Aglaonema Quotes

We've searched our database for all the quotes and captions related to Aglaonema. Here they are! All 6 of them:

β€œ
Tak semua kebaikan menunggu kehadiranmu di balik pintu kamar yang terbuka. Semoga saja, ia hadir serupa sepiring nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya. Mungkin ia akan mengingatkanmu pada rumah kecil kita. Pada beranda yang penuh dengan tanaman aglaonema, atau ruang tamu yang penuh dengan rak buku yang memuat ribuan cerita dari masa kanak kanakmu. Tapi tak semua akan selalu berjalan seperti itu, Nak. Tak semua cerita dimulai dengan kalimat yang ceria dan lalu berakhir bahagia. Ada kisah kisah murung nan sedih. Ada banyak roman yang bahkan berakhir tragis. Ada yang serupa misteri tak terselami. Seperti kilau mata pisau dan kisah kisah seram lainnya. Ada Bunda baca sebuah kutipan, "Ketika engkau melihat masalah seperti sebatang paku, maka kau akan berpikir seperti palu." Demikian kutipan ituΒ  Bunda baca, namun lupa entah di mana. Sebab engkau tak harus melihat segalanya lewat matamu sendiri, Nak. Engkau boleh melihatnya dari kaca mata orang lain. Percayalah, itulah cara untuk belajar menjadi bijak. Tidak semua orang bisa mengerti kenapa hujan turun di tengah hari. Tak juga orang paham kenapa kemarau bisa datang sepanjang tahun. Jadi berikanlah kebaikan agar engkau beroleh kebaikan. Walau terkadang terasa pahit dan menyakitkan. Tapi jangan pula simpan sakitmu sebagai duri. Bebaskan dirimu dari prasangka supaya orang juga berbaik sangka pada dirimu. Bila sebuah senyum yang kauberi kembali kepadamu sebagai tawa, maka engkau akan menghargai apa artinya pertemanan. Apapun kesulitanmu, jadikanlah waktu sebagai sahabatmu. Sebab ia akan mengajarimu arti kata bersabar. Ia akan memberi tahumu bagaimana caranya menjadi pemenang. Sebab ia teladan bagi ketekunan dan kegigihan. Sebab ia tidak mengenal kata menyerah. Dalam situasi apapun ia senantiasa fokus mengejar apa yang ia tuju. Ia guru yang keras dan penuh disiplin. Tapi ia juga teman yang baik dan penuh perhatian. Selama kamu mau belajar, ia tak akan pernah mengecewakanmu. Ia mungkin akan membiarkanmu terjatuh, tetapi ia tak akan pernah meninggalkanmu. Dan jadilah terberkati seperti tanah yang subur. Di mana engkau menanam benih dan ia tumbuh menjadi sebuah pohon yang rindang. Tempat di mana orang dapat berteduh di tengah panas yang terik.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Bukan tanpa alasan aku menyukai aglaonema. Bukan semata karena corak keindahan daunnya. Sebab, setiap lembar daun memiliki pesonanya sendiri. Tapi lebih daripada itu, ia adalah representasi dari diriku pribadi. Ia bukan jenis tanaman yang bisa tumbuh begitu saja. Ia butuh perhatian dan kasih sayang. Bukan semacam rumput liar yang bisa hidup di sembarang tempat, di atas beton, di atas aspal di pinggir jalan, di antara semak belukar dan bahkan reruntuhan. Ia mesti menyatukan semua elemen yang mendukungnya agar bisa bertahan hidup. Ia rumit dan pribadi yang kompleks. Sulit memahami sikapnya yang cenderung sentimental, yang rapuh dan tak tahan uji. Butuh perhatian penuh atas kepekaannya pada cahaya, pada panas matahari, pada sifatnya yang emosional, yang mudah layu, yang mudah tersinggung, yang tak mampu menanggung bebannya sendiri. Ia membutuhkan air dan kelembaban sebagaimana ia membutuhkan ruang yang lapang dan sirkulasi udara untuk bernafas. Tapi ia menolak segala yang berlebihan. Ia menolak air mata dan juga rasa iba. Baginya keindahan bukan sekedar pencapaian arti kesempurnaan diri. Keindahan adalah esensi dari setiap warna pribadi yang ia miliki. Sesuatu yang unik dan sekaligus artistik. Yang sepenuhnya membedakan dirinya dengan tanaman lain.