sisi kebinatangan dalam dirinya, maka manusia sudah punah dari dulu. Aku bukan seorang Darwinian, tapi aku jelas bukan seorang religius yang hendak mengajak kalian berdebat tentang asal muasal manusia. Aku cuma hendak memperjelas situasiku sendiri. Bagaimana aku melihat keberadaan diriku sebagai seorang manusia. Dan dari apa yang aku alami aku merasa, bahwa perjalananku telah membawaku untuk bisa melihat sisi kepribadianku yang berbeda, bukan dari sudut pandang orang lain melainkan dari sudut pandangku sendiri. Bila kemudian aku merasa, bahwa lebih banyak sisi dalam diriku yang lebih menyerupai seekor anjing, itu karena aku berusaha jujur dan menerima diriku sendiri apa adanya. Aku sama sekali tidak berniat untuk menciptakan sebuah kontroversi, bila kemudian aku berkesimpulan bahwa selalu ada sisi kebinatangan dalam diri semua orang, tak terkecuali dalam dirimu.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Kita bercakap sepanjang sore itu dan berharap gerimis hujan akan berjatuhan dari langit. Agar kerinduan dapat melekapkan tubuhnya di dalam pelukan kita masing masing. Aku ingin menggandeng tanganmu sebagaimana angin meniup dan membelai anak-anak rambutmu. Aku menduga kau juga ingin melakukannya sebagaimana kebahagiaan seolah membuncah dari setiap langkah kaki kita. Apakah kita akan saling menunggu dingin hembusan angin merebak di dalam sesat pikiran hingga membuat tubuh kita menggigil? Atau hanya aku sendiri yang tengah berandai-andai? Sekiranya saja tanganku adalah ritmis gerimis yang mendadak turun dan berniat hendak memeluk tubuhmu. Kalau saja bibirku adalah gumpalan awan kelabu yang berarak di langit dan seperti ingin membulatkan keberanian demi mencium bibir indahmu. Seandainya tubuh kita menyatu dalam degup hujan yang rinai ini dan hasrat kita melebur dalam dekapan waktu yang menjadikannya kenangan abadi. Tapi harapan mendadak saja ingkar dari kenyataan seperti gelegar halilintar di kejauhan. Apakah salah telingaku mendengar desah bisikanmu? Melihat bagaimana bibirmu gemetar saat mengucapkan kata-kata perpisahan. Gugur daun-daun dan kelam malam perlahan datang beringsut memayungi hati kita. Lalu, siapa yang akan mencatat waktu dan mengabadikan sisa peristiwa sesudah ini? Bulan meremang oleh nyeri dukanya sendiri. Akankah tasbih yang baru saja aku berikan padamu akan jadi tandamata terakhir di antara kita? Apakah aku mesti menyimpan sapu tangan yang kini basah setelah menyusut air matamu? Cuma ada gelap yang kini jatuh sempurna. Gulita yang menanggalkan satu demi satu peristiwa yang dulu pernah hadir bersama. Hilang musnah dari seluruh penggal ingatan.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Namun demikian, fakta ironisnya adalah tidak ada satu pun budaya dan tradisi di dunia ini yang mengajarkan orang untuk menghargai keberadaan seorang pelacur atau seorang sundal. Dalam strata kehidupan masyarakat sejak era primordial hingga saat ini, orang orang semacam mereka cuma layak menempati tempat yang paling rendah dan kasta yang paling hina. Kita tidak pernah diajarkan orang tua kita untuk menghargai sampah masyarakat serupa itu, walau pun keberadaan mereka tetap saja dibutuhkan. Kita tak bisa menyangkal keberadaan mereka, namun di sisi lain kita sekaligus ingin menafikannya. Sebuah pandangan stereotype bahwa eksistensi mereka itu semata mata hadir karena dalam kehidupan manusia dibutuhkan sebuah peran antagonis. Hidup yang keras ini membutuhkan kehadiran seekor kambing hitam. Bahwa hakekat kehidupan selalu diwarnai oleh dikotomi hitam dan putih. Bila ada kebaikan harus ada kebusukan sebagai kontra indikasinya. Dan para pelacur serta sundal itu dibutuhkan untuk mengukuhkan eksistensi dan keberadaan moral di dalam masyarakat. Moral tidak mungkin eksis tanpa keberadaan para pelacur. Sebagaimana tubuh tidak eksis tanpa kehadiran ruh. Tapi apakah keberadaan tubuh hanya untuk mengukuhkan keberadaan ruh sebagai sumber kehidupan? Sebagaimana anggapan bahwa mereka para pelacur dan sundal itu adalah sebuah antitesis dari kesucian dan moral kebaikan para santa? Bukankah penebusan Kristus tidak akan pernah terjadi tanpa pengkhianatan Judas? Namun pertanyaan yang sering menggelayuti benakku adalah, siapa yang semestinya layak kita sebut sebagai pahlawan dan siapa pula yang harus jadi pecundang. Bagaimana nasib Judas Iscariot dibandingkan dengan Titus, seorang perampok yang beruntung karena disalibkan bersama Kristus? Apakah Judas adalah seorang yang terkutuk dan harus menjalani siksa api neraka karena pengkhianatannya? Sementara itu, Titus adalah orang yang beruntung dan terberkati karena setelah kematiannya ia akan langsung diterima di dalam surga? Aku tak hendak mempermasalahkan kemalangan dan keberuntungan orang lain. Ataupun pilihan pilihan hidup mereka, seandainya saja mereka memang masih punya pilihan. Alangkah baiknya bila kita bisa menanyakan hal itu kepada setiap dari mereka itu. Apakah sedari kecil mereka memang berkeinginan dan bercita cita jadi pelacur, pembegal, pencoleng, perampok atau bahkan pengkhianat? Apakah setelah dewasa mereka sengaja menyundalkan diri dan menyesatkan diri sendiri? Sekiranya orang diselamatkan atas dasar apa yang mereka imani, lalu apakah mereka juga akan menerima hukuman atas apa yang mereka perbuat kemudian? Semoga terberkatilah mereka yang malang dan terkutuk, karena mereka harus mengambil peran sebagai orang orang yang tidak beruntung dan terpaksa harus menjalani apa yang sesungguhnya tidak ingin mereka jalani. Sebagaimana aku pernah membaca sebuah kutipan yang hingga hari ini aku merasa betapa aku sungguh beruntung karena pernah membacanya. Bahwa dialektika itu bukanlah hitam atau putih, dan bukan pula terang atau gelap. Karena surga dan neraka bukanlah milik kita. Saat segalanya berakhir, cuma suara Sang Pencinta yang masih bergema dalam keheningan rimba raya, beriak di atas permukaan danau, "Duhai Kekasih, bagaimana aku hendak memberikan jantungku hanya untukmu?" Suara itulah yang sedari dulu bergema di tengah padang gurun. Suara yang mengetuk pintu di malam buta. Dialah desau suara angin. Dialah tangisan burung bul bul. Mengapa hujan turun tergesa? Mengapa matahari lari bergegas? Mengapa manusia masih juga bertengkar, memperebutkan kebenaran yang sesungguhnyalah bukan miliknya?
”
”
Titon Rahmawan