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Rumah itu tak seberapa besar, tapi ada halaman yang luas dan lapang buat kita menanam pohon mangga, asem jawa, rambutan dan juga trembesi. Tempat yang tinggi buat menggantung sarang kutilang, perkutut, tekukur dan murai batu. Kecipak air terjun buatan di mana ikan koi berenang tenang di dalam kolam. Dan sepasang anjing yang berlarian kesana kemari. Rumah itu berkamar tiga dan bercat hijau dan teras yang penuh dengan aglaonema, xanseviera, anthurium, syngonium dan philodendron. Sepasang bangku dari kayu mahoni dan meja sederhana di mana kau bisa meletakkan pinggan berisi ubi dan segelas teh pahit. Di sana kita beranjak menua, dalam rumah hijau yang penuh dengan tanaman dan pintu yang selalu terbuka, menanti harapan yang bakal singgah bersama cucu cucu, menantu dan kedua anakmu. Di sana kita setia menabur cinta dan berharap memetik buahnya sepanjang musim.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Entah bagaimana, aku tahu ibu selalu larut dalam kebahagiaan. Seperti embun bening yang bergulir kesana kemari, bermain main dengan gembira di atas permukaan daun aglaonema yang tumbuh menyemak di dalam sanctuary itu. Tapi selalu ada perasaan perasaan tertentu yang menakjubkan, namun seringkali tidak aku mengerti. Mengapa ibuku tak pernah beranjak pergi meninggalkan tempat persembunyiannya? Seolah ia terperangkap di sana di dalam kebahagiaan yang ia ciptakan sendiri. Ia telah tumbuh dan tinggal di dalam sanctuary itu bertahun tahun lamanya. Tenggelam dalam dunia yang sepenuhnya asing dan tak dikenal. Dan setiap kali aku berusaha mengingatnya akan tumbuh sulur sulur baru yang kian rapat menutup sanctuary itu dari pikiranku. Ibu telah jadi kenangan dari masa laluku. Tak ada yang tertinggal dari semua apa yang pernah ia ucapkan. Kata katanya telah menjelma menjadi lembar halaman buku yang kosong, tak sepenggal huruf pun yang dapat aku temukan berada di dalamnya. Yang aku ingat kemudian adalah, ia menulis ulang seluruh kisahnya di dalam halaman buku buku yang kosong itu. Ibu memenuhi sanctuary-nya dengan aneka rupa buku buku yang semuanya bercerita tentang dirinya. Tentang segala apa yang ia pikir dan rasakan. Tentang bagaimana ia menghabiskan hari harinya dalam kebahagiaan. Dan sanctuary itu pun kemudian berubah menjadi sebuah perpustakaan raksasa, di mana ibu adalah sebuah ensiklopedi yang bisa aku baca setiap hari tanpa pernah merasa bosan. Tangannya telah berubah menjadi sepasang sayap. Dan yang tinggal dalam ingatanku hanyalah wajahnya yang tersenyum samar saat ia tertidur. Namun, tak ada yang masih dapat aku kenali lagi dari masa lalunya, sebab ia telah menyatu dengan waktu dan sepenuhnya melebur dengan masa depan. Kecuali mungkin sebuah pikiran yang bahkan sang waktu tak mampu menghapus ingatan akan dirinya. Betapa ia sungguh berbahagia, setidaknya bagi dirinya sendiri. Ibu telah bertransformasi menjadi puisi, melebihi semua perasaan yang sanggup aku kisahkan kepada dunia.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
Cinta Dari Rutinitas Sehari Hari II. Tentu saja, kita tak sempat bercengkerama karena aku harus segera berangkat kerja dan membiarkan sisanya tenggelam dalam kesibukan memintal kesendirian. Menunggu jarum jam bergerak malas dari delapan ke angka sembilan. Mungkin saat itu kau akan sedikit mencintaiku kurang dari bagaimana aku mencintaimu. Berharap sisa perjalanan akan menjadi sebuah perayaan kerinduan. Tanpa pernah merasa bosan, jenuh atau apapun itu. Hanya pada saat waktu bergerak memanjang ke pukul sepuluh siang, kau akan tertidur sejenak tanpa memikirkanku. Tanpa mimpi tentangku atau tanpa perasaan apa pun yang mengingatkanmu pada diriku. Dengkurmu akan cukup keras untuk membuat tetangga sebelah rumah menjadi tuli dan memaksa mereka melupakan mimpi-mimpi yang menakutkan atau tidak menyenangkan. Tetapi ketika waktu perlahan bergulir ke angka sebelas, cukuplah dirimu beristirahat dari segala macam kepenatan yang akan dengan segera membuatmu lupa pada diri sendiri. Merintang panas, memangkas daun-daun aglaonema kering di teras. Menyiapkan makan siang dan menikmatinya sendiri saja tanpa mengingat siapa yang pernah kaucintai atau diam-diam mencintaimu. Tapi kau akan dengan mudah jatuh cinta lagi pada dirimu sendiri pada jam dua belas. Tanpa harus bersusah-payah meyakinkan bukan siapa-siapa bahwa penantianmu tak akan pernah sia-sia. Setelah puas menyemaikan daun-daun sirih belanda kesayanganmu pada pukul satu. Kau bongkar semua ingatan dari satu pot dan memindahkannya ke dalam pot yang lain tanpa pernah merasa jemu. Tahu-tahu waktu mengetuk pintu keras keras mengabarkan sore tiba pada jam tiga. Dan kerinduan akan datang lagi berhamburan sebagai orang orang yang pernah pergi. Mereka yang sekejap singgah entah kemana, namun pada akhirnya akan kembali pulang ke rumah. Itulah waktu untuk berbenah, membuang semua sampah dan kekotoran. Memandikan kecemasan dan mengelupas kekhawatiran dari daster lusuh yang kau kenakan, lalu menyulapnya menjadi sedikit pesta kegembiraan; Mencuci sendok dan garpu melipat kertas tisu, mengelap piring dan gelas, mengeluarkan semua isi kulkas lalu menatanya rapi di atas meja tanpa alas. Kau isi setiap gelas dengan perasaan cinta yang meluap luap. Membagikan hati, perasaan dan pikiranmu di atas piring yang terbuka buat makan malam kita berdua. Sejenak mengabaikan rasa letih demi mendambakan sedikit ciuman yang akan mendarat di pipi atau keningmu dan barbagi pelukan hangat yang akan mengantarmu ke peraduan. Lalu setelah itu, kita akan melupakan semua ritual yang mesti kita ulang setiap hari dari permulaan lagi. Meskipun sesungguhnya kita tidak pernah tahu dari mana garis start keberangkatannya dan di mana ia akan berakhir. Karena semua mimpi akan berubah menjadi taman bunga yang memekarkan lagi warna- warni kelopak cintanya di malam hari. Dan seribu kunang kunang akan menyinari rumah yang telah kita tinggali lebih dari sepuluh tahun ini. Kebahagiaanmu sesungguhnya tak pernah beranjak jauh-jauh dari rumah. Setiap hari selalu memberi warna abu abu muda yang sama. Kecuali pada saat di mana aku datang membawa segepok keberuntungan di akhir bulan. Itu barangkali adalah hari paling berwarna yang kau tunggu-tunggu. Tapi meskipun begitu, aku selamanya mencintaimu. Sebagaimana aku mencintaimu seperti hari yang sudah-sudah tanpa pernah berubah. Kau tetap akan jadi perempuan dalam hidupku satu satunya. Dan kukira engkau pun merasa demikian selamanya. Waktu boleh datang dan pergi sesukanya. Tapi ada kalanya kerinduan mesti kita simpan rapi dalam lemari menunggu saat yang tepat untuk dikenakan lagi. Dan cinta mesti mengisi lagi baterenya, terutama pada saat-saat yang paling menjemukan.Tentu saja, kita hanya perlu sedikit mempersoleknya agar ia tetap senantiasa wangi, bersih dan segar saat kita nanti membutuhkan lagi kehadirannya.
”
”
Titon Rahmawan
β€œ
... merintang panas, memangkas daun-daun aglaonema kering di teras. Menyiapkan makan siang dan menikmatinya sendiri saja tanpa mengingat siapa yang pernah kaucintai atau diam-diam mencintaimu. Tapi kau akan dengan mudah jatuh cinta lagi pada dirimu sendiri pada jam dua belas. Tanpa harus bersusah - payah meyakinkan kepada bukan siapa-siapa, bahwa penantianmu tak akan pernah sia-sia.
”
”
Titon Rahmawan